Reyhan melayangkan bogeman mentahnya ke Anggara dan langsung di cekal Anggara cepat, tatapan Anggara menjadi begitu menunjukkan rasa murkanya. Jova dan Freya yang melihat itu amat getir takut, takut bila pertarungan itu menjadi melukai diri masing-masing. Kini Anggara menghadapi jiwa Reyhan yang lain bukan Reyhan yang ia kenal. Reyhan yang mengayunkan kepalan tangannya pada wajah Anggara, Anggara lebih dulu menahan tangan sahabatnya lalu dengan terpaksa Anggara menendang perut Reyhan hingga Reyhan sedikit terpelanting ke belakang.
Brugh !
“Maaf,” singkat Anggara pada Reyhan.
Reyhan yang tak mau kalah dari Anggara, segera bangkit berdiri dan membalasnya. Anggara menetapkan pandangannya fokus pada si Reyhan, Reyhan telengkan kepalanya kanan kiri kemudian bersiap melawan Anggara.
GRAP !
Tangan Reyhan yang mengepal dekat muka Anggara, Anggara tahan lagi dan mendorong tangan Reyhan. Sementara Cameron yang berada di sebuah tali-tali yang untuk mengangkat perangkap Freya dan Jova, mencoba mengalihkan perhatian Anggara dari Reyhan. Cameron dengan liciknya menggunakan pedang sebagai pemutus satu tali tersebut.
Tak !
Satu tali putus membuat perangkap penjara untuk kedua sahabat Anggara lainnya berguncang turun, Anggara terperanjat kaget lalu menoleh ke Cameron dengan tatapan tajamnya. Jova dan Freya saling berpegangan tangan bersama rasa takutnya yang tak bisa terpungkiri.
“Hiks Anggaraaaa! Tolongin kitaaa hiks hiks!!”
Suara hisakan tangis Freya membuat Anggara panik bukan main, inilah pertama kali Anggara bersikap panik dalam situasi. Anggara menatap Freya, hanya menatapnya tak bisa berkata apa-apa lagi. Jika menyelamatkan dua sahabat gadisnya, itu berarti Anggara harus melewati Reyhan dan Cameron terlebih dahulu, namun itu sangatlah tidak mungkin. Pemikiran Anggara seketika mendadak kacau bagaimana ia bisa menyelesaikan masalah yang bergantung nyawa tersebut.
Reyhan menatap Anggara melalui memicingkan matanya dengan tersenyum smirk, kesempatan Reyhan membalas Anggara bersama tendangan di wajahnya dengan sangat kuat.
BUAGGHH !!!
Anggara terlempar jauh ke belakang usai di tendang mukanya oleh Reyhan, Anggara terjatuh di lantai sampai terseret beberapa sentimeter, Kepalanya terbentur lantai sangat keras begitupun ada suatu cairan merah pekat yang keluar dari dua lubang hidung Anggara.
“ANGGARAAAAAAAA!!!”
Freya berteriak histeris kepada sahabat kecilnya yang terjatuh miris. Disisi lain, Reyhan tersenyum miring menghampiri Anggara yang terkulai tak berdaya. Reyhan jongkok di depan Anggara seraya mengeluarkan pisau yang tak asing di Anggara. Kini mata Anggara terbelalak lebar melihat pisau bercahaya merah tersebut.
Anggara memutarkan otaknya pada ingatan dirinya di saat ia berada di alam mimpi buruknya.
Flashback On
“Jangan Rey! Jangaaaann!”
“Satu tolakan, tidak akan aku terima sedikitpun. Energimu lah yang satu-satunya terpaling kuat.”
“Rey, gue mohon .. jangan lakukan ini! Gue sahabat lo! Sadar Rey! Sadar! Lo terbawa pengaruh sama makhluk-makhluk jahat disini kan!”
Flashback Off
Anggara yang sempat melamun terbuyar pada tindakan Reyhan yang akan menusuk Anggara menggunakan pisau keramat tersebut, tanpa lama-lama lagi Anggara lantas menggulingkan tubuhnya kesamping mengelak hujaman pisau lipat yang di genggam oleh Reyhan. Disaat sesudah menggelindingkan tubuhnya, sekujur punggung Anggara terasa memar amat sakit, imbas dari benturan lantai yang sengaja Reyhan dorong Anggara tadinya. Tetapi Anggara tetap harus berusaha kuat pada kesakitan ia sekarang, Anggara harus cepat melakukan sesuatu agar bencana mengerikan ini terhempas.
“Reyhan, jangan sampai kau membunuh dia .. jika kau membunuhnya, tak ada tumbal untukku,” timpal Cameron.
“Laksanakan Tuanku, lagi pula aku tak mencoba membunuh manusia menjengkelkan satu ini. Aku hanya akan memberi pelajaran untuknya hingga dia benar-benar tak bisa apa-apa dan tak berdaya.”
Anggara terperanjat kaget pada tuturan dingin dari Reyhan semeskipun itu bukanlah Reyhan yang menjawabnya, melainkan setan yang berada di dalam raga tubuhnya. Anggara meremat tangannya di lantai yang posisi ia merangkak, berpikir akankah semua ini berakhir tanpa korban jiwa? Tidak, jangan sampai ini terjadi. Anggara tak boleh kehilangan akal dan panik begitu saja. Ia harus berpikir jernih dan bertenang sejenak waktu.
“Mengapa kau diam? Oh apakah kau sudah menyerah?” ujar Reyhan bersedekap dada. “Hei jawablah!” sambungnya.
Anggara menatap benci Reyhan. “Gak ada kata menyerah! Gue gak akan menyerah disini. Dan ini belum BERAKHIR!!!”
Anggara mengajak tubuhnya berdiri dengan menahan sakit di seluruh tubuh. Anggara menyeka darah hidung yang mulai mengalir ke bibir atasnya menggunakan tangan ibu jarinya. Tatapan Anggara ke Reyhan sungguh berang. Reyhan menaikkan satu alisnya dengan gaya sombongnya dan Anggara mengukir lengkung bibirnya menjadi kebawah dan agak miring. Dua tangan Anggara mengepal kuat ingin menghajar setan yang merasuki Reyhan.
Reyhan menyeret satu kakinya ke belakang ancang-ancang menendang Anggara. Anggara mempersiapkan dirinya tetap fokus pandangannya, membuang semua pikiran parak ia di otak sementara. Yang benar saja, Reyhan langsung menendang Anggara ke wajah lalu tangkas itu Anggara menangkis kedua tangannya membentengi wajahnya dari tendangan keras Reyhan. Tendangan itu hanya berhasil kena kedua lengan tangan Anggara. Anggara bisa merasakan persendian dua tangannya hampir hancur rapuh.
Di balas kini dengan Anggara dengan menendang kuat keras tulang kaki kering Reyhan sehingga membuat ia terhuyung ke belakang. Reyhan mengumpat geram, ia mengayunkan kaki satunya dari samping agar terkena kepala Anggara, namun Anggara nampak peka, ia membungkukkan badannya. Melesetnya Reyhan ia malah menendang angin saja. Reyhan mendengus murka dan mulai membogem rahang Anggara, di cekalnya Anggara namun Anggara hilang fokus, tendangan maut Reyhan telak kena sasaran ulu hati Anggara, setelah itu Anggara kembali lagi melanting secepat hembusan angin.
BRUGH !!!
Kepala Anggara terasa jauh lebih pening dibanding tadi. Tendangan yang terkena ulu hati pemuda tersebut membuat ia terbatuk-batuk berdarah. Tubuhnya terlentang matanya terpejam kuat akibat kepala sakit sedang bekerja menerjang bak menusuk-nusuk beribuan jarum di kepalanya. Tangannya menempel di dadanya, rasanya sesak sulit untuk bernapas. Freya yang di atas terus histeris meneriaki Anggara sesekali pun memohon untuk berhenti pada hukuman Anggara ini yang dari Cameron.
Anggara menopang tangannya di lantai untuk membantunya kembali berdiri, akan tetapi Reyhan lebih dulu mencengkram kerah jaket Anggara memaksa Anggara untuk berdiri, kedua tangan Anggara mencekal dua tangan Reyhan dengan gemetar. Bukan takut tetapi rasa sakit hebatnya yang membuat ia gemetar seperti itu. Reyhan dengan tenaga sadisnya melempar tubuh Anggara jauh ke belakang sampai Anggara menubruk meja kayu hingga roboh. Sudah pastinya segenap tubuh Anggara begitupun para sendi-sendinya seakan remuk.
GUBRAAKK !!!
Desis dan rintihan Anggara yang kesakitan terdengar sampai sudut ruangan. Tanpa Anggara sadari, sebuah buku yang terbuka tertindih oleh kening Anggara. Anggara mengangkat kepalanya lantas pandangan ia terbentur pada lembaran buku tebal yang sehabis tak sengaja terkena tindihan kening Anggara.
‘Ini buku apa?’
Sampai tiba-tiba mata Anggara bersulih ke gambaran kalung Jimat yang berlian menawan berwarna hijau. Jidat Anggara berkerut tak mengerti apa maksud dari buku tersebut bahkan sampai ada gambar kalung jimat di dalam lembar buku yang menguning tersebut. Sempat-sempatnya Anggara mencari petunjuk dalam buku itu, bola Anggara seketika beralih ke sebuah banyaknya tulisan tentang cara memusnahkan kalung Jimat berlian hijau itu.
‘Kalung Jimat berlian hijau? Cara musnahkan kalung jimat yang di pakai oleh Iblis?’
Anggara menganggukkan kepala seraya menutup buku tentang kalung Jimat tersebut lalu memeluknya beserta membawanya. Reyhan yang telah dapat bisikan pedar Cameron, segera menghampiri berjalan cepat ke Anggara yang masih bertahan nyawa.
“Heh, sedang apa yang kau lakukan?”
“Bukan urusan lo.”
Anggara menyingkirkan meja kayu yang telah roboh dan berceceran dimana-mana bahkan sebagian ada yang sampai mengotori pakaian Anggara. Anggara berdiri dengan mendesis usai itu mengedarkan pandangan sekeliling. Anggara ingin mengetahui dimana kalung Jimat berlian hijau tersebut berada. Mata Anggara mencuat, melihatnya rupanya kalung Jimat hijau tersebut ada pada di leher Cameron, Cameron lah yang memakai kalung Jimat berlian hijau kemilau tersebut.
Anggara berlari sekuat tenaga yang ia punya. Melintasi Reyhan begitu saja, Anggara dengan keberanian luar biasanya berlari membentang satu tangannya ke Cameron yang matanya terpusat di kedua sahabat gadisnya lalu menarik kalung yang di pakai Cameron hingga tercabut dari lingkaran leher Cameron. Cameron menjadi terkesiap kalung Jimatnya telah di rebut oleh Anggara sang pemuda Indigo tangguh akan nyawa serta keberanian yang tak mungkin bisa ditakluki.
“Bocah kurang ajar! Kembalikan kalung Jimat milikku!”
“Oh maaf, sekarang Kalung Jimat lo ada di tangan gue. Gue akan sesegera mungkin memusnahkan kalung Jimat ini yang lo miliki!”
Mata Cameron memerah dengan sorot mata tajam dibalasnya Anggara tersenyum licik smirk tak memedulikan tatapan menyeramkan dari si penguasa alam gaib. Anggara berlari ke ambang pintu, akan tetapi sudah di cegah Reyhan supaya Anggara tak bisa kemana-mana. Sorot mata Reyhan dingin, tetapi hal itu tak membuat Anggara sedikitpun rasa takut, ia menguatkan tekadnya untuk memusnahkan kalung Jimat berlian hijau gemerlap milik Cameron.
Ada peluang Anggara melarikan diri dari cegahan Reyhan, yaitu menerobos melalui samping. Akan tetapi pasti Anggara terkena bogeman mentah lagi dari Reyhan. Ah! Anggara mengacuhkan pikiran negatifnya, Anggara mendorong tubuh Reyhan hingga terpelanting nabrak tembok luar ruangan acara ritual tumbal. Melihat Reyhan terjatuh, Anggara melangsungkan mangkir dari jangkauan Reyhan.
“TUNGGU APA LAGI??!! CEPAT KEJAR ANGGARA!!!”
“Baik Tuan!”
Anggara berlari kencang menelusuri lorong-lorong bawah tanah Kastil dan tanpa berpikir panjang pemuda Indigo itu menaiki tangga kayu untuk menuju kamar Cameron walaupun Anggara tak tahu dimana kamar Cameron, terlalu banyak ruangan di sana. Bola mata Anggara berbolak-balik Kalau jika itu kamar Cameron.
‘Mampuslah gue, ini ruangan banyak banget !’
Anggara mempercepat larinya agar Reyhan yang mengejarnya tertinggal jauh dari Anggara. Ada satu jalan belokan kiri, Anggara segera berlari ke belokan tersebut. Sambil berlari Anggara menyimpan kalung Jimat berlian hijau itu di dalam saku jaketnya supaya tak terjatuh disaat ia lari seperti itu. Bukunya Anggara dekap erat di dada, sesekali ia menengok belakang apakah di sana Reyhan masih terus mengejar Anggara atau tidak. Ternyata Reyhan masih saja mengejar Anggara.
Anggara mencari benda untuk menghalangi Reyhan yang mengejarnya. Mata Anggara mendapati kursi terbuat dari besi di samping salah satu pintu dua daun, tanpa segan-segan itu Anggara berhenti dan tangkas mengangkat kursi tersebut dan melempar kencang ke Reyhan. Kursi itu melayang dengan begitu melesat cepat hingga Reyhan yang tak sempat menghindar terkena kursi besi sampai membuat dirinya jatuh. Anggara tak akan membuang waktu hanya untuk melihat nasib Reyhan yang terjatuh miris, ia melanjutkan larinya pada satu tujuan ialah kamar Cameron. Kamar itulah yang bisa membantu memusnahkan kalung Jimat itu dalam sedetik saja.
Di depan Anggara setelah Anggara belok ke kiri, terdapat sebuah ruangan berpintu dua daun. Tanpa berpikir panjang Anggara segera mendekati pintu tersebut lalu membukanya.
Cklek...
Anggara membuka pintu dua daun tersebut dengan perlahan bersama kepala yang ia condongkan ke dalam ruangan. Sepi tak ada siapapun. Tetapi mata Anggara berpusat ke burung gagak hitam yang tengah menutup mata seolah sedang tidur di sangkar. Anggara perlahan menutup kembali pintu itu dari dalam bersama satu mata yang ia tutup.
Cklek...
Di dalam suatu kamar terlihat tembok serba warna hitam sama dengan semua lorong-lorong Kastil yang berwarna hitam. Anggara melangkah kakinya pelan hingga tak terdengar derap sepatunya. Cahaya sesuatu yang menyilaukan mata Anggara sehingga Anggara memicingkan matanya karena terlalu silau. Anggara sedikit takjub melihat apa yang ia lihat, sebuah buku yang bercover lingkaran dan di tengah dalam lingkaran tersebut ada ukiran bintang.
Anggara memajukan langkahnya ke dekat buku tersebut yang berada di dalam lemari kaca transparan minimalis. Anggara bertanya-tanya dalam hati, buku apa lagi itu, sebelumnya ia telah menemukan buku tebal tentang Kalung Jimat berlian hijau dan kini ia menatap buku tebal satu lagi yang sekarang ia lihat. Anggara tak tahu itu buku apa. Buku yang bersinar keemasan.
Anggara mengalihkan pandangan mata ia dari buku asing tersebut, ia misinya mencari tiga cairan merah, kuning, biru yang ada di dalam toples kaca. Pandangan Anggara teralihkan pada kotak peti di bawah samping kursi sofa single. Satu lutut kaki Anggara ia topang di lantai yang berukiran tanpa ada garis-garis di setiap sisi-sisi para kotak lantai. Tangannya terulur untuk membuka peti ukuran sedang tersebut. Lagi-lagi Anggara menyipitkan matanya karena di dalam peti tersebut seminaukan mata sipit Anggara.
Mulut Anggara menganga dan tercengang menatap beberapa toples kaca yang berisikan cairan banyaknya jenis warna. Toples tersebut ada 20 yang berarti ada 20 warna berbeda juga di dalam setiap toples kaca. Anggara yang meletakkan buku kalung Jimat berlian hijau tersebut ia ambil dan membukanya di bagian panduan pemusnah kalung Jimat. Anggara kemudian membaca tata cara memusnahkan benda itu.
“Ada satu cara untuk memusnahkan kalung Jimat berlian hijau ini, dengan cara mengambil tiga toples yang di dalamnya ada sebuah cairan pemusnah berwarna cairan merah, hijau dan terakhir adalah biru.”
Setelah membaca paragraf pertama, Anggara meletakkan balik buku tersebut dan mengambil tiga toples berwarna cairan yang sesuai pada dalam buku. Usai mengambilnya satu persatu dan meletakkannya di lantai samping buku kalung Jimat, Anggara membaca bacaan ke paragraf kedua.
“Usainya itu, ambilah satu toples kaca kosong di laci peti dan ambilah satu pengaduk kaca.” Anggara menghentikan bacanya di akhir barisan satu. “Peti ini emangnya ada lacinya?”
Anggara meraba-raba sisi-sisi kotak peti coklat itu untuk mencari laci yang ada dalam bacaan buku. Tangan Anggara yang meraba berhenti.
‘Yes ketemu juga ini laci !’ batin Anggara senang.
Anggara membuka laci tersebut hingga menimbulkan 'greeekk' lumayan terdengar keras. Anggara membuka laci itu cukup lebar, Anggara menemukan satu toples kaca dan satu pengaduk kaca. Anggara mengambil dua benda itu lalu menaruhnya di lantai tempat dimana tiga toples cairan yang Anggara letakkan. Tak lupa Anggara menutup lacinya kembali dan mulai menghadap bacaan buku.
“Kemudian tuangkan semua tiga cairan tersebut ke dalam toples kaca kosong. Diharapkan jangan sampai sedikitpun cairan itu tumpah dan mengenai anggota tubuh termasuk tangan, sebabnya akan menjadi sangat bahaya jika terkena cairan itu.”
‘Haduh kalau aja gue baca panduan sampe bacaan bagian paragraf ini, tadinya gue pasti nyari pipet juga sekalian.’
Dengan ini, Anggara harus mencoba dan berusaha tidak teledor pada kegiatannya. Anggara menghembus napasnya gusar dan memulai menuangkan cairan itu satu persatu utamanya. Anggara mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sedikit demi sedikit cairan merah itu tertuang ke dalam toples kaca kosong. Anggara melakukan kegiatan menuangkan itu sama halnya pada ia mempelajari materi Kimia di sekolah SMA-nya.
Setelah cairan merah tersebut telah tertuangkan, Anggara mencampurkan cairan merah itu dengan cairan kuning dan cairan biru. Tangan Anggara terasa menjadi kaku karena terlalu tegang menuangkan tiga cairan tersebut ke dalam toples kosong yang kini sudah terisi. Anggara meregangkan jari-jari tangannya dan mengibaskan tangannya naik turun lalu kembali membaca panduan pemusnah kalung Jimat berlian hijau.
“Ini adalah bagian yang paling terakhir, setelah mencampurkan semua ketiga cairan tersebut ke dalam toples kosong, aduk lah cairan yang sudah tercampur hingga ketiga cairan tersebut menjadi satu warna yang berbeda. Pastikan disaat tengah mengaduk semua ketiga warna cairan itu menghilang dan mengeluarkan uap-uap pada masing-masing warna yang telah dicampurkan.”
Anggara menganggukkan kepala mengerti pada tutor terakhir, ia mengambil pengaduk kaca lalu segera mengaduk-aduk campuran cairan tersebut hingga ketiga warna cairan itu menjadi satu warna yang berbeda dari cairan warna-warna yang ada di dalam peti hitam. Cukup berapa menit Anggara mengaduk-aduk cairan tersebut dengan perlahan agar tak mengusik ketenangan tidur pada burung gagak di dalam sangkarnya.
Betapa kagetnya Anggara, warna yang telah tercampur kini menjadi warna cairan putih yang sama menyilaukan wajah Anggara. Sebuah uap-uap asap merah, hijau, biru keluar dari cairan putih berterbangan ke atas hingga lama kelamaan asap tiga warna itu menghilang.
Dahi Anggara berkerut bingung, bacaan yang tadi ia baca adalah panduan yang bagian paragraf paling akhir. Lalu bagaimana caranya memusnahkan kalung Jimat hijau milik Cameron? Apakah Anggara harus memakai logika otaknya, memikirkan sendiri bagaimana memusnahkan Kalung Jimat tersebut? Sial, Anggara menjadi bingung kalau seperti ini!
Anggara menepuk keningnya merasa otak dirinya terlalu dangkal. Anggara berdecak sambil terus memikirkan bagaimana cara kalung Jimat Cameron terlenyapkan. Anggara terdiam melepaskan telapak tangannya dari kening lalu merogoh saku jaket untuk mengeluarkan kalung Jimat berlian hijau punyanya sang empu.
Anggara menatap betul-betul pada kalung itu sampai tiba-tiba ada ide brilian dari otak Anggara. Iblis tak menyukai warna putih, sedangkan kalung Jimat Cameron adalah berlian berwarna hijau tepatnya itu adalah kalung Jimat Iblis. Mata Anggara beralih ke toples yang isinya cairan putih.
‘Oh apa ini kalung, gue ceburin ke cairan putih itu, terus kalung Jimat ini bakal langsung musnah?! Ck gue gak ada pilihan lain, waktu juga udah mepet. Kalau gue kelamaan berpikir, bisa-bisa gue ketauan sama setan yang di dalem raga Reyhan.’
Tanpa memakai pikiran panjangnya, Anggara menurunkan kalung Jimat berlian hijau di atas permukaan cairan putih. Ia turunkan perlahan ke cairan putih itu, namun kegiatan Anggara terganggu saat ada suara derap langkah sepatu yang akan masuk ke dalam kamar Cameron. Ya, yang Anggara masuki itu adalah kamar dari Cameron Hoelderon.
Anggara menolehkan kepalanya ke belakang. “Sialan! Siapa yang dateng?!” umpat Anggara.
“Eh apa jangan-jangan yang dateng-”
Anggara dengan tergesa-gesa menaruh ketiga toples yang ada di lantai ke dalam peti hitam lagi dan memasukan pengaduk kaca ke laci. Anggara menutup laci dan peti lumayan keras, sementara toples yang berisi cairan putih ia tutup bersama penutup toples lalu membawanya. Tak itu saja, pemuda cerdik itu membawa buku kalung Jimat serta mengembalikan kalung Jimat berlian hijau ke dalam saku jaketnya.
Anggara mencari tempat untuk bersembunyi. Anggara di kasih keberuntungan, ada sebuah pintu rak buku yang di belakangnya adalah ruangan khusus. Tanpa lama-lama Anggara segera berlari kedalam belakang rak buku besar tersebut. Didalam terdapat gagang pintu yang bisa menutup rak buku di luar. Anggara menarik cukup pakai tenaga otot tangannya dikarenakan pintu rak buku tersebut sangat berat semacam baja. Anggara menutup sedikit pintunya supaya ia bisa mengetahui siapa yang datang masuk ke kamar Cameron.
Drap drap drap drap !!!
CKLEK !
Orang tersebut membuka pintu kamar Cameron dengan kasar sambil mendengus marah besar. Bayangan seseorang terlihat dari atas lantai dan itu Anggara memantau bayangan tersebut dari sela-sela pintu. Rupanya benar dugaan Anggara, yang datang bukanlah anak buah Cameron lainnya melainkan yang datang adalah Reyhan dalam posisi keadaan dirasuki setan negatif.
Reyhan memasuki kamar sambil menengok kanan kiri seraya mengeluarkan pisau cahaya merah di tangannya. Otak Anggara kembali lagi berputar mengenai mimpi buruk pada satu hari yang lalu.
‘Gak halusinasi berarti tadi gue di ruang ritual itu !’
‘B-bukannya itu pisau yang sama ada di dalem mimpi buruk gue?! Yang bener aja selama ini mimpi gue jadi kenyataan !’
“KELUARLAH KAU ANGGARA!!!”
Jantung Anggara berdetak berpacu kencang tidak karuan, keringat dingin mengucur deras dari keningnya.
“PISAU INI AKAN MELUMPUHKAN KE SEMUA SELURUH ANGGOTA TUBUHMU JIKA AKU MENUSUKKAN PISAU INI KE KAU, HUHAHAHAHAHA!!!”
Anggara menelan salivanya susah payah masih dengan memantau Reyhan pada sorot mata mendelik yang begitu menyeramkan. Tetapi pandangan Reyhan teralihkan tepat pada mata Anggara. Dengan cepat Anggara melenggangkan mukanya dari Reyhan, menyenderkan punggungnya berharap Reyhan tak menghampiri dirinya. Reyhan melangkahkan kakinya ke dekat pintu rak buku besar lalu terdiam.
“BRENGSEK, DIMANA KAU HAH?! AKAN AKU CARI KAU SAMPAI KETEMU!!!”
Reyhan membalikkan badannya dan keluar dari kamar Cameron, ia juga menutup kembali kamar Cameron dengan sangat keras.
BRAKK !!!
Anggara menghembuskan napasnya lega akhirnya Reyhan keluar dari kamar Cameron.
“Huft, rasanya kayak adrenalin bener.”
Bau anyir menyeruak sampai ke penciuman hidung Anggara, bau bangkai manusia yang amat busuk dan asap-asap yang membuat dada Anggara kembali sesak. Banyaknya tengkorak-tengkorak manusia yang digantung pakai rantai besi sebagian ada sepotong tulang tangan manusia yang berserakan di tanah.
Angga bergidik ngeri dan menutup mulutnya dengan satu karena ingin muntah pada bau tidak sedap itu. Napasnya juga jadi sesak berterusan.
‘Bisa mati konyol gue !’
Anggara meraba membuka pintu rak buku dan segera membebaskan diri dari tempat mematikan pernapasan. Anggara keluar serta menutup pintu rak buku dengan paksa. Berhasil bernapas dari tempat anyir tak sedap akhirnya.
“Uhuk uhuk uhuk! Astagfirullah hampir aja napas gue berhenti!” Anggara terbatuk-batuk sembari memegang dadanya.
Anggara perlahan pergi keluar dari kamar Cameron, karena ia telah berhasil melakukan tuang campur cairan tersebut. Meskipun Anggara rada kesal uji ia menceburkan kalung Jimat itu ke cairan putih gagal akibat kehadiran Reyhan.
Cklek...
Anggara membuka pintu kamar Cameron, keluar dengan wanti-wanti jika ada anak buah dari Cameron, sosok Iblis mana mungkin tidak memiliki anak buah. Pastinya memilikinya. Merasa aman tak ada siapapun, Anggara menutup pintu kamar sangat perlahan.
Cklek...
Anggara bersandar di belakang pintu untuk beristirahat sejenak, dadanya terasa sesak hingga ia sedikit merintih kesakitan. Anggara menutup matanya beberapa menit dan membuka kembali. Darah Anggara terkesiap melihat empat anak buah Cameron yang memakai topeng horor di wajahnya tersendiri.
Anggara menegakkan badannya menjauh dari pintu lalu berjalan mundur-mundur sampai tiba-tibalah mulut Anggara dibekap oleh seseorang. Anggara hanya tersentak kaget tanpa ada suara teriakan yang keluar dari mulutnya saat tengah di bekap.
Kira-kira siapakah yang membekap mulut Anggara?
INDIGO To Be Continued ›››
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
siapa ya
2023-07-07
1
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
kak... warna merah kuning dan biru itu kayak bersahabat gitukan warnanya
2023-07-07
1
Ansyanovels
Di cerita horor ini aku buat secara netral, jadi gak pakai sesuatu keajaiban untuk mengusir hantu, yaitu ayat kursi. Hanya memakai alat tertentu saja buat mengusir 😂
2023-07-07
1