Rhiana tidak takut dengan apa yang akan mereka lakukan padanya. Gadis berusia 15 tahun itu justru penasaran dengan pria yang masih tertidur di barisan paling belakang. Kelas begitu berisik, tetapi pria itu masih terlelap.
Rhiana kini menunduk dan menyeringai tanpa ada yang tahu.
"Hiks...hiks...hiks... kenapa kalian melakukan ini padaku?"
"Hahaha... anjing kita menangis, teman-teman." Jony tertawa senang.
[Hahaha...]
Semua siswa di dalam kelas ikut tertawa.
Rhiana masih tetap menangis, mengangkat kepalanya dan menatap gadis yang berdiri di depannya. Rhiana mengangkat satu tangannya ingin menggapai gadis itu.
SRET!
BRUK!
Sekali tarikan, gadis di depannya terjatuh, sedangkan Rhiana sudah berdiri dan dengan cepat berlari menghampiri pria yang tertidur di barisan paling belakang. Seisi kelas tadinya marah karena Rhiana berani membuat salah satu teman mereka jatuh, kini berubah syok karena tingkah Rhiana saat ini.
"Hiks... hiks... Tolong aku..." Rhiana dengan wajah tanpa dosa berusaha membangunkan pria yang tertidur itu.
Awalnya Rhiana hanya memanggil, tetapi dia baru sadar, ternyata pria itu menggunakan earphone. Pantas saja, dia tidak terganggu dengan kebisingan dalam kelas.
Rhiana tiba-tiba merasa ada yang aneh dan berbalik karena baru sadar, kelas menjadi hening. Apakah ada yang datang? Atau sesuatu akan terjadi?
Tidak mengambil pusing, Rhiana kembali membangunkan pria itu dengan menggoyangkan lengan pria itu sedikit kencang.
"Kamu tahu akibatnya, jika membangunkanku!" Suara berat pria itu terdengar.
"Dia cukup tampan. Tapi masih kalah tampan dari kedua kembaranku," Komentar Rhiana dalam hati, setelah pria itu bangun dan bersandar pada kursinya tetapi masih memejamkan matanya.
SRET!
Rhiana menarik salah satu earphone di telinga pria itu sehingga pria itu akhirnya membuka matanya dan menatap tajam Rhiana.
"Bi...bisakah, kamu membantuku? Mereka membullyku," Rhiana memasang wajah polos menyedihkan tanpa adanya rasa takut karena tatapan tajam pria itu. Rhiana tidak sadar, bahwa seisi kelas sedang ketakutan sekaligus menunggu pertunjukan bagus yang akan terjadi.
Pria bernametag Brilyan Scoth itu menatap tajam Jony meminta penjelasan.
"Be...begini, Bri. Kami sedang mengadakan orientasi untuk murid baru di kelas ini. Kamu seharusnya tahu itu. Kami janji tidak menganggumu. Jangan marah, Bri." Jony berusaha tenang menjelaskan pada Brilyan.
Seisi kelas sangat takut pada seorang Brilyan Scoth. Selain wajah datar dan tatapan tajam bak pisau itu, didukung oleh tato di tengkuknya, membuat aura pria itu semakin menyeramkan sehingga tidak ada yang berani mengusiknya. Belum lagi keluarga Scoth juga termasuk keluarga berpengaruh di Swiss.
Pernah sekali ada yang mengganggunya, siswa itu beserta keluarganya seketika pindah dari Swiss. Entah apa yang terjadi pada keluarga siswa itu.
Rhiana juga baru mendapat informasi tentang Brilyan dari Gledy.
"Jangan menggangguku!" Brilyan kembali memakai earphone dan bersiap tidur. Sayangnya, seorang Rhiana tidak akan membiarkan itu. Gadis itu dengan berani melepaskan sepasang earphone di masing-masing telinga Brilyan.
Baru saja Brilyan akan marah, wajah imut dan menggemaskan dengan mata berkaca-kaca seorang Rhiana sang ratu drama, membuat pipi pria itu tanpa sadar memerah.
Ini pertama kalinya dia merasakan getaran aneh di hatinya. Selama 17 tahun hidupnya, ini pertama kalinya dia merasa getaran aneh ini pada seorang gadis. Anehnya, gadis ini hanya gadis biasa saja. Tidak ada pesona apapun pada gadis cupu ini.
"Uhuk... berhenti mengganggunya," Brilyan berbicara dengan datar setelah terbatuk ringan menyadarkan dirinya sendiri.
Seisi kelas syok. Bukankah pria dingin ini selalu acuh dengan keadaan sekitar? Kebiasaannya hanya tidur dan tidur. Jika ada yang mengganggu tidurnya, terima risikonya. Tapi hari ini, pria dingin ini membela seorang gadis beasiswa? Jelek pula. Benar-benar keajaiban!
"Bri... kenapa kamu membela gadis cupu ini? Bukankah sudah menjadi tradisi kelas ini untuk melakukan orientasi?" Jony tidak habis pikir dengan tingkah Brilyan hari ini. Ilmu apa yang gadis cupu ini pakai sehingga Brilyan membelanya?
"Berani mengganggunya, kalian berurusan denganku!" Brilyan kembali membuka suara emasnya.
Tidak ada yang bisa membantah pria itu. Rhiana hanya menaikan sebelah alisnya bingung sendiri. Dia tidak menyangka, aktingnya menjadi gadis polos yang imut dan menggemaskan masih ampuh dengan penampilan cupunya.
"Duduk di sampingku. Lihat aku tidur! Tunggu aku sampai bangun. Jangan mencoba lari dariku!" Brilyan memberi perintah kemudian membaringkan kepalanya pada meja dengan beralaskan lengannya. Posisi wajah pria itu menghadap ke sisi Rhiana yang masih berdiri.
"Aku tidak pernah mengulang perkataanku dua kali!" Brilyan mengatakan itu karena Rhiana masih berdiri di sampingnya.
"Mendapat satu pendukung di hari pertama, ternyata tidak buruk." Monolog Rhiana dalam hati. Rhiana kemudian menarik salah satu kursi dan duduk di sisi Brilyan.
"Berhenti menatap ke arah lain! Kamu hanya perlu menatapku!"
Rhiana mengalihkan pandangannya dari keadaan diluar jendela. Gadis itu menopang pipinya dengan tangan kanannya dan terpaksa menuruti permintaan pria ini. Hitung-hitung sebagai balas budi, karena pria ini sudah menolongnya.
Semua siswa dalam kelas hanya melongo dan tidak berani berkomentar. Mereka hanya bisa menahan rasa iri pada Rhiana karena berhasil menarik perhatian Brilyan.
5 menit berlalu.
Rhiana yang tahu Brilyan sudah terlelap, segera berdiri dan bersiap keluar. Dia harus melihat keadaan Yeandre.
"Kamu tidak diizinkan keluar dari sini, gadis cupu." Jony menahan Rhiana yang sudah sampai didekat pintu.
"Tapi, aku..."
"Kembali ke tempatmu! Jangan mencoba keluar dari kelas ini." Jony mengancam Rhiana yang masih santai dengan aktingnya.
Jony harus menahan Rhiana di sini. Semua demi kebaikannya dan seisi kelas ini. Jika mereka membiarkan gadis yang menarik perhatian pria dingin itu pergi, maka tamat riwayat mereka.
Rhiana yang merasa tidak ada lagi yang menarik untuk saat ini, harus bergegas pergi. Dia baru saja menerima laporan, bahwa Yeandre sudah meninggalkan gedung ini. Belum lagi, kakak sahabatnya itu sepertinya diikuti.
Ponsel Rhiana tiba-tiba berdering. Gadis itu lalu mengangkatnya. Wajahnya kemudian berubah panik selama panggilan berlangsung. Air matanya sudah menetes.
"Ibuku masuk rumah sakit. Bisakah aku pergi?" Rhiana memasang wajah sedih dengan bantuan air mata palsunya.
Jony yang tidak ingin dibantai oleh Brilyan jika terjadi sesuatu pada ibu gadis ini akhirnya membiarkan Rhiana pergi. Padahal itu hanya panggilan yang dibuat oleh salah satu pengawal bayangan yang sudah menjadi kepercayaan Rhiana.
Rhiana mengucapkan terima kasih beberapa kali dengan wajah polos dan dengan cepat keluar.
Jony yang ingin ke kantin mengerutkan kening karena tidak melihat Rhiana lagi di luar. Padahal setahunya, gadis itu baru saja keluar beberapa detik lalu setelah dia. Nyatanya, gadis itu sudah menghilang. Jelas Rhiana tidak akan terlihat lagi, karena gerakan gadis itu begitu cepat.
***
Rhiana kini berada di atap gedung khusus siswa dengan poin kurang dari 20. Gadis itu sedang melihat situasi di sekitar. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan pihak lain dengan mengikuti Yeandre secara diam-diam.
Rhiana menyipitkan matanya karena melihat pihak lain yang mengikuti Yeandre mengambil sesuatu dibalik punggungnya. Ternyata sebuah pistol. Rhiana juga ikut mengambil pistol miliknya yang tersimpan di sisi pahanya yang tertutup rok seragam.
Rhiana tanpa menunggu pihak lain bergerak, gadis itu sudah menembak lebih dulu. Tenang saja. Itu hanya peluru jarum bius. Rhiana masih membutuhkan penguntit itu untuk beberapa informasi.
Setelah pihak lain pingsan, Rhiana kembali menyimpan pistolnya dan memperhatikan gerak-gerik Yeandre yang termenung di salah satu bangku panjang di bawah pohon.
"Haruskah aku mendekatinya, atau menjaganya dari jauh?" Gumam Rhiana pada dirinya sendiri.
Rhiana kini mengingat pesan sahabatnya untuk menjadi pasangan Yeandre. Bukankah, itu berarti dia harus menjadi dekat dengannya? Rhiana sebenarnya malas menjalin hubungan. Lebih tepatnya gadis berusia 15 tahun itu tidak tahu harus apa jika menjalin hubungan dengan seseorang. Meski dia sudah membaca beberapa novel romantis, tapi ketika dihadapkan dengan kenyataan, tentu saja itu tidak sama.
Rhiana yang sibuk mengawasi Yeandre, tidak tahu apa yang akan dilakukan Brilyan padanya karena meninggalkan pria itu tidur.
...
Kelas Brilyan.
Pria dengan garis darah bangsawan itu mengerjapkan matanya ketika merasakan tidurnya cukup untuk hari ini. Berharap ketika bangun, dia masih melihat gadis cupu itu, ternyata tidak ada.
"Beraninya meninggalkanku? Lihat saja!" Gumam Brilyan dalam hati lalu menatap tajam penghuni kelas yang tadinya ribut, kini mendadak diam.
Mereka diam karena tatapan tajam milik Brilyan membuat mereka tidak berkutik. Aura mendominasi seorang pewaris keluarga Scoth benar-benar tidak bisa dilawan.
"Seharusnya kamu tahu dimana kesalahanmu," Suara datar Brilyan membuat Jony menelan ludahnya takut.
"Aku sudah menahannya. Tapi..."
"Aku tidak suka basa-basi!"
"Ibunya masuk rumah sakit, jadi..."
"Rumah sakit mana?" Brilyan memotong dengan cepat setelah berdiri dan merangkul tasnya di bahu.
"Aku tidak tahu. Gadis cupu itu..."
"Dia punya nama!" Lagi-lagi Brilyan memotong perkataan Jony.
"Maksudku, Rhiana pergi dengan menangis dan tidak memberitahuku di rumah sakit mana ibunya dirawat."
Brilyan tanpa mengatakan apapun, segera pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
juliya
💖💖💖💖👍
2022-09-07
1
Realpcy_Cyl
semangat
2022-02-17
2
Machan
semangat rhiana
2022-01-25
1