Raya
Ia memilih diam dan mengantar Nev sampai ke depan pintu ruangan kebesaran pria itu.
Ia membukakan pintu setelah Nev memintanya. Ini adalah kali pertamanya memasuki kantor dan ruangan Nev.
Ruangan itu sendiri terlihat sangat luas dengan arsitektur yang berkelas dan barang-barang yang berkualitas. Didominasi dengan warna abu-abu, hitam dan putih, monochrome. Sangat manly.
Tapi seperti biasa, ruangan yang ditempati oleh seorang Nev, akan sangat terasa hawa dinginnya--seolah tak terjamah oleh orang lain.
"Di Manchester kamu ngambil program apa?" tanya Nev saat ia baru saja mendorong kursi roda pria itu ke sisi meja kerja.
Ia terbengong sejenak, untuk mencerna pertanyaan Nev yang menjurus ke hal pribadi tentang kehidupannya, apalagi sekarang Nev benar-benar fasih memanggilnya dengan sebutan kamu 😁
"A-apa? Ke-kenapa, Tuan?" tanyanya tergagap.
"Kuliahmu dulu jurusan apa?" tanya Nev tersenyum kecil.
"Arsitektur..." jawabnya pelan, nyaris berbisik.
Nev terdiam, kembali memandangnya dengan tatapan aneh.
"Setahuku, disana ada dua kampus terbaik untuk program itu. University of Manchester dan Manchester Metropolitan University, kamu--"
"Universitas Manchester," potongnya cepat-- karena Nev terus saja memanggilnya dengan sebutan kamu. Apa ini bisa dihentikan saja? Apa kabar degup jantungnya sekarang? Ah ...
Nev terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. "It means you're great...(Berarti kamu sangat hebat)" gumam Nev memujinya.
Blush
Wajahnya pasti sudah memerah lagi sekarang, secara refleks ia memegangi kedua sisi pipinya yang memanas.
"Sa-saya keluar saja, Tuan. Anda bisa melanjutkan pekerjaan Anda." katanya semata-mata untuk menghindari obrolan ini.
Namun, hal yang tidak pernah diduganya terjadi. Nev menahan lengannya membuat matanya membola seketika.
"Tunggu aku bekerja, di sofa itu saja." kata Nev, menunjuk dengan dagunya kearah sebuah sofa panjang yang ada didalam ruangannya.
Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, ia hanya bisa mengangguk berulang sebagai jawaban atas ucapan Nev yang tak bisa disanggahnya.
Ia mulai berjalan pelan ke arah sofa dan mendudukkan diri disana, sementara Nev mulai terlihat sibuk dengan tumpukan file yang ada dimejanya.
Dari arah tempat duduknya, ia bisa memperhatikan kesibukan pria itu dengan leluasa.
Ah pemandangan yang sulit untuk dilewatkan begitu saja.
"Bagaimana dengan ruanganku ini, Raya? Sebagai lulusan arsitek kamu pasti bisa menilainya 'kan?" Nev bertanya kemudian menatapnya lekat dari jarak yang tak terlalu jauh.
"Ruangan Anda bagus dan nyaman." hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya karena sesungguhnya pikirannya bukan menjawab pertanyaan Nev, tapi lebih kepada menyuarakan isi kepalanya yang sejak tadi memandangi Nev.
Disaat seperti ini, jangan menanyakan hal apapun padanya, karena otaknya seakan tidak berfungsi sama sekali. Bagaimana ini?
Nev tersenyum miring, kemudian melanjutkan lagi pekerjaan yang tertunda.
"Raya ..."
Kenapa memanggil lagi?
"Ya-ya, Tuan?"
"Lebih baik menilai arsitektur ruanganku, daripada menilai tampangku yang sudah tampan dari lahir." ucap Nev pede, tanpa mengalihkan atensinya dari berkas-berkas dimeja.
"What?" Ia refleks bersuara demi menyahuti ucapan Nev yang terdengar sangat percaya diri itu.
Sementara diseberang sana, Nev tertawa renyah menanggapi ekspresinya.
"Aku lihat kamu menatapiku terus, jadi..."
Astaga! Ternyata dia ketahuan, padahal Nev tidak menoleh padanya sama sekali, hanya sibuk dengan berkas-berkas itu saja.
Rasanya ia ingin menepuk jidatnya secara berulang sekarang, namun keinginan itu ia tahan.
"Ma-maaf, Tuan. Maksud saya tidak begitu. Saya keluar saja, Tuan." Ia hanya bisa menundukkan pandangan, menatap lantai marmer yang berwarna hitam mengkilap.
Tapi suara Nev yang terus tertawa itu, seakan tidak mau berhenti menertawainya. Membuatnya kesal dan ingin mendengkus dihadapan pria itu.
"Kemarilah ..." titah Nev yang lagi-lagi membuatnya terheran-heran dengan mata membola.
Tidak ada protes dari mulutnya, ia melangkah mendekati sisi meja Nev lalu berkata lirih. "Maaf, Tuan." ucapnya.
Nev menggelengkan kepalanya, senyumnya yang kemarin jarang terlihat, hari ini tampak begitu lepas tersungging dibibir pria itu.
"Lakukan apapun yang kamu suka. Jika kamu suka menatapi aku bekerja, ya sudah... lakukan saja." ujar Nev lembut.
Ia mengadahkan kepala yang tertunduk sejak tadi--untuk menatap pria yang baru saja selesai dengan ucapan itu.
Tapi ia buru-buru kembali menundukkan pandangan, karena selalu tidak berani untuk beradu mata dengan mata coklat tegas milik Nev.
"Raya..." kali ini suara Nev terdengar melirih di indera pendengarannya.
"Ya, Tuan..." Ia masih menjawab dengan pandangan yang tertunduk.
"Kenapa kamu tidak berani menatapku?"
Deg ...
Deg ...
Deg ...
Hallo? Jantung? Kamu masih sehat kan?
Tangan Nev terulur dihadapannya, ia bisa melihat tangan itu berada dekat sekali dengan wajahnya tetapi ...
"Kembalilah ke sofa, Raya." ucap Nev sembari menarik kembali uluran tangan itu.
Membuatnya kecewa? Ah, apa yang kau harapkan, Raya!!
Tanpa banyak bicara, ia kembali ke sofa dan duduk diam disana. Tidak berani menatapi Nev lagi. Tidak berani melakukan apapun, hanya bisa tertunduk dengan bibir yang mencebik.
Kepalanya terasa buntu, tidak menemukan jawaban apapun untuk menjawab apa yang sebenarnya terjadi pada otaknya yang hanya dipenuhi dengan Nev saja saat ini.
Kini, ia terlalu malu untuk melihat Nev walau hanya sekedar mengintip dari sudut matanya, ia hanya bisa menghela nafas berulang demi menetralkan degup jantungnya yang sepertinya sudah kurang sehat dan butuh di perbaharui.
...💕💕💕💕💕💕💕...
Nevan
Sebenarnya, ia tidak begitu konsen untuk memulai pekerjaannya. Mungkin karena hari ini ruangannya terasa hangat karena kehadiran sesosok wanita yang duduk disofa dan tengah menunggunya bekerja.
Ini adalah pertama kalinya seperti ini. Perasannya pun ikut menghangat seketika.
Walaupun tak secara terang-terangan melihat Raya, tapi ia selalu mencuri-curi tatap melalui ekor matanya--sekedar melihat apa kegiatan wanita berambut panjang dengan surai kecoklatan itu.
Namun, yang ia dapati adalah Raya justru memperhatikannya dengan lekat. Membuatnya merasa gugup namun masih bisa mengendalikan perasaan itu.
Jiwa ke-iseng-an-nya pun muncul untuk mengerjai Raya seperti yang sudah-sudah.
"Lebih baik menilai arsitektur ruanganku, daripada menilai tampangku yang sudah tampan dari lahir." ia cukup takjub dengan ucapan percaya diri yang keluar dari bibirnya sendiri, hanya untuk mengerjai Raya.
Ini tidak seperti dirinya yang biasa. Aneh, ada apa dengan dia?
Ia merasa berbeda. Dan bedanya adalah, sekarang ia merasa sikap dinginnya berubah pada Raya dan berakhir dengan sikap percaya diri yang tinggi-- membuatnya malu pada diri sendiri akibat telah menyatakan ucapan itu.
Tapi, respon Raya mengenai ucapannya itu sungguh membuatnya lucu. Wajah Raya semakin memerah sampai ke telinga, mungkin karena aksi tatap yang ketahuan olehnya.
Lidahnya yang kelu justru meminta Raya untuk menghampirinya, apa-apaan ini?
Saat dekat, Raya justru mengucapkan kata maaf yang sebenarnya tidak perlu. Karena Raya tidak salah apapun, justru ia merasa senang ditatapi lekat-lekat oleh Raya. Oh God !
Tangannya bahkan sudah terulur, untuk menyentuh, agar jarinya bisa meyangga dagu wanita itu-- semata-mata agar Raya yang tertunduk, bisa membalas tatapannya. Damned!
Apa yang sebenarnya ia inginkan sekarang?
Pikiran jernihnya segera mendominasi, lalu ia meminta Raya kembali duduk disofa, namun matanya tetap memperhatikan lekat wanita itu.
Sekarang ia harus kembali ke realita dan menggeluti setumpuk pekerjaannya.
Tapi, tunggu...pekerjaan? Ah, ia hanya bisa menatapi berkas-berkas itu, yang sama sekali tidak menarik perhatiannya-- karena kini atensinya justru beralih kepada satu-satunya wanita yang sudah duduk di sofa dengan pandangan yang tertunduk.
Kenapa sekarang ia menyesal telah meminta Raya kembali ke sofa? Harusnya biar saja tadi Raya berdiri disampingnya.
Hufff, sepertinya memang ada yang salah dengan otaknya.
...Bersambung .......
Jangan lupa Favorit, like, komentar, vote dan hadiah ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Arie Chrisdiana
Mmgnya Nevan ndak punya asisten pribadi atau sekretaris ta kok ndak ada yg dampingi
2023-10-07
0
Sang
sebenarnya itu bukan salah Nev, cuma kak othor agak sedikit plin-plan, coba deh kirim sebungkus kuaci, apa mau mu langsung othor kabulkan loh Nev 🤫🤫
2023-01-06
1
Jean Wonga
jgn rayanys dulu lah yg jtuh cinta...biar nev nya yg termehek2 duku
2022-10-30
0