Hampir pukul 9 malam Nandang dan Andini tiba di rumah. Sesuai janji Bagus Permana, bahwa ia yang akan mengiringi kedua anak itu pulang ke rumah. Untuk sekedar memastikan jika mereka sampai dengan selamat.
Puspa tentu tidak marah, apalagi gelisah walau ini adalah kali pertama kedua anaknya pulang malam berdua saja. Sebab mereka sudah ijin. Bahkan pulang di antar pula.
Bagus juga menyempatkan mengantar hingga ke depan pintu rumah Puspa, lalu pamit dengan sopan pada janda beranak dua tersebut.
Sungguh perbuatan dan prilaku kita terhadap orang lain, benar akan mempengaruhi perlakuan orang terhadap kita.
Puspa sebenarnya bahkan bisa lebih kaya dari sekarang jika, dulu menerima menjadi waiters saja di club itu. Tapi, justru yang menawarkan pekerjaan itu yabg sudah bosan untuk menggoyahkan pendiriannya.
Selentingan gosip miring juga tak sekali menerpa Puspa. Sebab akhirnya banyak yang tau jika ia sering keluar masuk komplek itu. Sehingga kadang ia lebih terkenal bekerja di sebuah club.
Tapi Puspa memilih tutup telinga saja, toh semuanya juga akan berhenti sendiri menghibahnya. Dan tidak terbukti jika ia melakukan yang di tuduhkan padanya.
Biasalah, manusia ada yang sirik tentunya. Makanya Puspa dan anak-anaknya bersepakat lebih memilih menabung uang saja, ketimbang membeli perhiasan atau perabotan rumah tangga yang berlebihan. Kecuali mesin cuci alias mesin pencetak uang mereka tersebut.
Sepintas lalu, rumah mereka tak jauh berbeda tampilan isinya, hanya terdiri dari dua kamar lengkap dengan ranjang. Satu set kursi tamu, dan satu set kursi makan untuk 4 orang. TV satu buah berada di tengah rumah dengan 1 kipas angin masing-masing di tiap kamar. Sudah hanya itu.
Itupun kadang bisa di kepoin, tetangga yang julid. Sebab, tipe manusia memang beragam. Ada yang susah liat orang senang, dan senang melihat orang susah.
Kelebihan waktu kosong dan kurang kerjaan sehingga suka mengurus orang lain. Puspa hanya tertawa saja kandang jika bertemu orang-orang seperti demikian.
Waktu berlalu, Nandang tampak sudah semakin terbiasa membagi waktunya antara mengikuti bimbel, latihan fisik, juga tetap membantu Puspa bekerja.
Sementara tahapan demi tahapan seleksi untuk masuk IPDN pun sudah bermulai. Yang paling mendasar adalah Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) yang akan dilakukan dengan menggunakan sistem CAT (Computer Assesment Test) oleh BKN. Dan Nandang pun sudah masuk dengan nilai yang membuatnya bisa lanjut ke tahapan berikutnya.
Tahap selanjutnya ialah Tes Kesehatan Tahap I di Rumah Sakit Bhayangkara/Biddokkes POLDA setempat. Alhamdulilah Nandang berbadan sehat, bersih dari segala zat adiktif, alkohol dan syarat lainnya. Sehingga namanya tertera untuk tetap bisa lanjut ke jenjang tes berikutnya.
Tahapan berikutnya ialah Tes Psikologi Integritas dan Kejujuran yang masih di selenggarakan oleh Biro SDM Polda setempat.
Usaha dan doa tak kunjung henti Nandang dan emaknya panjatkan agar Nandang selalu dapat lolos ke tahapan selanjutnya.
Bagus Permana siap pasang badan yang rencananya akan mencoba berperan pada tahapan Pantukhir. Yakni Verifikasi Faktual Dokumen Persyaratan Administrasi Pendaftaran juga ada Tes Kesehatan Tahap II yaitu Tes Kesamaptaan dan Pemeriksaan Penampilan.
Jika ke empat tahapan ini sudah berhasil Nandang lewati maka selamatlah Nandang sebentar lagi akan menjadi Calon Praja IPDN.
Bagus Permana, beberapa bulan terakhir sedang sibuk, sehingga agak terlena memperhatikan perkembangan seleksi yang Nandang lewati. Bertanya pada Naila pun tak sempat. Hingga pada masa pengumuman tes, ia baru tersadar untuk meminta informasi pada kolega yang sempat ia titipkan nama Nandang.
Namun, alangkah terkejutnya Bagus. Mendengar kabar bahwa Nandang tidak lulus, karena tidak mengikuti satu rangkaian tes.
"Oh... maaf pak Bagus. Peserta yang bapak titipkan gugur di tahap ke tiga yang bersangkutan tidak datang saat Tes Psikologi Integritas dan Kejujuran yang masih di selenggarakan oleh Biro SDM Polda. Waktu itu kami sempat menghubungi bapak untuk mengkonfirmasi kehadirannya. Tapi, bapak tidak bisa kami hubungi. Untuk itu kami mohon maaf sangat tidak dapat banyak membantu bapak. Pun hal ini kami sangat menyesalkannya, sebab nilai peserta yang bapakntitupkan masuk dalam rangking 10 besar." Jelas teman Bagus panjang lebar.
"Hah... astagafirullahalazim. Mungkin saat itu saya sedang di luar kota pak. Lalu apa akan ada tes gelombang kedua pak?"
"Oh maaf pak tidak ada pengulangan tes. Yang ada mendaftar ulang saja di tahun depan." Jawab orang tersebut.
Dada Bagus sakit sendiri mendengar jawaban itu. Dengan mencoba menguatkan hati dari kekecewaannya menutup sambungan telepon tersebut. Kemudian bergegas menuju kediaman keluarga Nandang. Untuk menanyakan langsung alasan ketidak hadiran Nandang saat tes itu berlangsung.
Bagus datang sendiri, masih dengan pakaian dinasnya, sebab panik sendiri saat melihat deretan nama calon praja yang lulus seleksi, dan tidak ada nama Nandang tadi.
Rumah Nandang terlihat sepi. Saat itu kurang lebih pukul 11 siang. Bagus mengetuk pintu cukup lama. Namun tidak di bukakan pintu.
Bagus berupaya mengintip kedalam rumah, kosong. Ia menyembul-nyembulkan kepalanya ke dalam ruang yang di tutup seng tersebut. Hanya jemuran penuh berjejer di dalamnya.
"Permisi... bu. Kemana ya orang di rumah itu?" tanya Bagus sopan bertanya pada tetangga yang berada di luar rumah tidak jauh dari rumah Nandang.
"Bapak caru siapa?"
"Nandang." Jawab Bagus lantang.
"Kalau jam segini Nandang sepertinya masih di club pak."
"Di club...? Sesiang ini?"
"Iya pak. Kan kerjaan mereka sekeluarga memang di club pa. Dulu sih emaknya. Tapi setelah sakit, sepertinya setelah sakit. Emak Nandang tidak bisa kerja di sana lagi." Jelas wanita yang menggendong anak di pinggulnya tersebut.
"Emak Nandang sakit apa?" tanya Bagus lagi
"Sakit apa ya... lupa ingatan kalo tidak salah. Setelah kecelakaan beberapa bulan lalu. Kakinya juga patah, yang paling parah benturan di kepalanya. Dua anaknya pun tidak di kenalinya lagi pak."
"Astagafirullahalazim. Sekarang emak Nandang di mana?" tanyanya makin penasaran.
"Biasanya ada saja di rumah, beliau belum pulih benar. Mungkin hanya rebahan saja, sebab belum bisa berjalan pak." Jelas wanita itu lagi.
"Kalau club tempat Nandang belerja itu di mana?" Bagus makin ingin tau.
"Oh.... itu bapak kalau mau tau. Bapak keluar jalan ini, ke jalan utama. Lalu belok ke kanan. Lurus saja, mentok di ujung. Jika bapak ada melihat tembok tinggi, agak sebat rumputnya. Nah, bapak minta ijin masuk saja ke sana. Bilang saja kerabatnya Nandang atau emaknya. Pasti di ijinkan masuk." Papar wanita itu dengan detail.
Bagus mengangguk-angguk tanda mengerti. Setelah berterima kasih atas info yang di berikan untuknya. Bagus pun, melakukan mobilnya ke tempat yang sudah di tunjukkan untuknya tadi.
Sembari berpikir, kapan emak Nandang kecelakaan? Dan sedikit bingung, pekerjaan apa yang di lakulan Nandang dan emaknya di sebuah club. Bagus belum bisa menarik kesimpulan apa-apa sebelum bertemu langsung dengan Nandang.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
nila
kesuksesan yg tertunda.. tetap semangat kejar cita2mu Ndang. coba lagi sampai dapat
2022-02-22
3
Conny Radiansyah
astaghfirullah al azim ... inna lillahi wa inna ilaihi rojiun ...
yang kuat Nandang dan Andini 💪
Emak cepat sembuh, sehat seperti dulu lagi 😭😭😭
2022-02-22
5
Lisfitriawati
knp ikut nyesek y bacany,,
2022-02-21
5