Sepuluh menit kemudian...
Zidan dan Zahra sampai di komplek tempat mereka tinggal. Setelah membayar Aongkos, Zidan dan Zahra melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing dengan berjalan kaki. Rumah mereka yang saling berdekatan membuat persahabatan mereka sudah bagaikan persaudaraan antara kakak dan adik.
Zahra yang tiba-tiba teringat kejadian-kejadian lucu di taman tadi membuatnya tertawa geli.
“Hehe, kocak banget sih,” ucap Zahra secara tiba-tiba.
Zidan melirik Zahra dengan tatapan aneh, “ngapa lo ketawa? Kesurupan lo ya?” tanya Zidan bertubi-tubi.
“Gue keinget kejadian tadi Dan, lucu banget tau hehe,” jawab Zahra yang kembali tertawa tak jelas.
“Huff,” Zidan menghela napas kesalnya, “lucu dari Hong Kong, jantung gue mau copot dikejar om om sentimen itu.” Ujar Zidan kesal.
“Tapi seru tau,” jawab Zahra yang masih memegang kedua balonnya.
Disaat mereka sedang membahas kejadian-kejadian lucu di taman tadi, tiba-tiba saja balon berwarna biru meletus akibat salah satu ranting pohon menusuknya.
DOORR!
Zahra dan Zidan terkejut, mereka lalu saling bertatapan beberapa detik dan akhirnya tertawa bersama.
“Hahaha,” tawa mereka pecah, tak peduli ada atau tidak ada orang yang melihat mereka tertawa sekuat itu. Bagi mereka komplek ini sudah seperti milik sendiri.
Zidan selalu bahagia bersama Zahra, begitu pula sebaliknya. Namun, terkadang Zidan khawatir dengan Zahra yang tidak mau bergaul dengan siapapun kecuali dirinya. Zidan khawatir apabila ia harus pergi lebih cepat dari perkiraannya. Zidan sangat berharap akan ada sebuah keajaiban kepadanya untuk bisa hidup normal seperti Zahra dan teman-temannya tanpa harus bergantung dengan obat-obatan itu.
...***...
“Bu, mau sampai kapan sih kita kayak gini terus?” tanya gadis berumur dua puluh dua tahun itu.
“Mila, kamu tau kan, kenapa ibuk menyuruh kamu untuk ambil pendidikan agama islam?” tanya seorang wanita berumur empat puluh tahunan yang tak lain adalah ibu dari Kamila Lilandra atau lebih dikenal dengan sebutan Lila.
“Tapi kan Mila juga manusia biasa, Bu.” Mila kemudian duduk di samping Lila yang sedang menyulam.
Lila menghentikan proses sulam-menyulamnya, ia lalu menggenggam kedua tangan Mila dengan sentuhan yang sangat lembut.
“Mila, liat Ibuk!” pinta Lila kepada Mila yang masih menundukkan kepalanya.
Mila menatap Lila dengan pandangan sedih, akan tetapi Lila membalas tatapan Mila dengan tersenyum ikhlas.
“Mila, kamu sudah dewasa, kamu sudah bisa memahami semuanya dengan baik. Ibuk juga tidak pernah membayangkan hal ini terjadi dikehidupan kita, tapi mungkin ini yang terbaik menurut Allah.” Jelas Lila sambil mengelus-elus tangan Mila.
“Buk, Mila yang hanya menjadi seorang anak merasa cemburu Buk, apalagi Ibuk yang jadi seorang istri.” Ucap Mila dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Lila lalu tersenyum, “kamu nggak perlu sedih, sekalipun nggak ada satu orang pun yang bisa berbuat adil, tapi Allah MahaAdil sayang.”
Air mata Mila kini sudah tak mampu terbendung lagi. Begitu sempurna hidupnya memiliki seorang ibu yang berhati mulia seperti Lila. Lila yang berpuluh tahun hidup dimadu oleh sang suami bisa tetap tegar dan sabar menghadapi ujian ini. Bagi Lila ini adalah ladang pahala untuknya dan putrinya, meskipun pada awalnya ia tetap tak terima dengan keputusan sang suami berpoligami. Namun, nasi sudah menjadi bubur semua sudah terjadi, ia juga tak ingin keegoisannya menjadikan Mila hidup tanpa seorang ayah.
...Bersambung.......
SYUKRON, JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRAN WA JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA, WASSALAMMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.
Jangan lupa di follow ya teman,
IG : @febiayeni21
FB : Febi Ayeni
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments