Rhiana sudah berada dalam laboratorium markas organisasi bawah tanah. Meski melewati beberapa jebakan, gadis itu akhirnya berhasil sampai di sini. Untungnya pihak lawan kehilangan jejaknya, sehingga dia berhasil lolos.
Rhiana menatap beberapa penelitian dalam laboratorium ini. Ada beberapa penelitian sedang dalam masa uji coba. Rhiana hanya menatap sekilas penelitian itu. Gadis itu kembali ke fokus utamanya.
Rhiana menyipitkan matanya membaca sebuah nama yang tertulis pada sampel darah di salah satu botol kecil yang disimpan sangat baik. Rhiana mengambilnya dan menyimpannya dalam saku celananya. Dia tidak akan membiarkan sampel darah ini berhasil diujicobakan. Memang ini tujuannya datang ke lab ini. Mengambil sampel darah milik Yeandre.
Menurut orang kepercayaannya, organisasi bawah tanah menginginkan tubuh Yeandre untuk dijadikan senjata hidup. Tapi, itu masih menjadi tanda tanya. Jika mereka ingin tubuh kakak sahabatnya itu, kenapa mereka ingin membunuhnya? Bukankah itu aneh? Akhirnya Rhiana memutuskan untuk menyusup ke sini dan mencari tahu lebih detail.
Rhiana menyalakan salah satu komputer di laboratorium itu dan memulai pencariannya. Rhiana ingin tahu tujuan sebenarnya senjata hidup yang dimaksud orang kepercayaannya itu.
Terus mencari, Rhiana tertegun setelah berhasil membaca data lengkap Yeandre. Ternyata tubuh kakak sahabatnya itu unik. Lebih tepatnya, tubuh Yeandre tidak sama seperti tubuh manusia normal. Meski kesehariannya harus mengkonsumsi obat agar tidak sakit, tapi sebenarnya itu adalah salah satu cara untuk menahan virus yang bersarang dalam tubuh pria itu.
Virus itu jika dibiarkan, maka lama kelamaan tubuh Yeandre tidak bisa lagi dikendalikan. Intinya jika virus itu menyebar, maka pria itu akan berubah menjadi orang lain. Yang tidak lain akan menjadi senjata pembunuh mematikan. Menjadi senjata pembunuh yang dikontrol dari jarak jauh.
Rhiana bingung, siapa yang menanam virus itu dalam tubuh Yeandre. Apa organisasi bawah tanah? Rhiana harus mencari tahu lebih lanjut.
"Itu berarti ayah angkatnya tahu tentang kondisi tubuhnya," Rhiana bergumam teringat percakapan Yeandre dan ayah angkatnya yang menanyakan rutinitas pria itu meminum obat.
Rhiana kembali fokus ke layar komputer. Dia ingin tahu lebih detail tentang tubuh Yeandre. Ternyata, jika Yeandre matipun, tubuhnya tetap berguna karena virus itu masih hidup dalam tubuh inangnya. Setelah beberapa hari, barulah virus itu akan mati dengan sendirinya.
Tidak ingin berlama-lama di dalam sini, Rhiana berniat mengirim semua tentang Yeandre melalui emailnya kemudian menghapusnya dari komputer itu.
"Sudah cukup membacanya?" Suara datar itu membuat Rhiana menegang. Dia tidak menyangka ternyata ada orang lain di dalam sini.
"Bodoh! Bagaimana bisa aku tidak menyadari kehadiran orang ini?" Monolog Rhiana dalam hati.
Rhiana dengan tenang berbalik menatap pria tinggi yang mengenakan topeng menutupi seluruh wajahnya itu. Rhiana kemudian diam-diam menekan hapus pada komputer untuk menghapus semua data tentang Yeandre. Sebelumnya, Rhiana sudah mengirim data itu ke email miliknya.
Klik
Pria di depannya menodongkan pistol ke arahnya. Tapi itu tidak membuat Rhiana takut. Tatapannya biasa saja. Untungnya Rhiana memakai masker sehingga wajahnya tidak dikenali.
Dor
"Tidak suka basa-basi ternyata," Gumam Rhiana setelah menghindari tembakan peluru dari pria di depannya.
Dor
Rhiana kembali menghindar dengan melompat ke sisi lain. Akibat tembakan itu, komputer yang tadinya sedang menghapus data Yeandre rusak. Sudah pasti data itu tidak jadi dihapus. Rhiana berdecak kesal menatap pria di depannya yang kini bersandar menatap santai padanya.
Dor
Dor
Dor
Dor
Pria itu kembali mengarahkan tembakan pada beruntun pada Rhiana. Tapi gadis kecil itu terus saja menghindar ke sana kemari. Alhasil, laboratorium itu menjadi berantakan.
"Pelurumu pasti sudah habis, 'kan?" Rhiana menyeringai dibalik maskernya. Pria itu bukannya marah, tapi justru tersenyum tipis dibalik topengnya.
"Karena peluruku sudah habis, bagaimana kalau kita bermain adil?" Tawar pria itu dan maju dengan pelan menuju Rhiana.
"Bermain adil?" Ulang Rhiana dengan sebelah alis terangkat.
...
Posisi Rhiana dan pria bertopeng itu kini sangat dekat. Setelah pergulatan dengan tangan kosong, keduanya terdiam dan saling menatap. Tepatnya, pria itu sedang menahan pinggang Rhiana. Rhiana menyeringai karena tahu maksud pria ini.
SRET!
BUGH!
"Mau ini? Tidak semudah itu, mas bro." Rhiana menggeleng sambil menunjukan sampel darah milik Yeandre. Sebelum pria itu berhasil mengambil sampel darah di saku Rhiana, gadis itu dengan cepat mendorong kemudian menendang pria bertopeng itu.
Pria itu tidak menyangka, ternyata gadis ini tahu maksud dan tujuannya.
"Kita akan ketemu lagi jika berjodoh, mas bro." Setelah mengatakan itu, Rhiana dengan cepat keluar dari laboratorium itu. Pria itu tidak mengejar dan malah bersandar di salah satu meja di sana.
"Bos!" Seorang anggota organisasi bawah tanah muncul setelah beberapa menit Rhiana keluar dari laboratorium.
Pria yang dipanggil bos itu menoleh setelah melepas topeng yang menutupi wajah tampannya.
"Penyusup itu berhasil kabur, Bos." Bawahan itu melapor dengan takut.
"Aku tahu. Bersihkan tempat ini!" Setelah mengatakan itu, pria yang dipanggil bos itu pergi dari sana.
Bawahan pria itu tentu saja bingung karena bosnya tidak marah karena laboratorium ini hancur, bahkan sampel darah untuk bahan ujicoba mereka dicuri. Tidak biasanya bos mereka ini tenang.
***
Rhiana menyeringai melihat penampilannya pagi ini. Yang berbeda dari penampilannya selain seragam sekolahnya, ada perban di keningnya yang tidak terlalu besar. Perban itu cukup untuk membuat orang lain khawatir ketika melihatnya.
Ya, Rhiana sengaja membuat dirinya seolah terluka. Dia ingin Yeandre dimarahi oleh Annalisha. Meski tugasnya menjaga kakak sahabatnya itu, tapi sesekali mengerjainya juga tidak apa, 'kan? Untungnya, lukanya sejak semalam di bagian perut dan betis menjadi pendukung aktingnya hari ini.
Rhiana juga sengaja menelpon polisi untuk datang ke tempat dia diturunkan kembali hanya untuk melancarkan rencananya.
"Maafkan aku, Ly. Aku beri sedikit pelajaran pada kakakmu. Dia terlalu kasar pada gadis polos penakut sepertiku," Rhiana lalu mengambil beberapa buku untuk kelasnya hari ini dan bergegas ke sekolah. Rhiana hanya membawa buku karena tasnya tertinggal di sekolah kemarin.
...
Turun dari motor meticnya, Rhiana lalu memasang wajah murung. Langkahnya juga diperlambat karena luka di betisnya. Dia benar-benar harus terlihat sedang sakit.
"Apa yang terjadi padamu?" Suara datar itu berhasil menghentikan Rhiana.
"Aku lupa. Urusanku dengan pria ini belum selesai," Gumam Rhiana dalam hati tidak ingin berbalik menatap Brilyan.
SRET!
"Kamu pulang lebih awal kemarin dan muncul dengan luka di dahimu. Betismu juga? Apa yang terjadi padamu?" Brilyan menahan tangan Rhiana karena gadis itu ingin pergi.
Brilyan sudah berjanji akan membuat gadis ini patuh padanya. Brilyan tidak senang ketika tahu bahwa gadis ini diantar pulang oleh kakak kelas mereka kemarin. Berani-beraninya dia keluar kelas lebih dulu karena ingin pulang dengan kakak kelas itu? Brilyan sangat kesal.
Brilyan bahkan datang ke sekolah lebih awal hanya untuk menunggu gadis ini di tempat parkir. Dan dia berhasil. Sayangnya, dia semakin tidak senang karena melihat perban di dahi gadis ini. Sepertinya dia khawatir. Entahlah. Dia tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya.
"Hanya kecelakaan kecil. Aku tidak apa-apa. Hehehe..." Rhiana berusaha menjawab dan menyengir seakan dia tidak melakukan kesalahan apa-apa pada pria dingin di depannya ini.
Brilyan hanya memasang wajah datar. Pria itu lalu menarik buku di tangan Rhiana dan memasukan dalam tas milik Rhiana yang dibawa pulang kemarin. Setelah itu, Brilyan menarik tangan Rhiana untuk masuk ke kelas. Rhiana tentu saja tercengang melihat ini.
"Wah... dia sungguh perhatian," Gumam Rhiana dalam hati.
***
Kelas pertama Rhiana hari ini adalah melukis. Semua siswa di kelas kemudian diarahkan ke ruangan khusus melukis.
Karena ini sekolah elit, tentu saja semua hal diajarkan pada setiap kelas.
Guru seni yang dikenal ibu Lina itu mulai membimbing siswa dengan menjelaskan dasar-dasar membuat sketsa sebelum memulai sebuah lukisan. Ada banyak hal yang guru berusia setengah abad itu jelaskan. Setelah itu, ibu Lina lalu membagi masing-masing siswa dengan peralatan melukisnya.
Mereka diberi kebebasan untuk membuat lukisan sesuai imajinasi mereka. Tentu saja mau itu bagus atau tidak, semua akan dinilai dengan penambahan poin untuk lukisan yang menarik. Waktu melukis mereka juga hanya 2 jam.
Ibu Lina menginstruksi semua siswa untuk mulai melukis. Terjadi kebisingan karena ada beberapa siswa yang tidak tahu bagaimana melukis. Yang paling tenang adalah Rhiana dan Brilyan. Ada juga beberapa siswa lain. Mereka yang tenang, karena sudah memiliki dasar-dasar melukis sebelum masuk ke sekolah ini.
Rhiana duduk tepat berhadapan dengan Brilyan. Rhiana tidak memikirkan apapun. Gadis itu mulai menggerakan kuas di tangannya dengan tenang. Gadis itu tidak lagi membuat sketsa.
Rhiana memang sudah belajar melukis sejak kecil, jadi tidak heran jika dia ingin membuat sketsa atau tidak, terserah dia saja.
Waktu terus berjalan. Lukisan Rhiana sudah setengah. Brilyan sendiri tidak tahu sedang melukis apa. Yang Rhiana tahu, pria dingin di depannya ini selalu menatapnya. Rhiana sendiri tidak peduli.
"Dari semua lukisan yang saya lihat, banyak yang melukis pemandangan dan bunga. Bahkan sketsa wajah. Kenapa kamu melukis sebuah pedang? Itu tidak menggambarkan ciri khas sebagai seorang gadis muda. Tapi tidak apa. Semua orang punya imajinasi sendiri," Komentar ibu Lina di belakang Rhiana.
"Aku hanya ingin, Bu." Rhiana menjawab lalu tersenyum tipis.
Yang Rhiana lukis adalah pedang naga di belakang punggungnya. Ada juga tulisan di bawah gambar pedang itu.
'Hunter' Satu kata itu ditulis tepat di bawah pedang berkepala naga itu. Entah kenapa tangannya bergerak sendiri melukis pedang di punggungnya. Rhiana hanya melukis pedang tidak dengan bunga rannuculus.
"Oke, waktunya selesai! Saya sudah melihat lukisan kalian. Saya senang, karena cukup banyak dari kalian yang berbakat diawal pertemuan ini. Bagus sekali! Saya juga sudah mendapatkan beberapa nama siswa dengan lukisan yang menurut saya menarik. Saya akan membaca namanya. Jangan lupa maju ke depan dan tunjukan lukisan kalian pada teman-teman kalian." Semua siswa mengangguk patuh.
Ibu Lina mulai membaca satu persatu nama, hingga tiba pada nama Brilyan.
"Brilyan Scoth."
Rhiana menaikkan sebelah alisnya tidak menyangka pria ini bisa melukis.
"Seperti yang kalian lihat, teman kalian Brilyan melukis salah satu teman kalian," Ibu Lina tersenyum tipis melihat hasil lukisan Brilyan.
"Dia melukisku?" Rhiana menatap polos Brilyan yang juga menatapnya.
"Boleh saya tahu alasan kamu melukis teman sekelasmu?" Tanya Ibu Lina.
"Hanya ingin," Jawaban singkat Brilyan tentu saja membuat semua memikirkan sesuatu di kepala mereka.
Karena pikiran itu juga, Rhiana berhasil mendapat tatapan iri dan dengki dari para siswi teman sekelasnya.
"Saya mengerti, kamu boleh kembali." Ibu Lina mengangguk.
"Selanjutnya, Rhiana Senora."
Rhiana tidak peduli dengan tatapan tidak suka para gadis padanya, dia dengan tenang maju dan memperlihatkan lukisannya. Rhiana juga hanya berbicara seperlunya saja. Tentu saja dibumbuhi dengan drama gadis polos penakut, akhirnya Rhiana kembali ke tempat duduknya.
Kelas juga berakhir dengan penambahan 10-15 poin untuk siswa yang namanya dipanggil tadi.
...
SRET!
"Apapaan pria ini?" Kesal Rhiana dalam hati.
Bagaimana tidak kesal, tiba-tiba seorang pria menariknya ke dalam pelukan pria itu. Pria itu tidak lain adalah Hann.
"Ad...ada apa, Kak?" Tanya Rhiana gugup.
"Jadilah pacarku!"
"Pria ini sudah gila? Pacar kentutmu!" Sudah pasti kalimat itu hanya Rhiana katakan dalam hati.
"Jangan bilang, dia sudah tahu identitasku?" Lanjut Rhiana lagi.
"Anu... Kak..."
"Hahaha... aku hanya bercanda! Wajah malumu lucu sekali. Siapa namamu?" Tanya Hann setelah tertawa senang karena berhasil mengerjai gadis cupu ini.
"Apa mau pria ini?"
"Namaku Rhiana, Kak."
Ternyata Rhiana baru tahu satu lagi tentang pria ini. Selain ramah dan mudah bergaul, pria ini suka sekali mengerjai orang untuk bersenang-senang.
"Kenapa namamu tidak sesuai wajahmu?" Hann bertanya dengan kening berkerut. Tangan pria itu masih ada di pinggang Rhiana.
"Beraninya dia mengejekku?" Umpat Rhiana dalam hati.
"Tidak tahu, Kak. Ini nama pemberian orang tuaku." Rhiana menjawab dengan pelan. Hann hanya mengangguk.
"Apa yang kalian lakukan? Lepaskan dia!" Suara datar Brilyan membuat Hann tersenyum licik. Rhiana sendiri masih dengan peran gadis polos penakut miliknya.
"Apa yang kami lakukan? Tentu saja bermesraan," Hann menjawab dengan santai.
"Kak..." Rhiana memanggil dengan pelan.
"Kali ini aku serius. Jadilah pacarku!" Penuturan Hann membuat wajah Brilyan menggelap.
"Aku ingin jawabanmu sekarang!" Desak Hann lagi. Tatapan pria itu terlihat serius. Tapi percayalah, Rhiana tahu maksud tatapan itu.
"Berhenti mengganggunya! Kamu hanya berurusan denganku," Brilyan menggapai tangan Rhiana. Jangan lupakan tatapan tajam pria itu mengarah pada Hann yang tetap santai dengan senyum tipisnya.
"Aku tahu! Tapi aku juga ingin dia di sisiku. Kamu tidak bisa melarangnya. Semua itu keputusannya,"
"Anu... Kak, tolong lepaskan aku. Aku sedikit pusing," Rhiana terpaksa harus memainkan drama lagi.
Rhiana ingin sekali menolak dua pria ini, tapi setelah dipikir-pikir, ada baiknya memanfaatkan mereka. Meski dia belum tahu tujuan dua pria ini mendekatinya, tapi semua itu akan terjawab nanti.
"Pusing? Maafkan aku. Ayo aku antar ke UKS." Hann dengan sigap mengangkat Rhiana ala bride style. Hann bahkan tidak mempedulikan wajah tidak senang Brilyan.
"Kak, aku masih bisa jalan sendiri,"
"Diam."
Rhiana hanya berdecak dalam hati.
...
"Makan siang untukmu," Brilyan masuk ke UKS dengan membawa baki berisi makan siang untuk Rhiana.
"Aku rasa, dia lebih suka makanan yang aku bawa." Hann juga membawa makan siang untuk Rhiana.
Rhiana menghembuskan nafas pelan. Beberapa saat lalu setelah dua pria itu izin keluar, Rhiana baru mendapat informasi bahwa Brilyan dan Hann ternyata adalah teman masa kecil. Keluarga keduanya juga berteman baik.
Hanya saja ada kesalahpahaman antara dua pria itu, sehingga mereka menjadi musuh sekarang. Mereka akan terlihat berdamai jika di depan keluarga mereka. Sebaliknya, menjadi musuh jika dibelakang keluarga masing-masing.
Hann yang sejak dulu tahu seperti apa sifat Brilyan, begitu penasaran dengan sosok gadis cupu yang dekat dengan teman masa kecilnya itu. Akhirnya Hann ingin membuat gadis cupu itu dekat dengannya untuk tahu seperti apa respon Brilyan.
Alhasil, ternyata Brilyan sangat peduli dengan gadis cupu ini, alias Rhiana. Tentu saja Hann begitu senang karena tahu kelemahan musuh bebuyutannya ini.
"Ma... maaf. Aku membawa bekal sendiri,"
Rhiana menolak dengan senyum lembut. Kasihan juga jika dia menerima salah satu dan menolak salah satu dari mereka. Sebenarnya Rhiana bisa saja menolak mereka, tapi dia punya rencana sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
R.F
4 like hadir
2022-03-20
0
Follow ig : tinatina3627
bagus ceritanya kak
2022-03-19
0
Lenkzher Thea
Lanjut ka 👍❤ semangat 💪💪
2022-02-14
0