“Beritahu aku, siapa pria itu? Berapa bulan?”
Raymundo tak bisa menunda waktu untuk mencecar Hellena Alvaro. Kekesalan menumpuk karena Hellena menutup rapat mulut, sembunyikan identitas kekasihnya.
“Hellena?! Kamu tak paham pertanyaanku?”
“Ka ... Kak ....”
“Siapa pria itu?” hardik Raymundo semakin keras.
“Ray ..., tenangkan dirimu, Nak! Tolong, jangan takuti adikmu!”
“Aku ...,” tunjuk Raymundo pada dirinya sendiri, bicara dengan nada pelan seinci dari wajah Hellena, “menjual kebebasan pada orang lain agar kamu dapatkan kehidupan yang layak, meraih gelar sarjana, dapatkan pekerjaan bagus , menikahi seorang pria terhormat ..., inikah hasilnya Hellena Alvaro?” tanya Raymundo bersuara makin rendah, sementara wanita muda di hadapannya berdiri ketakutan, berwajah pucat pasi seputih tembok putih.
“Kakak ..., aku dan dia ..., kami akan bersama dalam waktu dekat. Dia hanya sangat sibuk, Kak.”
“Mau katakan, siapa dia? Aku akan bicara padanya.”
Hellena pejamkan mata lalu ketika terbuka ia menatap Raymundo, hanya lima detik.
“Aku tak bisa memberitahumu saat ini! Maafkan aku.”
“Mengapa?” tanya Raymundo heran.
“Dia pria yang sangat sibuk.”
“Sungguhan sibuk hingga tak menyapa keluarga wanitanya yang sedang hamil?”
“Raymundo, pria itu akan datang dan bertemu kita. Mari jangan buat wanita hamil ini tertekan, Nak!”
“Aku sedang bicara dengan Helena,” sahut Raymundo acuhkan ibunya.
“Aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku tumbuh tanpa kakak laki-laki di sisiku. Mengapa pikirmu, aku butuh kakak sekarang untuk selesaikan masalahku?”
“Hellena?!” tegur wanita separuh baya, Ibu Raymundo dan Hellena, yang perhatikan sejak tadi berusaha menahan kemarahan putera lelaki pada putri semata wayangnya.
“Begitukah?” tanya Raymundo dingin, kembali dekati Hellena. “Jadi, menurutmu, akan lebih baik jika aku tinggal di sisimu untuk bermain denganmu dan menjagamu sepanjang waktu? Kita hanya akan makan roti kering tiap pagi dan mengemis pada orang di hari berikutnya? Aku akan bekerja di perkebunan sayur dan dapatkan sedikit uang yang bahkan tak cukup untuk membeli makanan? Atau aku akan mencuri sesuatu dari toko roti dan dilemparkan ke penjara berulang kali lalu direndam dalam bak dingin, Hellena?”
Raymundo memutar lehernya, ia sedikit tegang.
“Sebaiknya kamu tak membuat masalah dan permalukan aku, Hellena!” ancam Raymundo keras. “Atau kamu bisa bawa bayimu, keluar dari sini!”
“Raymundo, Nak. Apa yang kamu lakukan pada adikmu?”
Raymundo Alvaro berbalik kini pada Ibunya.
“Anda bisa pergi bersama Puterimu! Tinggalkan rumah ini dan hiduplah sekehendak hati kalian. Aku tak ingin salah satu di antara kalian berdua menodai wajahku dengan kotoran.”
“Nak ....”
Raymundo pergi dari sana dengan banyak kekesalan di hati. Ia bisa mendengar suara Ibu menegur Hellena.
“Jangan melawan kakakmu! Tanpa Raymundo, aku dan kamu hanyalah sampah. Kita tak akan dapatkan semua kenyamanan ini! Jaga sikapmu! Sebaiknya beritahu kekasihmu untuk datang dan menikahimu. Ya Tuhan, aku bisa gila dengan tingkahmu!”
Menaiki tangga menuju ruang tidurnya. Ruangan tanpa gorden, impian wanita itu, yang sangat menyukai ruangan polos. Hembuskan napas berat ia melihat pada langit berawan. Pepohonan rindang mengisi bukit, di dasar pohon bunga hortensia biru muda bersemak. Sebenarnya pulau ini dilimpahi bunga hortensia. Mereka tumbuh indah di mana-mana, tetapi sekali ini bahkan keindahan tiga dimensi juga desisan ombak di bawah sana tak bisa surutkan hati dari panas membara.
“BM, bantu aku mencari tahu tentang seseorang.”
Ia mengirim pesan pada temannya, meraih jaket hitam dan pergi keluar rumah. Mengendarai mobil, ia menelusuri jalanan di pulau yang tak seberapa luas. Tak ada yang berubah, tempat ini masih sama seperti terakhir kali saat ia berkunjung. Tak banyak kendaraan terlihat.
Lima menit coba redakan amarah, ia akan masuki tempat favorit lain di pulau ini untuk menikmati keindahan pemukiman tepi laut Ribeira. Seorang wanita muda melambai dari sisi jalan dengan wajah gelisah. Ketika ia melambat, si wanita langsung menghampiri hingga Raymundo terpaksa hentikan mobil. Kaca diketuk. Raymundo turunkan kaca mobil dan dapati seorang wanita segera bicara tergesa-gesa. Gambaran raut tak asing bagi Raymundo, tetapi tak tahu pasti di mana tepatnya ia pernah melihat si wanita.
“Tuan ..., maaf aku mengganggu Anda. Aku butuh bantuan.”
Raymundo mengerut dan amati si wanita, tampak sangat kasual dengan jeans denim dan kaos dibungkus cardigan santai.
“I am so sorry, tapi aku sedang dalam perjalanan penting.”
“Mam, please help me!” Sebuah suara dari ponsel sampai di telinga Raymundo. Tangan kanan si wanita memegang sebuah ponsel, sepertinya sedang berlangsung panggilan. Terdengar ribut-ribut dan juga pekikan histeris.
“Tuan, ini menyangkut nyawa beberapa orang!” Si wanita mulai gugup mengangguk pada ponselnya. Barang pecah belah yang dibanting berikut umpatan terdengar dari seberang.
“Baiklah, apa yang bisa aku bantu?”
“Mobilku mogok di sebelah sana,” tunjuknya ke arah mobil merah yang terparkir tak jauh di depan sana. “Aku harus pergi ke rumah salah satu muridku karena dia baru saja hubungi aku. Ayahnya yang seorang narapidana, kabur dari penjara, datang dan menemukan mereka di pulau ini. Lalu menyerang mereka. Aku mohon bantuan Anda, Tuan.”
“Anda bisa hubungi polisi, Nona! Ini mungkin sangat berbahaya.”
“Oh tidak,” geleng si wanita keras, “Aku tak bisa ambil resiko dengan kejutan yang dapat memicu kemarahan Ayahnya.”
“Dari sekian banyak mobil yang lewat, Anda menahan mobilku?”
“Karena hanya mobil Anda yang tak terburu-buru,” sahut si wanita cepat. “Apakah itu penting sekarang, Tuan?”
“Baiklah, di mana alamatnya?”
Si wanita segera masuk ke dalam mobil. Ponselnya masih menyala karena terdengar isakan dari sebelah.
“Gabriela? Apakah kamu masih di sana, Nak?”
“Yes, Mam. Aku sangat takut. Ayahku lempari ibuku dengan pot bunga.”
Si wanita menghela napas panjang.
“Look, jangan matikan ponselmu. Tetaplah tenang di dalam lemari sampai aku datang.”
“Mam, aku sangat ketakutan. Aku rasa Ayahku temukan tempat persembunyianku!” bisik suara dari seberang pelan, terdengar menahan tangis dan kengerian.
“Bisakah Anda lebih cepat?” tanya si wanita jauhkan ponsel agar kepanikan tak menulari si bocah. Pegangi dada dan duduk gelisah. “100 meter dari Ribeira dos Vales belok kiri, mereka menyewa rumah untuk bersembunyi.”
Tiba-tiba saja terdengar suara jeritan keras dari si anak.
“Mam, please help me!” Histeris.
"Oh my God! My God!” erang si wanita mulai tertekan.
“Jangan sakiti Puteriku, aku mohon!” Suara lain dari dalam ponsel.
Suara cambukan, teriakan serak putus asa dan gemerisik tak jelas. Raymundo melirik ke sebelah pada wajah pucat si wanita yang hampir menangis, menambah kecepatan.
“Kita sampai!”
“Terima kasih karena telah sangat manusiawi. Aku tak akan melupakan kebaikan Anda. Semoga Tuhan membalas. Anda bisa pergi. Aku akan mengurus sisanya!” Meloncat turun dari mobil, si wanita berlari ke halaman rumah bercat putih yang terawat rapi. Raymundo perhatikan si wanita, ingin memutar balik mobil, tetapi nalurinya terganggu. Suara jeritan itu persis suara anak perempuan dari wanita yang ia cintai. Raymundo atas kesadaran penuh, putuskan untuk terlibat.
Suara ribut-ribut pertengkaran kembali terdengar dari dalam. Ketika mendorong pintu masuk perlahan, pemandangan di dalam rumah tidaklah mengherankan. Meja dan kursi jungkir balik tak beraturan. Seorang wanita terduduk di sisi sofa memeluk puterinya yang ketakutan di antara barang pecah belah dengan luka lebam di wajah sedangkan si wanita yang datang bersamanya, menghadang seorang pria yang terlihat murka dengan benda tajam di tangan.
“Jangan ikut campur! Anda sebaiknya tak menolong wanita pembohong di belakang sana! Aku akan memotong kaki dan tangannya.”
“Tidak, Anda tak bisa lakukan itu di hadapan Puteri Anda! Apakah Anda tak lihat Gabriela ketakutan?” balas si wanita mencoba bicara dengan sikap tenang.
Bukannya mereda, si pria menjadi sangat marah, terlebih ketika melihat sekilas kemunculan Raymundo. Si pria mendadak datangi si wanita. Berusaha menerkam untuk melukainya, tetapi dengan gerakan cepat Raymundo mencengkeram baju bagian belakang si wanita, menarik tubuh itu padanya dan memeluk pinggang erat sedang kaki kanan secepat kilat terayun pada tangan pria pemegang senjata tajam. Si pria meringis kesakitan,tetapi berhasil dapatkan pisau tajam lainnya dan arahkan pada istrinya sendiri. Raymundo menarik pistol dari belakang pinggangnya dan menembak si pria.
Door!
***
Like dan tinggalkan komentar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
asty wulandari
baca ulang novel,😍😍😍
2024-02-22
1
✨Susanti✨
next
2023-01-13
0
PeQueena
beres dan praktis...
2022-12-24
0