Hasan keluar rumah untuk pergi kerumah Arman, namun baru sampai dihalaman rumahnya Hasan mengehentikan langkahnya "Hasan..." Arman memeluk Hasan saat melihat Hasan dihadapannya.
"Paman.." Hasan membalas pelukan Arman.
"Alhamdulillah Paman bisa bertemu denganmu lagi Nak, tadi Paman pergi kerumah Panji namun kamu sudah tidak disana lagi, kenapa kamu tidak pernah berbicara kepada Paman kalau Putra sangat membencimu San," Arman memegang lengan Hasan.
"Hasan tidak apa-apa kok Paman, mungkin Putra belum bisa menerima Hasan," Hasan tersenyum.
"Ya sudah ayo kita kerumah Paman, ada yang ingin Paman bicarakan dengan kamu," Arman mengajak Hasan kerumahnya.
"Oh iya San, ini kenalin Melati dan itu istri Paman namanya Rumi, kamu pasti tidak pernah melihatnya karna mereka berdua baru menetap diIndonesia 1tahun belakangan ini, karna Melati sekolah diMalaysia sampai SMA, dan sekarang kuliah diIndonesia," Arman bercerita sampai dirumahnya.
Hasan terkejut pasalnya Melati ternyata anaknya Arman, Melati tersenyum dan mengangguk, Rumi pergi kedapur untuk membuatkan minuman.
Arman mempersilahkan Hasan untuk duduk "Paman..ada yang ingin Hasan tanyakan sama Paman," Hasan memberikan surat ibunya kepada Arman.
Arman menerima surat itu dengan tanda tanya "Apa ini San?" Arman membolak-balikan surat itu.
"Silahkan diminum Nak Hasan," Rumi menaruh minuman didepan meja Hasan.
"Makasih Bibi..maaf merepotkan," Hasan tersenyum, Melati yang melihat Hasan tersenyum dan ramah hatinya berdesir pasalnya selama ini dikampus Hasan selalu bersikap dingin dan diam.
Hasan kembali melihat Arman "Itu adalah surat Ibuku Paman," perkataan Hasan membuat Arman terkejut, Arman segera membuka surat tersebut.
Arman menangis ketika selesai membaca surat Fatimah itu "San...apa yang ibumu tulis disini itu adalah benar," Hasan kaget dan menatap Arman dengan tanda tanya.
"Tidak mungkin Paman! selama ini kami hidup sederhana!" Hasan tidak percaya dengan Arman.
Arman berdiri dan berpindah duduk disamping Hasan yang sebelumnya didepan Hasan.
Arman menepuk pundak Hasan "San...coba kamu ingat-ingat, apa orangtuamu pernah kekurangan atau berhutang?" Hasan terdiam lalu menggelengkan kepalanya.
"Kamu pernah ikut orangtuamu berbelanja?" Hasan menganggukan kepalanya.
"Kamu ingat kepada siapa saja orangtuamu selalu membeli dan berapa banyak yang orangtuamu beli?" Hasan terdiam, kini kepalanya seperti film yang memutar kembali kenangan saat-saat bersama kedua orangtuanya, lalu Hasan mengangguk.
"Mereka selalu membeli sama orang yang sudah tua dan wanita-wanita yang membawa anak Paman," suara Hasan semakin berat menahan dukanya.
Arman tersenyum "Dan kamu pasti tau seberapa banyak orangtuamu membelinya," Hasan kembali terdiam lalu menatap Arman.
"Banyak Paman, lalu mereka membagikannya kepanti dan orang-orang dijalanan," jawaban Hasan membuat Arman tersenyum.
"Itulah hebatnya orangtuamu San, mereka peduli kepada mereka yang membutuhkan, mereka ingin menjadikanmu orang yang kuat dan hebat, bukan orang yang gila harta San," Perkataan Arman membuat airmata Hasan mengalir setelah sekuat tenaga Hasan menahannya.
"Ini gak mungkin Paman," Hasan menangis, Arman langsung memeluk Hasan.
"San..mereka mempunyai cara tersendiri untuk mendidikmu, orangtuamu adalah orangtua yang hebat yang pernah Paman kenal," Hasan semakin menangis.
Melati dan Rumi juga ikut mengeluarkan airmata melihat kenyataan didepan matanya. Rumi mengajak Melati untuk pergi sari sana untuk memberi ruang kepada Hasan dan juga Arman. awalnya Melati enggan namun pada akhirnya Melati menurut kepada ibunya untuk meninggalkan mereka berdua.
Arman melepaskan pelukannya "Sebentar.. Paman akan menghubungi seseorang agar membuatmu percaya untuk datang kesini," Arman keluar dan menghubungi Jefry
"Assalamualaikum Tuan," salam Jefry dibalik telefon.
"Wa'alaikumsalam, sekarang kamu kerumahku bawa berkas-berkas peninggalan Jacson sekarang!" perintah Arman.
"Apa Hasan sudah ditemukan Tuan?" tanya Jefry dibalik telefon.
"Dia ada dirumahku, sekarang bawa berkas itu kesini!" pinta Arman.
"Siap laksanakan Tuan," ucap Jefry semangat dibalik telefon.
Arman kembali kepada Hasan "Percayalah San, mereka melakukan ini untuk kebaikanmu," Arman menepuk pundak Hasan.
"Ini seperti mimpi Paman, lalu kenapa Bibi tidak bercerita kepadaku?" Hasan bingung.
"Mereka juga tidak tau siapa orangtuamu San," Arman meminum teh yang ada didepannya.
Hasan terdiam "Sampai Bibipun tak tahu." batin Hasan.
Hasan teringat perusahaan Panji "Paman.. jika peninggalan Ayahku banyak, apa boleh aku memintanya sedikit untuk membantu Paman Panji?" Hasan meminta ijin untuk membantu Panji.
Arman tersenyum "Kamu tenang saja San, mereka sudah mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, kamu tidak usah khawatir,walaupun Paman tadi sempat kecewa sama sikap Putra, tetapi Paman tetap memberikan imbalan kepada mereka," ucap Arman lalu berdiri membuka pintu karna Jefry datang.
Arman kembali bersama Jefry, Hasan tersenyum dan memberikan salam kepada Hasan, Jefry pun dengan semangat membalas salam anak Tuannya tersebut.
"Hasan..ini Jefry yang akan mendampingimu untuk mempimpin perusahaan Ayahmu nanti," Jefry menunduk dam tersenyum.
"Saya Jefry Tuan," Jefry memperkenalkan dirinya.
"Saya Hasan, panggil Hasan saja tidak usah Tuan," Hasan merasa tidak pantas.
Jefry mengangguk dan tersenyum "Baik Hasan," Hasan tersenyum mendengarnya.
"Ini Tuan berkas-berkas yang anda butuhkan," Jefry menyerahkan berkas-berkas yang Arman minta.
Arman menerima berkas itu lalu memberikannya kepada Hasan "Ini semua adalah milik Ayahmu Jacson, kamu lihat baik-baik San," Hasan menerima berkas itu dengan tidak percaya bahwa ini adalah kenyataan.
Satu persatu Hasan membuka berkas-berkas itu airmata tak terbendung lagi, Hasan kembali menangis merasa bahwa ini hanyalah mimpi "Apa Hasan sedang bermimpi Paman?" ucap Hasan dengan suara serak karna menangis.
Arman tersenyum dan menggelengkan kepalanya "Ini nyata adanya San," Arman menepuk pundak Hasan.
"Kamu adalah keturunan Jacson pemilik HJ.GRUP perusahaan yang kamu banggakan dari kecil," Hasan memeluk Arman sambil menangis.
"Jadilah orang yang hebat seperti orangtuamu San, Paman juga bangga mempunyai sahabat seperti orangtuamu," Arman menatap Hasan dengan yakin.
"Hasan akan berusaha dengan baik Paman," Hasan mengusap airmatanya.
"Kamu tau Jefry adalah salah satu dari sekian banyak orang yang orangtuamu bantu San, bahkan Jefry kuliah diluar negeri karna orangtuamu," Hasan memandang Jefry dan Jefry mengangguk.
"Kamu juga harus sekolah diluar negeri San," pinta Arman.
"Jika itu yang terbaik, Hasan akan melakukannya Paman," mendengar jawaban Hasan membuat Arman bahagia dan memeluk Hasan.
"Pergilah dan mencari ilmu diLondon, disana ada Nenek san Kakekmu San," perkataan Arman membuat Hasan terkejut bukan main.
"Nenek?Kakek? orangtuaku tidak pernah membicarakan mereka Paman," Hasan sangat terkejut.
"Mereka masih ada, kedua orangtua Ayahmu berada disana, sedangkan orangtua Ibumu memang sudah meninggal San," Arman tau mengapa Jacson tidak menceritakannya kepada Hasan, tapi kali ini mereka harus tau bahwa Hasan adalah cucunya.
"Tapi kenapa mereka tidak memberitauku Paman?" tanya Hasan penasaran.
Arman dan Jefry saling pandang, mereka sedang berfikir bagaimana caranya menjelaskan kepada Hasan.
(besok lagi 😁😁)
*Asli tadi sempat kesel karna tulisan yang seharusnya sudah jadi ilang begitu saja karna salah pencet 😧😢 rasanya tuh nyesek abis, 😂 karna sudah banyak tapi hilang begitu saja 😤 maafin author yang ceroboh ini, harusnya sudah jadi dari tadi, akhirnya author ulang lagi nulisnya 😂😂 nyeseknya lebihin diputusin mantan 😂😄😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dani Pratama Gult
ceritanya mantap
2024-01-07
0
Adiwaluyo
mantap
2021-12-09
0
Eka Pricilia
s aku harap Hasan tetap dgn sifatnya yg selalu menghargai yg lebih tua , tpi harus tegas dlm mengurus perusahaannya agar TDK mudah di tidas ,seperti apa yg di lakukan alih orang tuanya dulu.
2021-10-14
1