Rania
Hari ini akhirnya aku berangkat juga ke Jakarta. Setelah berhasil membujuk bunda yang awalnya tidak memberi izin pergi. Memang berat meninggalkan bunda tapi aku juga ingin mengubah nasib di Jakarta. Kalau masih dikampung aku hanya menyusahkan bunda,paman dan bibi saja.
Ketika aku sedang bersiap-siap karna sebentar lagi mau berangkat ke terminal bus,bunda datang ke kamarku.
''Boleh bunda masuk sayang''Tanya bunda yang sudah berdiri di depan pintu kamarku.
''Masuk bun''Jawabku
''Nanti di Jakarta kamu harus bisa jaga diri. Disana tidak sama disini. Hidup disana sangat keras nak dan satu lagi kamu harus janji tetap dengan penampilanmu sekarang''
''Iya bun'' Jawabku. Karenaku tahu dari semenjak SMA bunda sudah menyuruh memakai kacamata tebal. Setiap ditanya bunda selalu jawab untuk kebaikanmu.Aku selalu menurut apa yang bunda katakan. Karena setiap melihat wajah bunda serasa ada luka yang tersimpan disana.
Namaku Rania Anastasya.W. Umurku 24 tahun. Sebenarnya wajahku cantik.Terutama mataku mirip sekali dengan bunda, tapi bunda tidak membolehkanku berdandan layak anak gadis lainnya. Jadilah penampilanku biasa saja yang terkesan agak culun. Aku juga penasaran dengan huruf W dibelakang namaku dan lagi-lagi bunda tidak mau menjawab. Mungkin saja itu nama dari ayahku. Entahlah karena aku tidak pernah tahu siapa ayahku.
''Sebenarnya bunda masih belum bisa melepasmu pergi. Tapi karna kamu yang bersikeras pergi bunda bisa apa. Entah apa yang akan kamu hadapi dikota besar nanti nak. Disana penuh dengan kepalsuan'' Kata bunda dengan wajah sedih dan ada rasa kwatir yang tergambar seolah-olah bunda pernah mengalaminya. Itu membuatku semakin ingin pergi ke Jakarta. Mengapa bunda terlalu keras melarangku pergi? Kalau hanya menantang bahaya aku sudah biasa menjaga diriku sendiri.
'' Rania bisa jaga diri kok bun, lagian selama kuliah Rania juga tinggal sendiri dikota''
''Tapi Jakarta beda nak... Disana lebih berbahaya dari pada ditempatmu kuliah dulu''
Kupeluk bunda... Untuk meyakinkan kalau aku akan baik baik saja di Jakarta.
''Oh ya bunda ada sesuatu untukmu''
Bunda mangeluarkan sebuah kalung dengan huruf R. Kalung perak tua tapi masih terawat. Kuperhatikan kalung itu ternyata dibelakangnya ada tanggal lahir bunda.
''Ini kalung pemberian nenek dan kakekmu dulu ketika bunda kecil. Huruf R disini sebenarnya untuk nama kamu sekarang Rania. Itu nama bunda dulu sebelum bunda hilang dan diasuh di Panti Asuhan. sekarang nama Rania sudah jadi namamu. Bunda juga nyaman dengan nama yang diberi ibu panti dan karena kalung ini pula bunda bisa bertemu pamanmu yang ternyata kakak kandung bunda. Simpan baik-baik kalung ini karena ini peninggalan nenek dan kakekmu satu-satunya''
''Iya bun... Biar langsung Rania pakai,makasih ya bun'' Sambil kupeluk bunda. Kuperhatikan ada bulir air mata keluar dari mata bunda. Wajah bunda ya sudah dipenuhi garis-garis halus tidak mengurangi kecantikannya.
''Udah siap Ran?'' Tanya paman ternyata dia sudah berdiri di depan pintu kamar.
Paman adalah kakak laki-laki bunda, dirumah kami tinggal berempat. Aku,bunda,paman Rendra dan istri bibi Susi. Kalau ayahku jangan tanya karena dariku lahir tidak pernah bertemu. Bunda juga tidak pernah cerita tentang ayah. Apalagi bertanya sama paman dia tidak akan pernah menjawab pertanyaanku.
''Sudah paman''Jawabku.
''Ya sudah kita langsung berangkat sekarang,nanti ketinggalan bus'' Kata paman.
Kami pun keluar kamar dengan membawa tas pakaianku. Didepan sudah ada bibi istri paman. Bibi adalah orang yang baik juga dan sangat sayang padaku. Dia bahkan sangat baik sama bunda. Mungkin karena bunda adik iparnya. Tapi menurutku tingkahnya lebih dari mengangap saudara ipar.
''Rania berangkat ya bun. Kalau sudah sampai rania telepon bunda'' Sambil kupeluk bunda yang sudah menangis lagi. Sedih rasanya meninggalkan bunda tapi demi masa depan dan cita-citaku,harus bisa kutahan.
Setelah puas kupeluk bunda lalu kupeluk bibi,titip bunda ya bi. Kalau ada apa-apa kabari Rania''.
''Iya Ran, kamu hati-hati disana'' Ucap bibi yang juga menangis ketika kupeluk.
''Yuk paman kita berangkat'' Setelahku lepaskan pelukan dari bibi. Aku ingin cepat-cepat pergi karena sudah tidak tahan melihat kesedihan kedua perempuan yang sangat ku sayangi. Biasa goyah pendirianku untuk pergi.
Ketika kami berangkat kulihat bunda masih menangis dipelukan bibi. Siapa yang tidak sedih meninggalkan orang tercinta. Tapi demi masa depanku harus kuat. Karena perpisahan memang menyedihkan tapi bersifat sementara. Dengan berjalan waktu semua akan kembali seperti sedia kala.
Dua puluh menit kemudian kami sampai diTerminal. Aku diantar pakai motor sama paman. Maklum cuma itu kendaraan yang kami punya. Apalagi kami tinggal di kampung yang jauh dari kota.
''Kamu hati-hati disana ya Ran. Paman tau betapa kerasnya hidup disana dan paman tahu betapa takutnya bundamu melepaskan kamu pergi. Ingat pesan bunda penampilanmu jangan diubah terutama kacamata. Jangan pernah sekali-sekali kamu lepas'' Nasehat paman.
''Sebenarnya Rania penasaran kenapa harus berpenampilan seperti ini paman. Setiap Rania tanya bunda selalu jawabnya demi kebaikanmu dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang dari dulu pengen Rania tanyakan'' Kataku sama paman
''Suatu saat kamu pasti akan tahu alasannya. Kamu anak yang pintar ketika waktunya tiba tanpa kamu mintapun bunda atau paman pasti akan memberi tahu mu'' Jawab paman.
''Ya tapi sampai kapan paman?''Tanyaku
''Sampai waktunya tiba'' Jawab paman singkat
selalu mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan. Karenaku tahu paman tidak akan pernah bercerita sebelum bunda setuju.
''Paman atau kamu yang nelpon Angga'' Tanya paman
Angga adalah anak paman, beda tiga tahun dariku sekarang sedang kuliah dikota dekat kampung kami.
''Biar Rania aja yang telepon nanti paman''Jawabku.
''Ya sudah kamu cepat naik busnya. Bentar lagi busnya berangkat'' ucap paman. Aku bisa melihat kesedihan yang sama dengan bunda dari wajah paman saat melepasku pergi. Tetapi paman tetap tegar tidak mau melihatkan kesedihanya padaku. Paman adalah orang yang juga sangat aku sayangi, karrna dia juga sosok pengganti ayah yang selama ini aku rindukan.
''Iya... Rania berangkat dulu ya paman,titip bunda'' Sambilku cium tangan paman.
Jam sudah menunjukan pukul sebelas siang. Kulangkah kaki menuju bus yang akan membawa ku pergi ke Jakarta. Setelah duduk dikursi penumpang kulihat paman masih menunggu keberangkatanku. Bus mulai berjalan meninggalkan Terminal. Kulambaikan tangan tanda perpisahan dengan paman sampai bus menjauh dan paman tidak terlihat lagi.
Akhirnya Jakarta i'am coming. Kutunggu apa yang ada disana.
Salam dari author..Terus dukung karya author ya..
Maaf kalau ada kekurangan dalam penulisan cerita.. Ini karya pertama author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Ida. Rusmawati.
/Smile/
2024-06-19
0
Fajar Ayu Kurniawati
.
2024-06-17
0
sakura
...
2024-06-11
0