“Helena berkata dengan yakin, Oskan akan menikahinya dan pindah ke suatu tempat.”
“Tidak semudah itu. Apa Oskan katakan sesuatu?”
“Tidak,” geleng Belliza lusuh.“Aku percaya pada suamiku. Tetapi, semakin aku percaya, aku semakin yakin mereka selalu bersama saat Oskan berada di Lisboa.”
"Apa kamu bertemu Helena lagi?"
"Tidak."
Bellova pahami sikap Belliza, mungkin terlalu pemalu hadapi Helena. Psikologi Belliza ternoda, merasa Helena lebih cantik dan mempesona darinya, alasan terkuat Oskan berpaling. Belliza merasa, dirinya punya style, cantik dan independen, tetapi Helena akhiri ini dengan mudah.
“Berhenti mengeluh, makanlah udang gemuk ini. Aku menaruh banyak saos bawang, tomat, paprika. Kenyangkan dirimu lalu tidurlah! Oskan tak akan macam-macam. Aku akan kembali ke hotel dan pulang pagi-pagi ke Santa Cruz. Aku perlu bertemu kakak laki-laki Helena. Dua kakak laki-laki Helena Alvaro punya harga diri dan martabat sangat tinggi. Mereka pasti akan membantumu bertindak untuk melarang adiknya bertemu Oskan.”
"Aldinho Alvaro?"
"Ya. Tuan Aldinho terus menggangguku agar menjual tanah di Miradoura pada kakaknya, Tuan Raymundo. Aku pikir saatnya aku bicarakan masalah Helena pada salah satu di antara mereka."
“Oh jangan lakukan itu, harga diriku semakin terluka. Bisakah kamu tinggal saja di sini? Aku butuh hiburan. Kamu lebih tahu dari siapapun.”
“Aku tak bisa dipecat, aku mencintai anak-anak. Lagipula, kamu tahu pengunjung ke Santa Cruz menyukai restoran kita. Bagaimana kalau kamu kembali dan sibuk di dapur restoran sementara waktu, Kak? Mom akan sangat bahagia jika kamu pulang."
"Aku tak bisa tinggalkan Oskan."
"Dia akan ikut denganmu! ”
Oskan Devano bergabung beberapa menit kemudian. Berpakaian rapi dan necis, raut innocent benar-benar bukan fasad pria bejat. Tidak, sampai pria itu berselingkuh. Tak heran Helena Alvaro terbuai.
“Aku merasa seolah punya dua istri.”
Bellova berdecak melihat kakak ipar juga mantan kekasihnya. Saat Oskan Devano sangat-sangat manis telah lenyap. Di hadapan mereka berdiri sosok yang tak mereka kenali.
“Kita perlu bicara, Oskan!”ujar Bellova dingin dan segera berlalu pergi ke halaman depan menghadap ke tanaman hias. Menahan geram. Angin musim dingin berhembus dan beberapa helai rambut melintasi keningnya.
“Bisakah kita akur, Bell ....”
“Kita bisa akur jika kamu ..., berhenti sakiti Belliza, Oskan Devano!” sambar Bellova gusar, bicara cukup dekat untuk berikan peringatan pada Oskan.
“Dia mulai mengadu lagi.”
“Aku tahu apa yang terjadi. Aku punya dua mata yang sehat juga bukan gadis ingusan yang tak paham situasi. Please, jangan sakiti kakakku!”
“Kamu membawa pengaruh negatif bagi Belliza,” tegur Oskan tajam.
“Aku?” sergah Bellova kasar, “Aku berpengaruh negatif?! Apakah aku yang membuatnya terus menangis dan lampiaskan sakit hati pada alkohol? Kamu tak bisa melihat sikap burukmu padanya? Sementara Belliza setia padamu, kamu sibuk menjalin asmara dengan wanita lain? Kamulah penyebab Belliza kecanduan!” Bellova bicara tanpa henti, menatap Oskan Devano murka.
“Belliza pantas dapatkan segala hal buruk ini karena menipuku.”
“Kita terus berselisih karena masalah ini. Bisakah kamu sadari bahwa, aku tidak mencintaimu sebesar cinta Belliza. Apa kamu begitu buta hingga tak bisa rasakan cinta Belliza?”
“Aku mencoba Bellova, tapi aku tak bisa. Aku sadari bahwa wanita yang aku inginkan dan aku cintai itu kamu, Bellova!”
“Aku ragukan itu. Jika kamu inginkan aku dan cintai aku, kamu tak akan berselingkuh dengan wanita lain.”
Oskan mendesah.“Lupakan masa lalu! Belliza fly again, aku tak bisa bawa Belliza bertemu keluargaku. Tolong gantikan Belliza. Ini sangat urgent.”
“Aku hanya datang untuk membantu Belliza mengurus Cheryl dan patuh pada Belliza!”
“Bellova, berhenti buatku kasar padamu! Semua kesialan ini, bermula darimu! Aku juga korban dari permainanmu dan kakakmu. Jangan coba menolakku!”
Oskan menjadi marah.
“Dengar Oskan! Aku di sini karena kakakku butuh pertolongan, ya Tuhan. Mari persempit masalah. Katakan terus terang padaku! Siapa yang kamu inginkan bersamamu seumur hidup? Belliza dan Cheryl atau wanita lain?”
“Tentu saja istri dan puteriku.”
Bellova menyipit pada jawaban secepat kilat itu.
“Bertingkahlah dengan benar! Jadilah suami yang baik dan kamu akan dapatkan respek dariku.” Melangkah pergi dari sana. Oskan mengejar, meraih tangan Bellova.
“Aku janji akan mengurus Belliza, tetapi kamu harus ikut denganku. Nyonya Yves Devano bukan hanya bibiku, tetapi kolega. Beliau inginkan Belliza untuk merancang gaun pernikahan sepupuku.”
"Aku tak bisa jika malam ini. Aku harus bertemu seseorang."
"Siapa?!" tanya Oskan tidak senang. Pria itu tertangkap masih cemburu? What's the hell?
"Mahasiswa yang akan magang di sekolah kami. Ini sangat penting. Dia jauh-jauh mencariku kemari."
"Kamu tak boleh pergi, Bellova. Ini sudah malam. Acaraku nanti besok."
"Aku tak bisa besok. Aku harus pulang dengan penerbangan pagi."
"Bagaimana dengan Cheryl jika Belliza ikut denganku?"
Bellova menatap Oskan. Pria itu punya banyak alasan untuk menahannya.
"Aku akan bawa Cheryl, jika kamu tak keberatan."
"Ditolak. Aku tak bisa hidup tanpa Cheryl."
"Baiklah. Aku akan menunda pulang besok. Kamu bisa bawa Belliza bepergian. Belliza sangat hebat dalam tiap rancangannya. Bibimu akan terpesona padanya."
Oskan berdecak lalu pergi dari sana, bergabung dengan Belliza di meja makan. Awalnya hanya diam. Belliza mengatur piring, mengisi makanan.
"Aku tak mau udang. Beri saja aku ikan."
"Baiklah."
"Kita akan menemui Bibiku besok, Belliza. Tolong jangan minum dan tidurlah lebih awal," kata Oskan.
"Baiklah."
"Apakah hanya minum jus wortel di malam hari bisa buatmu kenyang sampai pagi?" tanya Oskan.
Belliza buru-buru singkirkan gelas. Oskan bangkit berdiri.
"Aku akan lebih dulu ke kamar Cheryl."
Tinggalkan meja makan. Mata Belliza tak berhenti ikuti suaminya sampai pria itu menghilang. Bellova melihat cinta seluas samudera seorang Belliza pada Oskan Devano.
"Bellova, kami akan pergi bersama bertemu Nyonya Yves Devano. Ini seperti mimpi, Oskan mengajak aku."
"Selamat Belliza Damier. Kamu akan dapatkan suamimu kembali."
Wajah Belliza tak henti berbunga-bunga. Bellova amati kakaknya, saat bahagia, Belliza tak menyentuh minuman keras sama sekali.
Mereka masih mengobrol tentang model gaun yang up to date, bertukar pikiran dan gagasan. Akhirnya jadi euforia, hingga Belliza tanpa sadar telah membuat beberapa sketsa gaun y-line, A-line dengan spidol warna warni selama dua jam.
Almost, 11.00 PM, ketika Belliza memakai gaun tidur manis, pergi ke ranjang ingin bersama suaminya. Namun, Oskan kedapatan tidur lelap. Belliza berjinjit ke dekat lampu tidur, amati Oskan Devano. Ingin mencium wajah suaminya tetapi takut Oskan terbangun.
"I love you so much, Mr. Devano."
Menunggu pria itu buka mata dan setidaknya tersenyum, tetapi hanya ada dengkuran halus. Belliza kembali berjinjit pergi ke kamar Cheryl, menggendong puterinya dan putuskan akan tidur di kamar Bellova. Samar-samar terdengar suara suaminya dari kamar mereka saat ia lewat di depan kamar. Jantung Belliza berdetak di kuping. Hentikan langkah, mendorong pintu sangat pelan. suara serak Oskan bicara di telpon. Cukup jelas dalam keheningan bahkan nada manja kekasih suaminya dari sebelah.
"Aku merindukanmu, Nona!"
"Aku ingin pizza rústica di restoran Casanova seperti terakhir kali, Tuan Devano."
"Tentu saja, Helena. Mari bertemu besok. Aku akan ada di dekatmu selama dua hari lebih, untuk sebuah urusan. Aku akan menjemputmu."
"Oh, ini kabar terbaik hari ini. Tak sabar menunggu besok untuk melihatmu."
"Me too, Helena. Bisakah alihkan ke panggilan video? Aku ingin melihat wajahmu sebelum tidur."
Tertawa renyah.
"Ya, dan jangan akhiri panggilan sampai aku tidur."
Belliza mendekap Cheryl erat-erat. Pejamkan mata digerayangi sakit hati. Kebanyakan para istri akan marah dan bertengkar hebat. Ia memilih menutup pintu dan menjauh, ketenangan batin Cheryl nomer satu. Ia bisa menanggung banyak omong kosong dan kehampaan, tetapi puterinya pantas bahagia.
"Love, aku ingin berbelanja dan bersama Oskan di penginapan pinggir pantai, menikmati matahari terbit dan terbenam. Kami tak pernah lakukan itu lagi setelah Cheryl lahir."
Belliza bicara pelan pada Bellova sedang Cheryl tidur di tengah. Belliza bernapas berat membendung tangis. Lebih baik berandai-andai meski terlampau indah dan jauh dari kenyataan. Ia seperti kapal layar kelebihan tebasan angin, akan terbalik dan kini sedang tenggelam perlahan. Menyerah pada samudera.
Bellova meringis oleh impian kakaknya. Ia dan Oskan pernah bersama suatu sore di tepi pantai menikmati matahari terbenam.
"Ide bagus. Selamat bersenang-senang Nyonya Devano."
"Terima kasih, Bellova. Apa aku menyakitimu? Maafkan aku."
"Mari hidup dengan bahagia, Kak. Aku menyayangimu."
"Apa kita akan bahagia?"
Belliza menahan sedih, bayangkan suaminya di ruang tidur mereka sedang melihat wanita lain di layar ponsel dan bicara untuk nina-bobokan selingkuhannya. Oskan bergeming saat Belliza bicara begitu dekat, tetapi langsung siuman saat Helena menelpon.
"Tentu saja, kita ciptakan bahagia."
"Bagaimana denganmu, Love? Apakah kencanmu dengan Tuan Yerick berjalan bagus?" Belliza sembunyikan kesedihan. Tidak ada yang bisa dia katakan kecuali, cinta gila di hatinya pada Oskan Devano tak berkurang sedikitpun. Menyimpan sedikit harapan untuk mereka demi Cheryl.
"Tidak," sahut Bellova lekas menggeleng, menangkap kesedihan kakaknya, tapi tak berdaya. "Kamu tak akan percaya apa yang akan aku katakan."
"Apa sesuatu terjadi?" Belliza diliputi penasaran.
"Yerick punya kehidupan ganda."
"Aku tak mengerti."
"Biseksual. Erick punya kekasih seorang pria berjanggut. Mereka bahkan carikan wanita pengganti agar bisa hamil dari sper** Yerick yang dibekukan dan lahirkan bayi bagi keduanya."
"Oh My God. Pria sialan. Maksudmu Yerick itu sejenis omnivora?"
Bellova mengakak.
"Ya, dia pemakan segala. Yerick tak mau kami putus. Dia ingin bisa pacaran denganku dan dengan pacar lelakinya. Ya Tuhan, mengapa aku terjebak dengan pria aneh? Dia bahkan mengejar-ngejar aku. Ini mengerikan."
"Oh ya Tuhan. Lupakan dia! Lebih baik sedari awal sebelum menjadi serius dan terikat pernikahan. Biarkan kamu dijuluki gadis perawan tetapi jatuh pada pria yang tepat, Love."
"Anda benar Nyonya. Aku mencintaimu, Belliza Driely."
Belliza membelai rambut Bellova. Mereka saling tersenyum oleh getir. Hidup serumit apapun asalkan mereka bersama jadi terasa mudah untuk dilewati.
Keesokan pagi.
Dalam satu jam, Bellova sibuk di ruang penyimpanan pakaian milik Belliza. Bahagia melihat Belliza tersenyum.
"Aku akan lakukan yang terbaik," kata Belliza bersemangat.
"Ya kamu benar. Tunjukan pesonamu Belliza Damier."
Bak supermodel Belliza melangkah di antara lorong-lorong penyimpanan pakaian sedang Bellova semangati dengan tepuk tangan dan musik dari bibirnya. Mereka tertawa di akhir kegilaan hadapi pagi.
"Terima kasih telah yakinkan Oskan untuk membawaku." Menatap dirinya di cermin, tak butuh banyak make up, wajah Bellova dan Belliza seakan terlahir glamour.
"Kadang pria memilih berselingkuh karena kenyamanan."
"Aku tak mengerti pria."
"Habiskan hari berharga bersama suamimu dan caritahu apa maunya."
Belliza mengangguk-angguk kecil, ia akan temukan cara untuk menahan Oskan. Namun, segera pesimis tiap mengingat percakapan Oskan dan Helena.
"Apa siap-siapnya belum selesai?" Oskan mengetuk pintu. Ketika pintu dibuka, pria itu sedang menggendong Cheryl. Mengecup puterinya berulang kali.
"Mommy? Anda harus menggendongku sebelum bepergian. Apakah outfit Mommy lebih penting dariku?" Oskan menirukan suara anak kecil. Belliza lekas meleleh, tak paham apakah prianya berakting atau masa bodoh, Oskan terlihat berbeda ketika bersama Cheryl. Tampang ayah sejati.
Dan Cheryl yang baru belajar bicara, memekik.
"Ma ma ma ..., Mom-my." Seraya ulurkan tangan pada Belliza. Ketika Bellova terlihat oleh mata kecilnya, Cheryl kembali memekik.
"Mom-my!"
"Nah, gadis kecil, jadi siapa yang kamu inginkan? Aku atau dia?" tanya Bellova pura-pura cemberut.
"Cheryl sudah makan bubur apel dan minum susu, Mommy," lapor Oskan. "Daddy menyuapi Cheryl hingga kenyang."
"Trims, Dad," balas Belliza mengisi beberapa selendang ke dalam tas.
Belliza menggendong Cheryl dari Oskan dan menimang Puteri kecilnya.
"Aku akan tunggu di depan," kata Oskan seraya berbalik pergi. "Sampaikan salam untuk Ayah dan Ibu. Semoga perjalananmu menyenangkan, Love," tambah Oskan tanpa menoleh pada yang di ajaknya bicara.
Bellova antarkan Belliza ke mobil setelah selesai bersiap. Walaupun tampilan Belliza sangat memukau, Oskan tampak tak peduli. Belliza menatap Bellova, sorot mata penuh kesedihan begitu jelas. Bellova menggeleng ketika kembarannya akan menangis.
"No, aku yakin, kamu bisa menangkan hatinya."
Bellova ucapkan kata itu dalam pikirannya, berdoa agar Belliza dan Oskan bahagia. Meskipun sesuatu mengganggunya.
Tak ada yang bisa menebak hari esok, termasuk Bellova.
Hari itu jadi pagi terakhir, Bellova bicara pada kakaknya. Hari terakhir ia melihat Belliza baik-baik saja.
***
Sedang merajut kisah ..., nanti ketemunya di mana ya?
Dari kemarin kita mundur ke Belliza sebelum koma.
Tinggalkan like dan komentar, vote juga. Apa saja? Kopi agar aku melek, roti, biskuit agar aku gemuk, mawar sekebon apalagi.
Aku mencintaimu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
✨Susanti✨
next ....
2023-01-14
0
✨Susanti✨
next.....
2023-01-14
0
La Popi
ga bisa menyalahkan siapapun sih..oscan yg merasa di tipu,belliza yg dapat karma..biarpun wajah sama tp feel pasti beda.. sebenarnya pisah kyk nya lebih baik..belliza cinta buta ..lebih ke obsesi kalo nurut ak
2022-05-23
1