Nev keluar dari kamarnya dan mendapati Raya yang berdiri mematung di dekat dinding depan pintu.
Wanita itu tampak bersandar dan sepertinya tengah melamun.
"Aku akan sarapan." ucap Nev ditengah keheningan yang tercipta. Membuat Raya memegangi dadanya sendiri karena terkejut akibat ucapan Nev yang tiba-tiba sudah berada disampingnya.
Sejak kapan Nev keluar kamar? Raya tak tahu karena sejak tadi dia tengah melamun dan memikirkan nasib kedua orangtuanya.
"Ba-baik, Tuan." Raya segera mendorong kursi roda Nev dan membawa pria itu menuju lift untuk turun dan sarapan di ruang makan.
Sesampainya di ruang makan, mereka melihat Feli yang sibuk dengan gadget-nya sembari mengunyah Roti panggang yang masih bertengger dijemarinya.
"Kau akan ke kantor, sayang?" tanya Feli mengarah pada Nev.
Nev hanya mengangguk tanpa berkata apapun.
"Aku siapkan sarapanmu. Kau mau sarapan apa? Nasi goreng, roti panggang atau--"
"Tidak usah." potong Nev. "Biar Raya saja, dia pengasuhku, bukan?" Nev menatap Feli dengan senyuman kecil, seperti tengah mengejek istrinya itu.
"Tapi--"
Nev segera merentangkan jari tangan-- agar Feli segera menghentikan kalimatnya itu.
Feli berdecak dan memasang wajah cemberut, namun Nev tidak peduli dan justru meminta Raya mengambilkannya sarapan.
"Kau tidak usah menungguiku sarapan, Raya. Sarapanlah juga..." kata Nev pada Raya, membuat Raya mengernyit heran.
"Nev, kau jangan terlalu peduli padanya." ucap Feli tak senang.
"Kenapa?" tanya Nev sembari mulai mengunyah makanannya.
"Karena yang harus kau pedulikan itu aku, bukan dia Nev. Aku ini istrimu." Feli menatap Nev dengan tatapan berkaca-kaca.
Nev menggeleng kecil karena ucapan Feli yang dirasanya seperti omong kosong tanpa arti.
"Nev, sampai kapan kau akan percaya padaku." kata Feli melirih.
Raya terlihat memundurkan langkah, ia tidak mau terlibat dalam keributan ini.
"Saya akan sarapan di belakang, Tuan. Permisi," ucap Raya sopan dan segera melangkah ke dapur.
Sementara Feli tetap menatap Nev, berharap suaminya itu bisa membuka hati untuknya. Namun sayang, Nev hanya menganggap ucapan Feli tidak ada artinya dan hanyalah sandiwara.
Feli meraih lengan Nev, "Nev, sayang... maafkan aku. Aku tahu aku salah.. beri aku kesempatan." kata Feli.
"Kesempatan apa yang kau maksud, Feli? Aku bahkan tidak mengusirmu. Kita masih bersama dan itu berarti hubungan kita baik-baik saja." sindir Nev sambil terkekeh kecil diujung kalimatnya.
"Hubungan kita tidak baik-baik saja. Kau mengabaikan aku, Nev. Harus berapa kali ku katakan jika aku tidak terlibat dalam tragedi kecelakaanmu." ucap Feli sembari meneteskan airmata.
Nev meletakkan sendoknya dengan keras, membuat Feli sedikit tersentak kaget.
"Sekarang katakan, kesempatan apa yang kau mau, hah?" tanya Nev tak senang.
"Biarkan aku yang mengurusmu." kaya Feli.
Nev terkekeh. "Kau sendiri yang sudah mencarikanku pengasuh."
"Itu ku lakukan karena kau tidak mau ku sentuh, Nev! Mengertilah... jika saja kau mau, aku yang akan membantumu. Kau sendiri yang mengabaikan aku. Bahkan kau tidak mau tidur dikamar yang sama denganku! Aku kesana-kemari mencari kesibukan lain untuk menghilangkan rasa sakit hatiku karena kau abaikan,"
"Kenapa Nev? Hanya karena kau curiga aku adalah dalang dibalik kecelakaanmu? Kau egois Nev, padahal kau tidak memiliki buktinya." Feli berdiri dan menangis tersedu-sedu, kemudian dia pergi dari hadapan Nev.
Nev sudah tidak peduli apapun yang Feli katakan. Karena ia tahu pasti sikap Feli hanyalah sandiwara dan itu tidak membuatnya iba sedikitpun.
Sikapnya yang mengacuhkan Feli, semata-mata sebagai balasan karena ulah Feli sendiri. Dan lagi, dia tidak mau menceraikan Feli karena dia masih mau Feli berada dalam genggamannya sampai semua bukti terkumpul dan membuat Feli menyesal telah menyia-nyiakannya dan cintanya selama ini.
Perkataan Feli yang penuh emosi dan kekecewaan itu terdengar sampai ke telinga para ART, termasuklah Raya yang tengah menyantap nasi goreng di dapur.
Apa masalah rumah tangga mereka serumit itu?
Raya segera meneguk air minumnya saat Nev memanggil namanya.
"Ya, Tuan?"
"Antar aku ke kantor."
"Hah?" Raya sedikit bingung karena belum mencerna situasi.
Nev melempar kunci mobilnya pada Raya, yang otomatis ditangkap Raya dengan terkejut-kejut.
"Kau bisa membawa mobil?"
Raya mengangguk sembari menatapi kunci mobil yang sudah ada ditangannya.
"Bagus, supiri aku." kata Nev enteng.
"Tapi, Tuan, saya---"
"Kenapa? Kau itu pengasuhku, kau harus berada dimanapun aku berada. Itu akan memudahkanku. Tidak ada protes." ujar Nev tak ingin dibantah.
"Baik, baiklah Tuan." Raya ingin protes tapi tatapan Nev selalu meluluh-lantakkan keegoisannya. Hingga ia segera menuruti kemauan Nev dan menuju basement rumah-- dimana mobil Nev berada.
Sesampai di basement, Raya mengernyit bingung karena disana ada beberapa koleksi mobil milik Nev.
Raya tidak tahu Nev akan menggunakan mobil yang mana. Akhirnya, dia pun menekan remote mobil demi mendengar salah satu alarm mobil yang akan menyala.
Supercar Audy R8 berwarna hitam doff dengan logo empat cincin-- membuat mata Raya membola. Pasalnya Raya tidak pernah mengemudikan mobil jenis ini.
Namun, Raya berusaha percaya diri karena dia bukanlah amatiran dalam hal menyetir. Dia sudah terbiasa hidup mandiri di Luar Negeri dan dia sangat mahir mengendari mobil apa saja.
Tapi jujur saja, ini adalah pengalaman pertamanya menyupiri seorang Atasannya. Dan Raya cukup nervous.
Raya membantu Nev untuk duduk di jok penumpang, memasangkan safety belt dan beralih ke kursi pengemudi untuk menyupiri majikan tampannya itu.
"Dimana kantor Anda, Tuan?" tanya Raya seraya mencoba berkutat pada layar yang tersambung di mobil.
Nev tersenyum kecil karena Raya sudah mau menggunakan mulutnya itu untuk bertanya padanya. Sebuah kemajuan.
Nev memberitahukan alamat kantornya pada Raya dan Raya menyetel GPS nya.
Nev memperhatikan gerak-gerik Raya itu.
Dia cukup cekatan.-Batin Nev.
"Maaf, Tuan. Saya menggunakan GPS saja karena saya tidak begitu hafal nama jalan dan sedikit lupa." ucap Raya yang mulai menjalankan mobil yang sudah ia nyalakan sebelumnya.
Mobil pun mulai berjalan dengan kecepatan sedang untuk membelah jalanan dihadapan mereka.
"Lupa? Memangnya kau bukan orang sini?" tanya Nev heran.
Raya tersenyum kecil. "Orang sini, Tuan. Tapi saya lama tinggal di luar." akunya jujur sambil terus fokus mengemudi.
"Memangnya dulu kau tinggal dimana?" tanya Nev, mulai tertarik dengan pembahasan ringan seperti ini.
Rasanya sudah lama dia tidak mengobrol santai seperti ini. Jika bersama Feli, urat-urat leher dan kepalanya pasti akan menegangg dan keluar. Jadi dia ingin memanfaatkan momen sederhana ini untuk mengetahui siapa Raya sebenarnya.
Apakah Raya memang orang suruhan Feli untuk menghancurkannya (lagi) kali ini?
"Dulu saya tinggal di Manchester."
Nev menarik sudut bibirnya. "Kau disana bekerja atau--"
"Saya kuliah disana."
"Kau seorang Mahasiswi?" Nev tertawa kecil, Raya sampai terheran-heran apa yang membuat Nev merasa lucu.
"Bukan mahasiswi lagi, sudah alumni. Tapi, Apa ada yang lucu?" tanya Raya dengan mata membulat.
Nev semakin tertawa keras, lagi-lagi Raya terkesima melihat pemandangan langka seperti ini.
"Kau pernah menjadi mahasiswi di Manchester, tiba-tiba kau bekerja dirumahku, menjadi pengasuh lelaki lumpuh sepertiku. Bukankah itu sangat lucu?" kata Nev.
Raya menggeleng. "Tidak ada yang lucu dari hidup saya, Tuan. Justru hidup saya sangat menyedihkan." gumam Raya.
Tapi Nev segera menghentikan tawanya karena gumaman Raya itu cukup terdengar di indera pendengarannya.
"Apa ada masalah?" tanya Nev ingin tahu.
Raya diam tidak menjawab dan melipat bibirnya menjadi sebuah garis lurus, matanya tetap fokus kejalanan.
Raya menahan airmatanya agar tidak jatuh dihadapan Nev. Dia berusaha keras, tapi ternyata ucapan Nev membuatnya benar-benar mengingat semua masalahnya.
"Are you oke, Raya?" tanya Nev yang sekaligus menoleh untuk menatap Raya dengan serius.
Raya mengangguk bersamaan airmatanya yang menetes jatuh.
"Maaf jika aku membuatmu mengingat masalah yang sedang kau hadapi." ucap Nev tak enak hati.
Raya kembali mengangguk.
Nev memilih diam dan tidak bertanya apapun lagi pada Raya, sampai pada akhirnya Raya berhasil mengantarkannya kedepan gedung kantornya.
"Kau boleh menungguku disini atau ikut kedalam." kata Nev sembari membuka seatbelt-nya.
Raya menggeleng. "Kira-kira Anda selesai jam berapa? Apakah saya boleh permisi ke Rumah Sakit dulu." katanya.
Nev diam untuk beberapa saat. "Siapa yang sakit? Apa ini ada kaitannya dengan ucapan Feli pagi tadi, yang mengatakan bahwa kau memerlukan banyak uang?" tanya Nev.
"Iya, Mama saya sedang sakit. Jika boleh, saya akan menaiki taxi ke rumah sakit dan kembali kesini tepat waktu sebelum Anda selesai."
"Naik taxi? Bawa saja mobilku." kata Nev cepat.
"Anda percaya pada saya untuk membawa mobil ini? Anda tidak takut saya akan membawa mobil ini kabur, lalu tidak kembali lagi?"
Nev terkekeh. "Mobil ini bisa dilacak jika kau benar-benar kabur dan mencurinya. Lagi pula, apa kau memang mau mencurinya?" tanya Nev berseloroh.
"Tentu saja tidak, saya bukan pencuri." kata Raya menggeleng keras.
"Baguslah. Bawa saja mobilnya. Aku akan turun dibantu oleh security itu." kata nev menunjuk seorang pria kurus yang sudah menunggu diluar mobil, sepertinya security itu sudah tahu jika penumpang didalam mobil ini adalah Nev yang membutuhkan bantuannya.
Entah dorongan dari mana, Raya memegang lengan Nev yang hampir membuka pintu mobil untuk keluar.
"Terima kasih, Tuan." ucapnya tulus dan Nev hanya mengangguk samar.
...Bersambung .......
Jangan lupa Favorit, like, komentar, vote dan hadiah ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Arie Chrisdiana
sdh mulai ada kemajuan tuch 👏👏👏👏
2023-10-07
0
Sang
saya dulu di buchingkham 5 tahun 😎😎
2023-01-03
1
Selamet Fahrizi
lanjut keren banget
2022-06-21
0