Gelap, dingin, hampa. Hati Viole terasa kosong, pemuda itu terduduk diam di dalam sebuah ruangan yang begitu gelap.
Di sana, Viole ditemani oleh seorang pria yang wajahnya tak terlihat. Sudah cukup lama mereka berdua duduk bersama, hanya diam dalam kesunyian tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Waktu seolah berhenti di tempat mengerikan ini, mengikat mereka berdua bersama kesunyian. Sampai tiba-tiba si Pria Bersayap mencabut bulu sayapnya sendiri, memandanginya sambil meneteskan air mata.
“Kau... Sama seperti bulu ini, kalian berdua terlihat mirip.”
Viole seketika terkejut saat mendengar pria itu berbicara, dia tidak pernah menduga kalau sosok tak terlihat itu benar-benar hidup. “Kau... Mengejekku?”
“Ya, dirimu selalu dikuasai oleh amarah. Berlagak sok kuat padahal sudah menyerah atas takdir yang akan datang, sama seperti sebelumnya, sama seperti bulu ini.”
“Huh...?”
“Kau selalu memikirkan orang lain, sekali saja kau tidak pernah memikirkan dirimu sendiri. Karena alasan itulah dirimu terjatuh, terus-menerus selama tujuh tahun ini.”
“Apa maksud mu?” Viole mulai merasa tersinggung, kepalanya terangkat dengan alis yang menekuk.
“Intinya, kau payah! Tidak mengerti tentang diri sendiri, selalu saja mengeluh setiap hari tanpa bisa mendapatkan apapun-!”
BUAKH!
Tiba-tiba Viole memukul wajah pria itu, dia terlihat sangat serius setelah mencapai batas kesabarannya. “Kau terlalu banyak bicara...”
“Heh! Apa? Kau marah? Baru saja aku mengatakannya dan kau sudah menunjukkannya kepada ku? Harus disebut apa dirimu ini?”
“......... Kau-! Dasar mulut busuk. Ya! Aku memang tempramental! Lalu apa yang akan kau lakukan dengan itu? Ha?! Memarahiku?! Konyol sekali! Kau sendiri yang terlihat salah sekarang!”
“Justru disitu letak kebodohanmu!”
“Ssst...! Apa yang kau tau?! Orang terdekatku sekalipun tidak mengetahui tentang isi hatiku! Sedangkan kau?! Dirimu yang bukan siapa-siapa itu tidak berhak menghakimiku!”
Pria itu menghela nafas panjang, kemudian balas memukul Viole dengan sangat keras, hingga pemuda itu terpental ke belakang.
“Tentu aku berhak untuk melakukannya, karena kau telah terlahir di Dunia ini, tempat kejam ini. Kau seharusnya paham arti dari hidupmu. Aku yang kau anggap orang lain saja sudah berhasil menerima semuanya.
“Setiap hari yang kau lakukan hanya berlari, lari dari kenyataan! Pandanganmu selalu kebelakang dan sekalinya mendapat kesempatan-! Ssst...! Kau masih menunjukkan perilaku yang sama.”
“Berisik.” Viole mencoba untuk berdiri, kedua telapak tangannya menggenggam bersama dengan giginya yang merapat. Bahu pemuda itu terangkat menandakan bahwa dia akan melakukan sesuatu.
Pukulan kuat terpacu, melayang tepat pada wajah pria itu. Namun, tidak terjadi apa-apa, yang bisa didengar hanya suara benturan kecil.
“Hentikan itu.”
Si lelaki bersayap menyingkirkan tangan Viole, kemudian kembali memukulnya hingga berakhir pada posisi yang sama.
“.....Tidak apa-apa atau ini belum seberapa, kau selalu mengatakan itu saat sedang terpuruk, itu sama saja dengan menganggap bahwa dirimu sendiri setara dengan sampah. Percaya padaku, ucapan mu hanya akan merusak jiwamu.”
“Apa? Lalu apa yang harus kulakukan?!” Viole menjambak rambutnya sendiri, dia terlihat sangat frustasi. Selalu saja seperti ini, semuanya hanya akan berakhir buruk dan semakin buruk.
Rasanya hampir tidak ada keberhasilan dalam hidupnya yang singkat ini.
Melebarkan sayapnya, pria itu berlutut bersama tangan yang memegang pundak Viole. “Kau bukanlah anak kecil lagi, dalam waktu dekat kau akan menuju kedewasaan.
“Bam-Balft, dengarkan apa yang dia katakan. Dia pasti bisa membantumu lebih dari dirimu sendiri dan maaf, hah... Telah melibatkan mu dalam situasi ini.
“Kedamaian masih berada jauh di depan sana, aku hanya bisa sedikit membantu mu, sisanya tetap bergantung pada dirimu. Ingat ini, walau terdengar klise tapi, jangan menyerah apapun yang terjadi.
“Kuatkan keyakinan dalam hatimu, semakin kuat semakin bagus.
“Ini tidak ada hubungannya dengan gender, kau hanya manusia biasa, maka lakukanlah apa yang seorang manusia harus lakukan. Buang seluruh keraguanmu dan dapatkan impian yang kau dambakan.
“Ambisimu di masa lalu terasa terlalu sia-sia jika kau berhenti sekarang, masih ada waktu, masih ada kesempatan. Kau pasti bisa melakukannya! Kaira De'Lairae!”
<----<>---->
Hamparan tanah terbentang luas, dikelilingi oleh sungai yang mengalir sejauh mata memandang, menghijaukan tempat tersebut hingga dipenuhi oleh kehidupan.
Banyak orang melewati tempat itu, mereka berjalan diantara bangunan-bangunan megah yang tertata rapi, melewati setiap sudut mengagumkan dari Kota tersebut.
Mengenakan jubah, zirah dan membawa berbagai macam senjata, mereka semua menyaksikan kehebatan serta keagungan daratan itu.
Disepanjang jalan dipenuhi oleh orang yang berlalu-lalang. Bertukar informasi, menjalani kehidupan sehari-hari tanpa pernah merasa kekurangan.
Inilah Luizis, Kota tempat berkumpulnya para Petualang dan merupakan salah satu wilayah kekuasaan milik Sraye.
Pada sebuah Penginapan yang begitu sunyi.
Balft berjalan pelan di atas lantai kayu sambil membawa beberapa obat, jari-jemarinya bergerak memegang gagang dingin dari pintu sebuah ruangan.
Di dalam ruangan tersebut, terlihat seorang pemuda yang dipenuhi oleh terluka.
Viole duduk di atas ranjang, memandangi keempat jarinya yang sudah tumbuh kembali. Kepala pemuda itu di perban, menutupi mata sebelah kanannya yang tidak bisa diobati.
Dia terlihat sangat menyedihkan, satu matanya yang tersisa menunjukkan emosi yang sudah padam.
Balft langsung berinisiatif untuk mengambil sebuah kursi, kemudian duduk di samping Viole ketika melihatnya telah sadarkan diri. “Bagaimana? Merasa lebih baik?”
Perasaan aneh menyelimuti hati Viole, sampai membuat dirinya kesulitan untuk berbicara.
Viole menengok dengan lemas, setelah berkedip beberapa kali dia baru menjawab. “Entahlah, aku baru saja bermimpi buruk... Dan, bagaimana jariku bisa tumbuh kembali?”
Suara Viole sangat lemas, terdengar begitu lirih.
“Ada Soul Weapon berupa sarung tangan yang menempel pada tangan kiri mu, kami tidak memiliki obat yang bisa menumbuhkannya kembali. Untuk mata, itu diluar kekuasaan ku, bahkan Rosselly sekalipun.”
Viole memiringkan kepalanya, dia yang baru bangun terlihat sangat kebingungan dengan maksud serta tujuan dari perbuatan Balft.
Menunjukkan sorot mata yang begitu serius, Balft kemudian menjawab.
“Karena ini adalah kewajiban ku. Sebagai Murid dari Kakek mu, sudah sewajarnya aku melakukan ini dan... Maaf, baru bisa mengunjungimu sekarang.”
Perkenalan diri dari Balft membuat Viole mulai bereaksi. “Muridnya Kakek...? Anda?”
“Ya, Pak Tua Zhen memintaku untuk menemui mu, lalu mengatakan ini kepadamu ketika dirimu sudah tumbuh dewasa. Kurasa sekarang adalah waktu yang tepat.”
Viole memandangi kedua telapak tangannya, setelah itu beralih ke arah Balft. “Jika begitu, kena-kenapa anda tidak datang untuk membantu Kakek saat penyerangan Neckro tujuh tahun yang lalu?”
Balft sudah menduga kalau Viole akan bertanya demikian, jadi dia hanya tersenyum ketika mendengarnya. “Kami sudah berada di sana, tapi Zhen melarang kami untuk ikut membantu.”
“Kami? Kenapa?”
“Di sekeliling wilayah Sera, di sana berkumpul banyak sekali orang yang siap untuk membantu Zhen. Tapi Zhen melarang kami dengan alasan bahwa cukup sudah kehidupannya di Dunia ini.
Dan apa kau masih ingat dengan pria berbaju merah yang membawa Kakek mu ke pemakaman? Dia adalah Lakius Rosselly, salah satu Murid yang seangkatan denganku, aku berada tidak jauh dari tempat mu berlutut.”
Mendengar fakta tersebut membuat Viole tidak tau harus bersikap seperti apa, pemikirannya selama ini akhirnya telah terbukti. “Jadi benar ya... Dia bunuh diri.”
“Hm... Jangan berkata seperti itu. Walau tindakannya terdengar sangat konyol, tapi Zhen tetaplah sosok yang begitu dihormati. Kau harus menjadi seperti dirinya, dia juga pasti memiliki alasannya sendiri.”
Viole tersenyum tipis. “Haha, untuk apa? Wajahku tidak akan dikenali oleh siapapun, mungkin lebih baik aku mengambil sisi Kakek yang sedang bersembunyi.”
Dahi Balft mengerut, dia mengubah posisi duduknya.
“Haish... Kau masih saja sama. Waktu kau kecil aku pernah mengunjungimu, meski hanya sekilas aku bisa tau apa yang ada di dalam pikiranmu. Hentikan itu, tidak semuanya akan selalu berakhir buruk pada dirimu.
Sebelum penyerangan kemarin terjadi, aku sempat mendengar desas-desus mengenai cucu dari 'penyebab diserangnya Sera tujuh tahun yang lalu' masih hidup dalam kondisi yang tidak baik semenjak kakeknya mendapatkan reputasi yang buruk.
Hmm... Sepertinya aku sudah salah dalam menilai masa depan mu, ketika yang lain bahkan tidak tahu sama sekali mengenai keberadaan mu, tapi.”
Balft tiba-tiba berdiri, kemudian mengulurkan tangan, tindakannya itu membuat Viole menaikan dagunya.
“Kau masih mempunyai harapan, kesempatanmu masih terbuka lebar. Lakukan sesuatu, jika perlu kau bisa memulainya lagi dari awal. Buatlah takdir yang baik untuk masa depanmu.”
Dalam beberapa saat, mata Viole terlihat kosong sebelum akhirnya terpejam. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia tidak peduli sama sekali dengan perkataan Balft. “Apa ini? Belas kasihan? Tidak lagi-”
“Mana mungkin! Ini tidak gratis, kau harus membayarnya di masa depan nanti dengan cara apapun.” Dan langsung disangkal oleh Balft.
“Eh?”
“Hehe, sudah kubilang aku bisa memahami isi pikiranmu.”
Dahi Viole mengerut, matanya terbelak seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “B-benarkah? Apa yang ingin anda lakukan?”
Balft kembali tersenyum. “Aku hanya akan melakukan apa yang dulu Zhen lakukan kepadaku.
Ehem! Atas nama Ibuku, aku Balft Voltax bersumpah akan menjadi Gurumu, membimbing mu menuju jalan yang ingin kau tempuh dan akan mengajarkan apapun yang bisa ku ajarkan kepada mu.
Tidak akan kubiarkan generasi muda sepertimu tumbang, tidak akan kubiarkan generasi muda sepertimu tenggelam. Kau harus bangkit, menemukan kebahagiaanmu di atas tanah yang penuh akan dosa ini. Ingat anak muda, banyak orang yang kini sedang menunggu kedatangan mu.”
Membatu, sangking terkejutnya Viole sampai tidak bisa berkata atau melakukan apapun. Dia terdiam seribu bahasa.
Namun beberapa saat kemudian, air mata menetes dari salah satu mata Viole. Kristal cair tersebut mengalir deras membasahi pipinya yang dipenuhi oleh luka goresan.
Entah kenapa, mungkin ini adalah kali pertama Viole merasa begitu bahagia setelah sekian lama. Bertahun-tahun dia menunggu, akhirnya bantuan yang dia nantikan telah tiba.
Siapapun pasti akan merasa senang dengan itu. Kesabaranmu yang telah kau tahan sejak lama akhirnya berbuah manis.
Begitu pula dengan Viole, punggungnya sampai menunduk dengan kedua tangan yang menggenggam di area dada, samar-samar terdengar suara isakan darinya.
Balft hanya bisa tersenyum tipis, kemudian berjalan meninggalkan ruangan tersebut. “Kau bisa meminum obat itu jika masih merasa perlu... Akan kutunggu jawabanmu.”
<----<>---->
Dengan kondisi tubuh yang masih belum terlalu baik, Viole mencoba untuk keluar kamar demi menemui Balft. Setelah menutup pintu kamarnya, dia baru menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam sebuah Penginapan.
Terdapat banyak kamar lain disekelilingnya, selain itu juga ada sebuah tangga menuju arah bawah yang berdekatan dengan tempatnya berdiri.
Tanpa pikir panjang Viole langsung menuju ke sana. Dia sudah menetapkan hati untuk segera menghadap kepada Balft dengan begitu serius.
Terlihat di sana setelah Viole turun, Balft sedang mengobrol dengan seorang pria pada salah satu meja.
Sepertinya dia adalah pemilik dari Penginapan ini, bisa diperhatikan dari pergerakannya yang segera menuju ke dapur untuk kembali memasak ketika melihat Viole.
Orang yang sangat peka. Dia hanya menyimak dari balik dinding dapur.
Setelah beberapa langkah, perlahan pemuda itu duduk pada sebuah meja yang berhadapan langsung dengan Balft.
Pembicaraan tidak langsung dimulai, Viole diam terlebih dahulu tanpa bisa menatap mata lawan bicaranya. Dia mencoba menyusun kalimat untuk mengungkapkan isi hatinya.
“Ugh... Anu, ehm... Tadi aku bermimpi buruk, melihat orang tidak dikenal memarahiku, dia sepertinya adalah orang baik, hanya saja... Terlalu menjengkelkan.
Dan karenanya, aku jadi berpikiran untuk menemui seseorang, orang yang sepertinya telah menjadi sumber dari kemarahan ku selama ini.”
“Siapa?”
Viole tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia menaikkan dagunya terlebih dahulu, menatap mata Balft yang begitu tegas. “Ayahku.”
Sekali lagi Balft sudah menduga jawaban dari Viole, karena mau bagaimana pun juga dia adalah salah satu orang yang terlibat dalam ‘insiden’ itu.
Insiden yang menyebabkan Duke of Shadow seolah mencampakkan anaknya sendiri. Jadi sudah merupakan suatu hal yang wajar jika Viole menunjukkan sikap yang kurang baik.
Karena itu pula Balft menghela nafas. “Kau tidak akan bisa menemukannya, orang itu benar-benar merahasiakan keberadaannya sekarang ini-”
“Asalkan masih hidup, pasti masih ada yang bisa kulakukan!”
Mendengar itu, satu alis Balft terangkat, dia kemudian berpikir kembali. Sepertinya anak ini masih memiliki kesempatan, dia merupakan putra dari Duke of Shadow itu sendiri, pasti dia bisa menemukan Ayahnya.
Ya! Pasti bisa!
“Ehem! Baiklah, apa rencana mu? Kau tetap akan sangat kesulitan jika bergerak tanpa rencana. Aku dengar banyak orang yang terlibat dalam persembunyiannya.”
Viole mengalihkan pandangannya menghadap kearah pintu, melihat pemandangan pagi hari yang diselimuti oleh kabut.
“Pertama, aku ingin menemui Ibuku terlebih dahulu. Apa itu memungkinkan untuk dilakukan?”
Setelah jeda panjang, dengan berat hati Balft harus menjawab. “Tidak... Tidak sama sekali.”
Di luar dugaan, respon yang ditunjukkan oleh Viole justru terlihat biasa saja ketika mendengar jawaban tersebut. Walau ada sedikit kerutan di alis, tapi secara keseluruhan dia tetap bersikap tenang.
‘Hmm, hebat juga kau bisa berubah dalam hitungan jam.’
“Begitu ya.” Viole menghela nafas, kemudian kembali menatap Balft. “Kalau begitu... Angkat saya menjadi Murid anda. Apapun yang terjadi, tolong bimbing saya.
Saya akan menyebarkan Nama saya dan Guru saya. Menunjukkan itu kepada seluruh penduduk Over World, sampai Nama tersebut didengar oleh telinga Ayah saya. Saya yakin dengan begitu, dia pasti akan mencari lalu menemui saya.
Saya mohon, bantuan dari anda!”
Viole menundukkan kepalanya bersama kedua tangan yang menempel di atas meja, sikap yang memang sepantasnya ditunjukkan oleh seorang Murid saat sedang menghadap kepada Gurunya.
Tapi entah kenapa Balft merasa risih akan hal tersebut, dia langsung menegakkan kembali tubuh Viole lalu berkata. “Aku puji perubahan sikapmu, kau hebat.
Tapi satu hal, jangan bersikap formal kepadaku. Di kehidupan biasa bersikaplah seperti biasanya, sebisa mungkin aku ingin hari-hari kita berjalan dengan mudah. Hal-hal formal itu terlalu merepotkan!
Sadar tidak sadar kau pasti merasakannya, kan? Seorang Bangsawan kelas atas sekalipun membenci tindakan itu ketika sedang bersama dengan temanya, benarkan Viole Li'Shinsu?”
“Uh, ha?” Viole mengerutkan dahi, kalimat terakhir yang Balft ucapakan terdengar begitu ambigu. “Tu-tunggu, bukankah Li' Shinsu itu adalah marga dari keturunan Elf King?”
“Hehe, bagaimana kalau aku bilang jika kau adalah salah satu keturunannya?”
“E-eh?! Tapi sa-a-aku hanya seorang Half Elf biasa! Mana mungkin aku-”
“Ayahmu sendiri yang menamai mu dengan nama itu, tapi Zhen menolak dan lebih memilih untuk memberikan nama Izura kepadamu. Aku yakin Ibumu yang merupakan keturunan Elf King juga akan memikirkan hal yang sama.”
Balft berdiri kemudian mengusap kepala Viole. “Aku mengungkapkan fakta itu hanya untuk lebih mendorong mu, tenang saja tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan kita.”
Setelah itu dia berjalan begitu saja menuju dapur. “Ya, aku akan membantu mu. Untuk sekarang kau beristirahat saja terlebih dahulu, kita mulai latihan mu besok lusa.”
Viole masih sangat terkejut dengan fakta yang baru saja dia ketahui, tapi dia segera membuang pikiran itu jauh-jauh. Sepengalamannya hal semacam ini hanya akan membawa masalah.
Masalah bukan sesuatu yang menyenangkan, jadi Viole segera memutuskan untuk mengikuti Balft pergi ke dapur... Ha?
“Apa yang ingin kau lakukan?” Melihat Viole, Balft berkacak pinggang dengan punggung yang menunduk.
“Biarkan aku melakukan sesuatu. Meski sedikit, aku tetap ingin membantu.”
Balft berkedip beberapa kali karena permintaan Viole, setelah itu dia menengok ke arah Laurent si pemilik Penginapan yang sedang memasak.
Teknik melempar jawaban seperti ini sudah sangat dia kuasai.
“Jika tidak keberatan kau bisa mengelap meja atau membuang sampah, untuk sekarang lakukan saja pekerjaan yang ringan, jangan terlalu memaksakan tubuhmu.”
“Haha... Baik.” Viole menjawab dengan senyuman.
Dan seperti itulah keseharian baru Viole, setelah sekian lama melewati laut gelap yang dipenuhi oleh ombak.
Kini, akhirnya dia menemukan sebuah pulau kecil yang hangat, dipenuhi oleh cahaya dan yang paling penting, di dalam pulau tersebut terdapat orang-orang yang mau membimbing dirinya.
Menjadi petunjuk arah, kemana dirinya harus pergi.
–––––––
Ilust Credit: Androide Editando.
:D
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments