"Aku akan berangkat. Jaga dirimu baik-baik," tutur Daniel lembut sembari mengecup kening Alin yang menghangat.
Daniel beranjak dari arah ranjang, mengancingkan jasnya sebelum berangkat bekerja. Sebelum itu dia sempat mencuri satu kecupan di kening wanitanya sebagai penyemangat. Lalu bergegas keluar dan mengunci pintu dengan erat.
Alin yang mendengar suara pintu dikunci segera menoleh. Sebenarnya ia tidak tidur tadi, memang berniat pura-pura tidur sambil mengamati pria itu. Alin duduk di ranjang seraya meringis memegangi kepala.
"Apa yang terjadi denganku? Kepalaku terasa sangat sakit," ringis Alin memegangi kepalanya. Rasa sakitnya kian menjadi sejak dari semalam.
Daniel yang sudah mengunci pintu memberikan amanat kepada dua penjaga yang bertugas.
"Kalian jaga wanita itu. Sebentar lagi mungkin dia akan bangun, kirimkan beberapa makanan untuk sarapan," titah Daniel.
"Baik, Tuan."
Daniel beserta asistennya langsung pergi dari ruangan tersebut. Menyusuri lobi sambil sesekali membicarakan pekerjaan. Pun dengan jadwal Daniel yang membludak hari ini.
"Hari ini ada rapat membahas tentang proyek kita yang sudah ditargetkan untuk bulan depan," kata Vano menjelaskan.
"Baiklah, siapkan berkasnya." Daniel menjawab.
Baru saja Daniel ingin bergegas, ia tidak sengaja melihat seorang anak kecil tengah berada di club dengan menatap ke sana dan ke mari seperti orang kebingungan. Lagipula untuk apa seorang anak kecil main ke club seperti ini?
"Ada apa, Tuan?" Vano yang melihat atasannya berhenti segera mendekatinya kembali.
"Apa kau lihat anak kecil itu?" Daniel menunjuk ke arah anak kecil yang ia lihat.
"Anak kecil?" Vano ikut melihat ke arah yang ditunjukkan oleh atasannya.
"Iya, di sana. Untuk apa anak seusia dia main ke club seperti ini? Apakah ibunya menelantarkannya?" tanya Daniel heran.
"Apa saya perlu ke sana?"
"Tidak, tidak usah. Lagian juga bukan urusan kita. Ayo, cepat pergi," ajak Daniel lebih dulu. Namun, ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Seperti merasa tidak asing dengan seorang anak kecil tersebut.
Daniel langsung beranjak begitu saja, tanpa tahu siapa yang ia lihat tadi. Anak kecil itu adalah Arlo, yang tengah mondar-mandir memikirkan di mana letak ibunya berada.
"Arlo, astaga, Bibi mencari ke mana-mana, rupanya kau di sini, hah?" Nola berlari dengan napas yang tersenggal karena mengejar Arlo. Anak itu sungguh cekatan.
"Bibi terlalu lama, aku jadi duluan," jawab Arlo.
Nola mengelap keringat di dahinya. Memang ia berniat mencari Alin sesuai dengan alamat yang ditemukan oleh Arlo waktu itu. Tentu saja dengan kehadiran Arlo yang terus kekeh untuk ikut, padahal tadi Nola sudah melarangnya.
Kini Nola sudah berada di sebuah club tempatnya dulu. Tidak terlalu ramai, tapi cukup membuat Nola enggan. Sebetulnya Nola tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Arlo, tapi karena anak itu bersikeras menyuruhnya untuk memeriksa, Nola tidak punya pilihan.
"Bagaimana kita akan memeriksanya, Arlo?" tanya Nola.
"Coba tanyakan pada pegawai di sini, siapa saja daftar tamu VIP yang memesan kamar, Bibi."
"Apa kau yakin? Mereka pasti tidak akan memberikan informasi tamu dengan sembarangan," jawab Nola.
Arlo berpikir sejenak. Benar juga. Pasti club ini sangat menjaga privasi tamunya.
"Tapi Bibi, aku melihat paman itu tadi." Arlo berkata.
"Paman? Paman siapa?" Nola menaikkan sebelah alis.
"Paman yang aku jumpai di bandara. Yang itu loh, yang waktu itu Bibi minta maaf."
Nola berpikir sejenak. Sampai kemudian ia membulatkan mata karena terkejut.
"Apa namanya Daniel?" tanya Nola sedikit takut.
"Ya, benar, Paman Daniel." Arlo menjentikkan jari ketika sudah teringat nama pria yang ia jumpai itu.
Nola sampai menahan napas mendengarnya. Untuk apa pria itu di sini? Apakah ada hubungannya dengan kehilangannya Alin?
"Apa dia melakukan sesuatu kepadamu?" Nola berjongkok untuk mengecek kondisi anak kecil itu.
"Tidak, Bibi. Sepertinya Paman itu tidak mengenalku," jawab Arlo sambil tersenyum.
"Syukurlah. Tapi ingat Arlo, kalau kamu berjumpa dengan paman itu, segeralah pergi, jangan menjawab apa pun jika ditanya. Dia bukan pria yang baik." Nola memperingatkan.
"Tapi kenapa, Bibi? Dia terlihat seperti orang yang baik." Arlo masih tidak tahu kenapa semua orang yang menyuruhnya untuk menjauhi Daniel.
"Daniel, Bibi tidak tahu pasti akan hal ini. Tapi, ada kemungkinan paman itu ada sangkut pautnya dengan hilangnya mommymu."
Arlo membulatkan matanya. Sempat terkejut dengan pernyataan Nola.
"Dia yang menculik mommy?"
"Ini hanya kemungkinan, Arlo. Bibi juga tidak tahu."
Arlo terdiam. Ternyata pria itu sangat licik. Tapi apa kesalahan ibunya sampai diculik seperti ini? Apa ibunya melakukan sesuatu yang membuat pria itu marah?
"Tadi aku lihat dia dari sana, Bi. Jika dia memang yang menculik mommy, pasti mommy juga di sini. Biasanya mereka menyembunyikan tawanan di tempat yang biasanya sulit dijangkau. Mungkin di sini aksesnya terbatas, jadi dia leluasa untuk memasukkan siapa saja," jelas Arlo.
Masuk akal juga, menurut Nola. Sebab dulu Alin dan Daniel dipertemukan di club ini dengan berbagai kisahnya. Lalu, tadi Arlo melihat Daniel keluar dari ruangan ini. Bukankah ini sangat bersinambungan?
"Bagaimana kamu bisa menyimpulkan seperti itu, Arlo?" Nola menatap bingung.
"Aku sering menonton film. Dan biasanya para penjahat melakukan seperti itu," jawab Arlo. Membuat Nola mengangguk mengerti.
"Tapi bagaimana kita memastikannya? Biasanya mereka meminta kartu tanda pengenal, karena akses lantai atas bukan untuk sembarang orang. Bibi tahu karena dulu Bibi berada di sini." Nola tahu seluk beluk ruangan ini. Karena dialah yang dulu membantu Alin menyewa seorang gigolo.
Arlo menggeleng tidak tahu. Ia juga tidak tahu bagaimana caranya. Tentunya tempat itu tidak bisa diakses sembarang orang mengetahui bagaimana privasinya tempat ini.
Arlo yang hendak beranjak terhenti ketika melihat seseorang yang baru saja keluar dari lift. Terlihat ada tiga orang dengan satu wanita yang dibopong dengan langkah tergesa-gesa. Dan Arlo seperti mengenal siapa wanita yang sedang dibopong itu.
"Bibi, bukankah itu mommy?" tunjuk Arlo.
Nola melihat ke arah tunjukan Arlo tadi. Dilihat dari rambut dan postur tubuh itu memang benar Alin. Namun, kenapa Alin dibopong bersama dua orang pria?
"Tapi kenapa mommy digendong, Bi?"
"Arlo, ayo kita ikuti mereka." Nola menarik tangan Arlo agar bisa mengimbangi langkah orang yang membawa Alin itu.
Nola dan Arlo berjalan mengendap-endap untuk mengikuti orang-orang itu. Ketika mereka masuk ke mobil dan melaju pergi, Nola juga masuk ke mobil pribadinya dan mengikuti mobil yang membawa Alin.
"Bibi, mommy mau di bawa ke mana?" tanya Arlo.
"Sepertinya mereka mau membawa ibumu pergi, Arlo. Sepertinya itu orang suruhan Daniel untuk menjaga mommymu."
Arlo mengangguk paham. Ia sudah mulai mengerti alur yang sedang terjadi. Sepertinya memang orang-orang itu yang menyekap ibunya.
"Cepat ikuti mobil itu, Bi. Jangan sampai kita ketinggalan," kata Arlo yang mendapat anggukan dari Nola.
Tidak lama kemudian, mobil yang diikuti berbelok ke arah kanan yang mana langsung diikuti oleh Nola. Nola ikut memberhentikan mobilnya ketika mobil yang ia ikuti berhenti di salah satu tempat. Namun, hal itu membuat Nola menaikkan sebelah alis, bingung.
"Rumah sakit?"
***
"Tuan," panggil Vano kepada atasannya. Ia perlu menyampaikan hal yang penting, meskipun ini seharusnya sedang rapat.
Daniel menghentikan bicaranya, lalu menatap Vano dengan sinis. Benar-benar tidak tahu situasi dan kondisi.
"Katakan nanti, ini sedang rapat," tegas Daniel. Kembali menatap ke arah semua orang yang berada di ruangan untuk menjelaskan ulang sampai mana pembahasannya tadi.
Namun, Vano tidak beranjak sedikitpun. Meskipun mendapat tatapan peringatan, tapi ada hal yang ingin Vano sampaikan. Ia baru dapat kabar bahwa Alin dirawat di rumah sakit beberapa menit lalu.
"Tuan, tapi ini penting."
Daniel yang semula bicara kembali menghentikan pembicaraanya. Menatap Vano tidak kalah sinis dengan sebelumnya.
"Apa kau tidak lihat bahwa aku sedang rapat?" tanya Daniel.
"Maaf, Tuan. Tapi ini menyangkut masalah wanita itu. Nona Alin dilarikan ke rumah sakit hari ini."
Hal itu membuat Daniel spontan berdiri dari duduknya. Mengundang banyak tatapan tanya dari semua anggota rapat.
"Apa?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Sri Faujia
kaget aqu sakit apa alin,,
2022-08-08
0
Piet Mayong
akibat di gempur tiap hari itu mah...
2022-02-03
0
Hasnawati
terkejut
2022-01-31
0