Bayu memapah Yodi yang berjalan terseok seok. Sementara Iva dan Mella berjalan lebih dulu di depan. Dan pada akhirnya sampailah mereka di sebuah tanah lapang dengan rumput yang terawat dan bunga warna warni nan indah.
Di bagian tepi tanah lapang itulah berdiri rumah megah, singgasana sang tuan rumah yang telah mengirimkan undangan misterius. Rumah di tepian sungai dengan pagar teralis yang masih tertutup rapat. Sementara tak jauh dari sana sudah ada lima orang sedang berdiri memandang ke dalam rumah yang terasa sunyi.
"Hai kalian," Mella menyapa, kelima orang itu kompak menoleh.
Lima orang itu adalah Dipta, Denis, Galang, Tia dan Norita. Mereka datang lebih awal, namun karena pintu pagar masih tertutup rapat mereka memilih untuk beristirahat di rerumputan yang sejuk dan hijau menyegarkan.
"Wihh, makin banyak nih yang datang," Dipta berbicara sambil meniupkan asap rokok yang sedari tadi dia nikmati.
Pradipta Maheswara merupakan seorang pegawai negeri di salah satu Dinas Kabupaten T. Perawakannya tinggi besar, dengan tatapan mata sayu. Rambut cepak lancip, dengan beberapa uban yang mengkilat terkena sinar matahari.
"Luar biasa, Zainul Rich Man benar benar ingin mengajak kita berpesta, reuni besar besaran nih," Denis menimpali. Sama seperti Dipta, Denis menyesap sebatang rokok di mulutnya.
Denis Septian Hadi, gitaris group band indie yang cukup terkenal di kalangan kawula muda. Jumlah subscriber youtun nya juga tidak main main. Rambutnya gondrong, berwarna merah maroon, memakai aksesoris gelang yang sedikit berlebihan. Dulu semasa SMA dialah yang mendapat gelar pangeran sekolah, karena dianggap keren dan berkharisma.
"Bisa nggak sih, rokoknya dibuang dulu. Nggak usah mengotori kesegaran udara sini kenapa sih?" Mella mengibas ngibaskan tangannya, sedikit jengkel.
"Hahaha. . .tetep galak kamu Mel. Makanya susah dapat jodoh," Ucap Dipta mengolok olok. Mella melotot dibuatnya.
"Huuss, telat nikah itu sesuatu yang sensitif untuk dibahas. Jadi jangan terlalu berterus terang dong mulutmu itu," Norita menimpali. Seulas senyum terkembang dari bibir tipisnya. Senyum yang terasa sangat menjengkelkan.
Norita Hanun Wibowo, biduan dangdut yang sudah terkenal sejak SMA dulu. Suara merdu, cengkok mendayu dayu, tubuh tinggi semampai, banyak laki laki yang mengidolakannya.
"Hei itu, siapa yang dipapah Bayu? Yodi?" Galang berdiri dari duduknya. Dia segera berlari mendekati Bayu dan Yodi yang datang belakangan.
Galang Sanusi, seorang pimpinan cabang Bank Nasional terbesar di kabupaten T. Sejak SMA dulu dialah jagoan matematika. Saat teman temannya asyik rental PS2 dia lebih memilih untuk memandangi segitiga dan teorema phitagoras.
Dengan bantuan Galang, Bayu mendudukkan Yodi tak jauh dari pagar rumah. Bayu duduk di tanah, meluruskan kaki kakinya yang terasa letih dan sedikit kram.
"Yodi kenapa?" Galang bertanya pada Bayu. Dia nampak khawatir dengan keadaan Yodi.
"Jatuh dari tebing katanya. Aku lewat dia sudah terkapar begitu," Ucap Bayu dengan nafas tersengal.
"Badannya panas," Galang menyentuh dahi Yodi. Sementara Yodi diam saja. Tenaganya benar benar sudah terkuras habis. Letih, lelah, perih dan nyeri di bagian tubuh yang terluka bercampur menjadi satu.
"Tadi Mella sudah memberikan pertolongan pertama. Namun sepertinya masih butuh obat pereda nyeri dan mungkin makanan. Tak bisakah kita masuk ke rumah itu?" Bayu menunjuk rumah besar di hadapannya.
"Pagar masih terkunci. Tadi aku sudah mencoba memanggil yang di dalam, namun tak ada jawaban," Galang menggeleng perlahan.
"Jangan jangan si Zainul itu sedang mengerjai kita?" Iva duduk bersila, mencabuti rumput di hadapannya dengan kasar.
"Untuk apa dia melakukan itu? Apa untungnya mengerjai kita?" Galang membantah.
"Bisa saja kan dia membenci kita. Karena perbuatan kita dulu," Iva terlihat kesal.
Ucapan Iva nyatanya membuat semua yang ada disana terdiam. Tak ada yang menjawab atau menyanggah ucapan Iva.
"Tunggulah saja. Mungkin sebentar lagi Zainul keluar," Tia yang sedari tadi diam saja akhirnya buka suara.
Martya Ayu Rinawati, seorang ibu rumah tangga dengan kehidupan pas pasan. Sedari tadi dia tak bersuara karena merasa minder melihat teman teman sekelasnya dulu saat ini menjadi sosok sosok yang sukses dalam berkarier. Sementara dirinya hanyalah seorang wanita biasa yang tak pernah merasakan bagaimana rasanya bekerja. Saat yang lain dalam kesehariannya mengenakan seragam kerja, dirinya hanyalah emak emak berdaster yang suka nge gosip dengan tetangga.
"Sudah jam 2 siang. Perutku lapar sialan," Dipta membuang dan menginjak injak puntung rokok di tangannya.
"Sudah berapa lama kalian disini?" Bayu kembali bertanya.
"Saat aku dan Denis datang sudah ada Galang yang mondar mandir di depan pagar. Sementara Tia dan Norita datang setelah itu. Mungkin sudah lebih dari satu setengah jam aku disini. Lihatlah sudah berapa batang rokok kubakar," Dipta menunjuk putung rokok yang bertebaran di bawah kakinya.
"Hei Pak polisi, jika memang Zainul cuma iseng nge prank kita bukankah itu sudah termasuk penipuan atau mungkin perbuatan tidak menyenangkan?" Denis menimpali.
"Yah bisa saja. Namun kalaupun Zainul cuma ngerjain kita, nge prank kita bukankah itu tetap tidak setimpal jika dibandingkan dengan kesalahan kita padanya di masa lalu? Huh?" Bayu balik bertanya, ekspresinya terlihat datar.
Denis dan Dipta saling bertukar pandang. Jawaban yang membuat dua teman lama itu tak senang.
"Uhhhh," Yodi tiba tiba merintih. Rasa sakit dan nyeri di pahanya kembali terasa menyiksa. Mungkin karena tadi dipaksakan untuk berjalan.
"Mell, bukannya tadi menurutmu Yodi akan baik baik saja?" Bayu bertanya pada Mella yang duduk tak jauh darinya.
"Luka luar sudah kuberi pertolongan pertama. Namun sepertinya kita butuh air es untuk mengompresnya. Bisa jadi otot kakinya ada yang meradang," jawab Mella.
Bayu berdiri dari duduknya. Dia mencari batu ataupun kerikil. Saat sudah mendapatkannya, Bayu memukulkan batu itu pada pagar besi di depannya.
Teng teng teng
Suara batu menghantam besi terdengar nyaring.
"Bukakan pintunya hei!" Bayu berteriak lantang.
"Zainul, kami tamu undanganmu!" Sekali lagi Bayu berteriak.
Semua menunggu, namun tak ada respons dari dalam rumah. Rumah besar itu nampak lengang dan sepi. Mungkinkah tidak ada penghuninya? Lalu untuk apa Zainul mengundang teman SMA nya dulu untuk berkunjung kesana? Benarkah Zainul ingin mengerjai mereka?
Bayu kembali menjatuhkan pantatnya di tanah. Saat semua orang mulai merasa yakin tidak ada orang di dalam rumah, tiba tiba saja pintu depan terbuka dari dalam. Seorang perempuan tua berlari tergopoh gopoh menuju pagar. Dia membawa banyak sekali kunci di tangannya.
"Syukurlah ternyata ada orang," Galang menghela nafas.
Pintu pagar kini terbuka, perempuan tua yang merupakan pelayan rumah membungkuk mempersilahkan tamu untuk masuk.
"Lama banget sih bukain pintunya," Ujar Norita sewot.
"Masf Tuan dan Nyonya, saya sedang di dapur belakang jadi tidak mendengar. Apalagi sangat jarang ada tamu berkunjung kemari," pelayan tua itu masih membungkuk.
Bayu dan Galang segera membantu Yodi untuk bangun dan memapahnya masuk ke halaman rumah. Melihat salah satu tamunya nampak terluka seperti itu, pelayan tua tetap bersikap tenang dan dingin. Tidak ada kepanikan, ekspresinya terlihat datar.
Sementara itu, dari sebuah jendela di lantai dua sepasang mata mengawasi satu persatu orang yang memasuki rumah. Sebuah seringai tersungging dari balik kegelapan.
Bersambung ___
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Yuli a
kok aku nggak diundang Jul? aku kan juga temanmu...🤣🤣✌️🤸
2025-01-15
0
Yuli a
seram sekali
2025-01-15
1
Yuli a
hiiiiiiiiiiiii
2025-01-15
1