Puspa bukan tak tau apa saja yang di kerjakan orang-orang dalam gedung di tengah komplek tersebut. Waktu 3 bulan bukan waktu yang sedikit untuk mendapat informasi.
Puspa memag sibuk bekerja tapi bukan berarti melupakan kegiatan lain selain mencari uang. Tiap pagi tetap bertahan dengan rutinitasnya membuat kue, dan tiap siang jumat pun tak pernah alfa untuk mengikuti pengajian di langgar komplekan tempat tinggal mereka.
Dalam sebuah perkumpulan pengajian juga tak selalu membahas masalah dakwah dan tausiah, tentu sebelum dan sesudah pengajian aka nada sesi ghibah masal tentang apa saja yang akan menjadi tranding topik.
Dan kala itu, komplekan sebelah tak luput menjadi bahan pembicaraan mereka. Yaitu tempat Onel yang juga tidak lain tempat Puspa sekarang, mengais rejeki. Puspa memang ibu rumah tangga yang polos, kurang pengalaman dan tidak pernah banyak tau juga tak suka ikut campur dengan urusan orang lain.
“Eh… ibu-ibu. Tau ga, ternyata di sebelah timur komplek kita ini. Ada diskotik lho…!”
“Astagafirullahalazim… dari mana jeng Ratna tau?”
“Ya namanya juga mau cari tambahan jajan anak-anak juga bantu suami. Kalian kan tau kalo saya suka kreditkan dan jualan baju-baju. Nah, saya coba-coba ke sana. Kebetulan di kasih boleh masuk. Ternyata banyak rumah di sana.”
“Katanya diskotik, kok sekarang rumah sih?” tanya ibu lain yang penasaran dengan kisah wanita yang bernama Ratna itu.
“Iya penampakan dari luar itu hanyalah tembok yang seperti tak berpenghuni saja, ternyata dalamnya ada perumahan banyak. Nah di tengah-tengahnya itu ada bangunan besar. Itu dia adalah sebuah diskotik alias nightclub. Semua kehidupan malam ada di sana dan ramai sekali.” Jelas Ratna panjang lebar, Puspa hanya menyimak obrolan itu dengan seksama seperti ibu-ibu lainnya
Padahal saat membersihkan beberapa rumah di komplek itu, tak sekali Puspa mendapatkan benda-benda yang tak seharusnya di lihat, terutama untuk anak usia 17 tahun kebawah. Kadang Puspa juga pernah membersihkan rumah yang saat penghuninya ada di dalam rumah tersebut. Saat masih bergelung dengan selimut juga bersama laki-laki yang ia sendir tak tau apakah itu muhrimnya atau bukan, yang pasti Puspa yakin mereka baru saja melakukan hubungan suami istri, sebab cairan-cairan itu terlihat bercecer di alas tidur Puspa bawa kerumah. Tapi itu bukan urusan Puspa, baginya tugasnya adalh membersihan rumah itu saja.
“Emangnya apa saja sih kehidupan malam di sana jeng?” salah satu dari teman mereka berjalan kaki usai pengajian itu masih saja memburu informasi yang ingin mereka ketahui lebih banyak lagi.
“Ya macam-macam lah. Ibu-ibu tau ga? Saya awalnya ke sana mau jual baju gamis, pakaian syar’I gitu. Eh, di tolak mentah-mentah lho.”
“Terus, apa hubungannya ibu jualan di tolak lalu ibu bilang di sana tempat kehidupan malam.”
“Justru itu, jualan pakaian seperti itu saya ga laku. Tapi yang mereka pesan kemudian untuk datang lagi ke sana ialah lingerie… tau ga siih itu pakaian model apaan?”
“Oh, yang bahan tipis berenda, modelnya yang lebih banyak kebuka dari pada ketutup gitu?”
“Nah iya beneran model begitu, lumayan mahal lho bu pakaian jenis itu, karena kualitas kainnya rata-rata yang premium. Tapi di sana tetap di beli oleh para penjaja tubuh.”
“Astagafirullahalazim. Curiga boleh bu Ratna, tapi jangan menuduh.”
“Siapa yang menuduh. Sudah rahasia umum kali tempat seperti itu ya ngapaian kalo bukan jual diri. Mana duit mereka banyak lagi. Mereka belanja tuh ga pernah nawar, asal cocok di mata langsung di embat. Pakaian mereka ketemu dan pas milih juga. Huh…. Belahan di dada mereka selalu terpampang nyata.Belum lagi paha mereka, berhamburan saja.”
“Waw.. jadi penasaran. Sesekali kalo ke sana ikutan dong bu Ratna. Biar tau dan liat sendiri, secantik apa sih mereka, yang sampai bisa jual tubuh di sana.”
“Kalau cantik banget sih biasa aja, tapi entah lah bagaimana tampang dan rupa mereka kalau sudah berada di bawah cahaya lampu remang-remang di gedung besar itu, beserta pakaian sek si nya, juga pasti di bawah pengaruh minuman beralkohol yang pasti membuat mereka mabuk.”
“Iya juga sih. Tetep penasaran jeng. Ajak-ajak yah kalo mau kesana.” Pinta Darsih pada Ratna.
“Ya… nanti ya kalo saya pesanan lingerie terbaru saya sudah datang, kita ke sana. Eh, tapi saya pernah selisih sama jeng Puspa atau hanya mirip begitu ya? Juga pernah ke sana. Apa itu kamu jeng?” Pertanyaan Ratna langsung menjurus pada Puspa.
“Eh … iya itu memang saya.” Jawab Puspa pelan tak bermaksud menutupi atau berbohong.
“Hah… emak Nandang pernah kesitu?”
“Bukan hanya pernah tapi setiap hari jeng Darsih.” Jawab Puspa Jujur.
“Ngapaian?”
“Saya kerja di sana.”
“Hah… ya ampun, maaf ya jeng. Tadi saya ga tau kalo jeng Puspa ternyata kerja di sana.” Ratna agak menyesal.
“Kenapa minta maaf, jeng Ratna kan tidak salah sama saya.”
“Lalu emak Nandang kerja apa di sana?” Kepo ibu yang lain yang ternyata diam-diam juga menyimak obrolan tersebut.
“Saya tiap pagi ke sana, khusus bersih-bersih rumah mereka. Kadang orangnya ada-kadang orangnya tidak ada. Yang pasti tiap pulang dari sana saya bawa pakaian kotor mereka untuk di cuci, lalu esoknya lagi di antar saat semua sudah bersih kembali.” Jawab Puspa dengan jelas.
“Oh… emak Nandang sebagai pembantu dan tukang cuci di sana?”
“Iya kurang lebih begitulah.” Jawab Puspa tanpa malu.
“Apa ga papa kerja di tempat begitu mak Nandang?”
“Maksudnya?”
“Ya … kan jeng Ratna bilang di situ sarangnya perempuan penjaja tubuh. Apa mak Nandang tidak risih begitu, dan takut terjerumus ikut terjun ke dunia seperti itu.”
“Alhamdulilah, saya sangat merasa cukup dengan penghasilan sebagai tukang cuci dan tukang bebersih bu. Jadi, tidak pernah terpengaruh untuk melakukan pekerjaan selain itu. Lagi pula saya tidak pernah ke sana di malam hari. Jadi, saya tida tau kegiatan apa saja yang terjadi di sana. Saya taunya semakin rumah itu banyak sampah dan berhamburan maka duit saya makin banyak.” Kekeh Puspa menggiurkan ibu-ibu yang ingin tau tersebut.
“Mak Nandang, bisa bagi kerjaan ga sih? Mau juga dong jadi kang cuci…” timpal salah satu dari ibu yang lainnya.
“Wah… kalo ngelaundry pakaian sih, sepertinya saya masih sanggup ngerjakannya. Tapi kalo bebersih rumah, kadang saya kewalahan bu. Kalo ibu beneran mau kerja di sana, bisa saya tanyakan dulu sama mereka apakah mau, jika saya bawa teman ke sana.” Jujur Puspa tanpa memikirkan kalau dia akan berbagi kerja nantinya justru keuangannya yang terancam tipis.
“Iya tolong tanyain ya mak Nandang. Maklum nih anak saya sudah mulai masuk sekolah. Sepertinya kalo Cuma ngarep gaji suami, jajan anak dan skincare susah ke beli. Jadi mesti harus punya jalan uang sendiri untuk menyokong ekonomi keluarga.”
“Iya nanti saya tanyakan, tapi saran saya. Sebelum kerja di sana sebaiknya kasih tau suaminya ya bu. Jangan sampai karena mau dapat tambahan, tapi suami tidak mengijinkan.” Puspa mengingatkan.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Wanda Revano
emak mah emang org baik.sopan santun bgt.gk heran ank2nya jga punya tata Krama yg baik.jarang kan zaman sekarang ank2 punya tata Krama bagus
2023-04-13
1
🌼EmeLBy🌼
tunggu judul baru tentang dokter itu yaaa🤭🤭😁😁😂😂
2022-02-17
3
nila
mulai deh keponya emak2 komplek..jd ingat teman saya yg rumahnya dekat dg rumah dokter, ktanya hampir tiap hari nongkrongin rumah tetangganya utk dapat info ttg dokter itu😆😁
2022-02-17
3