Karena masih tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat, Viole segera menampar pipinya sendiri berharap bahwa semua ini adalah mimpi.
Tapi kenyataannya tidak demikian. Ruangan super besar ini nyata adanya dan sekarang Viole tengah berada di pintu masuk ruangan tersebut.
“Huft... Baiklah, dari pada mendapat masalah, lebih baik aku pu-lang... Huh?!”
Entah bagaimana caranya, air terjun sebelumnya telah menghilang, tiba-tiba saja digantikan oleh sebuah dinding batu yang tebal.
Sangking kerasnya dinding tersebut, tebasan kuat dari Four Crystals sekalipun sampai tidak menimbulkan dampak apapun.
Viole menghela nafas, lagi-lagi dirinya mendapat kesialan yang aneh seperti ini. Apakah tubuh serta jiwa anak ini merupakan magnet masalah?
“Haaah...!!” Viole mengumpat keras. “Tidak ada pilihan lain...” Karena sudah tidak tau harus melakukan apa, Viole kemudian memutuskan untuk turun.
Meski dengan keraguan dia tetap melangkah. Sedikit demi sedikit Viole berjalan mengelilingi ruangan luas ini.
Jika menggunakan perbandingan, mungkin sekarang Viole tidak ada bedanya dengan sebuah batu kerikil di dalam sumur. Tempat ini benar-benar luas.
“Apa jalan keluarnya ada pada salah satu dari mereka?” Viole mengetuk-ngetuk patung yang tertata rapi itu.
Tapi tak ada hal berguna yang dia temukan. Patung-patung ini hanya sebuah hiasan tanpa kegunaan sama sekali.
Kumpulan patung tersebut tertata dengan sangat baik, membuatnya terlihat sangat mirip dengan Perajurit yang sedang berbaris. Selain itu, di ujung tempat ini juga terdapat sebuah Altar yang tidak ada apa-apanya, membuat Viole mulai panik.
PAKH!!
Viole memukul lantai, berharap ada sesuatu dibawah sana. Hal yang sama juga dia lakukan pada setiap dinding ruangan ini.
Namun, tidak ada yang Viole temukan diantara semua benda yang ada disini. “Cih! Kenapa keberuntunganku justru habis disaat yang seperti ini?!”
Karena tidak tau harus berbuat apa lagi, Viole terus berjalan ke segala arah, meneliti setiap sudut ruangan demi menemukan jalan keluar, hanya untuk kembali mendapatkan kesia-siaan. Sepertinya tempat ini akan menjadi makam bagi Viole.
Ruangan ini terlalu luas untuk dijelajahi seorang diri, ditambah dengan adanya banyak tanaman merambat yang menghalangi pandangan, semakin membuat Viole frustasi.
“Ah... Aku menyerah...” Viole duduk, menyandarkan punggungnya pada salah satu patung yang memegang Tongkat Api.
Dia menutup mata, sambil mengingat apa yang baru saja terjadi. “Sepertinya aku memang sudah mati, haha... Para Dewa baik juga memberiku kuburan semegah ini.”
Viole tersenyum, disaat-saat yang seperti ini dia tidak ingin memikirkan apapun. Yang dia lakukan hanya diam dan beristirahat.
[‘Kau tidak seharusnya melakukan itu, berdiri.’] Entah dari mana seorang pria tiba-tiba berbicara.
Suara pria itu terdengar sangat bijaksana, namun juga mengerikan pada saat yang bersamaan. Membuat Viole langsung bersikap waspada.
Tak ada seorangpun yang akan berpikir ada orang lain disini, begitu pula dengan Viole. “Siapa?” Viole bergerak perlahan, menjauhi patung tadi.
Namun tidak ada yang menjawab, ruangan ini masih saja sunyi seolah suara barusan hanyalah halusinasi belaka. Setelah beberapa waktu dan tidak terjadi apa-apa, Viole pun memutuskan untuk kembali ke patung dengan Tongkat Api yang sebelumnya.
Viole merasa sedikit kecewa, padahal dia sudah berharap sosok dari suara itu akan mau untuk menolong dirinya. Tapi ya... Begitulah, harapan hanya akan menyiksamu.
Semua orang tau itu.
Namun, kekecewaan Viole tidak bertahan lama, sampai saat hampir tiba ke patung itu, dia baru menyadari kalau patung yang memegang Tongkat Api tersebut posisinya sedikit berubah.
“Yang lain ku pukul saja tidak bergeming, bagaimana kau yang hanya sedikit tersenggol bisa miring?”
Viole mengerutkan dahi, memperhatikan patung ini dengan lebih terperinci. Sepertinya patung tersebut memiliki bahan yang sedikit berbeda.
“Baiklah kalau begitu.”
BRAK!!
Dengan tangan yang dilapisi Magi, Viole memukul patung tersebut hingga hancur.
“Nhah-aa... Aku terlalu banyak menggunakan Magi hari ini.” Viole memegangi tangan kirinya yang terasa sangat nyeri.
“Eh, apa ini?” Dia menengok kebawah, tepat dibawah patung itu terdapat sebuah peti yang terbuat dari emas. Tapi bukan emas biasa, karena emas ini ternyata sangat keras, bahkan sepertinya melebihi berlian.
Karena terlalu berat untuk memindahkannya, Viole pun membukanya ditempat, di sana dia menemukan dua benda aneh yang terlihat kurang berguna, topeng Sera sebuah kunci.
“Hmm...” Viole memperhatikan kunci itu, benda tersebut berwarna emas kemerahan dengan ukiran kuno yang terasa familiar baginya.
“Ukiran kuno ya...” Viole memperhatikan sekitar, rasanya tidak ada satupun tempat yang cocok untuk memasang kunci ini.
“Oh!” Menyadari sesuatu, Viole langsung berlari sambil membawa Topeng itu bersamanya. Dia berlari menuju Altar yang baru saja dia tinggalkan
Ketika sampai di sana, Viole langsung membandingkan ukiran yang ada pada kunci itu dengan Altar tersebut, hasilnya sama.
Tapi permasalahannya sekarang adalah, dimana tempat bagi kunci ini?
Viole sudah mencarinya di segala sisi, bahkan dia sampai memanjat, namun tidak ada lubang kunci yang dia berhasil temukan. “Astaga! Masalah baru lagi.” Viole memasang wajah lesu.
[‘Coba bayangkan jika ini adalah jalan satu-satunya bagimu.’]
Suara itu kembali terdengar, suara yang entah dari mana dan siapa. Tapi yang pasti, pemilik dari suara itu bukan orang sembarangan.
Viole menghela nafas, rasanya dia ingin sekali untuk berteriak. “Aku tau... Apa kau pemilik dari tempat ini?”
[‘Sayangnya bukan.’]
DUAKB
Viole menendang patung dihadapannya, dia terlihat sangat kesal. “Hah... Lalu kau itu siapa sialan?! Tunjukan wujudmu!”
[‘Kau akan melihatku suatu hari nanti. Tapi jika ingin lebih cepat, bercermin lah.’]
“Hah...! Berhentilah berbicara, cepat berikan aku solusi, orang aneh!”
[‘Sudah kubilang bukan? Bayangkan jika ini adalah jalan satu-satunya bagimu, apa yang akan kau lakukan?’]
Viole segera memegangi kepalanya sendiri, mencoba untuk tidak marah. “....Mungkin, jika bisa aku akan membunuhmu. Kau terasa sangat menyebalkan.”
[‘Ya, begitulah caranya.’]
Mendengar itu Viole langsung dibuat berfikir, maksudnya? Orang itu adalah Altar ini? Apa-apaan? “Katakan dengan jelas, mana mungkin aku membunuhmu jika kau tidak berwujud.”
[‘Kau bisa menghancurkan suatu benda dengan sesuatu yang lain, tapi belum tentu benda lain juga demikian.’]
“Hm.” Dahi Viole mengerut, seseorang biasanya tidak akan pernah bisa dibunuh hanya dengan satu senjata, tapi mungkin saja orang tersebut bisa kalah jika dihadapkan dengan senjata lainnya.
Itulah yang Viole pikirkan, sebelum tiba-tiba menancapkan secara paksa kunci emas itu kepada Altar dihadapanya.
Ketika kunci tersebut menancap karena dorongan dari Viole, Altar itu terbelah, memancarkan cahaya terang yang menyilaukan.
Cahaya yang dipancarkan oleh Altar sangat terang, sampai Viole harus menutupi matanya. Membuat dia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.
Dan ketika dia mendapatkan kembali pengelihatannya, Viole mendapati dirinya sudah berada di depan air terjun sebelumnya, bersama dengan beberapa barang yang berserakan disekitar Altar itu.
Semuanya terjadi begitu cepat, rasanya seperti jatuh ke lubang yang sangat dalam, kemudian dilempar naik sebelum mencapai dasar dari lubang tersebut.
“Aku- masih hidup? Karena... Formasi Teleportasi?” Viole memandangi tangannya sendiri, dia tidak pernah menduga kalau akan bisa keluar dengan kondisi tubuh yang masih utuh.
“Orang itu... Tunggu saja, aku akan mencarimu.”
Diluar Hutan.
“Dari mana saja kau?” Balft menatap Viole dengan tatapan khawatir juga marah.
Baru keluar dari hutan tapi sudah mendapat pertanyaan yang seperti itu, Viole hanya menghela nafas kemudian menunjukkan sebuah telur yang dirinya dapat setelah terkena Teleportasi.
Sebelah alis Balft terangkat. “Oh... Telur apa itu?”
“Entahlah saat sedang tersesat, aku menemukannya tergeletak begitu saja di atas tanah. Mungkin telur Unia [Angsa Besar Hitam]”
“Hmm... Sudahlah, ayo pulang Matahari sudah hampir terbenam.” Balft berbalik, kemudian melangkah kembali menuju Penginapan diikuti Viole yang berjalan disampingnya.
“Heish... Dingin.” Viole memeluk telur Mystical Beast yang baru dirinya temukan untuk menghangatkan tubuhnya.
“Pada saat udara dingin seperti ini, lukamu yang masih terbuka bisa berpotensi untuk membunuhmu.” Balft menunjuk beberapa luka pada tubuh Viole.
“Kalau begitu, apa anda mempunyai Pil?”
“Ada, tapi tidak gratis.”
“Huh?”
“Apa kau tau? Di musim dingin, semuanya akan menjadi serba mahal.”
“Semua orang tau itu.”
“Haha, kalau begitu bekerja keraslah.”
“Apa anda akan membiarkan murid sendiri mati?”
“Heh! Siapa yang peduli?”
“Ugh... Entah kenapa aku menyesal telah berguru kepada mu”
<----<>---->
“Hoii! Cepat masuk, cuaca akan semakin parah dalam waktu dekat!” Seorang pria bertubuh besar dengan janggut tebal, melambaikan tangan.
Dia berada di depan Penginapan.
“Laurent, bocah ini mendapatkan telur yang bagus, apa kau bisa memasaknya?” Balft dari kejauhan menunjuk ke arah Viole.
“Hei! Sudah kubilang jangan!” Viole langsung mendekap telur itu, kemudian bergerak cepat menuju kamarnya. Dia tidak akan membiarkan telur istimewa ini habis menjadi santapan makan malam.
Melihat Viole yang mulai kembali ceria, Balft hanya tersenyum tipis. “Kenapa kau terlalu terburu-buru? Aku tidak akan melakukan hal buruk pada telur itu.”
“Siapa yang percaya kepadamu?!”
Melihat kelakuan mereka berdua, Laurent si pemilik Penginapan tertawa pelan. Setelah itu, dia membalikan badan untuk masuk kedalam Penginapan tanpa menunggu Balft.
“Aku sudah menyiapkan minuman hangat. Tamu juga sudah ku pulangkan semua, jadi kita tidak perlu bekerja untuk malam ini,” ucap Laurent pelan.
“Udara dingin seperti ini tidak akan membunuhku.” Balft membersihkan sedikit tumpukan salju di bahunya. “Hm... Salju? Bukankah udara baru mulai menjadi dingin?”
Dengan mata yang menyipit, Balft menatap kearah langit yang begitu gelap. Di atas sana hanya ada angin yang berhembus menembus salju, dua hukum alam itu turun terlalu dini.
“Ini... Badai?”
SHUUUUUU...!
Didalam Kamar Viole.
Sesampainya di kamar, Viole cepat-cepat mengambil beberapa lembar kain untuk melapisi telur Mystical Beast itu, kemudian dia menyimpannya dibawah ranjang.
“Aku tidak tau kau itu telur apa, tapi setidaknya aku ingin memelihara mu saat kau sudah menetas nanti.” Viole mengelus telur tersebut, sebelum benar-benar menyimpannya.
Selesai dengan urusan telur, Viole segera turun ke lantai bawah untuk mengambil beberapa Sumber Daya dan Pill. Balft yang melihat itu tidak menghiraukannya sama sekali.
Viole sendiri juga sama, dia mengkonsumsi Pill penyembuh kemudian tidur. Anak muda itu sudah terlalu lelah untuk pergi mandi atau makan malam.
“Agh... Semoga saja aku tidak bermimpi buruk... Menemukan Dungeon sebesar itu- ah lupakan! Lebih baik aku tidak menceritakan ini kepada siapapun.”
Will Continue In Chapter-8 >>>
–––––––
Ngomong-ngomong, warna telurnya biru. Keren...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
GREED {KERAKUSAN}
lanjutoi
2022-02-10
0