"Tidakkah kamu ingin mengundangku masuk?"
"Huh?"
"Apa-apaan pria ini. Bukankah dia pria yang dingin? Kenapa sifatnya seperti ini?" Rhiana berdecak kesal dalam hati.
Setahunya, pria dingin di depannya ini tidak suka banyak bicara, tidak suka terlalu dekat dengan orang lain. Ingin masuk ke rumah orang? Ini sangat aneh.
"Kamu tidak merasa jijik masuk ke rumah kumuh kami?" Rhiana menunduk dan berbicara dengan pelan.
"Tidak!"
"Eum... baiklah. Masuk, dan biarkan aku perkenalkan dengan ibuku." Rhiana terpaksa harus bersabar.
Brilyan mengangguk dan masuk kedalam.
Rhiana masuk dengan wajah cemberut. Padahal dia ingin beristirahat lebih awal, tapi pria dingin ini membuatnya kesal.
"Aku pulang...!" Rhiana membuka suara setelah membuka pintu.
"Duduklah! Aku akan melihat ibuku sebentar,"
Brilyan dengan patuh duduk di sofa ruang tamu. Rhiana sudah masuk ke kamar untuk melihat Bibi Ratih yang berperan menjadi ibunya. Dia juga mengganti pakaiannya.
"Ibu sedang beristirahat. Mungkin lain kali aku perkenalkan padanya," Rhiana membuka suara setelah kembali ke ruang tamu dan mendapati Brilyan sedang menatap interior ruang tamu kediaman sederhana miliknya.
"Hmm."
"Mau minum sesuatu? Akan aku buatkan," Rhiana menghembuskan nafas pelan dan berusaha bersabar melayani pria dingin ini.
"Tidak! Aku ingin makan masakanmu,"
"Bukahkah kamu terlalu menuntut? Ditawar minum, minta makan. Ck..." Jelas sekali kalimat itu hanya diutarakan dalam hati.
"Hanya ada mie instan. Kamu yakin, ingin makan itu?" Rhiana sengaja berbohong agar pria itu tidak berlama-lama di sini. Mana mungkin orang kaya seperti pria ini makan mie instan? Pasti tidak mungkin.
"Tidak masalah," Jawaban Brilyan sangat santai membuat Rhiana semakin kesal.
"Huftt... untung aku orang yang sabar seperti mommy,"
"Baiklah. Tunggu sebentar!" Rhiana melenggang pergi ke dapur untuk memasak mie instan.
Hanya beberapa menit, Rhiana muncul dengan dua mangkuk mie.
"Aku harap perutmu baik-baik saja karena memakan mie instan."
"Hm."
Keduanya lalu menikmati mie instan buatan Rhiana.
Brilyan untuk pertama kalinya memakan mie instan, tertegun. Ternyata makanan jenis ini sangat enak. Sepertinya dia akan meminta para pelayan membuatkan untuknya nanti.
"Terima kasih," Brilyan berbicara dengan datar setelah isi mangkuknya habis.
"Sama-sama."
***
Sudah pukul 7 malam, dan Brilyan sama sekali belum beranjak pergi. Rhiana tidak tahu apa yang pria ini inginkan dengan berlama-lama di rumah sederhananya. Padahal mereka sudah pulang sekolah sejak pukul 3 sore.
Brilyan tidak ingin pulang meski sudah Rhiana paksa. Pria itu bahkan keluar sebentar hanya untuk membeli minuman dan cemilan kemudian kembali, membuat Rhiana ingin sekali mendepaknya. Untung saja dia sedang menyamar. Jika tidak, entahlah apa yang akan terjadi. Rhiana tiba-tiba menyesal karena masuk ke kelas khusus itu dan bertemu dengan pria dingin ini.
"Bagaimana keadaan bibi?" Brilyan bertanya di saat keduanya duduk di teras rumah.
"Ibu baik-baik saja. Paman membawa beberapa obat untuk ibu sebelum kita datang," Brilyan hanya mengangguk pelan.
"Rawat bibi di sana," Brilyan menyodorkan sebuah kartu akses masuk rumah sakit ternama di Swiss.
"Hm... aku tidak bisa menebak seperti apa jalan pikiran pria ini," Gumam Rhiana dalam hati.
"Tidak perlu. Ibu akan marah padaku, karena menerima bantuan dari orang lain dengan cuma-cuma. Lagipula penyakit ibu tidak parah. Aku masih bisa mencari pekerjaan paruh waktu untuk biaya berobat ibu. Untuk sementara, ibu hanya perlu banyak istirahat." Rhiana berbicara dengan pelan. Jangan lupakan senyum lembutnya. Tapi dalam hati berdecak kesal pada Brilyan.
Brilyan hanya diam. Sedari sore hingga sekarang, apapun yang dia tawarkan, gadis cupu ini selalu menolak. Brilyan tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Pria dingin ini tidak pernah peduli dengan orang lain seperti ini. Hanya untuk gadis cupu ini, dia menjadi peduli padanya.
"Anu... sebaiknya kamu pulang," Rhiana kembali menyuruh Brilyan pulang.
Jujur saja, Rhiana sudah lelah duduk diam sedari tadi. Bayangkan saja, mereka pulang sekolah pukul 3 sore. Keduanya lalu makan mie instan yang dia masak. Setelah itu, keduanya duduk diam di ruang tamu. Brilyan hanya bertanya seperlunya saja. Sisanya, pria itu ke minimarket membeli beberapa cemilan dan kembali.
Selanjutnya, mereka kembali diam di ruang tamu. Brilyan hanya memainkan ponselnya, begitu juga dengan Rhiana. Sampai pukul 7 malam, keduanya sudah berpindah dari ruang tamu ke teras rumah. Sesekali Rhiana akan masuk ke kamar untuk melihat Bibi Ratih yang masih stay dengan akting sakitnya.
"Kamu mengusirku?" Brilyan menjawab dengan datar.
"Bukan begitu. Hanya saja, ini sudah malam. Kamu sudah lama di sini. Tidakkah keluargamu khawatir?"
"Tidak." Brilyan menjawab dengan cepat.
"Hais... pria ini benar-benar minta didepak," Gerutu Rhiana dalam hati.
"Lagipula tidak ada taxi di sini," Brilyan memberitahu dengan datar. Tapi, jika diperhatikan dengan teliti, ada seringai sangat tipis terlihat di bibirnya.
"Kalau begitu, pulang saja dengan motorku. Aku bisa naik bus besok."
"Banmu pecah!"
"Huh!!! Sejak kapan?" Tanya Rhiana heran. Bukankah tadi motornya baik-baik saja?
"Setelah pulang dari minimarket. Ban motormu pecah di depan rumahmu."
"Ini pasti ulahmu. Kamu pikir aku tidak punya cara mengusirmu dari sini?" Gumam Rhiana dalam hati, dan mulai mengetik sesuatu di ponselnya diam-diam.
Tidak lama kemudian sebuah taxi lewat, membuat Rhiana menyeringai sedangkan Brilyan menyipitkan matanya. Bukankah orang suruhannya sudah menghentikan taxi yang masuk ke kawasan ini? Kenapa tiba-tiba ada taxi? Padahal Brilyan berencana menginap di sini, tapi ternyata gagal.
"Taxiii...!" Teriakan bersemangat Rhiana membuat Brilyan memasang ekspresi datar.
"Anu... ini taxi terakhir. Kamu bisa pulang dengan ini," Rhiana berbicara dengan gugup. Dia harus berakting takut karena atmosfer di sekitar Brilyan benar-benar sangat menyesakkan siapapun yang ada didekat pria itu.
Brilyan hanya memasang wajah datar dan merangkul tasnya di bahu lalu menuju taxi. Pria itu tanpa mengatakan apapun, segera masuk ke dalam mobil. Dia hanya menatap tajam Rhiana yang juga menatapnya dengan senyum lembut.
"Hati-hati bawa mobilnya, Pak." Rhiana memberitahu sang sopir dengan semangat. Jangan lupakan lambaian tangan selamat tinggal membuat aura di dalam mobil tiba-tiba menjadi dingin.
Pria paru baya yang mengendarai mobil menelan ludahnya takut. Ini pertama kalinya dia menerima penumpang dengan atmosfer seperti ini.
Melihat kepergian taxi yang membawa pria dingin itu menjauh, wajah sumringan Rhiana seketika berubah menjadi datar. Akhirnya aktingnya menjadi gadis polos dan penakut berakhir untuk hari ini.
"Hahhhh... Aku sangat ingin makan masakan mommy. Jam berapa sekarang?" Rhiana bergumam setelah merenggangkan otot tubuhnya yang kaku karena duduk terlalu lama.
Rhiana bergegas masuk ke dalam rumah. Tujuan pertamanya adalah kamar ibunya. Alias Bibi Ratih.
Baru saja Rhiana akan masuk ke kamar, ponselnya berdering. Membaca nama penelpon, Rhiana menjawab dengan cepat.
"Awasi dia! Aku akan ke sana," Rhiana memijit pelipisnya pusing. Baru saja dia akan beristirahat, panggilan ini membuatnya harus bergegas pergi. Sebelum itu, Rhiana harus mengganti pakaiannya dulu.
...
"Kenapa orang-orang itu mengincarnya? Ini benar-benar aneh," Rhiana bergumam dalam hati selama perjalanan.
Rhiana saat ini sedang mengendarai motor sport milik mommynya. Rihan, sang mommy memang sejak dulu suka sekali mengoleksi kendaraan modifikasi roda empat maupun roda dua, sehingga ketika kehadiran ketiga anaknya, Rihan mengizinkan Dalfa, Dalfi dan Rhiana untuk menggunakan semua koleksinya jika mereka mau.
Telepon beberapa saat lalu, adalah telepon dari orang kepercayaan Rhiana yang memberitahukan bahwa Yeandre saat ini sedang di luar untuk makan malam bersama dua sahabatnya. Yang membuat Rhiana harus bergegas ke sana, adalah karena Yeandre sedang diikuti.
Rhiana awalnya berpikir, tugasnya menjaga Yeandre akan mudah. Nyatanya, tugas ini bukan tugas biasa. Ada orang yang ingin membunuh kakak sahabatnya ini. Rhiana kini yakin, sahabatnya pasti memberi tugas padanya bukan tanpa alasan.
Awalnya Yendre diikuti di sekolah. Pihak musuh bahkan menyiapkan 4 orang untuk serangan jarak dekat, dan 3 penembak jitu untuk serangan jarak jauh. Setelah pihak musuh ditangkap di lingkungan sekolah, mereka kembali mengirim orang untuk mengintai lagi. Bukankah itu berarti Yeandre adalah objek yang berbahaya bagi pihak musuh yang harus dimusnahkan?
Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini. Tapi apa? Bukankah Lycoris tidak pernah bertemu dengan kakaknya Yeandre? Kalau begitu alasan apa yang membuat almarhum sahabatnya itu ingin dia menjaga kakak laki-lakinya? Rhiana terus berpikir tapi belum menemukan jawabannya.
"Lycoris pasti menyembunyikan sesuatu dariku," Gumam Rhiana lalu mempercepat laju motornya.
***
Rhiana memarkirkan motornya di salah satu restaurant bintang lima tempat Yeandre dan dua sahabatnya makan malam.
Rhiana malam ini memakai celana jeans panjang, baju kaos putih dilapisi dengan kemeja kotak-kotak senada dengan kaosnya. Kali ini Rhiana tidak menyamar. Rhiana akan menyamar jika pergi ke sekolah atau dalam keadaan tertentu saja. Di luar sekolah Rhiana akan menjadi nona muda Veenick.
Setelah mendapatkan tempat duduk dipojok restaurant, seorang pelayan menghampirinya dengan memberikan buku menu. Rhiana mengangguk dan mulai memesan. Pelayan wanita itu ikut mengangguk dan kembali untuk menyiapkan pesanan Rhiana.
Setelah melihat pelayan itu pergi, Rhiana lalu membaca pesan masuk di ponselnya. Gadis itu kemudian menatap ke sisi pojok lain restaurant, dimana seorang pria dengan jas kulit sedang menyesap minumannya sambil terus menatap meja tempat Yeandre berada. Sesekali pria itu terlihat berbicara sambil menyentuh telinganya. Jelas sekali pria itu sedang melapor dengan earpice yang terpasang di telinganya.
Bukan hanya sisi pojok itu yang Rhiana lihat. Rhiana menoleh lagi ke bagian luar restaurant untuk melihat dua pria lain yang sesekali berbicara, tapi fokus mereka tetap pada Yeandre.
Rhiana berpikir hanya ada tiga orang yang mengawasi. Sayangnya, setelah diperhatikan dengan saksama, Rhiana menyeringai karena melihat seorang wanita dengan pakaian sedikit terbuka mulai berjalan ke arah meja Yeandre dan teman-temannya.
Rhiana menggeleng kepalanya setelah melihat wanita dengan pakaian sedikit terbuka itu berhasil membuat baju Yeandre basah karena tumpahan minumannya. Wanita itu lalu meminta maaf berulang kali, dan meminta Yeandre ikut dengannya untuk membersihkan bajunya di toilet restaurant.
Yeandre yang Rhiana sebut bodoh itu justru ikut dengan santai tanpa memikirkan resiko apapun.
Rhiana menunggu sebentar, kemudian ikut menyusul ke arah yang sama dengan Yeandre dan wanita itu.
...
Rhiana kini bersandar di pintu masuk toilet. Rhiana hanya memasang telinga mendengar percakapan singkat Yeandre dengan wanita itu. Percakapan mereka tidak jauh dari permintaan maaf dan sedikit basa-basi.
Sedikit menunggu, Rhiana menyeringai karena mulai menebak apa yang terjadi di dalam sana. Gadis itu melipat tangannya di dada dan memejamkan matanya dan menunggu.
SRET!
BUGH!
Sekali tarikan dan sekali pukulan melayang, wanita yang membawa Yeandre yang sepertinya pingsan, jatuh dan melepas rangkulannya pada Yeandre.
"Siapa kamu?" Tanya wanita itu dengan emosi pada Rhiana.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu, siapa kamu? Beraninya membuat pacarku seperti ini? Mau aku lapor ke polisi?" Nada suara Rhiana terdengar santai, tapi itu berhasil membuat wanita itu takut.
"Pria ini tidak punya pacar! Jangan mencoba menipuku. Kembalikan dia padaku sekarang!" Wanita itu sudah berdiri dan menatap marah Rhiana yang masih setia menahan Yeandre yang pingsan. Wanita itu berusaha memasang wajah mengintimidasi pada Rhiana.
"Coba saja!" Rhiana menjawab dengan santai.
Plak
Bugh!
Bugh!
Bruk
Wanita itu kini terjatuh dengan memegangi perutnya akibat tendangan Rhiana tadi. Bukan hanya itu. Bibirnya juga berdarah karena satu tamparan manis dari Rhiana.
"Perkuatkan fisikmu sebelum menghadapiku!" Setelah mengatakan itu, Rhiana lalu merangkul Yeandre dan pergi dari sana. Dia tidak lagi memusingkan wanita itu yang kesakitan.
Rhiana keluar dan memesan taxi untuk mengantar Yeandre pulang. Sebelum itu, Rhiana mengirim pesan menggunakan ponsel Yeandre bahwa dia pamit pulang lebih dulu pada dua sahabatnya, Sony dan Annalisha.
Motor Rhiana akan dibawa nanti oleh pengawal bayangan.
...
Taxi baru saja meninggalkan restaurant sekitar 100 meter, tapi sudah ada dua mobil yang ikut dari belakang. Sepertinya wanita tadi sudah memberitahu teman-temannya.
Rhiana berdecak kesal lalu menoleh ke samping untuk melihat Yeandre yang masih terlelap di bahunya. Rhiana menyentuh denyut nadi pria itu dan mendapati obat bius dosis standar diberikan pada Yeandre.
Brak!
Baru saja Rhiana akan memposisikan tubuh Yeandre dengan baik, benturan antara mobil yang mengikuti mereka dan Taxi, cukup kuat membuat dahi Rhiana hampir saja membentur kursi penumpang.
"Ck... malam ini benar-benar menyusahkan," Gumam Rhiana sambil menatap mobil di belakang mereka.
"Pak, bisakah kita berganti posisi? Biarkan orang-orang itu saya yang urus. Anda tenang saja! Mobil ini akan tetap aman. Jika ada kerusakan, saya yang akan mengganti semuanya. saya juga akan membayar lebih untuk anda, Pak."
"Tapi..."
"Serahkan semuanya pada saya, Pak. Tidak perlu lapor polisi. Anda hanya perlu menjaga teman saya ini. Mau, ya, Pak?" Rhiana segera memotong perkataan sang sopir yang terlihat panik karena diikuti.
"Baik."
Rhiana dengan gerakan cepat mengambil alih setir mobil. Gadis itu juga menambah kecepatan mobil. Jadilah aksi kejar-kejaran antara satu taxi dan dua mobil sedan hitam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Ilan Irliana
Yeandra itu bnr2 polos trnyta..
2023-08-17
0
Risma Farna
lah kalian sama2 org berpengaruh... mana bisa tuh si Rhiana dikadalin...
2023-05-16
0
AymindU
Zonk dah😅 sabar ya Brilyan🤭 masih ada hari esok😅
2023-05-07
0