Hari itu seperti biasa Hasan pulang dijemput oleh Pak Dodi, hari ini Hasan cukup lelah karna banyak pekerjaan kampus yang harus dikerjakan. Hingga Pak Dodi merasa kasihan "Ayo Nak Hasan kita pulang!" Hasan segera masuk kedalam mobil dan untuk kesekian kali Hasan berpapasan dengan Melati wanita yang kini duduk disamping Putra, karna Putra yang memintanya dan Hasan pun menurutinya.
Mobil yang ditumpangi Hasan telah sampai didepan rumah sang Bibi, Hasan segera masuk kedalam rumah dan mengucapkan salam "Assalamualaikum" Hasan membuka pintu, tak ada jawaban dari dalam rumah.
Saat Hasan ingin pergi kekamar, Hasan melihat keluarga Bibinya berkumpul namun dari raut wajah mereka seperti sedang dalam masalah, Hasan pun mengurungkan untuk pergi kekamarnya dan Hasan menghampiri mereka "Bibi..." sapa Hasan saat sudah didekat mereka, namun mereka tidak menyadari kedatangan Hasan, entah apa yang sedang mereka pikirkan.
Bibi mendongak mendengar suara Hasan, bukan hanya Bibi tapi juga Paman,Zaki dan Putra ikut melihat kearah Hasan.
Hasan berjongkok ketika melihat wajah Bibinya sembab seperti habis menangis "Bibi kenapa? kenapa Bibi menangis?" Hasan mengusap sisa airmata Bibinya dengan ibu jarinya "Katakan sama Hasan Bi, kenapa Bibi menangis, ada apa Bi?" Hasan mengulang kembali pertanyaanya.
Putra yang melihat perhatian Hasan kepada Ibunya memandang Hasan dengan sinis "Cih dasar anak pembawa sial, terus saja cari perhatian sama orangtuaku" Putra mengumpat dalam hati.
Ayu memandang keponakannya dengan rasa iba, entah bagaimana Ayu harus mengungkapkan kepada Hasan keponakannya, rasanya Ayu tidak tega "Hasan..." Ayu tidak sanggup melanjutkan kata-katanya, hanya airmata yang mewakili perasaannya.
Hasan semakin bingung dengan keadaan ini, Hasan melirik Pamannya yang sedang menunduk "Paman..ini sebenarnya ada apa Paman? cerita sama Hasan," Hasan beralih bertanya kepada Pamannya.
Panji memandang Hasan "Maafkan Paman San, Pamannya sebenarnya tidak mau ini terjadi, tapi Paman juga sekarang tidak ada pilihan lain San," jawaban Panji justru membuat Hasan semakin bingung dan penasaran tentang apa yang terjadi.
Hasan menghampiri Pamannya "Cerita sama Hasan Paman, apa yang sudah terjadi, kenapa kalian bersedih seperti ini," Hasan bersimpuh dilantai depan Pamannya.
Panji semakin merasa bersalah, Panji menepuk sofa disampingnya "Kamu duduk sini San!" Hasan pun menuruti permintaan Pamannya.
"Maafkan Paman San, mungkin ini bukan keputusan terbaik, tapi Paman tidak mempunyai pilihan lain," ucap Paman.
"Maksud Paman?" perasaan Hasan seperti ada yang tidak beres.
"Paman terkena tipu sama rekan bisnis Paman San, perusahaan Paman dipastikan akan bangkrut dan Paman pasti tidak bisa membiayai kamu kuliah San," Panji menunduk merasa bersalah dan malu "Maafkan Paman San," ucap Panji penuh penyesalan.
Bagai disambar petir Hasan mendengar ucapan Pamannya, namun Hasan mencoba tegar dan kuat "Paman...Hasan tidak apa-apa bila Hasan tidak bisa kuliah kok Paman, Hasan akan bantu Paman kerja biar bisa mencukupi biaya Kak Zaki dan Putra kuliah, Paman jangan bersedih lagi, Allah pasti ganti dengan yang lebih baik lagi Paman, percayalah kepada Allah Paman," tutur Hasan membuat Ayu dan yang lain terkejut dengan jawaban Hasan.
"Biar Zaki aja yang bantuin Papah kerja Pah, Zaki kan sudah mengantongi ijazah S1, biar Putra dan Hasan yang melanjutkan kuliah Pah!" timpal Zaki yang merasa kagum mendengar jawaban Hasan.
Hasan menoleh kepada Zaki "Gak usah ka, biar Hasan saja, Kakak harus jadi orang hebat dan membuat Paman dan Bibi bangga Kak," tutur Hasan membuat Ayu menangis terharu.
"Iya biar aja Hasan yang bantuin Papah, itu namanya anak pengertian, jangan maunya numpang mulu tidak ada gunanya, kalau nanti Hasan bekerja kan ada gunannya!" kata-kata Putra membuat Panji,Ayu dan Zaki terkejut
"Kamu itu berbicara apa Putra!" ucap Ayu dengan suara sedikit meninggi.
"Emang bener kan Mah, Hasan disini kan cuma num..." Putra tak bisa melanjutkan kata-katanya karna mulutnya dibekap oleh Zaki sang Kakak dengan tangannya.
"Jangan bicara macam-macam, dia itu saudara kita jadi tutup mulutmu itu, mengerti!" gertak Zaki.
Putra hanya melengos dan meninggalkan keluarganya dengan perasaan kesal "Terus aja belain anak pembawa sial itu, kalian akan menyesal!" teriak Putra lalu pergi mengendarai motornya dengan kencang.
"Kamu jangan ambil hati omongan Putra ya San, Mungkin Putra kaget karna Papah ada masalah seperti ini," Panji merangkul pundak Hasan.
"Tidak apa-apa kok Paman, Hasan mengerti," Hasan tersenyum kepada Pamannya.
^
"Mah..ini sudah waktunya Papah harus memberi tau Hasan tentang peninggalan orangtuanya," ucap Arman saat sedang berkumpul dengan sang istri dan anaknya.
"Oh iya Pah, kan Hasan tahun ini sudah memasuki usia 17tahun kan Pah!" timpal sang istri Pak Arman yang bernama Rumi.
"Kalian ngomongin apaan sih," saut Melati yang sedang rebahan dipaha sang ibu.
"Ini loh Mel, dulu Papah itu punya tetangga Namanya bu Fatimah sama Pak Jacson, mereka itu pengusaha hebat loh, tapi hidupnya sangat sederhana, awalnya sih mereka cuman punya usaha kecil-kecilnya tapi Alhamdulillah usaha mereka maju, nah saat usaha mereka maju mereka memilih papah buat jadi pengacara pribadinya dan papah pun menyetujuinya karna mereka orang yang sangat baik, mereka sering bantuin orang tanpa pamrih bahkan mereka tinggal dirumah kecil dan hidup sederhana, padahal nih ya menurut Mamah mereka bisa loh beli rumah yang besar bahkan lebih besar dari rumah kita," Melati masih setia mendengarkan cerita Ibunya.
"Tapi mereka lebih memilih untuk membeli perumahan kecil, kata mereka "Agar anakku nanti tak gila harta Mba, aku ingin anakku kelak menaruh dunia ditangannya bukan dihatinya, kalau begini anakku akan belajar mengerti disetiap kondisi" Rumi mengulang kata-kata Fatimah dulu. Tapi Allah berkendak sangat cepat Mel, mereka kecelakaan dan tak lama meninggal dirumahsakit, mereka meninggalkan satu anak bernama Hasan, dulu dia masih berumur 11tahun saat orangtuanya meninggal," tiba-tiba Rumi bercerita dengan sedih.
"Mereka membuat wasiat dari masih hidup kalau mereka akan memberitau dan memberikan hartanya kepada anaknya yang bernama Hasan saat usianya memasuki 17tahun, tapi anaknya belum 17tahun mereka sudah meninggal, jadi... sekarang Papah ingin memberi tau tentang usaha orangtuanya sekaligus memberikan haknya kepada anaknya yang bernama Hasan itu," tutur Rumi menyudahi ceritanya.
"Berarti anak itu belum tau kalau sebenarnya orangtuanya adalah orang yang berada Mah?sampai sekarang? Kasihan sekali ya Mah si Hasan itu, pasti hidupnya menderita ditinggal orangtuanya, terus sekarang dia ada dimana Mah?" tanya Melati penasaran.
"Dia tinggal bersama Bibinya, kakak dari Ibu Fatimah Mel, setiap tahun juga Papah pasti jengukin Hasan sekedar melihat Hasan baik-baik saja, karna kalau Hasan tidak baik-baik saja, maka Papah yang akan turun tangan buat mengasuhnya, tapi Alhamdulillah keluarga mereka cukup baik selama ini," tutur Rumi, membuat Melati mengangguk-anggukan kepalanya.
Setelah mendengar cerita Ibunya tiba-tiba Melati teringat kepada Mahasiswa yang sekelas dengannya "Ah..mungkin namanya saja sama, kan nama Hasan diIndonesia banyak" batin Melati dalam hati.
(besok lagi 😀😀😀)
.
.
.
.
.
.
.
#jangan pernah lelah mendukunh karya author yang receh ini 😄😄😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Adiwaluyo
mantap
2021-12-09
0
Wan Ipink
mantap.,
2021-10-30
0
Vina
thor waktu orang tua hasan meninggal umurnya 10 th, trus katanya td 8 thn kemudian, kok sekarang umur hasan jd 17 tahun sih 🤔🤔🤦🤦🤦
2021-09-28
0