Ritha meninggalkan kamar anak sulungnya tanpa tahu harus bagaimana langkah selanjutnya. Linglung. Hipnotis mata anaknya terlalu kuat. Sebagai ibu, Ritha tak berdaya menghadapi anaknya yang kelewat cerdas dan visioner sekaligus keras kepala. Sekarang ini justru Ritha yang dituntut belajar sabar dan menguatkan dirinya sendiri. Sementara Faiza dan Biru menatapnya dengan penuh tanya saat ia keluar kamar Faiz. Keduanya pasti sengaja menunggunya keluar kamar setelah menyerahkan urusan beres-beres kamar pada salah satu asisten rumah tangga. Ritha hapal betul karakter gadis kecilnya yang "bossy". Dengan entengnya dia menyuruh-nyuruh orang lain untuk hal sepele yang sebenarnya bisa dikerjakan sendiri. Ritha sudah sering mengingatkannya, tapi di belakangnya tentu saja Faiza bisa melakukan apapun sesuai inginnya. Tak bosan ia menasehati gadis kecil itu agar mau melakukan hal-hal kecil tanpa bantuan orang lain, namun dia selalu berdalih dirinya masih kecil.
"Nanti kalau sudah besar, Iza pasti bisa melakukan apapun sendiri. Lagian mbak asisten juga senang kok bantu Iza. Iza kan masih kecil."
Faiza selalu tersenyum manja saat berkilah. Dia juga tak lupa mengucapkan terima kasih pada mbak asisten rumah tangga yang disuruhnya. Ya sudahlah. Ritha hanya mengingatkan agar kelakuannya itu tidak berlanjut sampai dewasa sebab itu akan membuat anaknya sulit mandiri. Padahal hidup tak selalu baik. Meski ayahnya kaya raya, kalau Tuhan berkehendak semuanya mungkin saja musnah. Faiza harus mengerti itu.
“Kak Faiz kenapa, Bun?” tanya Faiza penasaran.
"Capek katanya.”
“Nggak mau ngomong sama Bunda?”
“Masih mau istirahat dulu.” kilah Ritha mendamaikan dirinya sendiri. Padahal hatinya kecewa, tapi ia tak ingin menularkan kecewanya pada anak yang masih belum berumur 10 tahun itu.
Ooo. Mulut Faiza membulat. Kepalanya mengangguk-angguk. Ekspresinya terlihat begitu menggemaskan. Ritha buru-buru memeluk dan menciumi dengan gemas gadis kecilnya. Faiza selalu menyambut pelukannya dengan riang, hangat dan tak jarang diberi bonus cium basah pdi kedua belah pipinya. Dia penghibur yang paling pintar. Wajahnya selalu ekspresif. Marah, kecewa, gembira dan segala suasana hatinya mudah terlihat dari ekspresi wajahnya. Kali ini Faiza tersenyum lembut menenangkan hati bundanya yang sedang lara.
Betapa berbedanya karakter Faiz dan Faiza. Ritha bersyukur meski lahir dari benih dan rahim yang sama karakter mereka tidak sama. Bahkan cenderung saling melengkapi. Tak terbayangkan kalau keduanya berkarakter serius dan dingin seperti Faiz. Rumahnya bakal jadi freezer yang menjadikan semua benda yang berada di dalamnya beku.
Ritha menggandeng bahu Biru untuk dirangkulnya juga. Berpelukan bersama. Tentu saja ia tak mau adik iparnya merasa diabaikan. Biru sekarang adalah tanggung jawabnya. Tidak hanya soal kebutuhan materi, namun kecukupan kasih sayang dan
perhatian juga penting diperhatikan. Jangan sampai dia merasa terabaikan.
“Kalau bisa kamu bantu kakak ya, Bi. Faiz bilang dia mau buat metaverse. Kak Ritha nggak ngerti apa maksudnya. Apa dia hanya ingin main game online dan buat avatar-avatar saja atau yang bagaimana. Sepertinya dia mau membangun kerajaan di dunia virtual.”
“Biru nggak ngerti apa itu metaverse.” jawab Biru terus terang. Dahinya berkerut berusaha mengingat-ingat apakah dia pernah mendengar kata itu.
“Menurut wikipedia sih, metaverse itu adalah ruang virtual yang dapat diciptakan dan dijelajahi dengan pengguna lain tanpa bertemu di ruang yang sama. Bentuknya sangat mirip dengan dunia nyata.”
“Terus gunanya buat apa, Kak?”
“Kakak juga bingung, Bi. Selama ini kakak kira sudah cukup ada perkembangan fasilitas penyimpanan data cloud, meeting online, e-mail dan fasilitas video buat membantu kita bekerja secara daring pada waktu yang sama dengan orang-orang di lokasi yang berjauhan. Logika metaverse yang dimaksud Faiz bikin kakak bingung. Kayak sesuatu yang bisa bikin orang senang-senang dengan cara yang nggak masuk akal. Menurut kakak game dan aktivitas avatar virtual nggak terlalu berguna karena jelas itu rekayasa yang bersifat artifisial dan manipulatif. Kita cuma dibohongi oleh boneka virtual. Kodratnya kita perlu hidup dalam dunia nyata. Mau olahraga tinggal gerak. Mau makan ya tinggal makan makanan asli, bukan cuma lihat gambar makanan enak langsung jadi kenyang. Badan kita kan butuh nutrisi. Kalau mau baju bagus ya tinggal beli dan dikenakan dengan baik di badan kita supaya tampil estetik. Apa menariknya kalau semua kegiatan kita dalam hidup ini dilakukan oleh avatar kita di dunia maya. Belum paham logikanya gimana cara mendapatkan kebahagiaan dari sesuatu yang manipulatif.”
“Bahasa kak Ritha terlalu tinggi. Biru nggak paham. Nggak ada pelajaran macam itu di sekolah dan pesantren.” Biru malah bengong melompong.
Hmm, Biru sebagai generasi Z ternyata tidak lebih paham metaverse daripada Ritha. Sebenarnya tidak ada yang aneh pada Biru. Yang merepotkan adalah punya anak kelewat cerdas dan visioner seperti Faiz. Jarang bicara dengan orang lain dan pemikirannya sulit terbaca. Bukan pesantren dan sekolah yang mengajarkan Faiz tentang dunia metaverse apalagi mempengaruhi hingga terobsesi menciptakan metaverse. Jangan-jangan Faiz cari tahu sendiri tentang gambaran metaverse itu dari sumber yang tak jelas. Entah dari mana. Wah, ini gawat. Belajar sesuatu tanpa guru pembimbing bisa saja membuat orang tersesat. Apalagi usia Faiz masih sangat muda. Dia belum punya pengalaman hidup yang cukup untuk mencerna baik dan buruk. Informasi yang tersedia di internet tidak sepenuhnya benar. Banyak juga yang hoak. Bahkan ada yang sengaja membuat konten dengan tujuan menghasut dan menyesatkan. Bahaya. Bahaya. Ini benar-benar bahaya. Remaja 15 tahun pasti belum mengerti kejamnya informasi yang ditelannya mentah-mentah dari dunia maya. Ritha makin mencemaskan kondisi mental dan masa depan Faiz.
“Dekati Faiz pelan-pelan ya, Bi. Cari tahu metaverse apa yang dipikirkannya sampai berani memutuskan fokus di situ dan keluar dari sekolah.”
“Iya. Padahal sekolah itu kan penting buat masa depan.” imbuh Biru memberi penegasan yang membuat Ritha merasa lega. Biru bisa jadi pion caturnya dalam menghadapi Faiz. Pemikiran Biru yang sederhana tak jauh berbeda dengan dirinya. Metaverse hanya khayalan.
Ritha mengacungkan jempol. “Kak Ritha juga beranggapan begitu.”
"Aku pasti bantu kak Ritha. Aku tidak akan membiarkan anak sepintar Faiz salah jalan. Dia harus tamat sekolah setinggi-tingginya. Jangan kebanyakan berkhayal dan main game online."
"Terima kasih, Bi. Untung ada kamu. Biasanya remaja itu lebih terbuka dengan teman atau orang yang sebaya dengannya. Anggap dia teman. Mudah-mudahan Faiz mau terbuka sama kamu. Kita sama-sama dukung Faiz untuk sekolah ya."
Biru tersenyum bahagia. Ia merasa kehadirannya berguna bagi keluarga kakaknya. Selama ini diam-diam ia merasa jadi benalu yang hanya bisa merepotkan keluarga kakak-kakaknya. Biru pasti akan coba mendekati keponakannya lagi agar akrab sebagaimana kebersamaan mereka waktu SD di rumah kayu jelek yang dibangun di pinggir jurang belakang rumah Lily. Biru juga kangen pada masa-masa manis itu dimana mereka masih bebas main bersama. Ingin rasanya kembali menjadi anak kecil yang hanya bisa berpikir sederhana tentang permainan dan segala yang menyenangkan hati. Semakin dewasa, masalahnya semakin bertambah dan pelik. Kenangan demi kenangan atas peristiwa yang terjadi sejak masa kecil masih sering menghiburnya. Tidak semua kenangan itu indah, namun menggelitik bila dikenang kembali pada masa yang berbeda. Kini memang ada jarak antara Biru dan keponakannya. Keponakannya kini sibuk dengan kegiatan masing-masing yang jadwalnya padat hingga mereka semakin jarang beraktivitas bersama. Terlebih karena Biru harus tinggal di asrama putri, sementara Faiz dan kedua putera Lily tinggal di asrama putra. Memasuki usia baligh pengawasan di kedua asrama itu semakin ketat.
________
happy reading💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Retno Dwi
mantap
2022-02-02
1
cengar cengir
biru, kita sama.
bacanya aja kudu dihayati, dimengerti dulu apa yg diomongin Bunda cantik.
baca lho ini, bisa diulang².
halla kalo cuma dengar,
lewat aja tu apa yg diomongin Bunda cantik.
2022-01-19
1
Wenny
semangattbunda cantikk..
2022-01-12
1