PUKUL dua siang bu Arum masih istirahat dikamarnya. Suaminya yang hari ini jadi mandor para pekerja disawah, sekarang menghapiri sudah memakai baju bersih. Melihat istrinya tidak bergairah, lelaki ini cukup mendekat saja.
“Ibu sakit ?”
“Tidak pak. Tapi sejak anak kita pergi, hati ibu itu jadi nggak karu-karuan gitu”
“Selama disawah, sebetulnya bapak juga begitu. Makanya buru-buru pulang”
“Pertanda apa ini ya pak ? Mana anak kita yang pergi, belum pulang lagi ?”
“Assalamualaikum…Assalamualaikum…” Pas bu Arum mulai mencemaskan Kamal, diluar tiba-tiba ada yang ber uluk salam. Sepasang suami istri ini akhirnya sama-sama kedepan.
“Walaikum’salam…” Sebelum membuka pintu, bu Arum memjawab dulu. Fredi yang ada diluar merasa sedikit lega karena tugasnya sudah hampir tuntas.
“Ibu…? Bapak…? Sebelumnya saya minta maaf karena sudah mengganggu istirahatnya”
“Tata…Tapi itu Kamal anak kami kan ?” Pak Kosim dan bu Arum ternyata masih kompak.
“Iya pak, bu…Ini memang putra bapak dan ibu. Tapi kondisinya sekarang sedang tidak baik”
“Tolong sekarang bawa dulu kedalam nak…Kalau perlu langsung bawa ke kamarnya supanya nanti tidak berabe lagi”
Akhirnya Fredi membawa Kamal langsung ke kamarnya. Bu Arum dan pak Kosim, baru kali ini bisa sedikit tenang dan bisa bernafas normal.
“Dimana kamu menemukan anak kami ?”
“Nama saya Fredi pak…”kata Fredi supaya pak Kosim dan Bu Arum tidak kebingungan memanggil namanya. Setelah itu apa yang terjadi lalu diceritakan. Tentu saja tak ada yang di lebih-lebih maupun dikurangi.
“Dia sudah menemukan gadis yang selama ini selalu dikejar-kejarnya katanya bu “ Bu Arum yang ditatap Fredi mengangguk sambil menepis air matanya.
“Mal bangun Mal…? Sekarang kamu harus menjelaskan sama kami ? Kenapa setelah menemukan gadis itu kamu malah mencari ketenangan dengan lari keminuman keras ?”
“Penyebabnya bukan hanya satu bu…Malah salah satunya menyangkut harkan dan martabat keluarga”
“Maksud kamu gadis itu bukan dari keluarga kaya?”
Ketika ayahnya coba-coba menebak, Kamal mengangguk. Tapi air matanya langsung mengikuti.
“Kalau ibu sendiri janji Mal, siapapun yang dicintai kamu, kedua tangan ibu akan terbuka buatnya”
“Terimakasih sebelumnya bu…Kalau ayah ternyata tetap diam. Berarti perkiraan saya selama ini benar. Kalau ayah pasti tidak akan setuju saya menikah dengan orang miskin”
“Kamu jangan langsung mencap ayah seperti itu Mal, sejauh ini kamu sendiri belum mengatakan identitas dari gadis itu kan sama kami ?”
“Percuma ayah…Karena meski pun saya katakan, sampai kapanpun ayah pasti tidak akan setuju kalau saya menikah sama dia”.
“Jadi kamu keukeuh akan bungkam mengnai gadis itu? Sekalipun itu membuat kamu seperti ini selamanya? Sementara ayah dan ibu sangat sayang sama anak yang hanya satu-satunya kami miliki? Dan itu kamu?”.
Kalau Kamal akhirnya memberitahukan, mungkin karena kata-kata ayahnya sangat meyakinkan. Tapi ternyata pemuda ini seperti masih menimbang-nimbang dulu.
“Dia masih satu desa sama kita?” Bu Arum mencoba membuka kuncian mulut anaknya. Kamal menggeleng.
“Kalau begitu mungkin dari desa sebrang?” Pak Kosim mengikuti langkah isterinya. Ternyata kali ini Kamal pun membuka kedua bibirnya yang selama ini terkunci rapat.
“Ia Ayah…Dan ternyata dia itu puterinya pak Sukma yang selama ini punya utang sama kita”.
“Apa…?!.
Sebuah gubuk butut dan reyot, tiba-tiba melintas dalam benak pak Kosim. Ketika dibayanginya pak Sukma akan jadi besannya. “Tidak, tidak Mal…!”
“Tuh kan, benar filing saya…! Bahwa sampai kapanpun ayah pasti itdak akan setuju kalau punya menantu gadis itu! Karena prinsip hidup Ayah memang selalu mengutamakan kehormatan keluarga!”.
“Kamu jangan menjelek-jelekkan orang tua sendiri Kamal! Karena seburuk apapun perilaku Ayah, Ayah ini tetap orang tua kamu yang selama ini telah membesarkan dan membahagiakan kamu! Jadi kewajiban kamu sekarang adalah ta’at dan patuh sama orang tua! Mengerti!”.
“Kalau begitu lebih baik saya mati!” Kamal tiba-tiba mengambil gunting yang ada diatas risbangnya. Mungkin karena dirinya sudah terpojok. Tapi meskipun kali ini gunting itu sudah diarahkan keperutnya, tujuannya hanya untuk menakut-nakuti lawan bertengkar. Dan ternyata berhasil.
“Mal, kamu jangan nekad...Ayo sekarang guntingnya berikan sama Ayah...Kita tidak mau kehilangan kamu Mal...Kamu itu dari kecil sudah sering sakit sakitan...Dulu ayah dan ibu sudah banyak mengeluarkan air mata karena kamu sakitnya parah sekali waktu itu...”.
Mendengar masa kecilnya dituturkan mendetil, hati Kamal ternyata langsung melunak. Pluk akhirnya sebuah gunting yang sedang dipegangnya jatuh keatas kasur. Oleh Pak Kosim gunting itu buru-buru diambilnya. Setelah mara bahaya tak lagi ada didepan matanya, Bu Arum lagsung mengusap dadanya.
“Alhamdulillah “
“Tinggalkan saya sendiri...!” kata Kamal setelah tidak memegang gunting . Bu Arum dan Pak Kosim ternyata langsung saling lirik.
“Bapak itu sebaiknya jangan keras kepala. Karena semakin Bapak keras kepala, anak kita juga pasti akan semakin ngotot dengan keinginannya itu”
“Ibu tahu apa soal martabat dan wibawa! Ya tetap nggak akan setuju lah kalau anak kita menikah dengan orang miskin sampai kapanpun juga! Karena jika itu terjadi, pasti langsung jatuh wibawa Bapak dimata masyarakat! Jadi sekarang ibu jangan coba-coba pengaruhi Bapak!”.
“Kita lihat saja nanti..”.desis Bu Arum sambil mengerling. Setelah itu kemudian ia keluar dari kamar anaknya mendahului suaminya karena menaruh dendam.
“Rik gua juga pamit pulang ya?”.
“Fred thanks ya udah nolong gua”.
“Sama-sama Rik...Tapi sebelum gua benar-benar pergi dan tinggalkan lo, ada pesan yang mau disampaikan...lo yang tabah...Perjuangkanlah terus cinta lo, karena masa depan lo ada pada cinta lo itu” kata Fredi. Setelah itu baru ia keluar dari kamar temannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
ilhampermana
Kalau kata orang sunda. Sabar bari ihtiar
2022-12-12
6
ilmi maulida
Kebahagiaan àda pada cinta kita?
2022-12-09
7
Siti Mariyam
benarkah lebih baik mati? modus kali
2022-11-28
9