Sepeda baru

Flashback off

Hari ini adalah hari libur nasional. Seperti biasanya, Andra memilih untuk berkumpul dengan Lila dan juga Mila, tepatnya di rumah istri pertamanya.

Pagi ini, Mila terlihat lesu. Ia menyantap suap demi suap nasi goreng ke mulutnya dengan pandangan kosong. Andra dan Lila sontak saling melempar pandangan. Detik selanjutnya Andra mulai membuka suara untuk menghindari keheningan di meja makan seperti saat ini.

“Mila, are you ok?” tanya Andra dengan tatapan kebingungan, karena tak biasanya Mila seperti ini, kecuali sedang ada hal yang tidak beres pada Mila.

Mila sama sekali tidak menggubris pertanyaan sang ayah. Kini Andra mulai menatap istrinya memberikan isyarat agar ia yang sekarang menegur Mila. Lila pun menyetujui permintaan suami.

“Mila, apa badan kamu ada yang sakit karena kecelakaan kemarin?” tanya Lila yang mulai khawatir dengan keadaan sang buah hatinya. Ya, beberapa hari yang lalu Lila dan Mila mengalami kecelakaan yang hampir saja merengut nyawa mereka berdua. Untungnya pada saat itu mereka cepat mendapat penanganan medis.

Mila menggelengkan kepalanya, “nggak ada kok buk,” jawab Mila yang masih terlihat murung.

“Apa ada masalah dengan skripsi kamu?” tanya Andra mencoba mencari tahu apa yang menjadi kesulitan bagi Mila.

“Satu-satunya masalah Mila di dunia ini adalah PAPA.” Jawab Mila dengan memberi penekanan pada kata PAPA.

“Mila jaga ucapan kamu!” tegur Lila yang tak percaya dengan apa yang baru saja Mila ucapkan.

“Mila kecewa sama papa,” ucap Mila yang kemudian pergi meninggalkan Andra dan Lila yang masih berada di meja makan.

“MILA!” teriak Lila.

“Mila mau istirahat aja,” sahut Mila yang tak ingin berdebat dengan sang ibu hanya karena masalahnya dengan Andra.

Lila kemudian berdiri untuk mengejar Mila, karena tidak sopan dengan Andra sebagai ayahnya. Namun, niat itu dipatahkan oleh Andra yang menarik tangan Lila untuk kembali duduk seperti sebelumnya.

“Mas, Mila udah kelewatan mas,” ucap Lila seraya menatap wajah Andra yang terlihat sedih.

Andra tersenyum, “udah sayang, nggak perlu diperpanjang. Lila mungkin lagi capek dengan skripsinya yang belum selesai.”

“Tapi Mas, Mila udah kelewatan,” jawab Lila dengan raut wajah sedihnya melihat Andra dan Mila tidK seperti ayah dan anak pada umumnya.

“Udah nggak apa-apa sayang,” ucap Andra yang lagi-lagi menunjukkan senyumnya kepada Lila agar Lila tidak terlalu berlebihan memikirkan perasaannya. ‘Papa tau kenapa Mila seperti itu. Mila pasti belum bisa menerima sosok papa sebagai seorang papa yang sempurna buat kamu Mila.’ Batin Andra.

...***...

“Ma, papa mana sih?” tanya Zahra yang baru saja sampai di meja makan.

“Papa ada urusan sayang,” jawab Amira sambil menoleskan selai strawberry ke roti yang ia pegang.

“Masa setiap weekend papa selalu ada urusan sih ma?” tanya Zahra yang semakin penasaran dengan kegiatan sang ayah yang memang selalu pergi di hari weekend.

“Namanya papa sibuk, Ra.” Jawab Amira sambil memberikan roti yang telah ia oleskan selai strawberry kepada Zahra.

Zahra yang sudah sangat terbiasa menjalani liburan hanya dengan sang ibunda dan sang kakak yang sayangnya sudah pergi untuk selama-lamanya. Liburan terasa semakin sepi. Bahkan terkadang Zahra hanya berdiam diri di dalam kamarnya sepanjang hari.

“ZAHRA!” teriak seorang laki-laki yang tak lain adalah Zidan.

“Masuk aja Zidan!” sahut Amira yang sudah sangat hafal dengan suara Zidan.

“Tu bocah kebiasaan deh teriak-teriak,” gerutu Zahra sambil berjalan untuk membukakan pintu utama rumahnya.

“ZAHRA!” teriak Zidan lagi.

“Iya iya, tunggu bentar bisa kali,” lagi-lagi Zahra menggerutu mendengar teriakan Zidan yang terdengar sangat tidak sabaran.

Kreeek!

Pintu terbuka. Betapa terkejutnya Zahra saat melihat Zidan membawa sebuah sepeda impiannya. Sepeda berwarna biru tua dengan dihiasi pita di antara setang kanan dan setang kiri, yang lebih tepatnya berada di tengah-tengah keranjang sepedanya.

Kring! Kring!

Zidan membunyikan bel sepeda itu ketika melihat Zahra yang sudah berdiri di depan pintu. Zahra yang sangat terkejut membuatnya menangis haru.

“Happy birthday my little fairy,” ucap Zidan seraya tersenyum manis kepada sahabatnya yang ia anggap sebagai peri kecilnya. Ya, Zidan memberikan julukan peri kecil kepada Zahra bukan tanpa alasan, akan tetapi semua itu karena Zahra yang selalu menolongnya di saat dirinya membutuhkan bantuan.

Zahra lalu berjalan menghampiri Zidan yang masih setia duduk di kursi belakang sepeda milik Zahra.

“Gue nggak nyangka lo bakalan ngasih sepeda ini di hari ulang tahun gue, Dan.” Ucap Zahra seraya mengelus-elus sepeda yang baru saja menjadi miliknya.

“Hiks, lo emang tau banget apa yang paling gue inginkan,” jeda Zahra sambil menghapus air matanya, “yang bahkan papa gue sendiri nggak tau apa yang gue inginkan. Bahkan mungkin gue nggak pernah dianggap ada sama dia.” Sambung Zahra yang semakin larut dalam kesedihannya.

Ya, papa Zahra selalu lupa kapan ia ulang tahun, kalau pun ingat itu karena mamanya yang memberitahukannya.

“Loh loh, kok jadi sedih gini sih Ra,” ucap Zidan merasa bersalah. Zidan kemudian turun dan menghampiri Zahra. Zidan menghapus lembut air mata Zahra.

“Gue minta maaf ya, gara-gara gue, lo jadi sedih gini.”

“Huwaa,” tangis Zahra semakin pecah mendengar permintaan maaf dari Zidan.

Zahra memang dikenal dengan sosok yang tomboy dan kuat di sekolah. Namun, sebenarnya ia adalah sosok yang sangat manja dan sangat cengeng di depan Zidan. Maka dari itu Zidan mengatakan dia peri kecil.

Tak tega melihat Zahra menangis semakin kencang, Zidan berinisiatif menyandarkan kepala Zahra ke pundaknya. Sambil mengelus rambut indah Zahra, Zidan menepis air matanya dengan tangan kirinya. Rasa rindunya kepada almarhum sang ayah seakan menghampiri Zidan ketika ia melihat kekecewaan Zahra kepada sosok ayah yang masih ada, tetapi tidak memperhatikannya secara penuh.

“Hiks, gue mau coba sepedanya dulu!” pinta Zahra seraya berandak dari sandarannya. Zahra sudah cukup sedikit lebih tenang sekarang.

Zahra kemudian menaiki sepeda yang Zidan berikan kepadanya. Sedangkan Zidan duduk di pinggiran got sambil memperhatikan Zahra yang terlihat sangat senang dengan hadiah darinya.

“YUHUUU ZIDAAAN!” pekik Zahra penuh kecerian. Itulah Zahra, anak ajaib yang bisa mengubah perasaan sedihnya menjadi perasaan sangat bahagia dalam sekejap.

Zidan tersenyum melihat Zahra yang kembali ceria. Zahra berlalu lalang di depannya memamerkan sepeda barunya.

‘Gue harap lo tetap bisa seceria ini ketika gue nggak ada nanti ya, Ra.’ Batin Zidan.

...Bersambung.......

SYUKRON, JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRAN WA JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA, WASSALAMMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.

Jangan lupa di follow ya teman,

IG : @febiayeni21

FB : Febi Ayeni

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!