Chapter 18. Face my Fear

"Belliza?! Belliza ...."

"Hei ..., Sayang ...."

Seakan jiwa terlepas dari tubuh, ia melihat Lucio Vargas mendekapnya erat, lalu menggendong panik dan berlari turuni tangga, pergi ke parkiran. Dibawa masuk ke dalam mobil. Ia mendengar bunyi klakson mobil juga motor di pagi mulai ramai. Lucio Vargas mengumpat frustasi. Memencet bel kasar berulang kali pertanda tak sabaran. Ia bahkan mendengar pekikan pria itu!

"Tolong, ini darurat! Seseorang butuh perawatan medis! Bisakah berikan aku jalan?"

Terhalang macet, Lucio Vargas keluar dari mobil, kembali menggendongnya, mulai berlari membelah jalanan.

"Belliza bertahanlah! Kita hampir sampai."

Napas memburu.

Tiba-tiba saja, seakan terlempar ke dimensi lain, Belliza berada di atas ranjang dalam pelukan hangat Oskan Devano.

"Bellova Damier..., aku menyesal karena tak bisa kendalikan diriku."

Bibirnya disentuh. Mata terbuka dapati Oskan Devano sedang tersenyum lembut dan manis.

"Aku tak menyangka kamu menyerah padaku."

Belliza pejamkan mata kuat, halau sakit kepala yang berdenyut hebat juga sakit di bagian bawah tubuh.

Hari sebelumnya, Belliza dan teman-teman satu profesi, fashion designer, party di Capricorn Bar and Club, rayakan kesuksesan penampilan runaway di panggung pekan mode international di Barcelona. Mereka kembali ke Lisbon dan bersenang-senang.

Kembarannya, Bellova kebetulan ada di Lisbon untuk mengurus sesuatu sehubungan dengan pekerjaannya sebagai guru. Dan Oskan Devano yang memang tinggal di Lisbon, bertemu Bellova pertama kali karena gantikan Belliza yang sibuk bersiap tampilkan koleksi bertajuk, "Bohemian Diversity " empat bulan sebelumnya. Oskan Devano temani sahabatnya, seorang model yang butuh perancang busana untuk sebuah event.

"Aku bukan Bellova," ujar Belliza jujur, sadari kekeliruan mereka. Belliza tak ingat awal mula hingga mereka pergi ke ranjang. Segala hal terjadi begitu cepat, tak terkendali. Ia bukan pemabuk, tetapi karena euforia, ia minum berlebihan.

"Apa mabukmu belum berakhir?" tanya Oskan tersenyum makin lebar. Mendekat agar bisa ciuman kembali, tetapi Belliza menghindar.

"Maafkan aku, ini sungguh mengerikan. Aku bukan Bellova."

Oskan menyipit, tubuh Oskan menegang. Langsung bergerak menjauh.

"Apa kamu ...,?"

"Aku Belliza bukan Bellova."

Oskan tercengang, terpukul dan patah hati. Segera lepaskan pelukan dan turun dari ranjang. Tanpa bersuara, Oskan pergi ke bathroom, lama di sana. Mungkin hampir setengah jam. Ketika keluar dari kamar mandi, Oskan berdiri di depan cermin memakai kemeja.

"Aku tak mengerti apa yang terjadi, mengapa dua orang gadis berani menipuku! Padahal aku hanya mencintai dengan tulus. Apa kalian berdua senang bodohi aku?"

Belliza hanya menggeleng tak berdaya. Ia tak punya cara membela diri. Kesalahan ini ada padanya. Harusnya ia hanya pulang ke studio dan tidur bukan malah sanggupi permintaan Bellova.

"Jadi, gadis kemarin pagi adalah Bellova dan malamnya adalah Belliza?" Empat bulan tidaklah cukup bedakan Bellova dan Belliza. Potongan rambut mereka sama, gaya bicara juga sama dan mereka adalah kesatuan.

"Kami tak bermaksud, menipumu. Adikku hanya minta tolong gantikan dia sebab ada sesuatu sangat mendesak butuh diurus."

Oskan selesai dengan jas dan berbalik padanya. Memandang datar.

"Kita akan menikah dalam Minggu ini. Beritahu Bellova."

"Tidak!" geleng Belliza keras. "Aku tidak bisa menikahimu dan sakiti Bellova."

"Terlambat Belliza. Harusnya, kamu pikirkan hal semacam itu semalam sebelum datang padaku sebagai Bellova."

Seakan tak yakin, Oskan memeriksa ponsel melihat tanggal.

"Apakah kita sedang April mop?" Oskan sedikit bergairah oleh kemungkinan itu langsung lusuh. "Aku berjanji pada Bellova jika tak sengaja menodainya, aku akan menikahinya. Aku harusnya lebih waspada karena pacarku punya kembaran. Kenyataan, aku tak bisa bedakan Bellova atau Belliza."

Belliza tak ingin datang semalam tetapi Bellova memaksa lantaran takut buat Oskan kecewa. Adiknya separuh mengemis, Belliza tak tahan pada rengekan Bellova.

"Tidak, aku akan beritahu Bellova kesalah-pahaman ini, tapi aku tak bisa menikahimu. Ini, terakhir kamu melihatku."

"Caranya?" tanya Oskan tajam. "Apa begini? Bellova, aku tidur dengan pacarmu semalam dan dia sungguh konyol karena tak bisa bedakan kita berdua?"

Belliza terdiam. Tak punya kata sebab ia sungguhan bodoh. Apa yang terjadi? Bagaimana dengan Bellova?

"Baiklah. Jadi, jika kamu mungkin hamil, kamu akan aborsi?"

Oskan mulai marah.

"Belliza, kamu sangat tidak setia karena menyakiti saudaramu sendiri. Betapa mengerikan ini!"

Belliza tersudut kini. Bellova selalu ingatkan ia, jauhi minuman alkohol. Tetapi, kemarin itu memang kebablasan.

Pada sesi berikut, Bellova menangis sedih ketika ia katakan ia tidur dengan Oskan Devano dan ia telah sangat kejam lukai adiknya.

Belliza lari dari rencana pernikahan, sembunyikan diri di Andorra, sesali kebodohan dan keserakahan. Tak berdaya ketika akhirnya hamil dan Bellova beritahu Oskan. Pria itu datang dan yakinkan dirinya bahwa mereka tidak bisa perbaiki masa lalu tetapi kini ada satu nyawa yang akan hadir. Belliza lalu dibawa pulang dan Oskan berjanji akan memulai hidup baru bersama bayi mereka. Bellova mainkan peranan paling penting untuk kebersamaannya dan Oskan. Adiknya lakukan pengorbanan, meski demikian Belliza telah dihantui rasa bersalah.

Enam bulan setelah Cheryl lahir, Belliza temukan Oskan Devano berselingkuh dengan seorang wanita. Sejak itu, hubungan mereka retak. Sikap dingin Oskan, peringai kasar, rasa bersalah Belliza pada Bellova juga tak bisa jadi ibu terbaik bagi Cheryl, mendorong Belliza larikan diri pada alkohol. Kehidupan kacaunya dimulai. Terlebih rasa cinta begitu besar pada suaminya, hancurkan Belliza perlahan.

Belliza terlempar kembali ke hunian semalam. Oskan Devano, suaminya sedang menatap ponsel rusak bekas tangan kasarnya. Wallpaper pada screen ponsel tampilkan foto mereka saat Cheryl lahir. Mereka berciuman sedang ia menggendong Cheryl. Bukankah, meskipun hubungan mereka dibangun di atas dusta, setidaknya pernah ada cinta? Kemana perginya?

Helena datang beberapa saat kemudian, memeluk suaminya, mereka berciuman. Tangan Belliza terulur. Mencintai suaminya sepenuh hati.

"Oskan ...."

Karma tidak pernah salah sasaran. Kendati, Bellova ikhlaskan Oskan padanya dan mendukung kebahagiaan mereka sekuat tenaga, hidup ajarkan rumus-rumus dasar. Yang mengkhianati akan dikhianati dan yang menyakiti akan disakiti. Hari ini kamu melukai orang dan akan tiba waktumu dilukai.

Belliza kembali ke rumah sakit. Terdengar bunyi beep panjang dari mesin di ruangan.

Apa yang terjadi?

Apakah ini ilusi?

Apakah ini nyata?

Apakah ini hanya sesuatu yang dibayangkan?

Lucio Vargas separuh menjerit.

"Apa yang terjadi?"

Dokter menyebutkan sesuatu. Keracunan.

"Belliza tak makan apapun sejak semalam, bagaimana bisa keracunan?"

"Bukan keracunan makanan, tetapi keracunan akibat konsumsi alkohol berlebihan. Belliza keracunan alkohol."

Diagnosis sangat cepat karena Dona Marris adalah dokter yang pernah menangani Belliza.

"Anda tak boleh masuk, Tuan!"

"Aku perlu bersamanya! Belliza, kamu akan baik-baik saja!"

Belliza tersedot sesuatu. Apakah ambang kematian? Sebab, dunia telah berhenti bergerak.

***

Chapter ini sebenarnya, chapter di mana konflik utama persis di sinopsis. Tetapi, aku ternyata sangat sibuk tiga harian, ngurus butik. Gak bisa nulis banyak.

Sebisa mungkin untuk tidak buat Readers bingung. Ada flash back dalam alur mundur. Lalu meloncat jauh ke depan.

Tinggalkan dukungan untuk dua chapter hari ini tentang Belliza dan Bellova yang mulai pening ditagih utangnya oleh Hot Debt Collector.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***