"A-Apa kau ibunya Arlo?"
Alin diam saja ketika Daniel mengatakan itu. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya berdegup tidak karuan karenanya. Alin takut jika Daniel mengetahui yang sebenarnya.
"Alin, apakah benar kau ibunya? Kenapa kau diam saja, hah?" Daniel mengulang pertanyaanya kembali. Melihat wanitanya hanya membisu sedari tadi.
Alin masih tidak menyahut. Namun, ia mengambil langkah untuk masuk ke ruangan itu untuk menemui Arlo terlebih dahulu. Tidak memikirkan bagaimana pandangan Daniel tentang itu.
Alin melihat anaknya yang terbaring di atas brankar dengan tatapan sendu. Wajah yang biasanya ceria kini berubah pucat. Selang infus yang menancap di tangan anaknya menambah kesan menyedihkan bagi Alin.
Daniel mengerti tatapan itu. Ia melihat ke arah Arlo yang masih setia menutup mata. Bisa dirasakan bahwa Alin begitu menyayangi bocah kecil itu.
"Arlo, buka matamu. Kenapa kau bisa seperti ini, hah?" Alin mengusap kening anaknya lembut.
"Tadi aku melihatnya berada di seberang jalan hendak menyebrang, tapi secara tidak sengaja karena kelalaian Vano mobil yang kami kendarai menyerempet tubuh Arlo." Daniel menjelaskan. Sebab, ini memang merupakan tanggung jawabnya. Karena kelalaian Vano yang asik mengobrol dengannya sampai tidak tahu ada anak kecil yang hendak menyebrang.
Alin mendongak, menatap sinis ke arah Daniel yang tidak kalah menatapnya.
"Kenapa kau selalu muncul dengan membuat kekacauan, hah?" ketus Alin, membuat kerutan di dahi Daniel terlihat.
"Apa semua belum cukup? Apa belum cukup menyakitiku, sampai kau akan menargetkan Arlo sebagai targetmu selanjutnya?"
Hal itu membuat Daniel semakin dibuat bertanya. Pria itu tidak tahu maksud dari yang dikatakan oleh Alin.
"Kau--"
"Aku sudah cukup mengalami kesulitan, aku hampir mati, aku kehilangan semuanya. Dan sekarang, aku mohon sekali padamu untuk jangan menambah tekananku lagi. Jangan mencelakai orang yang aku cintai," ungkap Alin.
Daniel masih diam saja. Namun, ia bisa merasakan apa arti dari kata itu. Alinnya yang ia cari selama ini begitu rapuh, bukan pemberontak seperti biasanya. Dan Daniel baru menyadarinya sekarang.
Namun, ada satu hal yang mengganjal di pikirannya sekarang. Kenapa Alin bersikap seperti seorang ibu kepada Arlo? Apakah memang anak itu anak kandung Alin?
"Kau mengkhawatirkannya seperti seorang ibu kepada anaknya. Katakan, Alin, apa dia anakmu? A-apa kau ibunya Arlo?" tanya Daniel intens.
Daniel memegang bahu Alin sambil menatap kedua bola mata indah yang mulai berkaca-kaca itu. Daniel begitu membutuhkan jawaban itu sekarang karena rasa penasarannya sangat tinggi.
Keduanya masih sama-sama terdiam. Berbeda dengan Alin yang menatap dengan kosong, tapi air matanya terus mengeluarkan air mata. Namun, beberapa saat kemudian suara gumaman dari seseorang mengalihkan atensi keduanya. Arlo membuka matanya secra perlahan, lalu bergumam rendah.
"Mommy," panggil Arlo.
Alin yang mendengar itu langsung mendekati Arlo dan memegang tangan itu dengan lembut.
"Ada apa, Arlo? Apa ada yang sakit?" tanya Alin dengan nada khawatir.
"Kepala Arlo sakit, Mom." Arlo mengeluh. Tangan kecilnya memegangi kepalanya sendiri.
"Sakit?" Alin menatap pilu. "Kenapa bisa seperti ini, Arlo? Bukankah tadi masih baik-baik saja waktu Mommy tinggal?"
"Tadi waktu istirahat aku mau panggil teman aku yang lagi jajan di seberang jalan, Mom. Tiba-tiba ada mobil yang menabrakku," jawab Arlo.
"Astaga, Arlo." Alin langsung memeluk tubuh Arlo dengan erat. Menyalurkan rasa khawatirnya pada anak semata wayangnya itu. Arlo pun tidak kalau erat memeluknya.
Semua itu tidak luput dari pandangan Daniel. Pria itu masih diam saja, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa dirinya bingung dengan situasi ini. Melihat Alin dan Arlo berpelukan, ia seperti melihat sebuah keluarga kecil yang bahagia.
Daniel juga merasa tidak asing dengan Arlo. Seolah tengah merasakan dirinya sewaktu kecil. Tubuh dan bentuk wajah Arlo sangat mirip dengannya. Maka dari itu, Daniel sampai menyimpulkan seperti itu.
Arlo menguraikan pelukan. Tidak sengaja ia melihat seorang pria berdiri tidak jauh dari tempat pembaringannya. Mata Arlo langsung menajam, seperti tidak suka dengan Daniel.
"Kenapa Paman di sini? Apa Paman ingin menculik mommy lagi?" tanya Arlo sinis.
"M-menculik?" Daniel terbata-bata.
"Benar! Paman itu orang yang jahat! Arlo membencinya!"
Daniel menaikkan sebelah alis. Sementara ekor matanya melihat ke arah Alin yang hanya diam saja. Meminta penjelasan dari apa yang dia dengar tadi.
Memang ia bertemu dengan Arlo baru dua kali, tapi entah kenapa Daniel merasa bahwa anak itu sudah mengetahuinya lebih jauh. Daniel merasa bahwa Arlo ada sangkut pautnya dengan masalah yang terjadi.
"Arlo, istirahatlah. Jangan banyak bergerak dulu," sela Alin. Sementara Arlo masih menatap nyalang Daniel di sana.
"Arlo peringatkan Paman. Kalau Paman sampai berani menyakiti mommy lagi, Arlo akan memberikan balasan yang setimpal!"
Balasan? Balasan apa yang bisa dilakukan dengan anak seusia Arlo? Melempari Daniel dengan batu begitu?
Daniel yang diancam hanya diam saja tanpa membalas. Lagipula yang sedang ia hadapi sekarang adalah anak kecil di bawah umur. Mendapat ancaman seperti itu, pastilah hanya gertakan semata.
"Arlo sudahlah. Istirahatlah, biar cepat sembuh." Alin tidak mau ambil pusing, lagipula Alin sedang tidak berniat bertengkar.
Arlo akhirnya menurut. Berbaring kembali di ranjang. Namun, tidak bisa ditutupi jika tatapannya tidak beralih dari Daniel. Seakan ingin membunuh pria itu.
Daniel masih sama, tidak tahu. Namun, bisa ia lihat jelas bahwa Arlo tengah membencinya. Entah dari mana anak kecil itu tahu, yang jelas Daniel sedang bingung sekarang.
Tubuh Daniel hampir terhuyung ketika Alin tiba-tiba mencekal tangannya dan menariknya untuk keluar ruangan. Daniel ikut saja, toh ia juga membutuhkan sebuah jawaban.
Alin mengempaskan tangan Daniel, lalu berdiri beberapa meter dari Daniel. Bersikap biasa saja, padahal dengan tatapan Daniel itu cukup bisa menggetarkan hati Alin.
"Kau sudah tahu kan bahwa Arlo sangat membencimu? Jadi sekarang pergilah," tutur Alin yang langsung hendak masuk lagi, tapi lebih dulu dicegah oleh Daniel.
"Tunggu dulu. Kenapa kau sangat berbeda dengan Arlo? Perhatianmu ini seperti seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya," ungkap Daniel.
Alin menahan napas. Ia tidak bisa mengatakan apa pun terlebih lagi ketika Daniel menatapnya penuh tanya. Daniel juga sesekali memergoki Alin memalingkan mukanya. Seperti tengah menghindari tatapan Daniel waktu mengajukan pertanyaan.
Daniel semakin penasaran pasalnya wanita di depannya itu bungkam seribu bahasa. Ia hanya ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang sedari tadi berjejalan di kepalanya.
"Apakah benar dugaanku bahwa Arlo adalah anakmu?" tanya Daniel semakin penasaran.
Alin semakin tercekat. Terlebih lagi ketika Daniel mulai menanyakan ke arah yang menjerumus. Alin takut sesuatu itu bisa ditebak oleh Daniel.
"A-apa Arlo itu adalah putraku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Sri Faujia
bilang aj sih lin apa susahny ,,klo arlo anakny pai kpn tutupi akhirnya dia tau juga apa g parah nti ny
2022-08-08
0
Fama Yanti Zebua Zebua
aduh ksitau donk alin,, smkin penasaran
2022-02-11
0
Hasnawati
Alvin jawab
2022-01-31
0