Setelah acara selesai Hasan diberondong wartawan untuk mengambil gambarnya, sebenarya Hasan merasa risih menjadi seperti ini. Tapi mau tidak mau Hasan harus bisa menyesuaikan keadaan ini.
Berhasil melewati wartawan Hasan masuk kedalam perusahaan dan diikuti oleh Arman,Grissam berserta istrinya, Jefry dan Alfbert pun setia berjalan dibelakangnya.
"Paman...aku mau keruangan Ayah sebentar," ucap Hasan saat sudah sampai dilantai atas.
"Silahkan Nak, Paman juga akan keruangan Paman," Arman pergi keruangannya.
Jefry ingin ikut dengan Arman namun dihalau oleh Arman "Tugasmu segara jagain Tuan Muda," perintah Arman kepada Jefry, Jefry pun menurut kepada Arman.
"Kalau begitu Eyang pamit pulang dulu ya San? Eyang tunggu Hasan dirumah saja," kata Grissam.
"Iya Eyang, hati-hati Eyang," Hasan memeluk Grissam dan Elois.
Elois masih merasakan kesediha didalam hatinya, rasa bersalahnya tidak kunjung reda dalam hatinya "Maafin Eyang ya San," mata Elois berkaca-kaca, tangannya mengusap pipi cucunya.
Hasan tersenyum "Sudah Eyang, kita mulai dari awal lagi, jangan bersedih lagi ya," Hasan mengusap airmata Elois menggunakan ibujarinya.
Grissam merangkul Elois "Sudah El...cucu kita itu mempunyai hati yang istimewa seperti malaikat," Grissam tersenyum menghibur Elois.
"Berlebihan Eyang," Hasan menggeleng kepalanya dan tersenyum.
Grissam dan Elois pamit untuk pulang kerumah Jacson dan Fatimah dulu diantar oleh Albert. Setelah melihat Grissam dan Elois pergi, Hasan dan Jefry masuk kedalam ruangan Jacson ayahnya.
Hasan duduk dikursi kerja sang ayah, mata Hasan berkaca-kaca menerima keadaan yang nyata ini, Hasan memperhatikan meja yang berada didepannya. Terdapat foto keluarga yang terpajang diatas meja. Hasan tersenyum dan mengambil foto itu dan mendekapnya sambil memejamkan matanya.
Jefry yang sedan duduk disofa melihat tingkah tuan mudanya, hatinya ikut terenyuh melihat Hasan mendekap bingkai foto keluarganya.
"Tuan Muda...apa kau baik-baik saja?" Jefry melihat kesedihan dalam diri Hasan.
Hasan membenarkan duduknya dan menaruh bingkai dimejanya kembali "Tidak apa-apa Jef, aku hanya merindukan kedua orangtuaku," Hasan tersenyum paksa.
"Sabar Tuan Muda, orangtua anda juga pasti merindukan anda," ucap Jefry, Hasan pun tersenyum lalu menganggukan kepalanya.
"Lusa Tuan Muda akan pergi ke London, aku sudah mengajukan surat pemindahan dikampus Tuan Muda, apa Tuan Muda sudah siap?" tanya Jefry.
Hasan menyandarkan punggungnya dikursi "Cepat sekali kau bekerja Jef?" ucap Hasan yang heran dengan cara bekerjanya Jefry yang menurutnya sangat cepat.
Jefry tersenyum simpul "Sudah tugasku Tuan Muda," Hasan terkekeh dan menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Jefry.
^
Rio dan Adi sedang bersantai dihalaman samping rumah, halaman rumah Rio terdapat bunga ditepi halaman, tempat duduk besi didua sudut "Gak nyangak ya Di. Hasan anak orang terkaya dinegeri ini," gumam Rio yang masih didengar Adi.
"Iya! padahal selama ini dia selalu berpenampilan sederhana, aku benar-benar tidak percaya Ri!" Adi menggelengkan kepalanya.
"Aku yakin Putra pasti terkejut karena orang yang selama ini dia tendahkan, justru hidupnya diatasnya," Rio menerka-nerka kondisi Putra.
"Langsung sakit jantung kali Ri, dibilangin gak mau denger sih! kalau kaya gini siapa yang malu coba," saut Adi.
"Aku juga heran dengan sikap Putra itu, gak bisa diterima logika! sepupu sendiri dia bully," timpal Rio.
Putra tiba-tiba berdiri dibelakang mereka "Bagus ya? dibelakangku kalian menggosipiku! temen macam apa kalian!" Putra menatap kedua temannya dengan tajam, tangannya melipat didepan perut.
Rio dan Adi langsung berdiri mendengar suara Putra "Putra!" ucap Rio dan Adi bersamaan.
"Kenapa? kaget!" ucap Putra dengan sinis.
"Dengerin kita dulu Put," ucap Rio yang paling dewasa dari bertiga.
"Basi! kalau kalian sudah tidak sudi lagi buat berteman denganku, lebih baik kita tidak usah berteman lagi! aku gak butuh teman kaya kalian yang suka ngomongin dibelakang, banci kalian!" teriak Putra lalu berlalu pergi dari rumah Rio.
Rio dan Adi berlari mengejar Putra "Put...tunggu...dengerin kita dulu Put!" teriak Rio.
"Kita kaya gini jutru karna ingin menjadi teman yang baik Put!" namun Putra sudah pergi menggunakan motornya dengan kencang.
^
"Papah masih tidak percaya Mah, kalau Jacson itu ternyata memiliki perusahaan ternama itu, selama ini kan mereka hidup sederhana," Panji mengaduk-aduk kopi buatan istrinya sambil bercerita.
"Iya Pah. Fatimah juga selama ini tidak pernah bercerita tentang pekerjaan suaminya, aku benar-benar tidak menyangka, sekarang keponakan kita yang akan mengganti posisi itu," Ayu menyiapkan makanan diatas meja.
"Pantas Arman begitu marah kepada kita ya Mah, ternyata Hasan itu akan menjadi Tuan Muda," gumam Panji.
Ayu menganggukan kepalanya "Iya Pah, Jacson dan Fatimah hebat ya Pah, bisa menyembunyikan statusnya dari Hasan, aku salut sama mereka," puji Ayu kepada adik dan adik iparnya.
^
"Hasan...ayo kita pulang Nak, Paman akan menunjukan rumah yang ayahmu belikan untukmu," Arman masuk kedalam ruangan Hasan lalu mengajaknya untuk pulang.
"Tidak usahlah Paman, kan lusa Hasan pergi ke London, jadi buat apa punya rumah besar?" Hasan tidak beranjak dari tempat duduknya.
"Untuk masa depanmu, ayo!" ucapan Arman membuat Hasan tidak bisa berkata-kata.
Hasan pun menuruti Arman untuk pulang, Hasan keluar dari ruangan dan berpamitan kepada orang-orang yang sedang bekerja "Jika sudah waktunya pulang, pulanglah dan istirahat," perintah Hasan kepada seluruh pegawainya, mereka pun mengangguk dan tersenyum.
Jefry menyalakan mobilnya pergi meninggalkan kantor menuju rumah Hasan yang baru "Eyang gimana Paman? soalnya tadi pamit sama Hasan mau pulang kerumah Hasan yang dulu," Hasan tiba-tiba teringat kepada Grissam dan Elois.
"Tenang saja San, Om dan Tante sudah berada dirumah barumu, tadi aku sudah memberitahunya lewat telepon," Hasan menganggukan kepalanya.
"Kalau di London ada apa-apa segera kasih tahu Paman ya San," nasehat Arman kepada Hasan.
"Hasan kan perginya lusa Paman," Arman terkekeh mendengar jawaban Hasan.
"Dan satu lagi, Jefry harus selalu ada dibelakang kamu San," nasehat Arman lagi.
Hasan tertawa kecil "Iya Paman, Paman tenang saja!" tegas Hasan.
Setelah tigapuluh menit Jefry mengendarai mobil, kini mobil itu masuk kehalaman rumah yang sekarang menjadi milik Hasan "Silahkan Tuan Muda," Jefry membuka pintu mobil belakang dimana Hasan duduk.
"Tidak usah berlebihan Jef, aku bisa buka sendiri," ucap Hasan lalu turun dari mobil.
Hasan menatap rumah besar yang kini berada dihadapannya "Ya Allah rumah ini besar sekali, andai mereka berada disini dan menikmati ini bersama-sama," batin Hasan, mata Hasan berkaca-kaca rasa rindunya kepada kedua orangtuanya semakin membuncah.
"Hasan..." Arman menepuk pundak Hasan, Hasan pun tersadar dan melihat kearah Arman lalu memeluknya.
Hasan menangis dipelukan Arman, Arman memeluk Hasan dan menepuk-nepuk punggung Hasan, Arman tahu apa yang membuat Hasan menangis.
(besok lagi 😂😂)
jangan lupa bahagi kaka-kaka 😊😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sisilia Nopita Sari
tidak ada kata mudah jika itu bersngkutan dgn kehilangan🥺🥺🥺
2022-01-25
0
Adiwaluyo
terharu
2021-12-09
0
Ning Wahyuni
kenapa banyak irisan bawang merah ya thor di tiap episode..mataku sampe memerah😩😩😩
2021-10-15
0