Puspa seorang janda yang selama lima tahun ini hidup lurus hampir tanpa gossip. Mungkin karena pengaruh lingkungan yang tidak begitu dekat dengan keramaian dan kenyiyiran tetangga. Di samping itu, Puspa selalu menjaga pergaulannya, keluar rumah hanya untuk kepasar membeli bahan jualan kantinnya, keperluan rumah tangga. Juga pergi ke acara pengajian serta beberapa undangan hajatan juga kedukaan. Selebih itu, kegiatannya lempeng sekali.
Statusnya tersebut sebenarnya tak sekali mengundang beberapa warga desa untuk menawarkan dan memberi saran untuknya menikah kembali, sebab ia menikah dengan Dehen Suhardi saat berusia 19 tahun. Namun tak segera mendapatkan anak, butuh waktu 5 tahun hingga mereka memiliki Nandang Batuah. Sehingga saat suaminya meninggal ia masih berusia 34 tahun. Jadi kini usianya masih 39 tahun, tentu masih termasuk muda untuk ukuran janda beranak dua.
Untuk alasan menikah karena tuntutan ekonomi demi melanjutkan kehidupan mereka pun sebenarnya wajar saja ia lakukan. Tapi, entahlah. Puspa merasa cukup bahagia hidup bersama kedua anaknya tersebut. Sehingga walau banyak tawaran dan beberapa lelaki bujang maupun duda ingin mendekatinya dan ingin mempersuntingnya pun selalu tidak ia beri cela.
Pesanan dari bu Camat sudah ia selesaikan dengan sukses dan lancar. Tatik merasa puas dan kini memiliki rekomendasi tambahan jika ada hajatan atau acara dadakan dalam hal membuat kudapan dan makanan untuk urusan kantoran.
“Nan… Ndin. Kita sama-sama pilih pakaian yang penting-penting saja untuk kita bawa ke tempat yang baru ya. Agar tempat tinggal kita nanti tidak penuh oleh hal yang tidak penting.” Saran Puspa pada kedua anaknya.
“Iya mak.” Jawab Nandang yang sebenarnya sudah merasa betah tinggal di lingkungan sekolah tersebut.
“Mak… apa emak punya uang banyak ?” Tanya Andini yang memang lebih nyablak untuk urusan bertanya.
“Kenapa bertanya begitu?”
“Ya… kalo punya. Coba emak beli sepeda motorlah mak. Nantikan emak jualannya makin jauh ke kantin sekolah.” Saran Andini.
“Halaaah alasan kamu Ndin. Bilang saja nanti mau boncengan sama emak kalo ke sekolahnya.”
“Eh… kakak. Ga ada hubungannya kali, Ndin mau bonceng emak ke sekolah, toh tiap hari juga Ndin kemana-mana di bonceng kakak.. uwwwweeek.” Ledeknya menjulurkan lidahnya pada Nandang.
“Huh…” Geram Nandang membenarkan ucapab Andini.
“Ya.. nanti setelah kita pindah, emak coba cari info mungkin ada yang jual motor bekas yang masih layak pakai.?”
“Horeeee… punya motor.” Girang Andini. Yang sebenarnya sudah lama dongkol melihat ibunya kemana-mana hanya menggunakan sepeda tinjaknya.
“Mencari info itu bukan berarti beli, dodoool.” Gemas Nandang pada Andini yang sudah kesenangan.
“Nan… jangan kasar pada ade mu kalau bicara.”
“Bercanda mak.” Jawab Nandang cepat. Dan tangan mereka tetap terus bekerja mulai mengemas apa saja yang akan mereka bawa untuk segera pindah.
“Wah, ada banyak juga foto nikah emak sama ayah.” Tukas Andini saat tangannya mendapati sebuah kotak yang memang menyimpan beberapa koleksi foto pernikahannya dengan Dehen.
“Ayah tampan ya mak.” Puji Andini mengusap foto ayah yang memang tidak lama ia miliki. Sebab waktu itu ia masih duduk di kelas 2 SD.
“Ya iyalah, kayak kakak. Ya kan mak.” Celetuk Nandang memuji dirinya sendiri.
“Tuh… air di panci masak sendiri tanpa di nyalain kompornya.” Ucap Puspa.
“Kok bisa mak…?” Tanya Nandang.
“Iya bisa.. kayak kamu yang memuji diri sendiri.” Kekeh Puspa di sambut kedua anaknya.
“Mak… kenapa nama ayah Dehen Suhardi? Dan itu jarang sama dengan orang-orang di desa kita ini?” Tiba-tiba Nandang penasaran.
“Tentu saja jarang sama. Sebab nama itu pemberian kakeknya ayahmu. Mereka asli orang Kalimantan.”
“Oh… apa artinya mak?”
“Dehen itu artinya kuat. Kalau Suhardi itu artinya berkarisma, tapi itu bukan dari bahasa Dayak.” Jelas Puspa pada mereka.
“Oh, apa emak pernah ke Kalimantan?”
“Belum sempat. Ayahmu saja hanya pernah sekali pulang ke Kalimantan setelah lulus kuliah, sekedar menginjak tanah leluhur, sebab kakekmu pun sudah menikah dengan orang Jawa. Jadi ke tanahan di sini.” Kisah Puspa.
“Kalau nama kami, apakah juga menunjukkan identitas leluhur juga mak?” Tanya Nandang agak penasaran.
“Tentu saja. Nandang itu bahasa Sunda. Artinya anak laki-laki. Sedangkan Batuah itu menggunakan bahasa Dayak Kalimantan, artinya Beruntung, murah rejeki, bisa juga di artikan sebagai berkah. Jadi Nandang Batuah adalah anak lelaki beruntung, seperti itu kata ayah kalian dahulu.” Papar Puspa.
“Kalau Ndin?” Tanya Andini yak kalah penasaran?”
“Kalau Andini punya dua arti. Dalam bahasa Jawa artinya penurut. Kalau dalam bahsa Dayak artinya adik. Kalau Maharati atrinya orang yang berbudi pekerti yang baik, sopan yan penurut juga lah. Jadi Andini Maharati adalah seorang adik yang berbudi pekerti baik.” Papar Puspa mengingat timangan ayah mereka saat anak mereka masih kecil.
“Waaaw… artinya bagus semua ya mak.” Puji Andini bangga.
“Tentu saja. Nama adalah doa, bukan hanya sekedar penanda tau panggilan bagi seseorang. Nama juga bisa mempengaruhi takdir seseorang. Makanya dalam hal memberi nama anak harus di pikirkan matang-matang. Toh, manusia di beri waktu 9 bulan untuk mengandung. Tentu akan cukup lama untuk memilih dan memastikan nama yang akan di semat pada buah hati yang nantinya tentu di harapkan akan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia.”Puspa melanjutkan wejangannya.
“Hmm… begitu mak.”
“Sebelum memilih nama anak, yang harus di waspadai juga adalah dalam hal memilih pasangan dengan siapa kita menikah.”
“Penting ya mak?” Tanya Andini.
“Sangat penting.”
“Ah… nanti saja mak. Andini baru kelas tujuh mak, belum paham apa itu pasangan dan menikah.” Ucapnya cuek.
“Hahaaa… iya benar juga. Tapi justru dari sekarang emak ingatkan juga tidak apa-apa. Mumpung otak kalian masih belum penuh aliahs masih longgar. Nanti keburu telat, emak bilangnya. Tiba-tiba emak sudah pikun, kan kasian kalian. Sudah tidak punya ayah, punya emak pun seolah tak pernah memberi didikan.” Kekeh Puspa.
“Tapi pasangan alias jodoh itu rahasia Allah sih. Yang terpenting, kalian harus jadi orang baik saja. Sebab orang baik jodohnya pasti baik. Bergaul dengan orang-orang baik, agar kemungkinan kamu menjadi orang baik akan di pengaruhi oleh lingkungan sekitar mu.”
“Hooaaaam… Ndin ngantuk kalau dengar emak bicara yang Ndin ga paham, mak.” Kilah Andini yang memang belum cukup umur untuk di ajak bicara tentang jodoh dan apapun itu yang berbau pernikahan dan kehidupan.
“Makin ga paham lah jika di dengar saja tidak Ndin.” Tukas Nandang yang tidak suka dengan Andin seperti tak ingin mendengar didikan emaknya.
“Ya… perempuan sebaiknya menunggu jodohnya saja. Sementara laki-laki Nan, tanggung jawabnya lebih berat. Sebab menjadi kepala keluarga. Yang menjadi imam, melindungi keluarga, mencari nafkah mengambil keputusan juga. Tapi apalah daya nasib seperti emak sekarang. Semua tugas kepala keluarga sudah harus menjadi tanggung jawab emak seorang.” Puspa tiba-tiba menitikkan airmatanya, terkenang dengan suami yang telah pergi meninggalkannya tersebut. Nandang beralih dari duduknya, lalu memeluk Puspa. Mengusap pundak sang ibu, seakan ingin memberi kekuatan pada wanita tegar yang telah melahirkannya juga berfungsi ganda, sebagai ibu rumah tangga sekaligus kepala rumah tangga mereka itu.
Bersambung…
Thx like, komen n giftnya ya
Semoga berkah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
mintul
😭😭😭
2022-03-25
1
mama' roy
bagus novelnya
2022-02-05
3
Conny Radiansyah
tenyata nama"nya ada artinya, terimakasih info nya Thor 👍
2022-02-05
4