Puspa bukan orang alim tapi bukan berarti tanpa dosa. Hanya bertindak biasa, dan minim melakukan tindakan yang di benci Allah.
Puspa pernah di goda pria yang setelah menggauli wanita di tempat ia bekerja. Tapi dengan sopan ia menolak pria hidung belang itu, serta menyampaikannya langsung pada wanita pemilik rumah tersebut.
Hasilnya, ia justru di anggap menggoda pria itu. Kenyataan justru di balik ke arahnya. Namun, Puspa tidak marah. Hanya meminta dengan hormat untuk tidak lagi menerima pekerjaan di rumah tersebut, untuk menghindari fitnah. Puspa tidak takut hilang pekerjaan, pendapatannya mungkin berkurang 50 sampai 100 ribu dalam sehari. Tapi baginya tidak masalah. Sebab yang ia kejar tidak hanya materi.
Puspa seorang janda baginya itu adalah takdir. Tapi menjadi janda yang baik atau tidak itu adalah pilihan. Yang Puspa yakini adalah hukum karma pasti berlaku. Ia sangat menjaga marwahnya, demi kedua anak yang kini sangat menuntutnya menjadi teladan.
Onel juga tidak sekali mengiming-iminginya pekerjaan praktis untuknya. Tapi selalu dapat ia tolak dengan alasan masuk akal dan tidak menyinggung perasaan wanita bertampang garang namun baik hati tersebut.
"Mak... apa kamu tidak capek kerja bersih-bersih setiap hari begitu?" tanya Onel pada Puspa. Yang hari itu mampu membersijkan 4 rumah dalam sekali datang.
"Alhamdulilah, Allah setiap hari memberikan emak kekuatan untuk terus bersemangat melalukan pekerjaan ini mi." jawab Puspa dengan wajah gembira.
"Padahal jika kamu terima kerjaan malam, tugas kamu hanya mengantar minuman dan menemani orang-orang minum, pulangnya sudah pasti 500rb bisa kamu bawa pulang. Tidak capek bukan?"
"Kedengarannya memang tidak capek mi, tapi ... kasian Nandang dan Andini kalau siang kami terpisah karena mereka sekolah, masa malam hari juga mereka tidak melihat emaknya. Sudah ga punya ayah lho mereka mi." Obrol mereka.
"Hmmm... terserah kamu saja. Yang penting kamu sanggup dan senang melakukannya."
"Senang bahkan sangat amat senang sekali." Jawab Puspa sungguh merasa bagai bertemu malaikat tak bersayap, setelah kenal dengan Onel.
"Oh iya mami... kemarin di pengajian. Ada teman yang katanya mau ikut bekerja di sini, sepertu emak. Apa boleh?" tanya Puspa sambil masih sibuk menimbang pakaian kotor yang makin hari makin banyak, bahkan kadang di bayar di muka oleh pelanggannya.
"Teman pengajian...? Apa kamu tidak bilang pada mereka di sini tempat orang kerja bagaimana? Apa mereka tidak berpikir akan haram jika mengais rejeki di sini?" suara Onel agak melengking, agak gusar mendengar kalimat pengajian. Sedikit inscure jika nanti mereka akan di hakimi oleh orang-orang saleh dan suci itu.
"Mami bicara apa sih? Kalau semua orang yang mengais rejeki di sini adalah haram. Berarti selama ini emak juga makan uang hasil dosa ya Mi?"
"Ya.... tidak. Kamu kan kerjaannya lain."
"Nah itu dia... teman emak sepertimya tertarik kerja seperti emak." Jelas Puspa pada Onel.
"Begini ya mak... ga semua orang bisa memiliki pikiran positif terhadap kami yang bekerja di tempat seperti ini. Dan tidak semua orang tahan akan godaan hingar bingar dunia malam yang bisa meraup untung bahkan mungkin mencapaia nominal 10 juta dalam semalam. Hanya kamu yang pernah aku temui, bekerja sungguh-sungguh sesuai jalur yang kamu pilih sejak awal. Jadi, jika temanmu itu nanti bekerja seperti kamu, apa kamu ikhlas akan berbagi rejeki dengannya?"
"Mami... rejeki itu sudah Allah yang atur. Jangan pernah resah akan hal itu. Maaf, jualan mami di sini juga terlihat sama kan? tapi pasti sudah punya pelanggannya masing-masing sesuai selera pembelinya." jawab Puspa.
"Hmm... iya juga sih. Tapi, misalnya teman kamu itu terjerumus dan terpengaruh pada pekerjaan malan itu bagaimana? Apa kamu siap menyandang salahnya?"
"Mengapa harus emak yang nyandang salahnya, itu kan pilihannya. Keputusan itu bukan emak yang maksa. Kemarin ia hanya minta pekerjaan seperti emak, ya klo di terima Alhamdulilah. Lalu saat ia kerja, kemudian mau kerja yang praktis kan itu urusan dia dong mak." Kilah Puspa.
"Iya memang. Tapi suka tidak suka, kamu akan memiliki andil besar karena sudah memperkenalkan dia ke temlat ini. Apakah dia bersuami?"
"Iya... katanya mau menyokong ekonomi keluarga sebab biaya anak sekolah mulai tinggi." Jawab Puspa lagi.
"Gimana ya Mak. Saya sebenarnya bukan mau menghalangi rejeki orang. Tapi saya sadar pekerjaan saya dan kami di sini tidak benar. Kami menjual jasa kenikmatan pada pria-pria berkebutuhan khusus. Spesialis menyenangkan batin pria, yang berstatus lajang maupun suami orang. Saya tau kamu juga sudah tau akan hal itu. Kami sulit di lenyapkan karena permintaan dan kebutuhan di bidang ini masih tinggi. Kami tau ini dosa, tapi kami juga butuh uang. Kami juga tau ini salah, tapi tidak bisa serta merta berjalan sampai sejauh ini selama masih ada yang memerlukan dan membutuhkan kehadiran kami. Kami punya hati tapi tidak main dengan hati. Pure, hanya mengais rejeki dengan cara terkutuk ini. Jujur kami resah, kami juga kadang memikirkan sampai kapan kami begini. Tapi, menjalani kerasnya hidup dengan ketrampilan minim dan ijazah yang tidak tinggi, kami bisa kerja apa? tempat ini di buat dalam tembok tinggi. Agar kami tidak mendengar caci, agar kami tak mendengar suara adzan memanggil, sebab saat hanya sayup muratol saja sesungguhnya membuat kami sakit hati dan sesungguhnya rindu untuk kembalu ke jalan yang benar. Lalu, bagaimana jika kami tidak menyeleksi orang yang tepat untuk masuk dan bekerja di tempat kami ini? Apakah cara kami mendapatkan uang di sini, sungguh dapat di terima dengan pikiran positif? apakah orang-orang yang masuk kesini sungguh adalah orang yang tidak mencela pekerjaan kami? Sesungguhnya, semua orang di luar sana menganggap kami ini sampah, kami bagai penyakit menular menakutkan yang tak pantas di dekati, mak. Apa kabar dengan hatimu, yang tampak bangga memiliki kesempatan bekerja di sini walau hanya sebagai tukang cuci dan pembantu? Akan kan semua orang bisa memiliki pemikiran sepertimu?" Onel tiba-tiba curhat sampai meneteskan airmatanya. Sungguh mereka yang berada dan bekerja di sana, tak memiliki pilihan lain.
"Maafkan emak Mami. Emak ga maksud ingin mempromosikan untuk bekerja di sini. Emak juga tidak menjanjikan apa-apa padanya. Emak hanya bilang, mak tanyakan dulu sama mami. Mak juga ga bisa seenaknya mengajak orang bekerja di sini, kan mak cuma numpang. Alhamdulilah sekali bisa bertemu orang sebaik mami." Puspa sungguh tidak menganggap hina pekerjaan Onel dan lainnya, baginya itu bagian dari pilihan hidup yang mereka jalani, bersyukut dengan iman yang ia punya sekarang, baginya sudah sangat cukup untuknya selali bersemangat menjalani hari-harinya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Wanda Revano
bnr nih emak.gk semua org bisa kek emak.mami jg bnr gk semua org pikirannya positif jdi y lebih baik jaga diri sendiri menghindar.mau kerja apa itu terserah kita toh dosa dan pahala kita yg nanggung bukan mereka yg menghina.setiap masalah pasti ada sebab dan akibatnya.
2023-04-13
1
Conny Radiansyah
mantap Emak, kita ga berhak menghakimi orang lain ...
2022-02-18
4
khozin mutamar
salut sama emak.
semoga mami Onel dkk segera mendapatkan hidayah dan jalan keluar untuk bisa lepas dari pekerjaannya saat ini.
2022-02-16
4