Langkah kaki terburu-buru diiringi final boarding announcement menggema dalam bandar udara Lisbon.
“Mohon perhatian. Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk para penumpang Maskapai Ryanair penerbangan 907 tujuan Terceira boarding di gerbang 2. Terima kasih.”
Kaki-kaki panjang Raymundo yang berjaket kulit hitam pekat dan kaca mata senada mulai berlari kecil sambil pandangan tertuju pada gate yang disebutkan. Ia sedang berada di Lisboa saat ini untuk mengurus beberapa masalah internal perusahaan. Ia pernah ajukan pengunduran diri. Bos-nya tak ingin ia pergi, jadi menolak surat resign bahkan menempatkannya langsung di posisi paling ideal dalam perusahaan, Chief Technology Officer. Beberapa hari ini ia menemukan dirinya bekerja siang dan malam untuk mulai import bahan baku. Ia juga menerima setengah harta yang diberikan padanya dan belum ia sentuh. Sekarang ia akan kembali pulang, ia nanti berkantor dari rumah dan sewaktu-waktu pergi ke perusahaan. Tetapi tak ada penerbangan langsung. Pulaunya adalah salah satu bagian dari kepulauan Azores, pulau terluar. Jadi, ia akan transit di Terceira Island sebelum berganti pesawat ke Santa Cruz das Flores.
Petugas bandara bersiap menyambut.
“Good morning, Sir. Identitas Anda, please,” pinta salah seorang petugas.
Raymundo Alvaro sodorkan identitas sementara ponsel di saku mantel bergetar.
“Anda datang cukup telat.”
“Ya, jalanan macet menjelang siang.”
“Anda benar, ditambah kecelakaan lalu lintas pagi tadi.”
Ponsel di kantong mantel terus bergetar. Para petugas saling pandang.
“Ini sepertinya telpon sangat penting,” kata Raymundo pada petugas bandara mohon maklumat.
“Anda bisa menelpon sepanjang koridor menuju pesawat.”
“No, Sir. Ini mungkin mendesak. Aku butuh menjawab panggilan sekarang.”
“Tetapi, Tuan ..., Anda harus naik pesawat sekarang!”
Abaikan petugas bandara yang kemudian bicara di radio handie talky, ia mengangkat ponsel dan sedikit menjauh.
“Romeo?!” sapa seseorang.
“Ya, Black Mask?! Sebaiknya ini penting.”
“Mr. and Mrs. Owl, they are target right now! Para tikus sedang mengendus sarang.”
Tertegun seketika.
“Mohon perhatian. Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk penumpang atas nama Tuan Raymundo Alvaro dan Nona Bellova Driely Damier, pemesan penerbangan 907 tujuan Terciera. Mohon menuju gerbang 2 sekarang. Pemeriksaan terakhir akan segera selesai dan pintu pesawat akan ditutup dalam waktu sekitar lima belas menit. Terima kasih.”
Raymundo menghirup udara yang mendadak pengap. Petugas bandara hampiri dirinya.
“Tuan Raymundo Alvaro? Anda harus segera naik ke pesawat! Di mana kekasih Anda?” tanya petugas bandara sekali lagi saat melihat Raymundo hanya terdiam dengan ponsel masih melekat di kuping. Terlihat shock.
“BM, tunggu aku!” Turunkan ponsel kemudian menatap lurus pada petugas bandara. “Kekasih?” Raymundo balik bertanya heran.
“Yang kami maksud Nona Damier. Anda dan beliau menempati seat berdampingan?”
Puteri Damier yang mana sekali ini? Raymundo sadari satu hal, Nona Damier. Menjawab pertanyaan di benak, dari arah depan wanita muda yang melabrak Hellena seminggu lalu tergesa-gesa menarik koper sambil sesekali menengok ke belakang. Seorang pria terlihat mengejar tetapi langsung di tahan security bandara. Apa pria itu Oskan Devano?
“BELLOVA?!” Si pria tampak putus asa berseru nyaring memanggil nama Bellova sementara para petugas berusaha menahan.
“BM, apakah informasimu valid?” Raymundo kembali mengangkat ponsel, mengelus kening oleh pikiran yang tiba-tiba bercabang.
“3000 persen valid.”
“Tuan Raymundo, Anda harus bergegas.”Petugas menegur.
“Mohon perhatian. Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk penumpang atas nama Tuan Raymundo Alvaro dan Nona Bellova Driely Damier, pemesan penerbangan 907 tujuan Terciera. Mohon menuju gerbang 2 sekarang. Pemeriksaan terakhir akan segera selesai dan pintu pesawat akan ditutup dalam waktu sekitar lima belas menit. Terima kasih.”
Panggilan diulang. Si pria bicara pada security bandara, berusaha yakinkan security dan berhasil lolos, mengejar wanita itu, Bellova Driely Damier.
"Bellova Driely?!"
Sedang yang dikejar makin laju menuju ....
Raymundo terpaku saat Bellova Driely Damier, lepaskan koper di tangan, datang padanya.
“Maafkan aku, Tuan Alvaro. Secara ajaib Anda di sini, tak mungkin hanya kebetulan."
Beberapa patah kata mengisi dua kalimat, setelahnya Nona Damier pegangi ujung jaket dan sedikit berjinjit. Bellova tempelkan telapak-telapak tangan dingin untuk menangkup kedua pipinya dan bola mata mencari-cari dalam matanya. Raymundo melihat raut buas beberapa waktu lalu berubah penuh gelisah, takut dan panik. Lepas dari itu, ia tersihir ketika Bellova Driely dengan berani menariknya membungkuk.
“BELLOVA?!” seruan pria yang kemudian terpana berakhir, menutup wajah dengan kedua tangan, tak ingin melihat. Seakan tak percaya ketika wanita yang ia panggil dan ia kejar, mencium seorang pria lain di bandara di gerbang nomer 2.
Raymundo sangat terkejut, tetapi terlalu lumpuh. Ia mendadak mati rasa. Apa wanita ini kurang waras? Detik berlalu ia menjadi pening oleh ciuman penuh hasrat padanya. Matanya berkilat beberapa detik berselang.
“Anda tidak waras, Nona Damier!” Raymundo menuduh wanita yang terengah-engah di depannya tajam. Bukannya menyahut, Bellova malah semakin berani. Berpasang-pasang mata menonton mereka kini.
Bellova Driely akan hilang keseimbangan saat Raymundo berusaha mengelak, tetapi tangan-tangan wanita itu telah berpindah kalungi lehernya. Secara posesif buat ia terbenam makin kuat pada ciuman sensasional satu pihak seakan-akan menuntutnya untuk membalas.
Bukankah wanita bosnya seperti wanita ini? Sedikit agresif. Ia mengeluh dan mendorong Bellova menjauh darinya.
“Namaku Bellova Driely Damier, aku akan bayar Anda sejumlah uang, tolong selamatkan aku kali ini.”
“Apakah aku terlihat butuh uang?” Raymundo sontak kembali meraih Bellova dan mencengkeram pinggang Bellova kuat sebelum wanita itu sempat menjauh. Bellova melekat padanya dan agak meringis.
“Aku tak tahu, Anda ..., hanya ..., Anda yang terlihat mungkin untuk aku sentuh.”
“Anda bisa mencari pria yang bisa sembarangan disentuh di club malam, Nona.”
“Aku mohon, maafkan aku! Hanya selamatkan aku dari pria gila yang mengejarku."
"Apa dia Oskan Devano?"
Untuk beberapa alasan para wanita kadang memilih terus gunakan nama Ayah mereka dibanding nama suami. Bellova mungkin begitu.
"Jawab aku! Apakah pria itu, Oskan Devano?"
"Kamu bisa minta foto pada adikmu yang murahan itu untuk melihat wajah Oskan."
"Apakah kamu bukan wanita murahan? Punya kekasih dan mencium pria asing di bandara? Hanya karena adikku murahan, bukan berarti aku menerima perlakuan yang sama, Nona Damier."
"Ini sungguh mendesak. Tak bisakah Anda melihat, aku sedang kesulitan. Aku akan lakukan apa saja yang kamu minta. Dia mendekat, ya Tuhan. Bisakah Anda menolongku sekali lagi? Aku sungguh butuh bantuan.”
Raymundo menatap Bellova tajam, "Apa saja?"
"Ya, apa saja," angguk Bellova, lebih sibuk mengawasi pria yang tergopoh-gopoh hampiri dirinya.
"Apa saja?!"
"Demi Tuhan, Apa Saja!" Wanita itu semakin gelisah.
"Bellova, kita perlu bicara!" Si pria meraih tangan Bellova, menarik dengan kasar. Raymundo pegangi tangan Bellova satunya dan menarik wanita itu padanya.
"Tidak! Tolong menyingkir!"
"Siapa kamu? Kekasih satu malamnya?" seru si pria marah hendak mendorong Raymundo menjauh. Raymundo melihat sekitar, membuat gerakan mendadak ketika ayunkan siku kanannya tepat untuk membuat pria yang tidak siap menerima serangan balik di hadapannya segera terjungkal ke belakang. Memutar lehernya sedikit, ia dekati si pria dan sekali ini tinggalkan tandukan keras gunakan dahi hingga hidung pria itu berdarah.
Bellova membekap mulut. Mengamati Raymundo Alvaro, tak percaya pada sikap praktis pria itu. Tampak ingin menjerit, harus dengan kekerasan? Tetapi tak mampu bersuara. Raymundo seakan utusan salah satu dari sekawanan pria yang sangat mudah gunakan kekuatan.
"Menjauh saja darinya! Jika aku melihatmu lagi berkeliaran di dekatnya, aku akan pisahkan pinggang dan pinggulmu. Yakinlah tak akan ada satupun dokter di dunia ini bisa satukan tulangmu kembali!" ujar Raymundo penuh peringatan lalu memanggil security. Pria yang bibirnya pecah itu digiring pergi. Bellova bernapas lega ketika si pria tak kelihatan lagi kemudian tiba-tiba sesak napas menyadari sorot intens Raymundo Alvaro.
"Apa saja?!" Raymundo berbisik pada Bellova, menunggu imbalan.
"Apa saja?!" Bellova membeo, sadari kecerobohan tapi tak mungkin perbaiki. Putus asa kadang sangat berbahaya.
"Apakah itu berarti, tanah di Miradoura?" tanya Raymundo. "Itu satu-satunya yang aku inginkan darimu."
"Aku tak menjual tanah itu. Aku akan memberimu uang!"
"Aku punya banyak uang, Nona Damier, bahkan aku bisa membelimu!"
"Apa?!"
"Tanah di Miradoura," ulang Raymundo Alvaro, "atau seperti kebanyakan kisah ..., tidur denganku? Kedengaran cukup pantas sebagai imbalan," tambahnya hingga Bellova Driely melongo. Mata wanita itu langsung linglung.
"Bu ... Bu ... kan begitu. Maksudku bukan begitu."
"Aku tak peduli maksudmu. Ini tentang dua kata darimu, APA SAJA!"
***
Suka Chapter ini? Komentar di bawah dan like komentar sesama readers.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
bunga cinta
cakeeep
2024-05-19
0
Hamla
Sukkaa bingitz 🤗🤗
2023-06-05
0
✨Susanti✨
next..
2023-01-13
0