Elena berjalan kembali menuju kearah ruang tamu setelah selesai menerima panggilan telpon tadi. Saat sampai diruangan tersebut terlihat jelas jika keadaan disini sudah nampak sepi, tidak ada gadis yang ditemui nya tadi.
Elena mengedarkan pandangannya ke sekeliling penjuru ruangan ini namun ia sama sekali tak melihat keberadaan gadis itu.
Apa tadi kelamaan ya?
Mungkin saja gadis yang bernama Caca tadi lama menunggunya alhasil gadis itu pun pergi meninggalkannya. Tapi Elena tidak ingin berpikir panjang sekarang, Ia harus segera pergi ke rumah sakit karna keadaan Ayahnya kembali kritis. Tadi yang menelpon adalah tetangganya-Merlin, wanita itu sedang berada dirumah sakit tempat sang Bapak dirawat, entah sedang apa namun Elena tidak ambil pusing karna yang ada dipikirannya sekarang hanyalah kondisi Bapaknya.
Dengan cepat Elena berjalan keluar dari rumah ini. Ia sudah berpamitan dan menitip salam kepada salah satu pekerja disini. Elena terburu-buru sekarang jadi dirinya tidak sempat jika harus berkeliling rumah ini untuk mencari Tuan dan Nyonya rumah ini.
Elena berlari keluar, untung saja didepan gerbang tidak ada satpam jadi Elena dengan mudah keluar dari sini.
"Aku harus naik apa?" Elena binggung dirinya ada dimana sekarang. Dengan cepat ia membawa ponselnya kedalam genggamannya lalu membuka goggle maps untuk melihat dimana sekarang dirinya berada.
Saat sudah tau ada dimana, Elena dengan segera berjalan mengikuti arah ponselnya, ia sekarang berjalan mencari jalan raya untuk menaiki bis kota ataupun angkot yang bisa mengantarkannya ke rumah sakit.
Sampai disamping jalan raya Elena pun diam menunggu ada angkutan umum lewat. Ia tidak mempunyai uang untuk menaiki taksi tapi jika hanya untuk menaiki angkot mungkin ia masih punya walau pas.
Saat ada angkot yang lewat Elena segera menaiki kendaraan tersebut dan diam didalamnya. Di sepanjang jalan Elena merapalkan doa untuk kesembuhan sang Bapak.
Tak lama angkot itu pun berhenti disebuah simpang jalan membuat Elena turun dari kendaraan tersebut. Setelah membayar Elena langsung berlari menuju kearah rumah sakit. Angkot itu memang tidak turun didepan tujuannya jadi Elena memutuskan untuk berlari saja daripada harus mengeluarkan uang kembali untuk menaiki angkot.
Sampai didepan rumah sakit Elena langsung masuk kedalamnya dan berjalan cepat menuju kearah ruangan Bapaknya.
"Mbak Merlin!" Elena berlari mendekat kearah tetangganya itu yang nampak terduduk disebuah kursi tunggu didepan ruangan Dimas.
"Bapak gimana Mbak?!" tanya Elena kembali dengan khawatir.
Merlin menunduk, nampak wajah mendung tercetak diwajah wanita dewasa itu membuat Elena menjadi takut.
"Mbak? Bapak gapapa kan? jawab Elena mbak!" mata Elena mulai berkaca-kaca, ia duduk disamping Merlin dengan menatap wanita itu penuh tanya sekaligus khawatir.
"Bapak kamu kritis Na, tadi jantungnya sempat lemah dan sekarang lagi diperiksa sama dokter." ucap Merlin pelan.
Tuturan itu membuat Elena lemas, Elena ikut menunduk menutup semua wajahnya dengan kedua tangannya.
Hiks Bapak yang kuat ya Pak, Elena belum bisa bahagiain Bapak hiks jadi Elena mohon Bapak yang kuat, Elena gak mau pisah sama Bapak
Elena berdoa agar Bapaknya bisa kembali sehat dan berkumpul dengannya kembali nanti.
Tak berselang lama pintu ruangan Dimas pun terbuka menampilkan seorang Dokter dengan beberapa perawat yang keluar.
Elena dan Merlin bangkit dari duduknya dan mendekat kearah Dokter itu. Nampak wajah serius tercetak diwajah Dokter ber-tag Dion.
"Pasien harus kembali di-oprasi, keadaannya semakin hari semakin buruk jadi saya sarankan kita lakukan operasi sekali lagi."
"Operasi?" Elena tak percaya jika Bapaknya harus kembali di operasi, biaya operasi terbilang cukup mahal, apa dia harus terus-terusan berhutang pada Bryan?
Dokter itu mengangguk. "Iya, kita lakukan sekali lagi untuk memastikan jika tumor di otak pasien sudah benar-benar hilang."
"Hiks lakuin aja yang terbaik buat Bapak Dok, biar Bapak cepet sembuh." Jika Bapaknya harus dioperasi lagi Elena akan men-setujuinya, masalah uang Elena akan mencari pekerjaan nanti.
"Tapi kita butuh pendonor darah untuk melakukan operasi, kebetulan stok golongan darah pasien sedang habis disini, saya juga sudah menghubungi PMI dan beberapa rumah sakit lainnya untuk menanyakan stok darah pasien disana namun sampai saat ini mereka belum juga memberi kabar." ucap sekali lagi Dokter itu.
Elena menatap Merlin disampingnya yang masih terdiam lalu kembali menatap Dokter dihadapannya. "Ambil darah saya Dok."
"Kamu yakin Na?" Merlin menatap Elena dengan pandangan penuh tanya. Ia hanya memastikan saja apa Elena yakin dengan keputusannya.
"Yakin Mbak, Mbak tenang aja ya Elena bakal baik-baik aja kok." ucap Elena dengan tersenyum menatap Merlin.
Elena kembali menatap Dokter itu. "Bisa kan Dok?" tanyanya.
"Bisa, kita periksa dulu tubuh Nona dan golongan darah Nona untuk memastikan Nona dalam keadaan sehat, jika semua sudah cocok kita baru bisa melakukan pendonoran," setelah mengucapkan itu Dokter yang memeriksa keadaan Dimas tadi pun menatap suster yang masih berdiri disampingnya. "Sus, bisa tolong antarkan Nona ini ke ruangannya?"
Suster cantik itu mengangguk meng-iyakan ucapan Dokter. "Siap Dok." tatapannya pun teralih pada wajah Elena. "Mari Nona, ikuti saya."
Sebelum berjalan mengikuti Suster itu Elena terlebih dahulu menatap Merlin. "Elena titip Bapak ya Mbak," ucapnya tersenyum. Lalu setelah itu Elena pun segera berjalan mengikuti Suster tadi dengan berdoa semoga saja darahnya cukup untuk operasi Bapaknya.
Beberapa menit perjalanan menyusuri rumah sakit akhirnya Elena dan Suster tadi sampai didepan sebuah pintu. Dengan segera Suster bertag-Sarah ini membuka pintu tersebut dan masuk kedalamnya diikuti Elena dibelakang.
"Nona silahkan duduk dulu, saya akan mengecek suhu tubuh Nona dan mengambil sedikit sampel darah untuk melihat golongan darah Nona." sahut suster itu dengan tersenyum menyuruh Elena untuk duduk disebuah brankar yang sudah disediakan diruangan ini.
Segera Elena pun mengangguk dan naik untuk duduk dibrankar tersebut. Suster itu nampak pergi untuk mengambil peralatan medis, tak lama suster tadi pun kembali mendekat kearah Elena. Sekarang Elena mulai melakukan pemeriksaan kondisi tubuhnya. Elena yakin dirinya dalam keadaan sehat.
"Tubuh Nona dalam keadaan sehat, sekarang kita ambil sedikit darah Nona ya." Suster itu menggenggam jari Elena dan sedikit menusukkan jarum menyebabkan darah keluar dari jari tersebut.
"Shh." Elena merasa sedikit sakit namun tidak terlalu. Sebenarnya ia sedikit takut dengan jarum suntik tapi ini demi sang Bapaknya.
Suster itu terlihat menaruh tetesan darah Elena ke sebuah kartu khusus untuk di observasi agar cepat mengetahui jenis golongan darah Elena. Selain pengecekan darah melalui laboratorium, pengecekan darah juga dapat melalui kartu khusus dan akan diperiksa sesuai dengan panduan yang diberikan. Elena cukup paham karna saat SMA ia mengambil kelas IPA dan mengikuti ekstrakulikuler PMI di sekolahnya, jadi Elena cukup tau dengan semua itu.
"Sebentar ya Nona," suster itu pergi dari hadapan Elena dan berjalan entah kemana.
Elena hanya diam, sedari tadi ia tidak putus-putusnya berdoa untuk ke sembuhan sang Bapak.
Beberapa menit kemudian suster itu datang kembali mendekati Elena yang masih terduduk di pinggiran brankar rumah sakit. Suster itu nampak menatap Elena dengan wajah yang sulit diartikan.
"Gimana Sus?" tanya Elena.
"Maaf Nona ternyata golongan darah Nona berbeda dengan pasien atas nama Dimas. Setelah melihat tes darah tadi Nona memiliki golongan darah A sedangkan pasien bergolongan darah O."
Mata Elena membulat mendengar penjelasan perempuan dihadapannya. Apa katanya? berbeda? tapi bagaimana mungkin? dirinya adalah anak dari Dimas tapi kenapa darahnya berbeda?
"Suster pasti salah, gak mungkin darah saya berbeda dengan Bapak saya sendiri." Elena tak percaya pada Suster itu, mungkin saja pekerja ini salah mengeceknya? atau mungkin kartu itu yang salah?
"Saya sudah mengecek beberapa kali Nona dan hasilnya tetap sama, berbeda. Saya sudah coba mengulang kembali melalu sampel darah Nona dan hasilnya memang tidak berubah."
Elena terdiam, fikirannya sudah pergi entah kemana sekarang. Jika darahnya tidak cocok, dirinya harus mencari pendonor dimana lagi untuk sang Bapak?
"Sebaiknya Nona menghubungi keluarga lainnya, siapa tau ada yang memiliki golongan darah yang sama dengan pasien, kami juga sedang berusaha mencari pendonor karna kita harus cepat melakukan tindakan." ucap sekali lagi Suster itu.
Mnedengar kata 'keluarga lainnya' membuat nama terlintas dikepala Elena. "Sa-saya akan cari pendonornya Sus," Elena segera turun dari brankar ini dan berjalan keluar. Ia akan menemui seseorang sekarang.
Elena segera melangkah keluar dari rumah sakit. Ia berlari menyusuri jalanan padat dikota ini. Elena harus cepat agar kondisi Bapaknya tidak semakin memburuk.
Ya, sekarang Elena akan pergi kerumah sang Kakak-Putri. Berhubung rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat sang Bapak dirawat Elena pun memilih untuk berlari daripada menaiki kendaraan.
Setelah beberapa menit, Elena sampai disebuah rumah yang cukup besar. Dengan segera ia mendekat kearah pintu rumah itu
Toktoktok!
"Kak! kakak ini Elena Kak, Elena mohon buka pintunya," teriak Elena dengan mengetuk - ngetik pintu dihadapannya.
Elena menghapus air matanya yang sudah mulai mengering diwajahnya. Ia harus tetap kuat dan tegar sekarang.
Toktoktok!
"Kak, Elena mau bicara sama Kakak, Elena mohon buka pintunya."
Elena masih mencoba mengetuk-ngetuk pintu untuk membuat pemilik rumah ini keluar.
"Ngapain kamu disini? gak sopan teriak-teriak."
Mendengar suara dari arah belakangnya membuat Elena berbalik dan menatap asal suara tersebut.
"Ma-maaf." Elena menatap wanita cantik dihadapannya.
"Mau ngapain lagi kesini?"
"Bapak Kak, Bapak butuh-" sebelum Elena menjelaskan tiba-tiba saja wanita itu memotong ucapannya.
"Uang lagi? Elena-Elena, udah gue bilang gue gak bisa bantu biaya rumah sakit Bapak. Lo pikir biaya rumah sakit gak mahal?" ya, wanita itu adalah Putri yang tak lain adalah sang Kakak, anak pertama dari Dimas.
Dengan cepat Elena menggelengkan kepalanya. "Elena kesini bukan mau minta uang, Elena cuma mau kakak bantu donorin darah buat Bapak. Bapak butuh pendonor Kak buat operasi, Elena mohon Kakak mau ya bantu Bapak?"
Harapannya sekarang hanyalah Putri karna wanita itu satu-satunya keluarga yang di milikinya.
Putri menaikkan kedua alisnya. "Donorin darah buat Bapak? kenapa gak lo aja sih? kenapa harus gue?"
Elena menunduk. "Elena g-gak bisa Kak." ia binggung bagaimana menjelaskan.
"Gue gak mau, lo cari aja sana pendonor lainnya." ketus Putri dengan berjalan menuju kearah pintu.
Elena yang melihat Kakaknya akan masuk kedalam rumah langsung mencegah Putri supaya tidak masuk. Ia belum selesai berbicara pada Kakaknya.
"Kakak gak mau bantuin Bapak? Bapak kritis Kak, apa Kakak gak kasian sama Bapak?!" ucap Elena, dirinya tidak habis fikir Kakaknya sekejam ini tidak mau membantu Dimas.
Putri memutar bola matanya malas menatap Elena yang berdiri dihadapannya. "Gak, kan ada lo anak kesayangannya Bapak jadi lo aja sana yang donorin Bapak."
"Elena mohon sama Kakak hiks, kasian Bapak Kak, Elena cuma minta Kakak donorin darah buat Bapak biar Bapak cepet di operasi." air mata Elena lagi-lagi turun. Ia memegang tangan Putri agar wanita itu mau membantu Dimas.
"Lo emangnya punya duit buat operasi Bapak? pake acara bilang biar cepet-cepet dioperasi. Kalo biayanya aja belum ada gak usah cari pendonor." sahut Putri dengan malas.
"Kakak gak usah mikirin biaya operasi Bapak, biar semua itu Elena yang mikirin. Elena cuma mohon Kakak mau donorin darah buat Bapak," Elena masih memegang telapak tangan Putri agar wanita itu tidak pergi lagi.
"Lepas!" Putri menghentakan tangannya untuk melepaskan tangan Elena dari tangannya. "Gue bilang gue gak mau! kenapa lo maksa? lagian lo sendiri juga bisa kali? kenapa harus gue sih?!"
Elena menggenggam kembali tangan Kakanya. "Elena mohon sama Kakak, kakak mau ya? sekalian Kakak jenguk Bapak hiks Elena mohon sama Kakak."
"Gue bilang gak ya enggak, lepasin!" Putri masih mencoba melepaskan tangannya dari Elena.
"Gak, Elena gak mau lepasin sebelum Kakak mau donorin buat Bapak." ucap Elena dengan kuat.
"Gue gak mau!"
"Elena mohon sama Kakak hiks."
Helaan nafas terdengar diwajah Putri. "Ck! yaudah! gue mau donorin darah buat Bapak setelah itu lo jangan ganggu hidup gue lagi dan jangan pernah kesini lagi!" tajam Putri.
Elena tersenyum masam. Akhirnya Kakaknya mau mendonorkan darahnya untuk Dimas walau dengan wajah terpaksa tapi Elena tetap senang Putri mau membantu sang Bapak dan menjenguk Dimas kerumah sakit.
↔↔↔
Terimakasih sudah membaca❤
Jangan lupa Like, vote, favorit dan komennya ya untuk mendukung cerita ini ya!
Salam manis buat semuanya😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Neli Allen
terbuat dari apa ya otak fitri kok bs sekejam itu .ke bapak nya sendiri lagi bukan teman loh
2023-09-01
0
anisah
mungkin elena bukan anak kandung bapaknya ...
2023-07-24
0
Katherina Ajawaila
sombong nya putri , kelewatan y semoga ngk ada penyesalan besok2 nya
2023-04-17
0