"Bagus sekali! Aku menunggumu, dan kamu menggoda pria lain?"
"Ti... tidak." Rhiana menggeleng tidak terima.
"Cepat sekali dia menemukanku," Gumam Rhiana dalam hati tidak ingin menatap wajah datar Brilyan.
"Tidak, kamu bilang? Lalu apa yang aku lihat tadi?"
Rhiana menggigit bibir bawahnya kemudian menatap Brilyan dengan gugup.
"Ka...kamu... kamu cemburu?"
"Cemburu?" Cengkraman Brilyan di bahu Rhiana sedikit mengendur. Pria itu terdiam.
Aku cemburu?
Apa itu cemburu?
Brilyan hanya menggeleng tidak setuju dengan perkataan Rhiana. Dia awalnya menunggu Rhiana di taman belakang sekolah. Tapi, setelah setengah jam menunggu, Rhiana sama sekali tidak menunjukan batang hidungnya. Tentu saja Brilyan kesal. Seumur hidupnya, dia tidak pernah menunggu orang lain seperti ini.
Karena kesal, Brilyan kembali ke kelas untuk mencari Rhiana, tapi gadis itu tidak ada di sana. Bertanya pada salah satu siswa, Brilyan akhirnya tahu dimana Rhiana berada.
Sampai di kantin, entah kenapa Brilyan menjadi tidak senang melihat senyum polos dan perhatian kecil yang Rhiana berikan pada Yeandre. Tatapan Brilyan semakin tajam di saat Yeandre menghempaskan piring makannya mengenai Rhiana.
Tidak ingin membuat keributan, Brilyan beranjak pergi dari sana. Pria itu lalu menyusul Rhiana ketika melihat gadis itu masuk ke toilet.
"Itu..." Rhiana tidak tahu harus menjelaskan seperti apa. Pandangannya mengarah ke tempat lain.
"Aku tidak cemburu," Brilyan berbicara dengan datar. Rhiana mengakui itu. Bagaimana mungkin pria dingin ini menyukai gadis cupu sepertinya?
"Karena kamu tidak cemburu, maka..." Rhiana masih saja tidak ingin menatap Brilyan.
"Lihat aku, dan bicara!" Sentak Brilyan membuat Rhiana dengan pelan menoleh menatap pria dingin itu.
"Ma...maafkan aku. Ak... Aku ada kelas." Rhiana dengan cepat melepaskan diri dan berlari ke kelasnya.
SRET!
"Jangan lupa jika kita sekelas," Suara datar Brilyan kini menahan tangan Rhiana.
Rhiana tidak menjawab apapun. Gadis itu berusaha melepas tangan Brilyan yang menahan pergelangan tangannya. Sayangnya, jika menggunakan tenaga gadis polos penakut, tentu saja itu tidak akan terlepas. Rhiana menghembuskan nafas pelan dan mengikuti langkah Brilyan yang menyeretnya masuk ke dalam kelas.
...
Sebelum kelas jam terakhir selesai, Rhiana sudah lebih dulu izin ke toilet sekaligus menunggu hingga waktu pulang sekolah agar menghindar dari Brilyan. Ada beberapa hal yang harus Rhiana lakukan sehingga dia tidak ingin waktunya terbuang karena mengurus Brilyan.
Rhiana akan menyusup ke markas organisasi bawah tanah malam ini. Rhiana baru menerima laporan ini, sehingga dia harus bergegas pulang. Jika dia tidak menghindari Brilyan dan pulang diam-diam, maka pria dingin itu pasti akan mengantarnya dan bertamu di rumahnya hingga malam. Rhiana tidak ingin hal yang sama terulang lagi.
Keluar gerbang, Rhiana tersenyum tipis membalas senyum ramah Annalisha padanya. Bukan hanya Annalisha, ada Yeandre dan juga Sony. Tentu saja Sony ikut tersenyum padanya. Yeandre justru memasang wajah tidak suka pada Rhiana.
"Pulang dengan siapa, dan naik apa?" Annalisha bertanya ketika Rhiana menghampiri mereka.
"Aku sendiri, Kak. Aku akan baik bus,"
"Kebetulan Andre membawa mobil. Dia akan mengantarmu pulang. Sekaligus permintaan maaf karena kejadian tadi,"
"Tidak apa-apa, Kak. Aku bisa pulang sendiri," Rhiana menolak dengan senyum tipis.
"Tidak! Kamu harus pulang bersama Andre. Ajak Rhiana, Ndre!" Annalisha mengisyaratkan Yeandre untuk mengantar Rhiana pulang.
"Ayo pulang!" Hanya dua kata, Yeandre lalu beranjak pergi dengan wajah datar.
Rhiana kemudian pamit dan terpaksa menyusul kakak sahabatnya itu.
***
"Kita mau ke mana, Kak?" Tanya Rhiana karena mobil Yeandre menuju jalur lain yang tidak mengarah ke rumahnya.
Pertanyaan Rhiana hanya dijawab dengan keheningan dalam mobil. Yeandre fokus menyetir dengan wajah datar. Pria itu sama sekali tidak menoleh menatap penumpang di sampingnya. Jangankan menoleh, melirik saja tidak.
"Kak..." Rhiana sudah ketakutan sambil meremas tangannya sendiri.
"Berhenti, Kak! Hiks...hiks... Aku takut..." Rhiana sudah terisak ketakutan karena Yeandre menambah kecepatan mobil.
Bruk!
"Akh..." Rhiana meringis karena dahinya terbentur dashboard mobil saat Yeandre berhenti mendadak.
SRET!
"Menjauh dariku! Jangan pernah mencoba dekat denganku. Menjijikan!" Marah Yeandre setelah menyudutkan Rhiana di sisi pintu mobil.
"Ma...maafkan aku, Kak. Ini sakit... Tolong antar aku pulang, Kak. Akut takut..." Rhiana ketakutan sambil terisak tidak ingin menatap Yeandre yang mencengkram kuat bahunya.
"Turun!" Yeandre lalu melepas cengkramannya di bahu Rhiana dan kembali ke tempatnya.
"Jangan, Kak! Aku tidak tahu tempat ini, tolong antar aku pulang, Kak. Aku takut..." Rhiana menahan sudut seragam Yeandre dengan tubuh gemetar.
"Lepas dan keluar sekarang juga!" Yeandre menatap tajam Rhiana.
"Tidak, Kak!" Rhiana menggeleng ketakutan.
Yeandre yang kesal, melepas dengan kuat tangan Rhiana dari seragamnya, kemudian dengan marah keluar dari mobil dan memaksa Rhiana keluar dari mobilnya.
SRET!
BRUK!
Rhiana terjatuh dengan tidak elitnya di pinggir jalan.
Tanpa perasaan, Yeandre pergi dari sana meninggalkan Rhiana yang terduduk menangis di pinggir jalan.
Setelah kepergian mobil Yeandre, ekspresi Rhiana berubah menjadi datar. Tidak lupa juga gadis itu membersihkan sisa air mata buayanya tadi.
"Ly... kakakmu benar-benar kasar. Entah ikut siapa, sifatnya itu." Rhiana lalu mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang untuk menjemputnya.
"Haruskah kakakmu aku beri sedikit pelajaran?" Gumam Rhiana dan menjulurkan kakinya di trotoar jalan.
***
Mobil Yeandre sudah meninggalkan Rhiana sejauh 2 km. Pria itu tidak suka melihat gadis-gadis seperti Rhiana. Dia sangat tidak suka didekati. Hanya sahabatnya. Hanya Annalisha, gadis yang dia sukai yang boleh dekat dengannya. Alasan lain, karena Yeandre tidak ingin Annalisha menjaga jarak dengannya karena ada gadis lain didekatnya.
Setelah pulang sekolah, Annalisha memarahi Yeandre karena bertindak kasar pada Rhiana. Annalisha akan memaafkan Yeandre jika dia meminta maaf dengan mengantar pulang Rhiana. Yeandre yang tidak ingin dimarahi dan dijauhi oleh gadis yang dia sukai, mengangguk setuju saja. Nyatanya, Yeandre malah membuang Rhiana di pinggiran kota dan kembali.
Yeandre mengerutkan kening ketika melihat dua mobil polisi berlawanan arah dengannya. Tiba-tiba pria itu teringat dengan gadis cupu yang dia turunkan 2 km di belakangnya. Apa terjadi sesuatu di kawasan itu? Tapi setelah dipikir-pikir, itu bukan urusannya. Pria itu malah menginjak pedal gas dan kembali ke rumahnya.
***
Pukul tujuh malam Rhiana sudah siap untuk menyusup ke markas organisasi bawah tanah. Dengan fashion siap tempur, Rhiana berangkat dengan motor sport miliknya.
Jarak rumahnya dan markas organisasi bawah tanah cukup jauh. Jika dengan kecepatan rata-rata biasanya membutuhkan waktu hampir 1 jam, maka Rhiana hanya memerlukan 20 menit untuk sampai di sana.
Ternyata markas organisasi itu ada di pinggiran kota. Mereka hanya memasang kamera pengintai sekitar markas sejauh 5 meter. Jadi, Rhiana memarkirkan motornya 10 meter dari markas.
Penyusupan Rhiana malam ini ditemani oleh Gledy. Robot pintar ciptaan mommynya itu sudah menjadi miliknya.
Geldy entah datang dengan apa, Rhiana tidak peduli. Robot pintar itu memang akan muncul tiba-tiba jika dipanggil. Tugas Gledy malam ini adalah membuka akses untuknya masuk ke markas organisasi itu.
Tujuan Rhiana mendapatkan data hasil laboratorium yang menurut mata-matanya, file itu disimpan di sini.
Transformasi Gledy semakin meningkat setiap tahunnya. Gledy bahkan bisa berubah menjadi siapa saja asalnya dia bisa mendapat data lengkap objek yang akan dia tiru.
Cukup memidai objek untuk mendapatkan datanya, Gledy lalu merubah dirinya menjadi sama persis dengan objek itu. Dan objek Gledy yang pertama adalah salah satu penjaga gerbang. Sebelum itu, Gledy harus memancing mereka agar mengambil kesempatan untuk meniru salah satu dari dua penjaga gerbang itu.
Setelah berhasil masuk, Gledy kemudian mengubah arah kamera pengawas ke tempat lain agar nonanya bisa masuk dengan tenang. Gerakan Gledy tentu saja sangat cepat dan tidak bisa dideteksi oleh kamera pengawas. Setelah itu, Gledy memberi kode pada Rhiana untuk masuk.
Rhiana kini menyusup dengan hati-hati. Dia cukup kagum karena keamanan di sini sangat ketat. Tapi Rhiana masih aman karena Gledy membuka akses untuknya.
Melewati beberapa ruangan, Rhiana masih aman. Sebelum menuju laboratorium, Rhiana harus mengambil sesuatu di ruangan khusus. Gledy sudah menginstrusinya untuk mengambil jalan aman.
Sampai di ruangan yang akan Rhiana masuki, ternyata pintunya dikunci dengan teknologi yang cukup canggih menurutnya. Tujuan Rhiana memasuki ruangan ini adalah untuk mengambil cetak biru markas organisasi ini.
Karena Gledy sudah mengamankan cctv, Rhiana bisa membobol ruangan ini dengan tenang.
Rhiana saat ini memegang iPad di tangannya. Dia lalu mengambil sesuatu di saku celananya. Itu adalah alat khusus sejenis kabel. Rhiana kemudian menyambungkan kabel dengan kunci pintu ruangan itu. Ipad lalu menunjukan cara membuka pintu. Ternyata yang diperlukan adalah sidik jari dan pin enam angka untuk membuka pintu.
Yang pertama Rhiana lakukan adalah membuka pin lebih dulu. Hanya beberapa menit, Rhiana berhasil memecahkan 6 angka pin untuk membuka pintu. Selanjutnya Rhiana harus membuka pintu dengan sidik jari. Karena dia tidak tahu sidik jari siapa yang dipakai, Rhiana kembali menekan fitur pada iPadnya.
Rhiana berencana memaksa membuka pintu ini. Rhiana memanipulasi sidik jari miliknya dan dengan bantuan iPad di tangannya, akhirnya terdengar bunyi 'bip' pertanda pintu terbuka.
Tersenyum tipis, Rhiana dengan pelan masuk. Dia tidak sadar, bahwa lampu merah di bagian dalam kunci pintu itu tiba-tiba berkedip.
"Sepertinya organisasi ini sangat kaya," Komentar Rhiana karena interior ruangan ini benar-benar mewah.
Tidak ingin membuang waktu, Rhiana lalu membuka satu demi satu laci nakas maupun lemari untuk mencari cetak biru.
"Ketemu," Senang Rhiana dan membuka cetak biru yang cukup besar itu. Rhiana mengambil gambar cetak biru itu. Selanjutnya, dia menyimpan kembali ke tempatnya.
"Nona, sepertinya anda melewatkan sesuatu." Suara Gledy membuat Rhiana tertegun, disusul dengan keributan dan derap langkah kaki yang sepertinya menuju ke sini.
Rhiana bingung, apa yang dia lewatkan? Sepertinya dia tidak melewatkan apapun. Kenapa ketahuan? Benar-benar aneh!
Mencari ke segala arah, Rhiana akhirnya menemukan lubang di atap ruangan itu. Dengan tenang, dia mengambil kursi sebagai pijakan untuknya naik.
Sampai di lorong yang gelap, Rhiana menyalakan senter kecil sebagai penerangan. Gadis itu lalu merangkak dengan kedua lengannya. Sebelum itu, Rhiana membuka ponselnya untuk melihat cetak biru.
Ternyata ada kipas angin yang berputar kencang tidak jauh darinya. Dia harus bergegas sebelum orang-orang itu menyusulnya.
...
Rhiana kini menatap datar kipas angin yang berputar kencang di depannya. Dia juga bisa mendengar kemarahan orang-orang di bawahnya.
"Bantu aku mematikan listrik markas ini, Gledy." Pintah Rhiana datar.
"Oke."
Rhiana harus menunggu beberapa saat sebelum listrik padam. Dia kemudian mengatur waktu di jam tangannya. Dia harus cepat, karena ketika listrik padam, akan ada listrik otomatis yang akan menyala 5 menit setelah listrik padam.
Rhiana tersenyum tipis ketika lampu padam. Baru saja dia akan bergerak melewati kipas itu, terdengar suara orang-orang menyusulnya di belakang.
Menghembuskan nafas pelan, Rhiana mulai bergerak melewati kipas angin yang cukup besar itu. Karena lubang di antara kipas itu kecil dan tajam, Rhiana harus berhati-hati. Untung tubuhnya cukup untuk melewati lubang itu.
SREK!
Gesekan kain yang melekat di tubuhnya dengan pisau kipas berhasil merobek sedikit bajunya. Rhiana sedikit menghela nafas karena tubuhnya bagian pinggang hingga kepala sudah melewati kipas itu.
Hanya tersisa 2 menit lagi sebelum listrik menyala. Belum lagi, suara orang yang mengejarnya semakin dekat. Rhiana kembali merangkak maju.
SRET!
Bagian lututnya sobek karena pisau kipas angin itu. Waktunya tersisa 1 menit. Rhiana terus maju.
"Sial..." Umpat Rhiana karena lampu mulai menyala. Gadis itu lalu menoleh melihat lututnya yang masih terjebak di antara kipas itu.
KREK!
Kipas angin itu mulai bergerak perlahan-lahan.
Rhiana meringis karena pisau kipas sedikit merobek celananya hingga mengenai betisnya yang mulus.
Dengan cepat, Rhiana menarik kakinya tanpa peduli pisau kipas akan menggores kakinya.
"Huffttt... hampir saja," Rhiana menghelas nafas legah karena berhasil lepas. Kipas angin itu juga sudah berputar, disusul teriakan marah anggota organisasi bawah tanah yang menyusulnya tadi.
***
Seorang pria dengan tangan kanannya memegang kuas, sedangkan tangan kirinya memegang palet cat. Tatapan pria itu begitu tenang menatap lukisan di depannya yang belum selesai dia lukis.
Tok
Tok
Tok
"Maaf, Tuan! Ada yang ingin saya katakan," Bawahan pria itu berbicara setelah mengetuk pintu dan masuk.
Pria tenang itu tidak menoleh menatap bawahannya. Dia sibuk memainkan kuas di tangannya pada kanfas di depannya.
Bawahan pria itu yang tahu sifat tuannya mulai membuka map yang dia bawa. Dia akan menjelaskan maksud kedatangannya tanpa disuruh, karena sudah tahu pasti seperti apa tuannya ini. Tentu saja tuannya ini tidak suka banyak bicara, apalagi dia sedang serius dengan lukisannya.
"Kami sudah mencari gadis yang anda maksud, Tuan. Tapi sampai sekarang kami belum menemukan apapun. Kami sudah mencari dengan mengandalkan deskripsi anda tentang gadis itu, tapi kami juga belum menemukan apapun.
Tidak semua sekolah mempunyai peraturan pemeriksaan kesehatan bagi siswa baru. Hanya sekolah terkenal dan sekolah elit saja. Jadi, kami kesulitan menemukan gadis dengan tato di punggungnya, Tuan." Sebelum bawahan itu melanjutkan, tatapan tajam sang tuan membuatnya gugup.
"Saya akan memaksa sekolah-sekolah itu membuat peraturan baru tentang pemeriksaan kesehatan untuk setiap siswa." Hanya sekali tatap, bawahan itu sudah tahu apa yang tuannya inginkan.
Pria tenang itu kembali menatap ke arah lukisannya.
"Satu lagi, Tuan... Tuan Michael ingin anda pulang ke rumah tua karena Tuan besar akan berulang tahun dua hari lagi. Semua keluarga diharuskan datang. Dan juga... Tuan besar ingin semua cucunya datang dengan pasangannya."
"Siapkan hadiah untuk kakek!" Hanya beberapa kata, bawahan itu sudah tahu maksud sang Tuan.
"Bagaimana dengan pasangan, Tuan?" Pertanyaan itu dijawab dengan tatapan tajam sang tuan membuatnya harus bungkam.
"Saya pamit, Tuan."
Setelah kepergian bawahannya, pria itu meletakkan kuas dan palet di tangannya di lantai kemudian bersandar dan memijit pelipisnya pusing. Pria itu selalu pusing jika memikirkan ingatan masa lalunya yang masih samar-samar.
Entah kenapa dia sangat ingin bertemu dengan gadis itu. Gadis yang terlelap dengan tenang selama dia membuat tato di punggung gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Aumy Re
definisi cemburu adalah perasaan tidak suka ......
like sdh mendarat
masih nyicil baca
mampir jg di batas cakrawala
2022-03-17
0
TK
semangat yang baru
2022-02-10
0
Lenkzher Thea
10 bom like, plus favorit dan 5 rat, sukses ka
2022-02-08
1