Karena kemenangannya, Rhiana menjadi idola para pria di sana. Mereka bahkan berebutan untuk meminta nomor ponselnya hingga akun media sosialnya. Sayangnya, Rhiana menolak mereka dengan halus. Jangan lupakan senyum lembut gadis polos miliknya membuat para pria di sana menggila. Tapi dalam hati, Rhiana tidak suka dipuja. Inilah alasan dia mengubah penampilannya.
Rhiana menengok ke sana kemari mencari Yeandre dan sopir taxi paru baya itu. Rhiana mengerutkan kening karena para penonton menutup jalannya.
"Dimana orang yang bersamaku tadi?" Rhiana bertanya pada pria berbadan besar yang merupakan pemimpin balapan liar ini.
"Oh... mereka di sini. Temanmu yang pingsan itu tidak dibawa ke rumah sakit?" Pemimpin balapan liar itu bertanya.
"Temanku tidak apa-apa. Tapi, siapa nama anda, Paman?" Rhiana bertanya lalu tersenyum tipis.
"Baru kali ini aku bertemu anak muda yang begitu sopan. Kamu bisa memanggilku paman Dani. Ini kartu nama paman. Kalau butuh apa-apa, hubungi saja, jangan sungkan." Rhiana mengangguk dan tersenyum tipis menerima kartu nama Paman Dani. Bagus juga membangun relasi dengan pria 30-an ini.
Dua orang datang bersama sopir paru baya itu. Yeandre tidak ikut karena masih beristirahat.
"Ini kunci kendaraan yang kamu pilih," Paman Dani memberikan sebuah kotak yang isinya kunci mobil dan motor yang Rhiana pilih tadi.
Rhiana menerima dengan senang hati. Gadis itu lalu menatap sopir taxi itu.
"Semua ini milik paman," Rhiana menyerahkan kotak hitam itu pada sang sopir taxi.
Rhiana tadinya ingin menerima semua hadiah dari para penonton dan akan dia berikan semuanya pada sopir taxi itu. Tapi setelah dipikir-pikir, Rhiana tidak ingin hal buruk terjadi pada keluarga sopir taxi itu karena hadiah balapan darinya. Jadi, Rhiana hanya mengambil beberapa saja untuk diberikan.
"Anu... nona, ini terlalu..." Sopir taxi itu berbicara dengan tangan gemetar. Dia tidak menyangka akan menerima hal seperti ini. Sejak dulu sopir paru baya itu ingin memiliki kendaraan sendiri, tapi tentu saja semua itu butuh biaya. Kini pria paru baya itu merasa bersalah karena sejak awal meragukan Rhiana.
"Sesuai janjiku, Paman. Jadi, terima saja! Aku sendiri tidak membutuhkannya," Rhiana tersenyum lembut menatap wajah berkeringat sopir taxi ini.
Semua orang tercengang. Siapa gadis kecil ini? Bagaimana bisa dia sudah bersusah paya mengikuti balapan, tapi hadiahnya diberikan pada orang lain dengan cuma-cuma. Bukankah itu berarti gadis kecil ini anak orang kaya? Mereka kini iri pada sopir taxi itu.
Setelah diperhatikan dengan teliti, dugaan mereka ternyata benar. Fashion gadis kecil ini meski terlihat sederhana, tapi harga dan kualitasnya benar-benar tidak sederhana. Mereka semakin iri pada gadis kecil ini. Selain visualnya yang sempurna, dia juga ternyata anak orang kaya.
Tidak mempedulikan keadaan sekitar, Rhiana menatap paman Dani bertanya dimana Yeandre berada. Paman Dani lalu mengantar Rhiana ke sana. Sampai di salah satu ruangan tempat Yeandre beristirahat, Rhiana menatap jam tangannya.
Rhiana mengangguk karena masih ada waktu sebelum kakak sahabatnya ini bangun. Rhiana tidak ingin Yeandre melihat wajah aslinya. Dia hanya ingin melindungi Yeandre tanpa pria itu tahu.
Sedikit basa-basi, Rhiana lalu meminta bantuan paman Dani untuk membantu membawa Yeandre ke dalam mobil. Rhiana juga meminta bantuan paman Dani untuk mengantar pulang sopir taxi itu bersama kendaraan hadiah balapan.
Rhiana harus meminta bantuan paman Dani lagi, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada sopir paru baya itu.
Rhiana kali ini pulang menggunakan salah satu mobil yang diberikan paman Dani. Itu sebenarnya mobil hadiah tadi. Rhiana melupakan hal ini. Bisa-bisanya dia lupa akan pulang dengan kendaraan apa.
Setelah kepergian Rhiana, kerumunan masih saja meledak karena kecantikan dan aksi Rhiana selama balapan. Mereka kali ini menemukan idola baru.
Tanpa Rhiana sadari, Hann ada di sana sejak awal. Pria itu memperhatikan Rhiana dengan saksama. Meski awalnya Hann ragu bahwa gadis misterius di sekolahnya dan gadis kecil yang mengikuti balapan malam ini adalah orang yang sama, tapi setelah diperhatikan dengan teliti, Hann menemukan kesamaan keduanya.
Gadis misterius di sekolahnya dan gadis kecil ini adalah orang yang sama. Postur tubuhnya, warna rambut, cara mengingat rambut, dan mata mereka sama. Kedua gadis itu juga menjaga orang yang sama.
"Aku tidak menyangka ada gadis secantik itu di sekolah. Hm... aku tidak sabar ingin bertemu denganmu besok di sekolah, gadis kecil." Gumam Hann dan tersenyum tipis.
Hann tidak tahu saja, bahwa dia tidak akan bisa menemukan gadis kecil yang dia maksud di sekolah, karena gadis kecil itu akan menyamar jika di lingkungan sekolah.
***
Rhiana baru saja keluar dari pintu rumahnya dengan sedikit menguap. Dia akan berangkat ke sekolah. Tidak lupa membenarkan kaca mata bulatnya, Rhiana dengan santai menuju motor meticnya.
Sampai di motor meticnya, Rhiana cemberut karena baru sadar, ban motornya pecah karena ulah seorang Brilyan.
"Sudahlah. Masih ada waktu untuk naik bus," Gumam Rhiana dan berbalik bersiap keluar pagar.
Tin
Tin
Rhiana berkedip beberapa kali dan terdiam di tempatnya. Gadis itu menatap dengan kening berkerut kemunculan Brilyan dengan motor sportnya.
"Naik!"
"Aku bisa naik bus," Rhiana menolak dengan lembut.
"Aku bilang, Naik!" Nada suara Brilyan terdengar dingin membuat Rhiana mencibir dalam hati.
"Aku paling tidak suka dengan orang seperti ini," Kesal Rhiana dalam hati.
Rhiana menghembuskan nafas pelan kemudian terpaksa naik dan duduk di belakang Brilyan. Setelah duduk, Rhiana berpikir sejenak. Jika dia pergi ke sekolah bersama pria ini, pasti banyak lebah betina yang membencinya karena berhasil menarik perhatian pria tampan ini.
"Hm... bagus juga jika ada yang mencari keributan denganku," Gumam Rhiana
"Pegangan!" Brilyan menginstruksi dengan datar.
Rhiana tersadar karena suara Brilyan. Rhiana lalu memegang kedua ujung seragam bagian pinggang Brilyan. Tingkah Rhiana membuat Brilyan berdecak kesal, tapi membiarkan saja dan mengemudikan motor pergi dari sana.
...
Sampai di sekolah, Rhiana dan Brilyan menjadi pusat perhatian.
Meski Brilyan ada di kelas khusus, tapi pria itu cukup populer karena ketampanannya. Selain itu, Brilyan juga termasuk keluarga berpengaruh di Swiss.
Brilyan masuk ke kelas khusus karena sudah beberapa kali melanggar peraturan sehingga poinnya dikurangi dan berakhir di kelas khusus. Tentu saja peraturan yang dia langgar adalah tidur di dalam kelas, memukul siswa lain yang sedikit saja mengganggunya, dan insiden lainnya.
"Berhenti di sini!" Rhiana menepuk pelan bahu Brilyan memintanya berhenti.
"Ada apa?" Brilyan bertanya setelah menghentikan laju motornya dan menoleh pada Rhiana.
"Sebenarnya... ak... aku bukan siswa di kelas khusus. Itu hanya kesalahpahaman," Rhiana mengusap tengkuknya yang tidak gatal berpura-pura gugup. Dalam penampilan cupu, Rhiana harus berakting menjadi gadis polos penakut.
Awalnya Rhiana masuk ke kelas khusus karena penasaran dengan Brilyan, si pemilik tato di tengkuknya. Tapi, setelah mengenal pria ini, Rhiana tidak suka padanya. Jadi, tidak perlu lagi berada di kelas khusus itu.
"Turun!" Brilyan memerintah dengan datar. Melihat ekspresinya, Rhiana menebak suasana hari pria itu sedang tidak bagus. Rhiana dengan patuh turun.
"Heh?" Rhiana tercengang karena Brilyan berlalu pergi meninggalkannya tanpa mengatakan apapun. Apa pria itu marah? Tapi marah karena apa? Entahlah. Rhiana malas berpikir. Sebaiknya dia masuk ke kelas.
***
Sudah satu jam pelajaran berlangsung. Rhiana hanya acuh dengan guru yang mengajar. Gadis itu menatap ke depan, tapi pikirannya tentu saja di tempat lain. Rhiana bosan karena tidak ada hal menarik hari ini.
"Apa sebaiknya kita buat keributan, ya." Rhiana bergumam dalam hati setelah mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
Baru saja Rhiana akan mengirim pesan pada seseorang, pintu kelas tiba-tiba diketuk. Semua orang mengalihkan perhatian pada seorang guru yang merupakan wali kelas mereka dan seorang siswa yang mengekor di belakang. Wali kelas Rhiana lalu menatap guru yang mengajar dan memberitahukan maksud kedatangannya.
"Pria ini... bukankah tadi dia marah?" Monolog Rhiana dalam hati sambil menatap siswa yang datang bersama wali kelas mereka.
"Kalian pasti sudah mengenalnya! Semester lalu dia dipindahkan ke kelas khusus karena melanggar peraturan sekolah. Semester ini poinnya sudah cukup untuk kembali ke kelas normal. Tapi, dia tidak lagi kembali ke kelasnya sebelumnya. Dia kali ini dipindahkan ke kelas ini untuk menghindari hal yang tidak diinginkan." Pria berusia akhir 30-an yang biasa dipanggil Pak Lenox itu berbicara memperkenalkan Brilyan pada murid-muridnya.
Rhiana mengerutkan kening bingung. Cepat sekali pria itu pindah ke sini. Biasanya siswa dari kelas khusus akan pindah ke kelas normal setelah awal semester baru. Tapi ini... mereka baru saja selesai melaksanakan ujian tengah semester, kenapa pria ini sudah pindah kemari?
Setelah dipikir lagi, Rhiana tiba-tiba menyeringai karena menyadari sesuatu. Bagaimana bisa dia lupa jika pria dingin ini adalah anak keluarga berpengaruh? Tentu saja sangat mudah pindah karena koneksi.
Sebelumnya, Brilyan hanya mengikuti aturan sekolah dan pindah ke kelas khusus. Tapi kali ini, entah alasan apa pria dingin ini menggunakan koneksinya dan pindah ke kelas normal.
"Maaf, Pak! Boleh saya bertanya?" Rhiana dengan akting gugup berbicara setelah mengangkat tangan kanannya.
"Silahkan!"
"Setahu saya, siswa dari kelas khusus diperbolehkan pindah ke kelas normal setelah ujian akhir semester atau awal semester baru. Tapi ini..." Pertanyaan Rhiana berhasil mengundang tatapan tajam Brilyan padanya. Sayangnya, Rhiana berpura-pura tidak tahu dengan situasi. Jangan lupa, jika Rhiana suka sekali membuat orang lain kesal.
Ada beberapa murid yang mengangguk setuju, ada yang menatap jijik pada Rhiana, ada juga yang menatap kesal. Terutama para siswi. Tentu saja mereka sangat senang melihat kemunculan salah satu pria populer di kelas mereka.
"Memang benar seperti itu! Tapi, kepala sekolah beberapa saat lalu mengeluarkan peraturan baru. Siswa dari kelas khusus boleh pindah ke kelas normal kapan saja jika poinnya mencukupi," Tentu saja pertanyaan Rhiana sama persis dengan pertanyaan Pak Lenox sendiri di ruang kepala sekolah tadi.
Rhiana mengangguk mengerti. Rhiana tidak menyadari bahwa hampir semua siswa kini menaruh rasa benci padanya karena hal ini.
"Silahkan duduk di kursi kosong yang ada," Pak Lenox dengan tenang menginstruksi Brilyan untuk duduk.
"Jangan bilang dia akan duduk di sampingku," Tebak Rhiana dalam hati karena melihat Brilyan berjalan ke arahnya.
Tentu saja tebakan Rhiana benar.
"Temui aku setelah kelas ini berakhir! Jangan mencoba kabur!" Suara datar Brilyan setelah duduk membuat Rhiana menatap pria itu tidak mengerti, tapi dalam hati tentu saja tahu maksud pria itu.
...
Kelas jam pertama berakhir.
Brilyan sudah keluar lebih dulu. Sebelum itu, Brilyan sudah menatap tajam Rhiana memberi isyarat untuk menemuinya nanti.
Melihat kepergian Brilyan, Rhiana juga ikut berdiri dan keluar kelas. Tapi jangan kira Rhiana akan menemui Brilyan. Gadis itu meski tahu dimana pria dingin itu berada, tapi dia akan berpura-pura tidak tahu dan justru menuju ke tempat lain. Tentu saja, dia harus mengawasi kakak sahabatnya.
Tempat yang Rhiana tuju adalah kantin.
Sampai di sana, Rhiana mengedarkan pandangannya ke segala arah. Rhiana tersenyum tipis melihat kursi kosong di samping Yeandre dan dua sahabatnya.
Semalam, Rhiana sudah memutuskan untuk mendekatkan dirinya dengan Yeandre agar tahu lebih jelas apa saja yang sudah dilewati kakak sahabatnya itu.
Rhiana belum punya cukup koneksi untuk mengetahui lebih detail kehidupan pribadi Yeandre. Rhiana ingin menjaga kakak sahabatnya itu dengan mengandalkan kerja kerasnya sendiri. Dia tidak ingin meminta bantuan orang tuanya. Rhiana akan meminta bantuan kedua orang tuanya jika dia benar-benar membutuhkan bantuan.
Rhiana saat ini baru mengumpulkan beberapa orang yang dia rekrut dari organisasi Cruel Devil milik mommynya. Itupun mereka masih perlu banyak belajar, sehingga Rhiana harus lebih keras lagi mengasah keterampilannya dalam beberapa bidang agar bisa melatih orang-orang kepercayaanya sendiri. Rhiana sampai sekarang, masih mengandalkan para pengawal bayangan milik mommynya untuk membantunya.
...
Rhiana dengan akting gadis polos penakut, menghampiri meja Yeandre dan dua sahabatnya.
"Permisi, Kak... boleh aku duduk di sini?"
"Boleh, silahkan duduk!" Annalisha menyahut dengan ramah.
Rhiana dengan senyum tipis duduk di samping Yeandre. Di depan Yeandre, ada Annalisha dan Sony.
Yeandre yang melihat Rhiana duduk di sampingnya, menatap tajam gadis itu. Jika itu orang lain, mereka pasti merinding karena tatapan tajam itu. Sayangnya, ini seorang Rhiana. Gadis itu tidak takut pada apapun.
"Siapa namamu, adik manis?" Tanya Annalisha dengan senyum tipis.
"Sa...saya Rhiana, Kak. Anak beasiswa yang baru pindah beberapa hari lalu," Rhiana menjawab dengan menunduk gugup.
"Anak beasiswa, ya. Kelas berapa?" Annalisha kembali bertanya. Yeandre dan Sony sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Kelas satu, Kak."
Setelah itu, tidak ada lagi pembicaraan apapun. Rhiana lalu mengeluarkan kotak bekal buatan Bibi Ratih untuknya. Sedangkan Yeandre dan dua sahabatnya memesan makanan untuk sarapan pagi mereka.
Di sela makan, Annalisha terlihat sangat perhatian pada Sony. Tentu saja, itu membuat Yeandre mengepalkan tangannya diam-diam. Jelas sekali pria itu cemburu. Melihat itu, Rhiana menggeleng dan tersenyum tipis.
"Maaf, Kak. Mau mencoba masakan buatan ibuku? Masakan ibu sangat enak, Kak." Rhiana sengaja mengalihkan perhatian Yeandre. Meski Rhiana tahu pria itu akan menolaknya.
Rhiana lalu mengambil sepotong daging ayam dan meletakkannya di atas nasi milik Yeandre.
"Ayo coba, Kak!" Rhiana tersenyum lembut menatap Yeandre.
SYUTT!
PRANK!
Rhiana tercengang. Dia tidak menyangka penolakan Yeandre akan seperti ini. Jika tidak ingin masakan yang dia tawarkan, cukup menolak saja dengan kata-kata bukan tindakan.
Rhiana tidak menyangka sifat Yeandre seperti ini. Pria itu dengan tidak berperasaan, menyingkirkan piring makanannya sendiri, hanya karena Rhiana meletakkan sepotong daging di atasnya. Piring beserta isinya bahkan melayang mengenai seragamnya.
"Aku tidak butuh! Singkirkan makanan menjijikan itu!" Suara dan tatapan Yeandre begitu menjijikan pada Rhiana yang kini menunduk dan mulai meneteskan air matanya.
"Bukankah kamu terlalu kasar padanya, Andre? Jika tidak suka, tolak saja! Jangan begini," Marah Annalisha lalu menghampiri Rhiana yang masih stay dengan akting menangisnya.
"Maafkan teman kakak, Ya. Dia sudah seperti itu sejak dulu," Annalisha menenangkan Rhiana dengan menepuk pelan bahunya.
"Ma...maafkan Rhiana, Kak." Rhiana menoleh dengan tatapan sendu pada Yeandre.
BRAK!
Yeandre mengebrak meja dan berlalu pergi dari sana.
"Anak itu... susul dia, Son! Aku akan membantu Rhiana mengganti pakaiannya,"
"Oke." Sony lalu menyusul Yeandre.
"Dia harus diberi pelajaran," Kesal Annalisha sambil membersihkan nasi dan saus yang menempel di tubuh Rhiana.
"Tidak usah, Kak. Aku tidak apa-apa. Ini salahku," Rhiana menatap memohon pada Annalisha.
"Tidak bisa! Dia keterlaluan, Rhi." Annalisha menggeleng tidak setuju.
"Aku mohon, Kak. Biarkan saja. Demi aku," Rhiana memohon dengan senyum tipis. Gadis itu sudah tidak menangis lagi.
"Baiklah. Ini demi kamu,"
"Sepertinya kak Lisha cocok menjadi pasangan pria itu." Gumam Rhiana dalam hati sambil menatap Annalisha yang sibuk mengelap saus di lengannya.
"Terima kasih, Kak."
"Sama-sama,"
***
Rhiana baru saja mengganti pakaiannya dengan yang baru. Annalisha membelikan seragam baru untuknya di koperasi sekolah. Annalisha hanya mengantar Rhiana ke toilet dan kembali, karena dia ada kelas jam kedua.
"Tempramen kakakmu benar-benar buruk, Ly. Tapi tenang saja! Aku akan membuat pria itu bosan karena perhatianku padanya. Dia pikir dia berhadapan dengan siapa?" Gumam Rhiana sambil menatap pantulan wajahnya di kaca toilet.
Setelah rapi dengan seragam barunya, Rhiana bergegas keluar.
SRET!
BRUK!
Seseorang menarik dan menghimpit Rhiana di tembok toilet.
"Bagus sekali! Aku menunggumu, dan kamu menggoda pria lain?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
hiro😼
Lisha, namaku
2024-01-27
0
Machan
nah loh, pasti si onoh
2022-02-05
0