Alin menggeliat tidak nyaman ketika sinar mentari masuk memalui celah gorden dan tepat jatuh pada matanya. Kesadarannya kini sudah benar-benar pulih, meskipun rasa pening di kepala masih terasa.
Ia mengucek matanya yang terasa perih. Sebuah lengan kekar memeluknya dari belakang memberikan kesan asing bagi Alin. Perlahan ia membuka selimut yang membungkus tubuh polosnya. Dan wanita itu terhenyak ketika melihat tubuhnya benar-benar polos. Terlihat gaun putih yang ia kenakan tadi malam teronggok di lantai. Tepat di belakangnya, seorang pria masih tertidur dengan pulas.
"Gila, jadi tadi malam aku benar-benar melakukannya?" Alin memijit pelipisnya gusar. Bayangan ia merayu Daniel tadi malam membuat rasa malu dirinya bertambah.
Alin memang berencana menyewa seorang gigolo sebagai pelampiasan sakit hatinya kepada Raka karena berselingkuh. Maka Alin bertekad untuk membalas dengan perselingkuhan juga. Namun, untuk malam tadi adalah sebuah kegilaan yang tidak akan Alin lupakan.
Alin dengan hati-hati menyingkirkan tangan pria itu dari perutnya, berniat meninggalkan Daniel tanpa sepengetahuannya. Namun, naasnya pria itu malah terjaga dan mengunci tubuh Alin.
"Mau ke mana, Cantik?" bisik Daniel tepat di telinga membuat Alin meremang. Tersadar akan kebuasan pria itu kemarin malam.
Alin merubah posisi sehingga berhadapan dengan Daniel. Sesaat, ia sempat terpesona pada ketampanan pria itu, bagaimana perlakuan tadi malam sungguh membuat Alin gila sendiri.
"Lepaskan aku!" berontak Alin. Alin mendorong tubuh Daniel.
Daniel melepaskan pelukan, tapi senyuman licik tidak lepas dari bibirnya. Daniel tahu bahwa wanita itu pasti akan terkejut dengan apa yang terjadi semalam. Daniel pun juga masih bingung dengan dirinya sendiri, kenapa bisa sampai kehilangan kendali.
"Alin, kau mau aku memberikan pertanggung jawaban apa dariku?" tanya Daniel kepada Alin yang saat ini bersandar pada bahu ranjang dengan selimut menutup dada. Daniel akui, kecantikan Alin pagi ini bertambah dua kali lipat.
"Dari mana kau tahu namaku?" Alin memincingkan mata, menatap Daniel tajam.
Daniel tersenyum. "Kau tahu, cara terbaik untuk balas dendam adalah merebut barang berharga miliknya. Bukan dengan menyakiti diri sendiri."
Alin semakin was-was. Ia merasa curiga dengan pria itu. Namun, ketika melihat tasnya sudah berada di atas nakas, Alin geram.
"Lancang sekali kau membuka tasku, hah?" Alin menatap Daniel dengan curiga. Lalu mengeluarkan amplop coklat berisi sebuah uang.
"Ini fee sesuai yang aku janjikan. Jangan menemuiku untuk hal apa pun!" Alin menyerahkan amplop tersebut yang disambut kernyitan bingung dari Daniel.
"Pekerjaanmu cukup memuaskan juga semalam." Alin berlagak sudah sangat berpengalaman dalam hal itu. Padahal Daniel jelas tahu, bahwa wanita itu baru pertama kali melakukannya.
"Kau anggap aku ini apa? Kau tidak tahu siapa aku, hah?!"
Daniel bangkit dari tempat tidur dengan amarah karena perkataan tadi. Ia merasa dihina dan direndahkan oleh wanita yang menghabiskan malam dengannya itu. Ia menepis kasar amplop berisi uang tersebut. Biasanya dia yang akan membayar wanita, bukan seperti ini.
"Untuk apa aku tahu siapa kau? Toh, hubungan kita juga sampai di sini." Alin tidak mengindahkan raut wajah kesal dari Daniel, malah menjawabnya dengan ketus.
"Sekarang, pergilah dari kamarku." Alin beranggapan bahwa itu adalah kamarnya. Padahal dialah yang seharusnya pergi.
Daniel yang sejak tadi menahan amarah, akhirnya meledak begitu saja ketika mendapatkan jawaban ketus dari Alin.
"Hei, perempuan gila! Seharusnya kaulah yang keluar! Ini adalah kamarku, dan kau sendirilah yang merangkak ke sini tadi malam."
Daniel bangkit dan mencengkeram rahang Alin dengan kuat. Daniel yang tidak biasa diperlakukan seperti itu oleh seorang wanita, merasa terhina. Jadi ia akan menunjukkan jati dirinya sesungguhnya.
Alin berubah pucat. Ia yakin ada yang salah di sini. Sikap arogan yang ditunjukkan Daniel bukanlah sikap yang seharusnya seorang pria sewaan lakukan. Mendadak Alin teringat berita buruk yang ia baca beberapa hari lalu.
"O-oke. Aku akan pergi." Alin mengeratkan selimut dan mengambil gaunnya lalu melangkah ke kamar mandi.
Setelah selesai berganti pakaian, Alin pun langsung meninggalkan Daniel yang masih nampak kesal.
"Pergi sejauh mungkin! Jangan sampai aku melihatmu, atau kau akan habis!" Suara Daniel menggetarkan hati Alin. Gadis itu berpikir bahwa Daniel adalah gigolo angkuh yang tidak mau dibayar.
Tiba di luar kamar, Alin tertegun melihat nomor kamar yang ia masuki.
"106? Berarti... " Alin menepuk jidatnya sendiri. "****, salah kamar!"
"Terus pria itu siapa?" Alin tertegun. "Pantas saja dia arogan dan angkuh, ternyata dia bukan gigolo yang disewa Nola."
Alin tidak peduli. Toh, semua juga sudah terlanjur terjadi. Ia bergegas menuju mobil dan pulang ke rumah.
Berbeda dengan Daniel yang masih berada di dalam kamar dengan perasan kesal. Selama dia berkarier, belum pernah ada yang memerlakukan dirinya layaknya seorang sampah seperti ini. Dia begitu ideal sampai semua wanita mau mendapatkan hatinya.
Daniel merasa terhina, sekaligus kehilangan muka. Masa seorang pria idaman wanita di penjuru dunia ini diperlakukan layaknya seorang pria sewaan yang bertugas memuaskan. Tidak, Daniel tidak akan terima.
Wanita mana yang tidak mau dengan Daniel. Tampan, pewaris tunggal dengan bergelimang harta, kriteria idaman untuk dijadikan suami. Namun, Alin sama sekali tidak memedulikannya.
"Awas kau Alin, suatu saat aku akan membuatmu merangkak menemuiku!" Daniel mengepalkan tangan.
***
"Bagaimana, Lin?" Nola menggoda dengan tatapan, melihat ke arah Alin yang malah nampaknya kesal. Saat mereka sedang berada di sebuah kafe.
"Tahulah, salah kamar." Alin menelungkupkan wajahnya ke meja.
"Nah, kan, udah dibilangin juga. Terus gimana, nggak jadi, dong?" Nola nampak kecewa.
"Jadilah," jawab Alin lesu.
"Sama siapa?" Mata Nola membulat.
"Entahlah, aku tidak kenal pria itu." Alin masih lelah akibat pertempuran semalam.
"Namanya? Pasti tahu kan siapa? "
Alin menggeleng.
"Gila kamu, Lin. Terus nanti kalau ada apa-apa terjadi pada dirimu, bagaimana?" Mata Nola membulat.
"Maksudmu aku hamil?" Nola mengangguk. Sedikit khawatir.
"Tidak mungkinlah. Pasti pria seperti dia selalu membawa pengaman. Sudah, kau tenang saja." Alin mengabaikan perkataan Nola.
Di pikirannya sekarang adalah bagaimana menghilangkan rasa nyeri di sekujur tubuhnya, terutama pada bagian inti.
Pria sialan itu sudah menyiksanya tidak malam. Lagipula kenapa pria itu tidak menolaknya saja? Jika memang tidak menginginkan harusya Alin lebih dulu diusir, bukan malah sama menikmati seperti itu. Apalagi perlakuannya yang kasar. Benar-benar menjengkelkan.
"Tapi bagaimana kalau pria itu tidak memakai pengaman? Bukankah itu sangat berbahaya? Bagaimana kalau menularkan penyakit?" Pertanyaan beruntun dari Nola malah membuat Alin semakin takut.
"Sudahlah, Nol, jangan menakutiku seperti itu." Alin berubah pias. Mengusap wajahnya dengan kasar.
"Aku hanya mengatakan kemungkinan terburuknya. Kau harus berhati-hati lain kali." Nola memperingatkan.
Alin membenamkan wajahnya di lipatan tangan, lalu terisak. Mengusap air mata yang mengalir di pipi. Menyesali tindakan konyolnya itu.
"Tidak ada lain kali, Nol. Aku kapok."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Sri Faujia
dah terjadi kapok y pasrah aj lah mau gmn lgi kan lin
2022-08-08
1
Ade Mediansyah Mediansyah
sampai sini baca udah seruu bangetttt... lanjuttt
2022-06-10
1
Las Tri
Baru baca kayaknya seru hemmm
2022-02-08
3