Chapter 14 | Obliterate

Tangan Anggara mengepal kuat, ia mengumpulkan keberanian dan nyali kuatnya. Anggara meyakinkan dirinya sendiri kalau hari ini juga akan kembali seperti sedia kala. Reyhan nampaknya sudah tak lagi mencari-cari Anggara secara menyeluruh.

Tibanya setelah Anggara menelusuri beberapa lorong Kastil, ia sampai di ruangan ritual tumbal. Sementara itu, Monora sudah tak ada dibelakang Anggara. Anggara masuk dengan wajah datarnya tanpa wajah afraid. Kedatangan Anggara ditatap oleh Cameron, Reyhan, Freya, dan terakhir Jova. Kedua gadis sahabatnya Anggara merasa senang Anggara telah kembali.

Cameron serta Reyhan menatap Anggara dengan penuh amarah dan kebencian terdalam. Reyhan terlihat menggenggam pisau keramat dengan erat. Kedua mata Cameron entah mengapa kesemua matanya berwarna hitam there is not any bola mata. Jubah yang di kenakan Cameron menaik seolah tertiup angin, terdapat aura kegelapan di penglihatan Anggara.

‘Akhirnya gue bisa balik ngelihat aura di penglihatan gue yang gue punya. Aura Cameron sangat gelap penuh dendam sama gue.’

Freya dan Jova semakin takut tak karuan, apalagi tatapan Reyhan dan Cameron nampak sama-sama menaruh dendam besar kepada Anggara. Disisi lain, Anggara terus menatap Cameron bersama muka tanpa ekspresi.

“Dimana kalung itu!!!”

Amarah Cameron pada Anggara tak sedikitpun Anggara rasa takut. Anggara menegakkan badannya tanpa menjawab Cameron.

“DIMANA KALUNG ITU MANUSIA PEMBANGKANG!!!”

Anggara berdecih sinis. “Apa perlu gue ngasih tau dimana kalung itu?” tanya Anggara meremehkan.

Anggara tak menyadari Reyhan melesat cepat kebelakang Anggara. Cameron mengerang marah pada pemuda tersebut yang telah merebut kalung Jimat berlian hijaunya.

“Lo harus sadar, apa yang sudah lo perbuat selama ini. Kejahatan lo semakin menjadi-jadi, bahkan orang yang lo sayangi lo buat pergi selamanya.”

“Cih, apa maksudmu?!”

Mata Freya dan Jova melotot karena Reyhan yang sudah ada dibelakangnya siap menyerang Anggara. Pisau keramat sudah ia angkat di atas bahu, tinggal menusuk di salah satu anggota tubuh Anggara yang ia mau. Cameron tersenyum miring siap menikmati tontonan seru di ronde babak ke 7

“ANGGARA AWAS DIBELAKANG MUUU!!!”

Teriakan kencang Freya yang melengking berhasil membuat Anggara menoleh badannya ke belakang. Satu putaran kebelakang, Anggara langsung menerima tendangan kuat Reyhan yang mengenai dada Anggara bagian tengah. Kejadian ini terulang lagi, rasa sesak yang fase pemulihan malahan kembali merasakan siksaan yang di berikan Reyhan sadis. Anggara terhempas kencang hingga tubuhnya menghantam tembok dibelakangnya.

BUAGHH !!!

Rasa sakit yang diterima terbagi menjadi dua, antara kepala yang serasa mau pecah dan dada yang amat sakit sesak. Anggara ingin bangkit dari situ namun tubuhnya tak bisa diajak kompromi. Posisi Anggara kini tersandar di tembok, satu tangan Anggara mencengkram dadanya yang sesak begitupun satu tangannya lagi memegang kepalanya yang pening-nya dahsyat. Mata Anggara berubah jadi sayu, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat bertahan selagi peristiwa ini belum berakhir.

Anggara menggigit bawah bibirnya dengan mata mengernyit kuat. Suara langkah sepatu mendekati ke Anggara yang masih belum sanggup berdiri. Itulah Reyhan, Reyhan berjalan cepat dengan menggenggam pisau keramat yang kalau di tusuk ke tubuh efeknya anggota tubuh tersebut lumpuh atau mati rasa. Wajah Anggara sedikit pucat, sementara itu Reyhan telah berjongkok di hadapan Anggara. Anggara yang merasa ada satu orang di depannya segera membuka matanya lemah.

“Hai Anggara, aku punya kejutan spesial buatmu.”

JLEB !!!

Mata Freya yang sembab membelalakkan kedua matanya saat mendengar suara tacapan pisau yang mengenai sesuatu begitupun Jova juga seperti Freya. Mereka berdua terperanjat syok melihat lengan Anggara di tusuk pisau keramat itu oleh Reyhan, untuk pertama kalinya Reyhan menusuk pisau ke tubuh sahabatnya sendiri. Tangan yang dirasakan Anggara seperti tersetrum sebentar, setelah itu lengan tangan Anggara menjadi mati rasa, seakan-akan lumpuh susah buat di gerakkan.

GRAP !

Tangan kiri Anggara menahan tangan Reyhan yang akan menusuk tangan kiri sahabatnya, namun apalah daya, Reyhan menyikut kencang dada Anggara lagi supaya Anggara merasakan lebih kesakitan.

JLEB !!!

Sial! Dua tangan telah di tusuk pisau keramat oleh Reyhan, tak ada daya lagi untuk melawan Reyhan. Reyhan tertawa kemenangan meratapi nasib Anggara yang begitu malang. Reyhan mengatakan suatu kata 'lemah' pada Anggara tanpa suara yang keluar dari mulutnya. Tangan Anggara sangat lemas tak bisa Anggara mengangkat tangannya sedikit saja.

“S-s-sakit,” lirih suara lemah Anggara yang hanya bisa di dengar oleh orang yang di hadapannya sekarang ini.

“Oh tentu saja ini sangat sakit. Enak, kan rasanya di beri pelajaran kekerasan fisik? Hahahaha!”

Anggara menggelengkan kepalanya dengan mata sayu akan menutup. Tetapi kedua kaki Anggara masih ada kuat untuk menendang diri Reyhan, meskipun kedua kakinya mulai terasa lemas seperti mau lumpuh. Ya, Anggara akan membalas perbuatan Reyhan.

DUAGH !!!

Reyhan jatuh terbaring di lantai karena dibalas oleh Anggara.

“KURANG AJAR KAU YA! BELUM ADA KAPOK-KAPOKNYA KAU KU BERI PENYIKSAAN!!!”

Cameron dari kejauhan melontarkan kata-kata untuk Reyhan agar menjauhi Anggara. “Minggir lah Reyhan, giliran aku yang akan memberi penyiksaan pada pemuda lemah ini.”

“KAU TELAH MEREBUT BARANG KEKUASAANKU, INI YANG SELANJUTNYA KAU TERIMA, PENYIKSAAN UNTUK TERAKHIR KALINYA!!!”

Cameron membentang tangan kirinya dan jari-jari tangannya mencengkram di udara. Ibaratnya Anggara semacam paku dan telapak tangan Cameron yang mencengkram adalah magnet, Anggara ketarik ke hadapan Cameron. Napas Cameron naik turun cepat dengan mendengus amarah memuncak, ia semakin membentuk telapak tangannya mencengkram, membuat leher Anggara terasa dicekik kuat.

Disisi lain, Monora muncul di atas undakan anak tangga. Di sampingnya terdapat alat khusus untuk pemusnah benda-benda membahayakan termasuk kalung Jimat berlian hijau. Di tangan Monora, ia mendekap toples kaca yang di dalamnya berisi cairan warna putih rada bersinar bersama satu tangannya. Mata Monora terbentur pada Angga yang nyawanya terancam. Angga nampak mengambang di udara karena kekuatan Iblis Cameron.

“Anggara,” lirih Monora sangat lambat.

Anggara mengeluarkan suara mengerang, lehernya sakit tercekat dan dadanya sesak hebat. Anggara terbatuk-batuk kuat, wajahnya memerah karena tak ada oksigen yang ia hirup saat ini.

“CEPAT BERI TAHU AKU, DIMANA KALUNG MILIKKU HAH???!!!”

“G-g-g-gue gak a-a-kan k-k-kasih tau ke elo d-dimana k-k-kalung Jimat I-i-iblis itu.”

“OH BEGITU YA! BAIKLAH TERIMALAH INI!!!”

KREK !!!

Cameron semakin memperkuat cengkraman telapaknya hingga Anggara berteriak kesakitan, rintihan Anggara makin pula terdengar. Kedua kakinya ingin Anggara gerakkan, namun sekarang kakinya sulit buat Anggara gerak dikarenakan gara-gara suatu tusukkan pisau keramat cahaya merah tersebut, membuat sekujur anggota tubuh Anggara lumpuh. Kekuatan Iblis Cameron sangat luar biasa sedangkan Anggara tak bisa apa-apa, Anggara hanya bisa mampu mengerang sakit merintih.

Reyhan berdiri di samping Cameron, menatap seru Anggara kesakitan hebat yang akan menuju ujung kematian.

Monora mempercepat tugasnya pada langkah-langkah menghancurkan kalung Jimat berlian hijau yang telah ia pelajari sejak orangtuanya masih ada di dunia. Monora berusaha tetap tenang pada laksana tugasnya agar tak terjadi kesilapan fatal.

“LEBIH BAIK AKU MENJADIKANMU SEBAGAI TUMBAL!”

Reyhan tersenyum menyengir setuju sementara Freya dan Jova menggelengkan kepalanya tak sama sekali setuju Anggara dijadikan tumbal secepat ini.

“Dengan aku menyiksamu, artinya ini telah masanya aku akan mendapatkan nyawa tangguh milikmu serta energi Indera Keenam kau seutuhnya!”

‘Indera keenam?! Berarti Anggara cowok Indigo dong !’ kaget ujar batin Freya.

“Kami harap kau segera menyesali perbuatan-mu Anggara. Itu kesalahan paling besar kau sendiri.” Reyhan bersedekap di dada dengan telengkan kepalanya ke kiri.

“Cameron, s-sebelum lo bener-bener ambil nyawa g-g-gue dari raga gue .... ada yang p-perlu lo d-d-denger .... s-s-sebelum i-ini berakhir .... gue minta .... inget akan satu hal, orangtua lo .... meninggal k-karena ulah l-l-lo sendiri.”

“Apa yang kau katakan, hah?!”

“Ibu ayah lo, meninggal .... s-sebabnya elo sendiri yang b-b-bunuh m-mereka. G-g-gara-gara kalung yang s-s-sekarang jadi milik lo .... s-s-semua alam ini berubah. Gue harap, lo secepatnya sadar.”

BUUUUUUMMMM !!!

Bertepatan Anggara mengatakan kata-kata terakhir untuk Cameron, sebuah suara dentuman keras kencang terdengar. Dentuman tersebut disertai cahaya yang menghampar seluruh Kastil hingga hutan-hutan yang mengerikan di luar. Dentuman itu mampu membuat semua orang di dalam Kastil termasuk di ruangan ritual tumbal, tergoncang ada juga yang sampai terpental kencang, yakni Monora, Cameron terkecuali Reyhan, Freya, Jova dan Anggara.

Cameron yang terpental hingga menabrak tembok di belakang, buatnya ia tak sadarkan diri. Anggara yang terlepas dari siksaan Cameron, terjatuh keras terduduk di lantai. Dada Anggara terlalu begitu sesak, kepalanya pusing berputar-putar, pandangan memburam semakin buram hingga setelah itu tubuh Anggara ambruk terbaring di lantai kehilangan kesadaran. Reyhan yang merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuhnya, membuat ia merasa sangat lemas dan tak sanggup untuk berdiri. Usai itu Reyhan pun tumbang terbaring tak sadarkan diri tepat di samping Anggara.

Dentuman itu terasa sudah menghilang, lampu berpijar menerangi ruangan tersebut. Freya dan Jova yang melindungi kepalanya masing-masing dengan kedua tangan, melepaskan kedua tangannya mereka lalu melihat kondisi situasi sekarang. Mata dua gadis itu mencuat tajam, melihat Anggara dan Reyhan terbaring di lantai bersama mata yang tertutup. Karena perangkap itu menghilang bersama dentuman keras tadi dan hanya menyisakan undakan anak tangga untuk membantu mereka berdua turun dari sana. Tak segan-segan Freya Jova bangkit dari duduknya lalu berlari turun dari tangga menghampiri ke pemuda sahabatnya.

Monora yang terjatuh posisi tubuh terlungkup segera melihat ke depan, melihat dua gadis yang berusaha membangunkan kedua sahabat mereka. Bola mata Monora beralih ke seseorang yang ia sayangi, yaitu Cameron. Adiknya terbaring lemah tak sadarkan diri di sana. Monora berdiri dan berlari mendatangi Cameron.

Freya dan Jova masih terus membangunkan Anggara dan Reyhan yang belum kunjung sadar dari pingsannya.

“Woi Rey, bangun Reyhan! Jangan bablas mati kamu!” lontar panik Jova sekenanya.

“Ngga, Anggara bangun dong.” Freya menepuk pipi pucat Anggara beberapa kali bergantian setelah itu menepuk lengannya. Namun nihil, Anggara tetap masih belum sadar.

Sampai akhirnya di salah satu sahabat mereka tersadar dari pingsannya. Ya, itu adalah Reyhan. Reyhan mengernyitkan kedua matanya lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Membuka mata karena terusik pada suara dua orang. Ia memfokuskan pandangannya. Pandangan yang pertama ia tatap adalah satu gadis yang ia sangat kenal.

“Jova?” panggil Reyhan yang baru sadar.

“Nyuk?! Udah sadar?!”

Reyhan menatap Jova bingung. “E-emangnya aku kenapa?”

Freya menolehkan badannya kebelakang, mendapati Reyhan sudah sadar dari ketidaksadaran dirinya. Freya menyunggingkan senyumannya pada Reyhan yang nampak linglung apa yang telah terjadi dengannya.

Freya merangkak ke depan Reyhan. “Alhamdulillah, kamu sadar juga, Rey.”

“Aku dimana sih ini? Kok kayak di Istana? Bukannya aku tuh di Kastil horor ya?”

“Itu udah gak sekarang Rey, yang penting kita seneng kamu udah sadar.” Jova tersenyum sangat lebar pada Reyhan.

“Ugh! sialan pala gue sakit bener!” keluh Reyhan memegang kepalanya.

Reyhan meletakkan tangannya yang untuk menyentuh kepalanya ke lantai. Namun sepertinya Reyhan telah menindih tangan seseorang yang lumayan agak dingin. Reyhan langsung menggenggam tangan yang di bagian telapak tangan.

“Lah tangannya siapa ini dah-”

Usai menoleh ke samping, Reyhan sangat terkejut yang di sampingnya adalah Anggara. Tangan yang ia pegang yaitu tangan Anggara. Keadaan Anggara terbaring lemah tak sadarkan diri. Sesegera itu, Reyhan bangkit duduk menyongsong ke Anggara.

“Ngga? Anggara? Eh woi lo kenapa?!”

Reyhan menepuk pelan pipi Anggara beberapa kali, sementara Jova dan Freya menggoyang-goyangkan masing-masing lengan tangan Anggara. Mereka bertiga memanggil Anggara beberapa kali, namun Anggara masih bergeming bahkan tidak merespon sama sekali.

Disisi lain, Cameron telah tersadar dari pingsan di keadaan yang telah jauh berbeda penampilannya. Monora sangat senang melihat adik kandungnya sadar.

“Cameron?! Akhirnya kau telah sadar, Dik!”

Monora memeluk erat tubuh hangat Cameron. Pelukan nyaman dari Monora membuat Cameron melingkarkan kedua tangannya di pinggang Monora membalas pelukan eratnya.

Monora melepaskan pelukannya dan menatap wajah Cameron yang seperti sedia kala, wajah cerah ramahnya. “Apa yang sekarang kau rasakan?”

“Cameron tidak mengingat apa-apa. Sebenarnya apa yang sudah terjadi, Kak?”

“Kau terkena kutukan pada sebuah kalung, kalung yang mengubah jati dirimu.”

“K-kalung?! Kalung apa yang sampai mengubah jati diri Cameron, Kak?!”

“Kalung Jimat berlian hijau pemilik raja Iblis, jika kau mengingatnya pada kejadian yang telah lampau, kau pasti tahu seperti apa kalung itu.”

“Tapi tidak apa-apa kok, semua sudah berlalu. Kakak sangat bahagia Adik tersayang Kakak telah kembali pada sifat sesungguhnya.”

Cameron terdiam, wajahnya linglung hingga ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Pandangan Cameron menyilih ke keempat anak remaja sama dengan seusianya. Di salah satu remaja itu, ada yang terbaring lemah tak sadarkan diri dan Cameron tak mengenal siapa semua orang itu.

Cameron membangkitkan tubuhnya lalu menghampiri mereka berempat.

“Please, lah Ngga, masa lo mati sih?! Tega bener kalau lo ninggalin kita bertiga!” rengek Reyhan mengguncang bahu Anggara.

Air mata Freya yang hilang kini muncul lagi mengalir. Menatap wajah Anggara yang begitu pucat karena peristiwa yang mengancam nyawa dirinya tadi. Freya menangkup wajah Anggara dengan terus memanggil-manggilnya seraya menggoyangkan kedua pipi Anggara.

Reyhan memutar badannya ke belakang saat ada satu orang menghampirinya. Reyhan mengenali wajah pemuda itu begitupun postur tubuhnya. Reyhan menggertakkan giginya kuat hingga rahangnya mengeras, merasa marah menduga pemuda itulah yang membuat Anggara sampai seperti ini.

“ELO!!”

Cameron terkejut pada amarah Reyhan padanya. “A-aku?!” tanyanya menunjuk dirinya sendiri.

“Iya elo! Heh Iblis, apa yang udah lo perbuat sama sahabat gue hah?! CEPET JAWAB!!!”

“Kenapa kau mengatakan aku Iblis? A-aku juga tidak tahu apa yang terjadi dengan sahabatmu ini-”

“GAK USAH PURA-PURA GAK TAU YA LO!!! GUE JUGA GAK PERCAYA SAMA UCAPAN LO, COWOK HATI IBLIS!!!”

Reyhan berdiri lalu mencengkram kerah baju putih Cameron. “Lo harus jujur apa yang udah lo lakukan sama sahabat gue!! Kalau gak jujur dan gak mengakui perbuatan lo, gue gak segan-segan ngelakuin sesuka gue!!!” Mata Reyhan mencuat tajam sementara Cameron matanya terbelalak sekaligus takut dengan pemuda yang tiba-tiba membentak-bentaknya.

“Sungguh, aku tidak tahu apa-apa-”

“Satu lagi, ELO KAN YANG JADIIN ANGGARA TUMBAL??!! IYAKAN!!!”

“Apa yang kau bicarakan?! A-aku tidak pernah melakukan itu, bahkan ilmu hitam aku tak pernah sekalipun aku coba! Aku mohon percayalah padaku!”

Monora berlari lalu menghentikan Reyhan yang akan memukul wajah Cameron. “Reyhan tolong hentikan, jangan sakiti adikku! Apa yang di katakan Cameron benar, dia tidak tahu apa-apa.”

“Aku mohon lepaskan adikku, aku akan menjelaskan semua apa yang telah terjadi.”

Reyhan mendorong Cameron dan melepaskan cengkeramannya dari kerah Cameron. Reyhan menatap tajam Monora, membuat Monora merasa ragu untuk menjelaskannya, takut semua ucapan Monora tidak Reyhan percaya. Jova beranjak dari sisi Anggara lalu berdiri di belakang Reyhan disambung mengusap pelan punggungnya Reyhan untuk meredakan emosinya yang telah menggebu-gebu.

“Sebenarnya ini kejadian yang tak disengaja, Reyhan. Mungkin awalnya yang kau lihat memang Cameron ingin menjadikan Anggara tumbalnya, namun itu bukanlah Cameron, Reyhan. Bukan dirasuki atau sebagainya tetapi ada suatu benda Iblis yang Cameron pakai, yaitu kalung.”

“Kalung? Kalung apa?” tanya Reyhan dengan nada standar.

“Kalung Jimat berlian hijau, pemiliknya adalah raja Iblis yang telah mati karena pertarungan melawan ayah kami. Kami sebelumnya tak pernah memberi tahu Cameron bahwa jika melihat kalung itu dibiarkan saja jangan di ambil bahkan di pakai. Tetapi karena kesalahan besar aku dan juga ibu ayah. Terjadi peristiwa yang tak diinginkan dan tak terlupakan, dalam sekejap waktu Cameron mengubah Istana ini menjadi Kastil hitam begitupun wilayah tempat nyaman indah di luar di ubah Cameron menjadi hutan yang banyaknya burung gagak hitam di sana.”

“Tubuhnya memang Cameron tetapi jati dirinya bukan dirinya, tetapi raja Iblis.”

“Berarti maksudmu, Cameron seperti dirasuki?” tanya Jova yang masih mengusap-usap punggung Reyhan.

“Sedikit sama seperti itu. Jika di perkirakan Cameron terbawa jati diri raja Iblis selama sepuluh tahun.”

“Astaga lama banget! Tetapi Kakak tetap bertahan ya walaupun Jati diri Cameron berbahaya seperti waktu itu.”

“Aku tak mungkin pergi meninggalkan Cameron Freya, tetap gimanapun dia adalah adik satu-satunya yang ku punya.”

Bola mata Reyhan mengarah ke Cameron, Cameron menatap takut Reyhan sampai menelan salivanya susah payah. Tubuhnya bergemetar baru pertama kali ini Cameron menghadapi orang yang sangat penuh keamarahan padanya.

“I-itu terserah kau saja Reyhan, mau percaya atau tidak. Yang penting aku sudah menjelaskan panjang lebar untukmu.”

Lama-lama Reyhan menjadi percaya kalau waktu itu bukan Cameron yang melakukan sejahat sekejam itu. Reyhan melihat penampilan Cameron yang sangat berbeda. Ia mengenakan pakaian serba putih dan wajahnya terlihat ramah walau sekarang ia dilanda rasa ketakutan. Wajahnya menunduk tak berani menatap Reyhan terlalu lama.

Reyhan menarik napasnya dengan panjang lalu membuangnya perlahan. Ia mendekati Cameron lalu menyentuh pundaknya Cameron Wajah amarahnya berubah menjadi lunak.

“Baiklah, aku percaya padamu.”

Cameron langsung mendongakkan kepalanya ke wajah Reyhan. “B-benarkah?! Apakah kau serius percaya padaku?!”

“Iya, aku serius dan aku nggak juga berpura-pura percaya pada kalian berdua. Semakin lama aku mendalami penjelasan Kakakmu, aku menjadi mengerti apa yang telah terjadi. Dan aku akan memaklumi saja.”

“Terimakasih! Terimakasih Reyhan, kau telah mau percaya padaku dan kakakku!” Cameron memeluk Reyhan, pada akhirnya Reyhan mempercayai mereka berdua.

“Aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku pada Anggara. Jika perlu, aku akan mengobati lukanya yang sudah aku lukai,” ucap tuturnya lalu melepaskan pelukannya.

Sampai sekarang ini, belum ada tanda-tanda Anggara membuka matanya dan sadar dari pingsannya. Sudah terlalu lama Anggara pingsan, membuat sahabat-sahabatnya risau pada diri Anggara. Cameron berjongkok di samping Anggara, menatap Anggara sendu. Sedangkan Reyhan yang takut detak jantung Anggara telah berhenti, segera menempelkan telinganya di dada Anggara. Reyhan bernapas lega detak jantung Anggara masih berdetak.

“Huft, cuman pingsan ternyata.”

Baru saja Cameron mau melakukan penyembuhan untuk Anggara, sontak ia kaget begitupun selain ia juga kaget sekaligus senang melihat Anggara membuka mata sayu-nya.

“ANGGARA?!” serempak semua orang yang ada di hadapannya.

Anggara mendesis merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit begitupun dadanya sangat sakit. Reyhan yang terharu melihat sahabatnya telah sadar segera memeluknya dengan erat.

“Sekian lamanya gue nunggu akhirnya lo sadar juga Ngga!”

Anggara tak mampu mengeluarkan suaranya, karena saat ini dadanya masih terasa sesak. Bahkan ia juga tak mampu membalas pelukan Reyhan yang telah terlepas dari setan yang ada di dalam raganya Reyhan.

Reyhan melepaskan pelukannya dan mulai menanyai keadaan Anggara. “Ngga, lu udah gakpapa kan, ada yang sakit?!”

Anggara menggeleng kepalanya. Reyhan segera menopang punggung Anggara untuk membantu ia duduk, namun Anggara malah tertatih-tatih dan

badannya menjadi sakit-sakit. Anggara menatap sekeliling yang nampaknya semua telah berubah seperti sediakala.

‘Apa semua udah kembali normal ...’

“Anggara, apakah kau benar-benar sudah baik-baik saja?” tanya Cameron memastikan.

Anggara yang sudah menduga Cameron telah kembali seperti dulu, Anggara hanya senyum lemah sembari mengangguk kepalanya lemah.

“Maafkan aku Anggara, maafkan aku telah melukaimu seperti ini. A-aku akan mengobati-mu. Aku bisa kok menyembuhkan-mu.”

Anggara cukup menggeleng menolak bantuan dari Cameron. Anggara tak bisa mengeluarkan suaranya dikarenakan dadanya masih terasa sesak hingga ia menyentuh dadanya. Cameron menatap Anggara sedih karena bantuannya di tolak Anggara.

“Tidak apa-apa, aku takut jika luka kau menjadi lebih parah tepatnya luka dalam mu.”

Lagi-lagi Anggara menggelengkan kepalanya menolak Cameron. “Ak- baik- ja.”

“Hah? Lo ngomong apa dah, Ngga?”

“Hmm, kayaknya kalau gak salah Anggara bilangnya 'Aku baik aja' deh,” ucap Freya di berikan anggukan oleh Anggara.

“Apa kau yakin Anggara? Monora menatap cemas pada pemuda yang telah berjasa menolong menyelamatkan tempat tinggalnya begitupun Cameron yang kembali pada jati diri sesungguhnya.

“Ya- kin.”

Walaupun Anggara kini bisa mengeluarkan suaranya, tetapi ia tidak mampu mengeluarkan suara terlalu banyak begitupun berbicaranya. Monora tersenyum lembut pada Anggara.

“Terimakasih Anggara, kau telah membantuku untuk mengembalikan semua ini. Kalau tidak ada kau, alam ini selamanya akan tetap suram. Maaf kalau malah menjadi korbannya.”

Anggara tersenyum mengangguk. Cameron tersontak kaget ternyata yang mengubah alam tempatnya ini seperti sediakala adalah si Anggara. “J-jadi ini semua berkat Anggara?! Anggara yang mengubah alam ini seperti semula?!”

“Iya, tadinya Kakak ragu sekali pada tekadnya Anggara, tetapi ternyata Anggara sangat hebat. Dialah penyelamat alam ini.”

“Wah! Apakah kau mempunyai kekuatan seperti kami?!”

Anggara menggeleng. “Aku orang biasa- uhuk!”

“Sedari tadi aku lihat kau terus saja menyentuh dada-mu, apakah kau mengidap penyakit jantung?!” Cameron yang mengatakan itu membuat Anggara terkesiap.

Mata Anggara melotot terkejut dan lagi-lagi menggeleng kepalanya tapi kali ini menggeleng kuat. Reyhan bingung pada Anggara hari ini, mengapa ia bisa seperti itu, apa yang telah terjadi. Karena Reyhan tak mau bertanya pada Anggara mengetahui mengerti keadaan Anggara bagaimana, lebih baik ia bertanya pada kedua gadis sahabatnya.

Tetapi Reyhan kembali mengingat dimana mungkin Anggara habis di siksa habis-habisan oleh raja Iblis yang ada di jati diri Cameron waktu sebelumnya.

Reyhan menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil terus menatap keadaan Anggara yang tertatih-tatih. Jova mencondongkan kepalanya ke Reyhan yang tatapannya linglung serta kebingungan.

“Kamu pasti bingung ya, apa yang abis terjadi sama si Anggara?”

“Rada sih. Mungkin karena Anggara mau dijadiin tumbal, jadinya kayak gini. Betul nggak?”

“Hampir betul sih, tapi gak cuma itu aja. Anggara seperti ini sekarang karena kamu.”

“Karena aku?! Aku yang buat Anggara seperti itu?!”

“Aduh Va, kamu kalau mau jelasin sama Reyhan tuh yang bener dong. Reyhan, bukan gitu maksud Jova .. maksud Jova sebenernya bukan kamu yang ngelakuin tapi setan yang ada di dalam tubuhmu, tubuh raga milikmu yang di kendalikan oleh setan itu, Rey.”

“Setan itu? Berarti semacam anak buahnya ...”

Reyhan melirik Cameron yang menyengir getir menatapnya. “Anak buahnya, yang tingginya perkiraan seratus delapan puluh sentimeter, pakai pakaian mirip kek Drakula terus ada jubah item di belakang bajunya. Itu Cameron, kan?”

“A-aku tahu itu Cameron haha. Tapi aku mohon lupakan semua itu, sudah berlalu lagian.” Monora tertawa garing dengan hati tak enak.

Reyhan menundukkan kepalanya dengan memijat keningnya sama tangan kiri ibu jari dan jari telunjuk. Ia seperti lagi memikirkan pada kejadian waktu ia sebelum dimasuki oleh setan anak buah Cameron.

“Hmmm waktu itu yang gue inget, gue di seret ke dalam pintu rak buku gede. Di sebelum itu, gue di gebuk-gebuk dulu noh sama anak-anak buah Cameron biar gue pingsan. Ya mereka berhasil buat gue pingsan. Sadar-sadar gue di iket tali di kursi.”

“Di sekeliling ruangan, gue nemuin banyak tengkorak-tengkorak manusia yang ada bercak-bercak darah bahkan ada yang sampe di kepung lalat. Gak lama abis itu, gue di hadiri oleh seseorang berbadan tinggi, setinggi gue sama Anggara. Ciri-cirinya dia tuh cowok, rambut gayanya nyaris kek gue, terus dia pake pakaian kostum Drakula ada jubah item juga.”

“Gue lupa dah, raja Iblis itu membicarakan apa ke gue. Yang jelas perkataan maki pedes sih. Terakhir-terakhirnya yang gue inget sebelum pandangan gue gelap gulita, raja Iblis itu nyuruh anak buahnya untuk masuk ke dalam tubuh gue. Dan end.”

Anggara, Freya, Jova, Monora, serta Cameron mendengarkan kejadian yang menimpa Reyhan secara seksama. Freya meringis mendengar cerita Reyhan yang begitu mengerikan bagi dirinya, dan Anggara hanya menghembus napasnya lemah.

“Setelah aku mendengarkan cerita peristiwa yang menimpa dirimu. Aku menjadi mengerti, dan aku tahu mengapa raja Iblis itu menyuruh anak buahnya buat masuk ke dalam tubuh kau. Ya, alasannya dengan anak buahnya masuk ke dalam ragamu, hal itu mempermudah si raja Iblis untuk melakukan ritual tumbal pada Anggara. Tetapi aku bersyukur sekali, raja Iblis itu tak berhasil mendapatkan nyawa dari Anggara,” paham Monora.

“Ya walaupun pada akhirnya Anggara malahan mengorbankan dirinya, beginilah risikonya,” sambung Monora.

“Kamu bikin kita bertiga khawatir ih Anggara! Kita semua bertiga ngira kamu udah meninggal tau!

“Kenapa kamu bernegatif thinking?” Anggara mengatakan kata-kata tersebut dengan nada menekan, ia tidak bisa melancarkan suaranya seperti biasa dikarenakan dada yang sesak membuat suaranya seperti itu.

“Aku terlalu negatif thinking ya?” cicit Freya dengan wajah melas.

Anggara menghela napasnya. “Udah gak usah di bahas lagi.”

“Hampir saja nyawa kau diambil. Jika nyawamu berhasil di ambil oleh raja Iblis itu, yang ada sama saja dia bangkit hidup lagi.”

“Memangnya apa istimewanya dari nyawa Anggara, sampai-sampai Iblis itu mau banget miliki nyawa Anggara, Kak?” tanya Reyhan penasaran dengan kening berkerut.

“Karena Anggara mempunyai kelebihan istimewa dalam dirinya, yaitu indera keenam atau bisa disebut Indigo. Itu adalah satu kelebihan Anggara yang mau di serap oleh raja Iblis.”

“JADI ANGGARA SEORANG INDIGO??!!”

“Lah, kok kalian bertiga kaget syok begitu? Apakah kalian tak pernah di beri tahu pada sahabat kalian sendiri sebelumnya kah??” tanya Monora bingung.

‘Terbongkar lah rahasia gue.’

“Belum sama sekali Kak. Bercerita sedikitpun tidak pernah.” Freya melirik Anggara dengan tatapan tajamnya.

Anggara terdiam membisu. Cameron yang melihatnya, menjadi tak enak hatinya. Suasana yang hening tercipta tak ada yang memecahkan kesunyian itu. Sampai akhirnya Cameron memecahkan keheningan suasana sepi.

“Anggara apakah kau tersinggung? Kenapa kau hanya diam?”

Tak ada jawaban dari Anggara, ia malahan menunduk dengan wajah murungnya. Cameron tersenyum kecut pada ekspresi muka Anggara seperti itu.

“B-baiklah kau tidak usah menjawab pertanyaan ku, bagaimana kalau sekarang kami bertiga antarkan kalian pulang. Ini sebagai balas budi untuk kau juga Anggara, yang telah mengembalikan alam ini seperti sebetulnya.”

Freya mengerutkan jidatnya. “Hah bertiga? Kan hanya ada kalian berdua saja disini.”

“Ada satu lagi kok. Sebentar ya aku panggilkan dia dulu.”

Monora menepuk telapak tangannya dua kali hingga munculah seekor burung merpati putih terbang indah mengarah ke Monora sang majikan begitupun Cameron. Mata burung merpati tersebut berwarna biru langit yang sangat menawan di pandang.

“Waktu itu, burung gagak hitam mata merah nah sekarang burung merpati putih mata biru, hih burung yang kali ini gak ganas toh?!” takut Reyhan.

“Hahahaha kau jangan konyol Reyhan, burung merpati ini tidak jahat bahkan tidak berbahaya kok, dia burung yang sangat jinak,” tawa geli Monora.

“Kenalkan ini adalah Cleosa, burung merpati peliharaan kami. Jangan takut padanya, dia burung yang sangat lembut kok,” tutur Cameron seraya mengelus-elus bulu putih Cleosa.

“Wooooww gila nama dari bahasa Yunani dong?! Siapa yang beri nama burung merpati cantik ini?!” binar Jova penasaran.

“Yang memberi nama adalah kedua orang tua kami Jova. Ini adalah sebuah hadiah dari orang tua kami, hanya Cleosa saja yang memiliki kehebatan dari burung-burung merpati lainnya.”

“Apa kehebatannya?!” Kini Freya yang bertanya penuh penasaran.

“Kehebatannya adalah, Cleosa seekor hewan pelacak seluruh isi alam disini begitupun bisa memunculkan portal kemanapun kami mau. Portal ini tak hanya itu saja tetapi fungsinya juga bisa membantu orang-orang yang tersesat di suatu tempat. Bagaimana, menarik bukan?” Senyum Monora mengembang di wajah cantiknya bak seorang Dewi.

“Ini namanya bukan menarik, tetapi menarik banget!!” girang Freya tertarik pada Cleosa.

Melihat kegirangan Freya membuat Jova, Monora, Cameron, Reyhan tertawa kecil sementara Anggara hanya tersenyum melihat tingkah sahabat kecilnya layaknya seperti anak gadis kecil melihat hewan yang baru pertama kali ia lihat.

“Melihat menawannya Cleosa, aku teringat ibu dan ayah. Kak, sekarang ayah dan ibu ada dimana?”

Monora dan Anggara saling melemparkan pandangannya satu sama lain. Jika Monora mengatakan kejadian yang sesungguhnya, pasti Cameron merasa terpukul. Itu yang ada di pikiran Anggara.

“Cameron, apakah kau siap mendengarkan apa yang Kakak ceritakan dimana ibu ayah berada?”

Cameron mengangguk antusias dengan senyuman lebar ramahnya.

Monora menghempas napasnya. “Ibu dan ayah sudah di alam abadi, Cameron.”

DEG !

“Hah?! Di alam abadi?! Maksud Kakak, ibu dan ayah sudah m-meninggal??!!”

Monora mengangguk lemah. Raut wajah Cameron menjadi berbeda sekarang, raut menampilkan wajah sedih syok serta air mata mengalir turun deras membasahi pipinya. Ia menggelengkan kepalanya dengan kedua tangan mengepal kuat.

“Tidak mungkin ibu ayah meninggal! Kakak pasti bercanda, kan!!”

“Cameron, Kakak sedang tidak bercanda, ini sungguh Kakak mengatakan yang sebenarnya. Jika kau tak percaya tanya saja pada Anggara. Anggara tahu semuanya karena Kakak yang menceritakan semua ke Anggara mulai dari tentangmu dan penyebab kepergian ayah ibu di dua tahun yang lalu.”

“Apakah itu benar, Anggara?! Ibu dan ayah kami meninggal?! Tidak, pasti ini salah kan?!”

Muka Anggara sendu iba pada Cameron yang semakin tidak karuan. “T-tidak, ini benar. A-apa yang di katakan oleh Kakakmu benar dan dia mengatakan ... sesungguhnya.”

“Hiks, tidak! Ini pasti mimpi tidak mungkin ini terjadi! TIDAK MUNGKIN, SEMUA BOHONG!!!”

Monora memeluk Cameron erat beserta tangisan pecahnya dengan mengelus belakang kepala adiknya. Cameron menangis sesegukan sedangkan Monora menangis terhisak-hisak. Kedua kakak adik itu saling menangisi kepergian orangtuanya yang telah meninggal pada 2 tahun yang lalu. Sebenarnya Monora sudah mengikhlaskan kepergian ayah ibunya tetapi karena Cameron seperti ini dan baru mengetahuinya sekarang atas kepergian orangtuanya, Monora kembali merasakan kesedihan yang paling pedih di hatinya. Seorang kakak kandung mestinya bisa merasakan seperti apa hati adiknya sekarang ini.

Begitu menyayat hati mengetahui kedua orangtuanya pergi meninggalkan untuk selamanya, tangisan Cameron semakin menjadi-jadi ia tak bisa melepaskan kepergian ibu ayahnya yang telah meninggal di tahun lampau.

“K-kenapa ibu ayah meninggalkan kita, Kak hiks?! KENAPA!!!”

“Tenanglah Dik, kau jangan seperti ini. hiks, ibu dan ayah meninggal karena di bunuh oleh raja Iblis yang ada di dalam jati dirimu, mereka berdua gagal merampas kalung Jimat itu Cameron, kegagalan ibu dan ayah hingga mendatangkan sebuah duka hiks hiks.”

“Huhuhuhu ini semua salah Cameron! Salah Cameron! Jika saja Cameron tidak memakai kalung Iblis itu, semua tidak akan terjadi dan ibu ayah tidak akan meninggal hiks hiks!”

Anggara, Freya, Jova, dan Reyhan penuh rasa prihatin menatap kesedihan sangat dari Monora Cameron. Ditinggal pergi selamanya oleh seorang orang tua bahkan kedua-duanya akan menaruh luka di hati seorang anaknya, di antara mereka masing-masing ada bayangan yang sama, membayangkan bagaimana kalau mereka berada di posisi Monora dan Cameron. Sungguh pasti hatinya terasa tercabik-cabik.

Mereka berempat sungguh beruntung masih memiliki kedua orang tuanya masing-masing yang lengkap serta selalu ada untuknya.

Monora melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Cameron. “Sudah jangan nangis lagi .. kau harus tabah seperti Kakak. Sekarang hanya ada kita berdua. Kita harus saling kuat dan mengikhlaskan, oke?”

“Cameron tidak bisa kak,” lemah nada Cameron.

“Jangan bilang tidak bisa, Sayang .. kau harus bisa. Ingat masih ada Kakak disini. Kakak akan selalu ada untuk Cameron, tetap disini jaga Cameron sampai waktu memanggil.”

“Sekarang lebih baik kita mengantar mereka pulang yuk.”

Cameron mengusap air matanya berusaha tegar. “I-iya Kak.”

Cameron dibantu berdiri oleh Monora masih dengan mengelap air matanya. Reyhan ikut berdiri lalu memeluk Cameron. “Harus tabah dan kuat ya, aku yakin kau dan Kakak kau pasti bisa menghadapi ini meski peristiwa itu sudah sangat sudah lalu.”

Cameron membalas pelukan pemuda itu dengan tersenyum. “Terimakasih Reyhan, kau telah menyemangati aku dan Kakakku.”

Reyhan mengangguk lalu melepaskan pelukannya dari tubuh Cameron. Freya dan Jova juga saling menyemangati mereka berdua terkecuali Anggara, ingin menyemangati namun tak ada kata untuk mampu ia keluarkan dari mulutnya. Tubuhnya masih sangat lemas.

Anggara membangkitkan tubuhnya berdiri namun tubuhnya malah limbung akan terjatuh lagi. Eits, tetapi Reyhan cekatan menahan badan Anggara agar tak terjatuh. Dengan senyuman hangat, ia memapah Anggara dengan cara merangkul-kan tangannya ke tengkuk Reyhan. Anggara hanya tersenyum pada Reyhan dibalas senyuman lebar merekah di wajah Reyhan.

Semua telah tertuntaskan, dan pada saatnya mereka bertiga meninggalkan Istana tempat tinggal Cameron dan Monora. Yang penuh kebimbangan bercampur aduk rasa ketegangan peristiwa itu tadi, tak akan bisa mereka berempat lupakan.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Setelah menempuh keluar dari wilayah Istana, kini mereka semua tiba di sebuah hutan asri sejuk akan banyak pepohonan rindang di sana. Cleosa mengepakkan kedua sayap indahnya dan munculah sebuah lingkaran portal putih menyilaukan mata. Portal kecil itu semakin lama membesar.

“Portal ini akan membawa kalian kembali pada liburan kalian yang kalian datangi kemarin.”

“Hah?! Bagaimana kakak tahu?!” tanya Freya terkejut.

“Sebelum kalian terkirim disini, aku sudah tahu darimana kalian berempat berasal.”

“Baiklah ini saatnya untuk kalian kembali,” sambung Monora.

“Terimakasih sekali Anggara kau telah mengembalikan semua alam ini! Kehebatan dan kebaikanmu tidak akan kami lupakan.” Cameron memeluk Anggara yang tengah dirangkul Reyhan.

Anggara membalas pelukan darinya dengan satu tangan dan mengusapnya. Satu kata-kata keluar dari mulut Anggara untuk Cameron sebelum ia dan ketiga sahabatnya pergi.

“Jadilah orang yang terbahagia sepanjang hidupmu dan kakakmu yang selalu menjaga dan sayang padamu.”

Cameron mengangguk antusias lalu melepaskan pelukannya dari Anggara. Keempat remaja itu berpamitan pergi meninggalkan Monora dan Cameron. Mereka saling melambaikan tangannya untuk berpisah.

“Sampai jumpa kalian! Hati-hati di jalan!”

Keempat remaja itu mengangguk dengan sunggingan pada ucapan selamat tinggal dari Cameron. Bersamaan mereka berempat, memasuki portal tersebut hingga di ujung jalan mereka menemukan jalan keluarnya. Mereka pun keluar bersama-sama.

Portal putih itu menghilang perlahan, dan mereka mengenal tempat hutan tersebut. Ya, itu adalah hutan Bogor. Mereka kembali dengan selamat.

Mereka melanjutkan perjalanan mereka, tetapi di sepanjang jalan Anggara menyentuh dadanya dan terus terbatuk-batuk. Reyhan bolak-balik menoleh ke Anggara menatapnya risau. Beberapa kilometer perjalanan lagi mereka sebentar lagi akan sampai di tempat tenda mereka.

“R-rey ....”

Reyhan yang merasa dipanggil segera menoleh ke Anggara. “Lo manggil gue Ngga?”

“Ehmp! Uhuk uhuk! I-iya ....”

“Kenapa? Lo mau ngomong apa?”

“S-sakit ....”

“Hah, sakit?!”

“S-sakit Rey .... dada gue sakit ....”

Wajah Anggara semakin memucat, suara nada lemahnya membuat jantung Reyhan berdebar sangat kencang. Napas Anggara memburu masih merasakan dadanya terasa sesak begitupun kepalanya masih terasa sakit.

“Aduh-aduh tahan bentar ya Ngga! Bentar lagi kita sampe ke tenda kok!”

“Akhirnya ngomong sakit juga lo Ngga. Soalnya dari tadi lo nahan sakit melulu.”

Tak berapa lama kemudian mereka telah sampai di wilayah tenda di lapang luas. Reyhan mendahulukan menduduki Anggara di atas gelondongan batang kayu.

“Ngga, lo tunggu sini ya .. kita bertiga mau kemas-kemas dulu.”

“Tenda gue perlu g-gue-”

“Alah gak usah Anggara, lo udah parah gini loh. Lo istirahat aja disini biar gue kemas-kemas barang lo termasuk tenda lo, oke?”

Anggara sedikit ragu pada bantuan Reyhan, pada dasarnya Anggara tak mau dibantu orang termasuk sahabatnya tetapi karena ia terlalu lemas bahkan berdiri saja tak sanggup, Anggara mengangguk kepalanya lemah.

“Nah bagus, lo tunggu sini ya!”

Reyhan berlari dan segera dengan cepat mengemasi barang-barangnya dan tendanya termasuk barang bawaan milik Anggara.

Kepala Anggara terasa sangat pusing, ia memilih menidurkan kepalanya di atas gelondongan dengan terus menyentuh dadanya. Risiko yang di alami Anggara tetap ia terima. Tanpa terasa, Anggara di hampiri oleh Reyhan, Freya dan Jova yang menenteng tas Camping di pundaknya. Reyhan menepuk pipi Anggara sekali.

“Ngga, lo masih bisa denger gue, kan?”

Anggara membuka matanya dan mengangguk. Raut wajah khawatir semakin terlihat di ketiga sahabatnya. Mata sayu Anggara serta pucatnya wajah dan bibirnya.

“Sini, Ngga gue bantu.”

“Sekarang kita pulang ya, gue yang nyetir mobil lo aja.”

“G-gak usah.”

“Bahaya Ngga! Kalau lo nyetir di kondisi lo parah gini- oh apa kita ke rumah sakit aja. Gue takut ada kerusakan di jantung lo njir!”

PLATAK !!!

“Aw! Apaan sih Va, main pukul-pukul kepala orang!”

“Kamu kalau ngomong tuh yang bener dong, masa Anggara ngalamin kerusakan jantung, sih!”

“Y-ya siapa tau aja.”

“G-gak usah ... langsung pulang aja.”

“Hmm, y-yaudah-yaudah sini gue bantu.”

Pada kemudian setelah Reyhan memapah Anggara dan Anggara terlihat sudah menenteng tas Camping-nya di kedua pundak. Mereka berempat pergi menuju gang hutan Bogor.

Di sepanjang jalan, Anggara berusaha menahan rasa sakitnya hingga menimbulkan keringat dari keningnya. Langkah ia justru melambat.

1 jam kemudian, mereka telah melihat gang di depan. Anggara meminta Reyhan melepaskan rangkulannya karena ia akan menyetir mobilnya. Tetapi baru saja berjalan keluar dari gang hutan Bogor, keempat remaja itu di panggil dua pria paruh baya dari samping.

“Hei kalian. Wah kalian abis mengunjungi hutan ini, ya?”

“Eh iya pak, Bapak-Bapak siapa ya?” tanya Jova bingung.

“Oh nama Bapak, Amir nah yang di samping bapak namanya Burhan panggil aja pak Burhan.”

“Oh begitu ya Pak, baik kalau begitu,” ucap Freya mengerti.

“Kalau kalian berempat namanya siapa?” tanya pak Burhan ramah.

“Oh iya pak kenalkan nama saya Reyhan, yang di samping saya Anggara, cewek rambut yang pakai poni namanya Freya terus yang di samping Freya, namanya adalah Jova, Pak.”

“Oalah namanya anak kota semua yak, keren-keren atuh mah.” Pak Amir menyipitkan matanya melihat di salah satu anak remaja itu ada yang wajahnya sangat pucat. “Anggara ya namanya? Iya bener Anggara. Eh wajah kamu kok pucet banget kayak mayat hidup? Kamu sakit ya?!”

‘Tahan sampe rumah Ngga tahan Sampe rumah! Jangan pingsan disini, pingsan di rumah aja.’

Namun tahan sakit Anggara sudah tak bisa ia tahan rupanya, ia mulai terbatuk-batuk dan menyentuh kembali dadanya. Pandangan ia mulai berkunang-kunang tubuh Anggara sempoyongan hingga pada akhirnya Anggara ambruk tumbang tak sadarkan diri lagi untuk ketiga kalinya.

BRUGH !!!

“EH, ANGGARA!!!”

INDIGO To Be Continued ›››

Terpopuler

Comments

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

wah! ini adalah mantra untuk Angga yang penuh dengan jiwa kesabaran

2023-07-08

1

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

nah rasain tu pukulan maut🤣

2023-07-08

1

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

Ikut merasakannya kak author

2023-07-08

1

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!