"Mohon maaf, teman saya sedang terluka. Jadi, dia membutuhkan tempat untuk istirahat," ucap Galang pada pelayan rumah.
"Baik, bawa dia ke kamar tamu. Untuk semuanya, kalau butuh sesuatu panggil saja saya. Nama saya Mak ijah," pelayan bernama Mak Ijah itu berjalan mendahului masuk ke dalam rumah.
"Untuk yang sedang terluka silahkan dibawa ke kamar di sebelah sana," ucap Mak Ijah sambil menunjuk sebuah kamar yang berada di sebelah kanan dari ruang tamu.
Ruang tamu terlihat sangat luas dengan empat pilar besar terbuat dari marmer mengkilap. Di tengah ruangan nampak tangga besar yang melingkar menuju lantai atas. Tak jauh dari bawah tangga, berjejer sofa dari beludru berwarna ungu tua. Sebuah TV LED super besar terpasang di tembok. Beberapa guci dengan ukuran jumbo juga terpampang sebagai hiasan yang terkesan mahal.
"Silahkan beristirahat di ruang ini dulu. Kalau mau jalan jalan juga boleh. Yang penting jangan terlalu jauh, karena sore hari disini sudah cukup gelap," Ucap Mak Ijah dengan ekspresi dan nada datar.
"Saya permisi dulu ke dapur, untuk menyiapkan hidangan untuk anda semua. Nanti 'Tuan' akan menemui anda di ruang makan," Mak Ijah berjalan pergi meninggalkan rombongan yang masih terkagum kagum dengan dekorasi rumah yang menawan.
"Gilak! Edan! Gokilll!" Denis geleng geleng kepala. Matanya nyalang mengamati ruang tamu yang begitu megah padahal bangunan rumah tersebut berada di tepian sungai, di tengah hutan pula.
"Siapa yang bakal mengira si Zainul itu bakalan menjadi sekaya ini. Kukira cupu ternyata suhu," Norita berdecak kagum.
Sementara itu Bayu dan Galang tak begitu mempedulikan keadaan rumah, mereka lebih mengutamakan membawa Yodi ke kamar untuk istirahat. Kamar tamu dengan ukuran yang cukup luas, dan bersih. Yodi berbaring di kasurnya yang terlihat empuk nan nyaman.
"Gimana? Nyaman?" Bayu bertanya, Yodi mengangguk. Seulas senyum tersungging di bibirnya.
"Mungkin kamu butuh sesuatu, makanan, atau minum?" Galang kali ini menanyai Yodi.
"Biarkan aku istirahat dulu. Pertolongan dari Mella tadi cukup manjur, lukaku tak terlalu terasa. Hanya saja badanku letih dan capek," Yodi menjawab lirih.
"Baiklah kalau begitu. Kalau butuh apa apa, panggil saja," Bayu keluar kamar disusul oleh Galang. Mereka membiarkan Yodi sendirian agar bisa beristirahat.
Di ruang tamu, TV telah dinyalakan. Beberapa orang terlihat bersantai di atas sofa panjang yang nampak empuk. Tia, Norita, Iva dan Dipta sedang bercengkerama, sesekali gelak tawa terdengar dari mulut mereka. Sementara Denis dan Mella tidak terlihat batang hidungnya.
"Mella sama Denis kemana?" Bayu bertanya penasaran.
"Denis katanya mau ngerokok di luar. Mella sih tadi pengen ke toilet, tau tuh," Iva menyahut.
"Gimana keadaan Yodi?" Dipta bertanya sambil tiduran di sofa dengan kaki di sandarkan pada meja, seolah sedang berada di rumahnya sendiri. Mungkin seperti itulah definisi tamu tak tahu unggah ungguh atau sopan santun.
"Sudah lebih baik. Mungkin sedang tidur sekarang," Ucap Galang.
Bayu meletakkan tas ranselnya kemudian ikut duduk di ujung sofa. Dia memijat mijat pundaknya sendiri. Terasa kaku dan nyeri otot otot di tubuhnya.
"Butuh pijitan Bay?" Norita tersenyum menggoda. Bayu menggeleng pelan.
Dipta memandangi Norita dari kejauhan. Beberapa kali dia menelan ludah. Otak kotornya mulai memikirkan hal hal liar. Hormon dopamine mulai naik, membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Dari teras depan terdengar langkah kaki mendekat. Semua mengira itu adalah Denis yang kembali setelah merokok. Ternyata perkiraan mereka keliru. Seorang perempuan cantik memakai hodie warna pink berdiri di ambang pintu. Rambut kuncir kudanya menambah kesan manis pada dirinya. Dialah Ellie, alumni kelas XI IPA 5 paling jago pelajaran seni pada masanya.
"Hallo, permisi," Ellie melambaikan tangannya pelan.
"Ellie? Sini El masuk masuk," Iva tersenyum.
Ellie berjalan pelan, menyalami satu persatu orang yang ada di ruang tamu. Kemudian dia mengambil duduk di sebelah Iva.
"Aku cukup kaget, ternyata bukan hanya aku yang diundang Zainul," Ellie memperhatikan satu persatu teman yang sudah lama tidak ditemuinya itu.
"Kamu pikir, Zainul hanya mengundangmu? Kamu tidak se istimewa itu Ellie," Norita tersenyum sinis.
"Mungkin dulu Zainul menyukaimu, tapi itu dulu. Zainul yang sekarang adalah orang yang kaya sundul langit, seleranya pasti sudah berubah," ucap Norita, kata katanya tajam menusuk. Iva melotot ke arah Norita sementara Ellie diam saja.
"Bagaimana kabarmu El?" Bayu mengalihkan pembicaraan.
"Yah seperti yang kamu lihat, aku baik baik saja," Ellie tersenyum sekilas.
GRAAKKKK
Terdengar bunyi pintu terbuka dari lantai atas. Semua orang menoleh, menatap ke arah tanggah besar di hadapan mereka. Semuanya tertegun melihat sosok yang berada di lantai atas. Tak ada yang mampu bersuara, semua orang seperti melihat hantu dari masa lalu.
Sosok itu duduk di kursi roda. Mengenakan piyama berwarna biru tua, hanya diam menatap orang orang di bawahnya. Sekujur tubuhnya penuh perban. Hingga bagian wajah pun hanya memperlihatkan dua mata yang tak berkedip.
Bayu entah bagaimana merinding ngeri. Ada rasa takut di benaknya. Bukan di film, tapi benar benar di hadapannya kini, bagaikan sosok mumi menatapnya dengan tajam.
"Hallo para tamuku. Teman teman lamaku," ucap sosok itu. Suaranya terdengar asing, serak dan aneh.
"Ah, maaf membuat kalian terkejut. Atau mungkin kalian tak mengenaliku dalam keadaan seperti ini. Aku Zainul, teman SMA kalian, pemilik rumah ini. Sebenarnya aku ingin menemui kalian saat makan malam nanti. Namun, aku sudah tak sabar melihat wajah wajah sahabatku yang kurindukan," Sosok itu nampak menghela nafas.
"Yah, aku hanya ingin menyapa saja. Kuucapkan selamat datang, semoga kalian betah di rumahku ini. Untuk uang yang kujanjikan akan ku transfer nanti malam di meja makan. Untuk sekarang, bersantai saja lah. Nikmati reuni besar yang kuadakan, untuk mengobati rasa rindu. Aku permisi dulu," sosok itu menggerakkan kurso rodanya. Dalam sekejap dia menghilang di antara kegelapan lantai atas.
"Itu, Zainul?" Galang menutup mulutnya, nampak tak percaya.
Semua orang tertegun, tak bergeming, sibuk dengan pikirannya masing masing.
"Aku kemari untuk memastikan seperti apa dia sekarang," Ellie membuka suara terlebih dahulu.
"Apa maksudmu?" Iva bertanya penasaran.
"Apakah kalian tidak membeli buku buku karya Zainul?" Ellie balik bertanya. Mendengar pertanyaan Ellie hampir semua orang menggeleng.
"Dalam semua novel yang dia tulis, pada bagian biografinya tak tercantum fotonya satupun. Ternyata keadaannya seperti itu," Ellie menghela nafas.
"Kenapa dia? Ada yang tahu?" Norita kali ini bertanya. Wajahnya pucat ketakutan.
Tak ada yang menjawab. Tak ada yang tahu, kenapa Zainul seakan mengalami luka di sekujur tubuhnya. Bayu merem*s r*mas tangannya sendiri. Ada yang dia ketahui, namun dia tak mungkin menyampaikannya pada yang lain.
Bersambung ___
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Yuli a
kebakar y
2025-01-15
1
Yuli a
penisilin...
2025-01-15
1
Pie Yana
hmm mulih rek, pulang jangan cari perkara
2024-03-26
1