Bab 17

Mentari pagi sudah menyinari sebagian belahan bumi. Namun ada sosok pria yang tidak sedikitpun memejamkan matanya sejak semalam. Pria itu adalah Davino.

Setelah membersihkan tubuhnya, rasa ngantuk malah semakin jauh menyapanya. Andai saja hidupnya tidak terusik oleh gadis itu, mungkin saat ini dia masih bercinta dengan model cantik yang ditinggalkannya dihotel tanpa sedikitpun dia menyentuhnya.

"Ahhh" Davino berteriak sambil membanting sebotol wine yang sudah tandas isinya.

Dia mungkin sudah gila, benar kata Emely dia butuh psikiater.

"Aku harus menyingkirkan wanita itu. "

"Siapa dia sehingga beraninya mengacaukan hidupku. "

Setelah puas berperang dengan pikirannya, Davino memilih menghubungi Alex. Satu panggilan tidak terjawab, panggilan keduapun sepertinya sama. Namun bukan Davino namanya jika dia tidak bisa membuat orang yang dihubunginya tidak mengangkat panggilannya.

"hhhm " Suara khas baru bangun tidur terdengar diujung sana. Sepertinya Alex baru saja mengakhiri mimpi indahnya disaat dering ponselnya tidak berhenti mengganggu tidurnya.

"Alex kau sedang apa sih? kenapa kau baru mengangkat telponku? " Pertanyaan bodoh membuka percakapan mereka di pagi itu.

Sama seperti Haizel, rasanya Alex ingin memukul kepala Davino saat ini agar laki - laki itu bisa sadar dari pengaruh alkohol yang diminumnya.

"Duh, kau menghubungiku seperti seorang pacar yang tidak bisa tidur dari semalam karena merindukan pacarnya saja. Aku itu baru tidur beberapa jam dan sekarang kau mengganggu tidurku hanya menanyakan aku sedang apa? Ini bahkan masih sangat pagi, dimana hampir sebagian penduduk bumi ini terlelap Davi." Setelah mengatakan itu Alex memutuskan sambungan telponnya, tak lupa ia mematikan ponselnya karena Alex tahu Davino akan terus menghubunginya.

"Sial dimatiin. " Umpat Davino kembali menghubungi Alex namun tidak tersambung.

"Alex sialan. " membanting ponselnya diatas sofa. Masih ada satu lagi yang harus dia ganggu pagi ini, Haizel. Davino kembali mengambil ponselnya dan menghubungi Haizel namun sama tidak tersambung.

"Awas aja kalian berdua. " Kesal sendiri, menarik rambutnya frustasi.

***

"Kak kenapa kakak sudah bangun, kakak seharusnya istirahat diruangan kakak. " Eduar membantu Emely yang baru saja masuk keruangan ibunya.

"Kak Emely sudah tidak apa - apa, hanya luka kecil saja. Oh yah dek, gimana keadaan ibu? " Menatap wajah ibunya yang masih terlelap.

"Masih sama kak. Setiap ibu bangun, ibu selalu mengeluh pusing dan selalu muntah - muntah. " Menjeda ucapannya "Oh yah kak semalam ibu nanyain kak Emely. "

"Lalu apa yang kau katakan pada ibu dek? kau tidak... " Merasa kuatir adiknya memberitahu yang sebenarnya pada ibu mereka, tentang dirinya yang mengalami musibah dan dirawat dirumah sakit yang sama dengan ibunya.

"Kak Emely tenang aja. Eduar tidak sebodoh itu kak. Eduar bilang kak Emely sedang bekerja dan akan datang sebentar lagi. Disaat ibu bangun tengah malam dan menanyakan kak Emely lagi, Eduar bilang kakak baru aja pergi membeli sesuatu." Emely merasa lega. Namun dia harus mencari alasan lagi jika sampai ibunya melihat perban di dahinya.

"Oh yah kak bagaimana dengan biaya pengobatan ibu? Apa kakak sudah mendapat pinjamanan? " Emely menggeleng. Dia bahkan belum sampai dirumah Sisilia dan Ana. Emely merutuki kebodohannya ketika dengan mudahnya dia percaya dan mengikuti wanita itu. Wanita yang sudah menjualnya ditempat pelelangan.

"Eduar apa kau tidak pergi ke kampus? " Menyadari jika adiknya itu masih memakai baju rumahan. Eduar menggeleng. Dia sudah bertekad untuk berhenti kuliah. Hari ini dia akan pergi meminta pekerjaan pada salah satu teman kampusnya yang sudah berhenti lebih dulu darinya dan sudah mendapat pekerjaan.

" Pergilah kuliah. Biar kak Emely yang menjaga ibu. " Eduar mengangguk, dia harus mendapat pekerjaan hari ini. Dia anak laki - laki, seharusnya dia yang bertanggung jawab untuk menghidupi kakak perempuannya dan juga ibunya. Dia tidak tega setiap kali melihat kakak perempuannya harus banting tulang hingga larut malam. Eduar terpaksa harus berbohong kepada kakaknya, agar kakaknya tidak curiga dan tidak melarangnya bekerja.

"Baiklah kak, Eduar akan pulang dan langsung berangkat dari rumah ke kampus. " Akhirnya Eduar pamitan kepada kakak perempuannya. Dia pulang ke rumah, membersihkan dirinya dan pergi menemui temannya.

***

Emely duduk diatas atap rumah sakit. Sesekali dia menangis, mengingat bagaimana nasib mempermainkan hidupnya. Sejak ayahnya meninggalkan mereka, cobaan seakan tidak berhenti mengejar hidupnya.

"Why me, why me... " Berteriak sambil menatap langit yang begitu cerah hari ini. Mencari seseorang yang bertanggung jawab atas semua yang menimpahnya.

"Apa salahku? Apa salah keluargaku hingga Kau memberikan kami cobaan seberat ini. Bukankah selama ini aku tidak pernah mengeluh? hah! "

" Apa Kau ingin aku menjadi seorang pembangkang dan tidak pernah bersyukur untuk hidup ini? hah! "

" Bukankah Kau tidak akan memberikan cobaan, diluar kemampuan manusia? Tetapi mengapa Engkau memberiku cobaan diluar kemampuanku sebagai seorang manusia. " Memukul dadanya karena terasa semakin sesak.

" Ku mohon hentikan semua ini. Aku sudah tidak sanggup Tuhan. " Kali ini airmatanya jatuh mengalir dengan indah dipipinya. Emely menangis sesegukan sambil bertumpuh dan memeluk pada kedua kakinya.

"hhhemm" Suara deheman menghentikan isak tangisnya, Emely mencari dimana pemilik suara tadi. Matanya langsung menemukan seorang pria dengan santainya duduk disalah satu kursi tidak jauh darinya. Sambil sesekali meneguk sekaleng minuman soda, seolah - olah tidak melihat siapa pun disitu.

Emely hendak beranjak dari tempat itu, namun suara pria itu menghentikan langkahnya.

"Kenapa kau pergi? Apakah aku mengganggumu? " Tanyanya menatap kearah Emely. Emely enggan menjawab.

" Terkadang kehidupan memang seperti itu. Butuh hati yang kuat untuk menghadapinya. Tinggal bagaimana kita harus lebih berani menantang hidup ini. Mengatakan kepada cobaan, aku lebih kuat dari padamu. Mengatakan kepada ketidak adilan, aku lebih adil dari padamu dan mengatakan kepada kesedihan, aku akan menggantikanmu dengan kebahagiaan. " Siapa sih pria itu, seperti tahu saja masalah yang dihadapi Emely. Tapi kata - katanya seperti penguatan untuk Emely.

" Jika kau masih ingin menangis, menangislah. Karena terkadang dengan menangis, orang akan menjadi lebih kuat." Setelah mengatakan semua itu, pria itu berlalu meninggalkan Emely.

Emely kembali ke tempatnya, mencerna setiap ucapan pria itu. Mungkin mulai sekarang dia akan mencoba berkompromi dengan takdirnya.

Terpopuler

Comments

Erna

Erna

emang siapa pria misterius itu,,,,

2023-05-20

1

Yunita Suan

Yunita Suan

keren kata2nya si pria misterius
Davino??😍

2021-10-26

0

Yunita Suan

Yunita Suan

who is him??
Davino???😍😍😍

2021-10-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!