Raya
"Sepertinya sulit, Tuan. Emm... bagaimana ya.." ucapnya saat tak bisa memapah tubuh tegap Nev. Jangankan memapah, bahkan tubuh itu tidak bergeming sedikitpun dengan usahanya.
"Kau bilang tidak akan lama. Kenapa jadi lama?" keluh Nev padanya, membuatnya menggaruk pelipisnya sendiri.
Ia menghela nafas sejenak, kemudian mengulangi hal yang sama--melingkarkan tangan Nev di bahunya, lalu ia merangkul pinggang Nev untuk sedikit didorong ke tepian ranjang.
Sebenarnya dia sudah menyerah, tapi aroma maskulin dari tubuh Nev membuatnya ingin mengulangi lagi karena entah kenapa dia menyukai aroma itu.
Apa-apaan kau ini Raya!
Setelah usaha untuk yang keempat kalinya, akhirnya ia berhasil memindahkan tubuh Nev dan majikannya itu sudah terduduk kaku di pinggiran ranjang. Ia dengan sigap membantu mengangkat kaki Nev agar bisa diluruskan.
Setelah berhasil dan cukup lega karena akhirnya usahanya tak sia-sia, ia menaikkan selimut Nev sampai sebatas perut pria itu.
Demi apapun, ini adalah kali pertamanya berada sedekat dan seintimm ini dengan seorang pria.
Ia langsung memutar tubuh tanpa berani beradu pandangan dengan mata coklat tegas milik Nev yang membuatnya gugup.
Astaga Raya, dia memang tampan tapi dia suami orang. Suami Feli ! Batinnya menjerit-jerit ingin segera keluar dari ruangan itu.
Namun suara Nev berhasil menghentikan langkahnya.
"Terima kasih." ucapan Nev dingin seperti sebelumnya, tapi kenapa hati Raya justru menghangat?
Oh God! Perasaan macam apa ini? Tidak-tidak, ini terjadi karena memang inilah pertama kalinya ia berada dekat dengan seorang pria.
Ia hanya mengangguk samar tanpa menoleh kearah Nev yang sudah terbaring di ranjang.
Ia keluar kamar dan mendapati Feli yang baru saja pulang.
"Apa Nev sudah tidur?" tanya Feli singkat.
"Sudah," jawabnya tak kalah singkat.
Ia ingin segera pergi dari hadapan Feli yang berdiri angkuh dengan menaikkan dagu, namun Feli langsung menjegat tangannya.
"Raya, kau harus ingat apa posisimu dirumah ini." ujar Feli dengan nada ketus.
"Aku tahu." jawabnya datar.
Feli menggeleng dan menatap lamat-lamat ke matanya.
"You, loser!" Ucap Feli sembari mengacungkan jempolnya ke arah bawah, lalu tersenyum mengejeknya.
Ia sudah tak sudi menghadapi semua ini. Masalahnya yang bertubi-tubi, menghadapi sikap dingin sang Tuan rumah, bahkan kini, ditengah malam pun ia harus meladeni mulut Feli yang angkuh.
Stok kesabarannya untuk hari ini sepertinya sudah diambang batas.
"Apa maksudmu? Aku tidak pernah bertaruh apapun padamu, Feli! Kenapa kau mengataiku kalah? Ya, memang aku sekarang bekerja dirumah ini. Tapi ini rumah suamimu bukan rumahmu!" ketusnya yang sudah hilang kesabaran.
Feli terbengong menatapnya, namun ia tidak peduli, ia melangkah menuju arah yang berlawanan untuk turun ke bawah dan kembali ke kamarnya.
"Kau tahu, selama ini kau selalu mendapatkan apa yang kau mau! Kau dengan sengaja memberikan sisamu padaku. Sekarang kau lihat? Tidak ada yang tersisa untukmu! Bahkan sisa kepunyaanku pun, tidak akan ku berikan padamu!" ketus Feli tak mau kalah.
Raya membalikkan badan. "Oh ya? Kita lihat saja!" ucapnya menantang dan itu membuat Feli meradang.
"Beraninya kau! Coba saja kalau kau berani! Kau mau mencuri apa dariku?" cibir Feli.
Membuatnya mengepalkan tangan karena kesal dengan ujaran kebencian itu, ia kembali berjalan menuruni anak tangga namun Feli terus saja menggerutu dan mengumpatnya sepanjang ia berada ditangga.
"Shittt!! Kau sudah miskin masih belagu! Jika kau berani mencuri, kau akan ku laporkan ke polisi dan akan mendekam dipenjara. Sekalian saja temani Papamu disana!" cecar Feli sambil tertawa mengejeknya.
Ia menghentakkan kaki sembari menutup telinga dengan kedua tangannya, lalu masuk ke kamarnya dilantai dasar.
...🌸🌸🌸🌸🌸🌸...
Pagi-pagi sekali, Raya sudah duduk di ruang tamu dengan sikap masa bodohnya itu. Ia mengetuk-ngetukkan jari di pegangan sofa demi menunggu kedatangan Feli.
Kata para ART, Feli biasanya akan turun jam 8 pagi dan ini sudah lewat tujuh menit dari waktu yang seharusnya.
"Mau apa?" tanya Feli ketus pada Raya sembari memasang arloji ditangan kirinya.
"Aku mau berhenti." jawab Raya pelan. Pagi hari, stok kesabarannya masih penuh untuk menghadapi sikap angkuh Feli.
"What???" pekik Feli lalu menatapnya tajam.
"Aku tidak mau bekerja dirumah ini lagi. Aku tidak sanggup." kata Raya.
Feli terdiam sejenak, dia mondar-mandir dihadapan Raya sembari menggigit kecil ujung kukunya sendiri.
"Tidak bisa, kau tidak bisa keluar dari pekerjaan ini begitu saja." ucap Feli tampak kebingungan.
Sesungguhnya, Feli belum puas menyiksa batin Raya, dia ingin Raya selalu berada dibawahnya. Dengan Raya bekerja dirumah ini sebagai pengasuh Nev, itu berarti kelas Raya jauh dibawah level kelasnya. Dan jika Raya berhenti, itu sama saja menghancurkan apa yang ingin dia capai yaitu kepuasan batin karena telah mengalahkan Raya secara finansial.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Raya mengernyit.
"Ya, karena kau sudah menyetujui dengan gaji yang ku katakan. Itu artinya kau sudah terikat."
"Oh no! Aku bahkan tidak menandatangani surat apapun. Bagaimana bisa kau mengatakan aku terikat disini?" cibir Raya.
"Kau!!!" Feli terlihat marah. "Sekali ku bilang tidak ya tidak! Aku tidak akan menggajimu karena kau hanya bekerja satu hari." ucapnya marah.
"Tidak masalah." Raya mengambil tasnya dan berdiri, lalu dia menuju pintu keluar rumah besar itu.
"Raya!!!" pekik Feli.
Raya berjalan cepat dan tidak menghentikan langkahnya, namun sampai di pekarangan Rumah, langkahnya seketika berhenti --tatkala dihadapannya sudah ada Nev yang duduk dikursi roda, sepertinya pria itu baru saja berkeliling di pagi hari bersama Mang Deden.
Nev menatapnya.
"Aku mau sarapan," kata Nev datar seperti biasanya, namun Raya justru menangkap tatapan Nev yang penuh harap padanya, membuatnya sedikit luluh karena teduhnya netra kecoklatan itu.
Raya menggeleng pelan. "Aku sudah berhenti." ucap Raya pelan.
Nev tertegun untuk beberapa saat--dia mencerna ucapan Raya dan sedikit tersenyum kecut setelahnya.
"Lalu bagaimana aku sarapan?" tanya Nev.
"Sarapan lah bersama Feli, atau minta salah satu ART menyediakannya." jawab Raya tak acuh.
Disaat bersamaan Feli tiba diantara mereka dan menyela.
"Kau tidak bisa berhenti, Raya! Katakan kau ingin digaji berapa? Aku akan menggajimu. Bukankah kau butuh banyak biaya untuk Tante Sahara?" ucap Feli dengan menatapnya tajam.
Raya tertunduk, mendadak dia mengingat sang Mama yang memang membutuhkan biaya besar, uang tabungannya sudah terkuras untuk mengisi deposit awal di Rumah Sakit. Namun, dia juga butuh uang untuk biaya tak terduga.
Belum lagi masalah sang Ayah yang membutuhkan pengacara, karena pengacara keluarga mereka sedang berada di Luar Negeri dan Raya tak bisa menghubunginya.
Raya harus mendapatkan uang secepatnya untuk menyewa pengacara lain, karena Ayahnya mengatakan- jika beliau hanya di fitnah, bukan korupsi seperti yang dituduhkan.
"Raya, kau butuh banyak uang. Jangan egois." ucap Feli yang pasti dengan niat mencibir Raya.
Raya kembali menatap Feli kemudian beralih menatap Nev yang juga menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya, tentu pria itu mendengar semua ucapan Feli mengenai Mamanya, dan Nev juga terlihat menunggu keputusannya.
"Kau akan tetap bekerja disini, kan?" tanya Feli lagi, mulai menurunkan intonasi suaranya.
Dengan berat hati, akhirnya Raya mengangguk setuju dan entah benar atau tidak, dia mendengar suara helaan nafas lega dari Feli dan juga...Nev?
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
🌷Mita Sari 🌷
bersabar lah Raya, kebenaran pasti akan terungkap...
2023-04-13
2
Seri Devi
makin seruuu
2022-02-27
0
dewi putriyanti
sabar, fel....sebentar lagi nevan yg akan mencuri hatimu......eeaaa😂😂
2022-02-22
3