#7

Theo menggeram kesal ketika memasukkan suapan pertama makanan tersebut ke dalam mulutnya. Asin, manis, dan pahit bercampur menjadi satu. Matanya melihat ke arah Nic dan ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang menahan tawa di balik wajah datarnya.

Sialannnn, Nic pasti sengaja mengundangku makan malam untuk mengerjaiku. - umpat Theo dalam hati.

“Bagaimana Theo? Apa pendapatmu tentang masakan Aunty?” tanya Paula sambil memandang ke arah Theo.

“Hmmm … enak Aunty. Di mana Aunty belajar memasak?” jawab Theo sambil terus berusaha mengunyah makanannya. Ia tak mungkin mengeluarkannya di sana.

“Aunty belajar dari banyak buku, dari internet, dan dari pengetahuan Aunty sendiri. Kalau kamu menyukainya, nanti akan Aunty bungkuskan untuk kamu bawa pulang ya.”

Glekkk …

Dibawa pulang? Ohhh tidak! - batin Theo.

Nic memberikan isyarat pada Theo agar menerimanya. Sementara Theo yang masih kesal dengan Nic ingin membalas perbuatan Nic.

“Tidak perlu, Aunty. Kasihan nanti Nic tidak makan, apalagi Nic selalu bercerita kalau ia sangat menyukai masakan Aunty,” puji Theo sambil tersenyum smirk ke arah Nic, membuat Nic mengepalkan telapak tangannya di bawah meja.

“Kalau kamu khawatir soal itu, tenang saja. Mendengarmu berkata ia menyukai masakan Aunty, Aunty sangat senang dan akan memasakkan untuknya setiap hari,” kata Paula.

Glekkkk …

Kini giliran Nic yang menelan salivanya. Ia iangin mengerjai Nic dengan masakan Mom Paula, malah sepertinya ia yang akan terkena imbasnya. Sementara Oscar beralasan sedang makan dengan klien di luar, padahal ia duduk di dalam mobil di depan rumahnya sambil menyantap sekotak makanan cepat saji yang ia beli dalam perjalanan pulang tadi.

Oscar terpaksa melakukan ini. Bukan karena ia tidak ingin memakan masakan Paula, tapi ia benar-benar tidak sanggup. Setelah seharian bekerja, malam hari ia harus bertarung lagi di meja makan untuk menghabiskan masakan Paula. Kalau tidak, istri kesayangannya itu akan ngambek sepanjang malam.

**

Bryona sedang berpikir sendiri di dalam kamar tidurnya, di sebuah apartemen kecil yang hanya memiliki 3 tingkat. Di setiap tingkatnya hanya terdiri dari 4 unit saja. Sudah 2 tahun ia menempati apartemen itu, ya sejak kepindahannya ke Campeche.

Pada awal kepindahan Bryona ke Campeche, Freya menawarkan padanya untuk tinggal bersama di kediaman Rodriguez yang baru saja selesai di renovasi. Namun, Bryona menolaknya. Ia tak bisa terus menerus hanya menerima kebaikan dari Freya. Ia sudah sangat berterima kasih pada Freya karena membawanya keluar dari keluarga Alberto, memberinya nama dan penampilan baru.

Tokk tokk tokk …

Bryona bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Ia melihat dari lubang intip yang ada di pintu apartemennya.

“Nyonya Jena,” gumam Bryona. Ia segera mengenakan tubuh palsunya dan kacamatanya. Setelah itu ia kembali ke pintu.

“Kenapa kamu lama sekali membuka pintu, Bry?” tanya Nyonya Jena.

“Maaf, aku sedang di kamar mandi tadi,” ungkap Bryona berbohong. Ia harus membuka tubuh palsunya jika ia berada di rumah. Bagaimanapun, memang lebih nyaman tubuh sendiri.

“Ada apa Nyonya?” tanya Bryona sambil membetulkan letak kacamatanya.

“Mulai bulan depan, biaya sewa apartemen akan naik 25%.”

“T-tapi Nyonya?”

“Tidak ada tapi-tapian. Kamu tahu kan biaya perawatan apartemen ini akan meningkat setiap tahun. Penghuni lain juga saya tagih kok, bukan hanya kamu.

“B-baiklah kalau begitu,” Bryona terpaksa menerima itu. Apartemen yang ia tempati sekarang termasuk murah untuk daerah wisata seperti Campeche. Lingkungannya juga bersih.

Bryona menghela nafasnya. Ia harus mencari pekerjaan lain, untuk menutupi biaya kekurangan sewa apartemennya. Tak mungkin ia mengatakan pada Freya. Tanpa Bryona minta, Freya pasti akan membayar semuanya. Sekarang saja biaya sewa apartemen ini Freya yang membayar. Secara rutin Freya akan mentransfer uang sewa ke dalam rekening Bryona bersamaan dengan gajinya di restoran.

Sepertinya aku harus mencari pekerjaan tambahan lagi. Aku tak ingin memberatkan Freya yang sudah terlalu baik padaku. - batin Bryona.

**

“Nic! Dad tidak mau tahu. Usiamu sudah 25 tahun. Sudah waktunya kamu mengambil alih G-Corp,” sambil menyantap roti selainya, Oscar mulai berceramah.

“Tapi Dad … Aku benar-benar tidak menyukai dunia bisnis.”

“Kamu putra Dad satu-satunya. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan meneruskan G-Corp? Atau kamu mau memberikan cucu pada Daddy?” ujar Oscar yang membuat mata Paula tiba-tiba bersinar.

“Cucu? Aku mau aku mau. Kapan kamu akan membuatnya, Nic?” Paula menampakkan wajah bahagianya.

“Kalau Dad dan Mom mau aku memberikan cucu, sebaiknya izinkan aku untuk liburan. Siapa tahu aku akan bertemu dengan kekasih hati, belahan jiwa ini,” ujar Nic yang langsung mendapat sebuah pukulan di kepalanya.

“Isi otakmu itu hanya liburan. Dalam 1 bulan belakangan ini saja, sudah berapa kali kamu meminta izin untuk liburan?” gerutu Oscar.

“Tapi Dad tahu kan aku itu menyukai fotografi. Begini saja, jika aku tidak berhasil menikah dalam waktu 1 tahun, maka aku akan memegang G-Corp. Tapi selama 1 tahun ini, Dad harus membebaskan aku dari semua jerat perusahaan yang membuat kepalaku mau pecah,” Nic sedang berusaha membuat kesepakatan dengan Oscar.

Oscar tampak berpikir, kemudian melahap rotinya kembali, “Baiklah, 1 tahun. Ingat hanya 1 tahun. Jika kamu tidak berhasil menikah. Dad pastikan kamu akan menikmati G-Corp seumur hidupmu … dan Dad akan mencarikan seorang istri untukmu,” seringai tipis muncul di wajah Oscar, membuat Nic merasa telah melakukan kesalahan fatal.

Awalnya ia hanya ingin kabur, tapi jika nantinya ia akan dijodohkan, semua rencananya akan berantakan. Namun, ia bertekad akan menjadi seorang fotografer yang sukses dalam 1 tahun ini, bagaimanapun caranya.

“Okay, deal!” mereka berdua bersalaman, dengan Paula sebagai saksinya. Keduanya saling menatap dengan tatapan tajam seakan ingin menusuk satu sama lain.

“Sudah, sudah saling tatapnya,” ucapan Paula membuyarkan pandangan mereka. Oscar dan Nic langsung melihat ke arah Paula.

“Apa? Kalian berdua itu sama-sama lelaki, tidak pantas berlama-lama saling tatap. Dad, bagaimana jika kita saja yang saling tatap-tatapan?” tanya Paula sambil mengerlingkan sudut matanya.

“Ah, aku suka jika harus tatap mentatap dengan dirimu, honey. Ayo kita lanjutkan,” Oscar langsung menggandeng tangan Paula ke arah kamar tidur mereka. Nic hanya melihat dan mengernyitkan alisnya. Ia tahu apa yang akan dilakukan oleh Dad Oscar dan Mom Paula di dalam kamar. Ia langsung menghabiskan sarapannya dan pergi ke G-Corp. Ia ingin memberitahukan kabar gembira ini pada Theo.

**

Sudah 1 minggu Bryona berusaha mencari pekerjaan, tapi ia masih belum mendapatkannya. Ia memang hanya melakukannya di hari tertentu, saat dirinya bisa pulang dari restoran dengan cepat.

Kini ia membuka ponselnya, melihat kembali aplikasi lowongan pekerjaan, namun tidak ada yang sesuai dengan kriterianya.

Bryona memutuskan untuk keluar dari apartemen. Ia berjalan di sepanjang trotoar yang penuh dengan toko-toko, siapa tahu ada yang memasang lowongan pekerjaan, namun nihil.

Di perempatan jalan, ia melihat seorang pria sedang melakukan pemotretan pada seorang wanita. Wanita itu terlihat glamour dan eksentrik, bisa dipastikan dia adalah seorang model. Fotografer itu tanpak kesulitan karena ia mengerjakan semuanya seorang diri. Tiba-tiba saja muncul ide di dalam kepala Bryona, ia berjalan mendekat.

Tanpa diminta, Bryona membantu Fotografer itu untuk meletakkan tatanan lampu. Fotografer itu tampak tersenyum melihat apa yang Bryona lakukan. Setelah sesi foto selesai, fotografer itu mendekati Bryona.

“Terima kasih atas bantuanmu. Kenalkan namaku Nicho. Apa kamu ingin bekerja denganku?”

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Lavinka

Lavinka

lanjut kaka

2022-02-22

1

It's me

It's me

semangat kak
salam dari Hei Gadis Berkacamata

2022-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!