Chapter 16 | Go Home

Karena dari dasarnya Reyhan orangnya sangat penakut apalagi melihat benda tadi yang ia pegang terlempar ke atas dengan sendirinya lalu menghilang secara misterius. Reyhan segera mendekati Anggara lantas mencengkram jaket di bagian lengannya Anggara dengan wajah amat takut.

“Hiii Anggara help me please! Gue takut! Gue takut! Gue takut!”

Anggara diam tak berkutik menatap langit-langit dinding yang pisau keramat itu benar-benar telah menghilang bak di telan bumi. Detak jantung Anggara yang sudah berdetak normal kini menjadi berdetak berpacu cepat di sertai tubuh yang bergemetar. Mengingat insiden pada waktu ia di tusuk pisau keramat itu oleh anak buah raja Iblis yang merasuki di dalam tubuh raga Reyhan.

Reyhan yang merasakan getaran dari lengan Anggara, melepaskan cengkraman tangannya dari jaket Anggara. Reyhan mengerutkan jidatnya ada apa lagi dengan sahabatnya. Wajah kian kembali memucat oleh dari Anggara, membuat ketiga sahabatnya panik tidak karuan.

“Eh buset Ngga?! L-lo mukanya kenapa jadi pucet banget woi!!”

“P-pisau i-itu,” gumam Anggara.

“Kenapa sama pisaunya?!” tanya Reyhan semakin menatap Anggara.

'Duh gawat, bisa-bisa Anggara langsung depresi nih karena mengingat peristiwa yang nyawanya hampir terancam,' rutuk hati Freya. 'Lebih baik aku ceritakan saja sama Reyhan daripada bikin Reyhan penasaran begini,' lanjut batin Freya lagi.

“Reyhan, ada satu kejadian yang pengen aku ceritain ke kamu tentang pisau cahaya merah tadi.”

“Hah? Apa? Apa kejadiannya??!”

Anggara yang tak ingin mendengarnya terutama mengingatnya, segera menutupi kedua telinganya pada kedua tangan masing-masing. Mata ia pejamkan, merapatkan kedua telinganya agar tak dapat mendengarnya cerita Freya untuk Reyhan.

“Jadi-”

“Tunggu bentar, Frey.”

Reyhan memotong cerita Freya yang baru bermulai. Reyhan menarik tas punggungnya lalu membuka resliting tasnya bagian paling depan sendiri dan memasukan tangan kanannya untuk mengambil headsetnya dan mengambil ponsel Anggara yang berada di atas meja nakas samping kasur. Reyhan memberikan dua benda itu pada Anggara dengan senyuman ramahnya.

“Nih Ngga, pake aja headset gue. Gue tau kenapa lo sampe nutup telinga, mungkin cerita yang Freya ceritain ke gue, buat lo merasa gak nyaman dan trauma.”

Reyhan sodorkan headsetnya pada Anggara dan juga handphonenya milik Anggara sendiri. Anggara tertegun, Reyhan bisa membaca pikiran Anggara dan hati Anggara. Dengan senyuman simpel serta anggukan kepala, Anggara menerimanya kemudian segera menancapkan kabel headset Reyhan pada ujung lubang bawah di handphonenya. Ia menyalakan lagu favoritnya dan akan mulai menaikkan volumenya.

“Kerasin aja kalau lo perlu, Ngga.”

Anggara mengangguk lalu mengeraskan volume hingga mencapai angka 80 persen.

Anggara tekuk kedua lututnya, tangannya ia letakkan di atas kedua lututnya lalu tangan yang sudah menopang di atas kedua lutut, ia gunakan untuk sebagai bantal keningnya. Dengan pejaman mata, Anggara mendengarkan menikmati lagu yang telah ia setel.

“Nah dimulai ceritanya dong Neng, si Anggara kayaknya udah enak tuh dengerin musik di album lagunya.”

“Oke Rey aku mulai. Jadi begini, waktu kamu dirasuki anak buah raja Iblis itu, kamu megang senjata pisau yang tadi sudah hilang secara tiba-tiba itu.”

“Hah?! Aku buat apaan sama pisau keramat itu?!”

Freya menghela napasnya. “Untuk buat menusuk tangan kanan kiri Anggara. Kamu tusuk pisau itu pada tangan kanan kirinya Rey, sehingga buat Anggara gak bisa apa-apa gerakin kedua tangannya aja nggak mampu.”

“Innalilahi! Lumpuh, kah?!”

“Kayaknya begitu. Aku sama Jova gak tau pasti karena Anggara yang ngerasain bukan kita berdua.”

Reyhan meraup wajahnya gusar dan mengusap mukanya kasar, lagi-lagi ia membuat kesalahan yang fatal. Tetapi Reyhan tak bisa disalahkan karena waktu satu hari kemarin, raganya di pakai oleh setan anak buah raja Iblis penguasa alam gaib. Freya dan Jova yang melihat Reyhan stress merasakan kesalahan yang amat besar. Dua gadis itu segera mengusap punggung Reyhan bersamaan.

“Udah Rey, itu bukan salah kamu kok,” lembut Freya menenangkan Reyhan.

“Hm'em Rey, semua adalah kecelakaan dan semua itu bukan salahmu. Udah ya gak usah di pikirin lagi. Semua juga udah berlalu, kamu jangan khawatir sama Anggara juga.” Jova ikut menenangkan Reyhan yang kini Reyhan menundukkan kepalanya dengan memejamkan mata.

“Iya Rey, meskipun waktu itu kamu menusuk pisau itu di tangan kanan kiri Anggara, di situ gak menimbulkan luka di tangan Anggara kok bahkan berdarah juga enggak.”

Reyhan membuka matanya cepat terdiam sebentar lalu menatap Freya serius. “Hah kok bisa? Bukannya kalau ditusuk pisau itu pasti berdarah terus ada lukanya?!”

“Namanya juga pisau gaib. Pisau itu menurutku bukan pisau sembarangan. Tapi ya, kamu juga sekarang udah tau kalau Anggara Indigo, pasti Anggara langsung tau semua dari kemarin tentang semua itu bahkan pisau keramat pengancam nyawa yang dah ilang misterius.”

Anggara masih termenung diam menikmati musik di album HP-nya dari melalui headset miliknya Reyhan, lagu favoritnya terbawa Anggara melupakan kejadian insiden mengerikan itu sementara waktu. Reyhan yang ingin menanyakan kondisi Anggara saat itu namun ada rasa ragu untuk bertanya.

Reyhan menatap Anggara terus menerus hingga tiba-tiba Anggara menegakkan badannya dan menyenderkan punggungnya balik. Anggara menatap Reyhan karena tahu Reyhan mau bertanya sesuatu padanya.

Disaat itulah juga Anggara mematikan musik ponselnya. “Lo mau nanya apa?”

'B-buset dah! Anak Indigo emang luar biasa ya ternyata, tau aja si Anggara gue mau tanya-tanya.'

“I-itu Ngga, eeee anu disaat waktu itu .. lo ngerasain saat ditusuk itu dua tangan lo itu rasanya lumpuh kah?”

Anggara mengangguk. “Kenapa lo bisa tau?”

Reyhan menganggukkan kepalanya dengan wajah tampang seriusnya. “Kata sahabat kecil lo, anggota tangan lo nggak bisa dibuat gerak.”

Anggara menatap Freya bersama mata yang ia sipitkan. “Mata kamu cukup tajam, ya. Padahal disaat itu kamu sama Jova di atas karena diperangkap dalam jeruji besi.”

“Itu aku fokus apa yang terjadi padamu Ngga, udah gak karuan aku ngeliat kamu yang di siksa abis-abisan gara-gara kamu hebat merebut kalung dari Cameron. Ya, walau itu bukan jati diri Cameron sih. Tapi kamu hampir aja meninggal karena anak buah raja Iblis dan raja Iblis itu.”

Anggara diam lagi tak menjawab apapun lagi dari Freya. Intinya itu adalah trauma yang pernah Anggara alami.

“Ngga, pokoknya gue maaf banget sama lu ya Ngga! Maaf banget udah buat lo trauma gede soal peristiwa itu. Dan terutama itu gue yang bego udah ngajak kalian liburan Camping di hutan itu. Gue gak tau kalau itu bakal datengin malapetaka buat kita semua termasuk elo, Anggara.”

“Gue udah gakpapa, Rey. Sakit gue juga udah lumayan .. nantinya juga pulih bener. Dan lagi, lo jangan salahin diri lo sendiri lagi. Semua bukan salah lo.”

Setelah mengatakan kata itu, Anggara diam kembali dengan kepala menunduk. Wajahnya tak terlepas dari murungnya dan hati yang selalu terpuruk. Freya mengerti perasaan Anggara seperti apa hari ini. Dengan lembut, Freya menggenggam telapak tangan Anggara hingga Anggara melirik telapak tangannya yang di genggam tangan mungil putihnya Freya.

“Ngga, kita minta tolong ya .. lepasin semua masa lalu-mu yang buat diri kamu terpuruk sedih begini. Aku tau masa lalu yang dulu kamu hadapi begitu kelam, tetapi semua udah terlewati Ngga. Kamu gak perlu lagi memikirkan mereka yang udah nyakitin kamu dulu.”

“Betul Ngga, biarin mereka dapet balasan karma karena udah melukai hatimu. Lagian kamu juga gak mungkin ketemu mereka lagi bahkan buat inget wajahnya juga udah gak bisa. Wajah SD sampe SMA face-nya udah beda banget ya kan, jadi mereka kalau pas-pasan ketemu kamu mereka gak tau siapa kamu.”

“Yeah of true Ngga, apalagi muka ganteng lo ini pasti buat mereka iri hahahaha. Sans and calm bro, hidup lo ini udah kehidupan yang baru. Dihadapan lo sekarang adalah tiga sahabat lo ini, sahabat yang selalu ngasih hiburan, beri motivasi kuat, and dukungan bersama. Inget Ngga, masih ada kita bertiga disini. Kami bertiga akan selalu ada untuk lo selama-lamanya, oke?”

Anggara terharu pada semua ucapan motivasi ketiga sahabat terbaiknya untuk Anggara. Perlahan dan perlahan Anggara mengukir senyuman lebar bersama anggukan kepala. Anggara tak salah pilih sahabat, merekalah yang bisa Anggara percayai untuk selamanya.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Di siang hari keempat remaja SMA tersebut masih berada di dalam kamar, menyibukkan diri dengan hal asyiknya masing-masing. Anggara mendengarkan musik seperti biasa, Freya membaca buku novel yang satu minggu lalu ia membelinya di gramedia mall Jakarta, Jova membaca novel tepatnya berada di aplikasi handphonenya, dan terakhir Reyhan berkutat mencari artikel-artikel teraktual di Internet Google-nya.

Keadaan rumah pak Amir sedang tengah sangat sepi, tak ada suara apapun di luar kamar. Senyap hening cipta. Pintu kamar yang Reyhan tadi buka, kini Reyhan mencondongkan sedikit badannya ke depan dan celingak-celinguk menatap luar kamar, sampai akhirnya Anggara yang bersenandung menghayati lagu terhenti melihat Reyhan yang sibuk layaknya mencari seseorang.

“Ngapain lo celingak-celinguk begitu?”

“Berisik dah! Gue lagi memastikan di rumah ini aman, kayaknya dari tadi gue gak ngeliat beliau.” Reyhan menjawab dan ditanggap Anggara dengan hela napas.

Kemudian Reyhan menoleh ke arah Anggara yang bungkam mulut. “Eh Ngga, gue boleh minta lagu lo yang Barat itu kagak?”

“Lagu Barat apa?”

“Hehehe, lagu yang kemarin yang pas di dalem mobil lo itu.”

“Oh, lagu barat yang rilis 2003 itu? Say It Isn't So yang vokalisnya Gareth Gates?”

“Nah iya bener banget, Ngga! Minta, dong.”

Anggara melepaskan headset Reyhan dan melepaskan juga kabel headset-nya dari ponselnya. Dengan santai, Anggara memberikan HP-nya pada Reyhan. “Nih nyalain aja bluetooth-nya. Lagu yang lo suka selain lagu itu lo boleh ambil juga.”

“Wiihh hati lo sungguh malaikat banget, Ngga! Thanks banget ye!”

“Hmm. Oke.”

“Lihat deh sifatmu Ngga, watak baik hati kamu yang gak pelit, bisa-bisanya mereka jahatin kamu coba. Sumpah bener hati mereka semua buta!”

Dari luar kamar, terdengar seseorang menutup pintu rumah dan akan mendatangi kamar. Mereka berempat terdiam waspada kalau itu jangan-jangan orang penjahat. Salah memperkirakan, ternyata itu adalah pak Amir yang mengenakan setelan kemeja batik-batik rapi.

“Eh Anggara? Udah bangun toh kamu Nak?!”

Anggara hanya tersenyum sambil menundukkan kepalanya menyapa sopan dengan gerakan tubuh. Pak Amir menghampiri Anggara dan duduk di pinggir kasur senyuman ramahnya dari beliau membuat Anggara merasa nyaman dan lebih tepat bisa membaca auranya pak Amir yang begitu bersih tak ada suatu kegelapan di sana.

“Gimana keadaanmu sekarang Nak, udah baik-baik aja?”

“Alhamdulillah Pak, saya merasakan sudah lebih baik. Sebelumnya, saya mau minta maaf atas saya yang sudah merepotkan Bapak dan pak Burhan.”

“Ya ampun Nak, gak apa-apa kok, malah justru bapak seneng banget bisa bantu dan menyembuhkan kamu disini. kemarin kamu demam, tapi di sore hari itu demam kamu turun Alhamdulillah sekali ya, Nak.”

“Oh iya Pak, di rumahnya Pak Amir ini selalu sepi ya? Keluarganya Pak Amir ada kesibukan tersendiri?” tanya Jova.

Pak Amir terdiam dengan menundukkan kepala, Anggara menyadari kalau pak Amir kali ini wajahnya murung dan sedih. Pak Amir beranjak dari kasur lalu mengambil satu bingkai foto keluarga lalu duduk kembali di pinggir kasur, keempat remaja SMA tersebut mendekati pak Amir untuk melihat foto keluarga yang bahagia itu. Satu wanita berumur 30-an beserta dua anak lelaki antara berumur 12 tahun dan 16 tahun.

“Ini istri anak-anak Bapak yang sudah lama menjadi Almarhum dan Almarhumah.”

DEG !

“A-almarhum dan Almarhumah? Ya Allah berarti istri dan anak Bapak sudah meninggal dunia?!” terkejut Freya tak menyangka.

“Iya Freya. Istri bapak yang berumur tiga puluhan tahun dan dua anak laki-laki bapak yang baru sekolah SMP dan SMA, umur mereka berdua dua belas tahun dan satunya umurnya enam belas tahun.”

“Oh iya. Kalau Bapak boleh tahu, kalian umur berapa dan kelas berapa saat ini?” Pak Amir sengaja mengalihkan topik agar beliau tak terlarut dalam kesedihannya.

“Kami sama-sama kelas sebelas IPA dua Pak, dan umur kami tujuh belas tahun. kalau Bapak ingin tau sekolah kami berempat ada dimana, sekolah kami ada di gedung SMA Galaxy Admara kota Jakarta,” jelas Reyhan.

“Wah kalian bersekolah disana?! Bapak gak nyangka loh kalian bersekolah disana, gedung SMA itu terkenal paling elit.”

“Iya Pak dan pemilik sekolah itu adalah tuan Ansel Hadley yang sekarang berada di negara Inggris kantor perusahaannya dan ditemani bersama teman karib sekretarisnya pak Ansel,” jelas Freya detail.

“Wah kamu tau banyak ya Frey, anaknya bernama Alex Rosefel, kan.”

“Ya Pak, selama pak Ansel berada di Negara Inggris, sekolah elit itu jadi pemegangnya Alex sekaligus Alex dipilih menjadi sebagai ketua OSIS di kelas sebelas yang beda jurusan kelas dari kami berempat.”

Wajah Reyhan terlihat tak menampilkan ekspresi apapun melainkan datar, nadanya terdengar dingin tak seperti biasanya yang penuh nada ramah slow dan dramatisnya.

“Oalah gitu toh tapi kenapa nadamu terdengar dingin gitu Rey, mana tuh nada santai ramah kamu hehehe. Oh kamu lagi ada masalah ya sama si Alex?”

Reyhan memalingkan wajahnya dengan mendengus. “Setiap hari, Pak. Dia selalu membuat perkara.”

“Memangnya ada masalah apa kamu sama dia?”

“Eeee, bukan apa-apa kok, Pak. Bukan masalah besar.”

“Hmmm gitu ya, yaudah. Oh iya Bapak mau tanya nih, berarti kalau sekolah SMA kalian ada di kota Jakarta berarti kalian anak asal Jakarta juga?”

“Ahahaha iya pak asal kami di kota Jakarta,” jawab Jova tertawa garing.

“Waduh lah?! kalian jauh-jauh dateng ke Bogor karena apa?!”

“Berlibur camping di hutan Bogor, Pak.”

“Ya Allah Anggara, jadi kalian tuh di sana Camping toh.”

“Iya Pak tapi kita camping-nya di pertengahan hutan saja kok Pak, gak jauh-jauh banget. Memangnya kenapa ya Pak kalau kita camping di hutan itu? Padahal juga itu hutan ternama.” Jova bertanya dengan penuh hati-hati.

“Begini, sebenarnya kalian diperbolehkan untuk mengunjungi hutan itu tetapi kalian dilarang pergi sampai puncaknya. Alasannya karena di puncak hutan Bogor itu batasan wilayah setan-setan.”

DEG !

“B-batasan wilayah setan-setan???!!!” teriak nada tinggi kompak Freya, Jova, dan Reyhan sedangkan Anggara hanya terdiam terkejut, perasaan ia dari awal masuk di gang hutan itu memang aneh apalagi disaat ia berjalan-jalan dengan Reyhan di ujung hutan tersebut gelap penuh mistis mengerikan.

“Jika kalian melanggar melewati wilayah para gentayangannya semua setan-setan arwah-arwah disana, kalian akan menjadi korban jiwa, di hidup kalian akan dibuat sengsara dan menderita kalau nggak segera pergi dari batasan itu.”

Mereka lebih terkejut apa yang diucapkan pak Amir mengenai puncak hutan Bogor itu. Anggara memutar otaknya dimana saat ia dan sahabat-sahabatnya mendengar suatu teriakan wanita dan pria hingga ia serta para sahabatnya mengharuskan mencarinya karena rasa penasaran mereka sangat tinggi. Anggara berpikir, apakah ia dan ketiga sahabatnya berjalan mencari dua suara itu sampai menuju puncak hutan? Tapi sepertinya tidak mungkin, pertengahan hutan sampai dengan puncak saja, membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai di tujuan puncaknya.

Anggara melihat jam waktu di HP-nya sekarang terlihat pukul jam 13.00

'Waktu itu, satu hari kemarin tepatnya tengah malem, gue sama mereka bertiga denger suara teriakan itu terus nyari cuma memakan lima puluh menit doang kan, gak mungkin gue sama mereka bertiga pada nyari sampe puncak hutan. Tapi, waktu itu kami aja di kirim ke alam gaib.'

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Malam hari pukul 19.00 keempat para remaja tersebut berkemas-kemas memasuki barang-barangnya ke dalam tas begitupun handuk masing-masing. Saat tangan Anggara tengah bertugas memasuki barang-barang bawaannya, tersirat lagi oleh tentang hutan Bogor ternama itu cerita tadi pak Amir. Anggara ingin memberi tahu pada kesemua teman-temannya di sekolah tetapi ia takut kesemua teman kelasnya tak percaya hal-hal begituan terkecuali Reyhan, Freya, Jova.

“Anggara? Freya? Jova? Reyhan?” panggil pak Amir.

“Iya, Pak?”

Seusai menjawab panggilan pak Amir bersamaan, Anggara, Freya, Jova, serta Reyhan membalikkan tubuhnya menghadap pak Amir yang ada di belakang mereka.

“Bapak minta tolong ya sama kalian, mohon sebarkan tentang hutan itu pada kesemua temen dan juga orang yang kalian kenal. Agar mereka semua tak asal mengambil jalan yang berujung malapetaka. Bapak tak ingin ada korban jiwa lagi di sana.”

“Jadi udah ada korban jiwa ya, Pak?!” tanya Freya mata yang terbelalak.

“Betul Freya, ada beberapa yang menjadi korban jiwa di sana. Maka dari itu tetaplah berhati-hati jangan lupa berdoa, tetap inget ucapan bapak ya, jangan berani melanggar aturan yang sudah ada. Ucapan ini tak hanya Bapak saja, tapi banyak warga-warga komplek sini terutama orang-orang yang tinggal di dekat hutan Bogor.”

“Baik Pak terimakasih, kami akan pasti sesegera mungkin menyebarkan info tentang ini pada kesemua teman sekelas kami. Kami akan ingat ucapan Bapak, terimakasih sekali lagi ya Pak.” Anggara membungkukkan badannya sopan dengan senyuman simpel.

“Iya, sama-sama Anggara.”

“Makasih juga ya untuk kalian, Bapak kira kalian semua gak bakal percaya pada ucapan bapak yang di luar nalar seperti ini. Tapi ini beneran fakta tidak mitos, kok.”

“Iya-iya Pak, kami semua di sini percaya kok karena memang dari dasarnya, makhluk tak kasat mata itu nyata dan benar-benar ada. Tetapi ada sebagian orang yang nggak percaya takhayul-takhayul seperti cerita nyata Bapak tadi.”

Perkataan Reyhan yang seolah benar-benar sangat percaya pada peristiwa itu, membuat pak Amir tersenyum lembut. Pria umur 52 tahun itu menepuk pundak Reyhan halus serta senyuman lebar yang ia sungging.

“Pak, untuk yang bingkai foto tadi kami mohon maaf ya .. kami tidak tau kalau keluarganya pak Amir masih hidup ternyata sudah lama meninggal.”

“Gak apa-apa kok Freya, kalian semua juga nggak tau. Gak usah minta maaf juga, yasudah jika mau pulang, segeralah pulang karena nanti bisa kemalaman pulangnya.”

“Baik Pak. Kami terimakasih sangat pada pak Amir yang sudah mempersilahkan kami menginap disini kemarin. Sungguh maafkan kami atas kerepotannya.”

“Astaga Jova tidak apa-apa kok. Kalian dari tadi perasaan minta maaf mulu, padahal kalian gak ada salah apapun sama Bapak, loh.”

Keempat remaja itu cengengesan pada perkataan pak Amir. Anggara mendekat ke pak Amir lalu menggenggam tangannya dan menatapnya bersama senyuman ramahnya.

“Bapak tetap harus selalu tabah dan kuat. Bapak juga harus selalu tersenyum tidak boleh sedih, jika Bapak selalu tersenyum dan hilangkan kesedihan, pasti istri dan dua anak Bapak merasa bahagia di atas sana.”

Reyhan, Freya, dan Jova melongo pada motivasi yang Anggara berikan pada pak Amir untuk terus bertabah dan selalu kuat. Tetapi yang sampai mulutnya menganga lebar adalah Reyhan tingkatan lebay-nya sedang beraksi.

“Kami semua pamit pulang dulu ya Pak Amir, Assalamualaikum.”

“Iya, Waalaikumsalam Ngga.”

Anggara melepaskan genggamannya lalu menatap ketiga sahabatnya yang pikirannya terbaca kosong. Anggara mempunyai siasat jahilnya untuk pertama kalinya mengagetkan para sahabatnya yang dahulu ia merasa sangat tidak peduli mau sahabatnya melamun ia tinggalkan atau bahkan membiarkan daripada membuyarkan lamunannya.

Anggara menepuk kedua telapaknya kencang hingga menimbulkan suara yang mengagetkan ketiga sahabatnya sontak terbuyar akan lamunan para mereka.

“EH AYAM-AYAM!!!” lantang spontan ketiga sahabatnya

“Jangan melamun nanti kena sambet dedemit.” Anggara menenteng tas punggungnya melenggang melewati ketiga sahabatnya lalu keluar dari rumah pak Amir kemudian menekan tombol kunci mobilnya agar bisa di buka.

Pip !

Pip !

“Eh iya kami pulang dulu ya Pak. Assalamualaikum hehe!” salam mereka bertiga sedangkan Anggara sudah masuk di dalam mobilnya duduk di kursi kemudi.

“Hahaha iya Nak, Waalaikumsalam.”

Usai mereka bertiga masuk ke dalam mobil Anggara, Freya yang duduk di belakang membuka kaca mobil begitupun Anggara yang di kursi kemudinya. Pak Amir terlihat melambaikan tangannya dengan ringisan yang memperlihatkan deretan gigi atasnya. Anggara mengklaksonkan mobilnya seraya menatap pak Amir tersenyum lalu kembali menghadap depan pergi dari wilayah komplek tempat tinggal pak Amir.

Beberapa ratusan tancap gas dan melewati rumah-rumah para warga komplek, secara mendadak Anggara menepikan rem mobilnya hingga nyaris saja kening Reyhan terbentur oleh dasboard mobil. Anggara terdiam dan menatap jalan yang di penuhi kendaraan berlalu lalang.

“Apaan sih kamu Ngga, main asal rem-rem segala untung kita gak kenapa-napa. Kenapa sih kok malah berhenti? Kenapa ada yang kelupaan?”

“Iya. Aku nggak tau arahnya kemana buat jalan pulangnya, ambil jalan kiri atau kanan.”

“Heh calm cuy, ada pahlawan ganteng ini yang akan tunjukin alur jalannya untuk kita kembali ke kota Jakarta.”

Anggara menancapkan gas mobilnya kembali dan Reyhan mulai menunjukkan beberapa arah jalur yang harus mobil Anggara tempuh. Reyhan memberikan rute-rute jalan pada Anggara dengan detail tanpa bertele-tele sehingga Anggara mudah memahami setiap rute yang Reyhan arahkan.

Usai perjalanan jauh yang mobil Anggara tempuh, kini mobil Anggara sudah masuk ke daerah kota Jakarta. Anggara nampak terus fokus pada jalan di depannya.

“Anggara, lewat jalan Jiaulingga Mawar aja dah. Jalan sini rame nanti kena macet, kelamaan pula nanti kita nyampe rumah. Hehehe kalau di jalan Jiaulingga Mawar kan salah satu jalan pintas buat menghindar dari macet.”

“Ya, Untung lo ngomongnya gak telat soalnya ini kita baru melewati sekolahan SMA kita, tinggal ambil jalan kiri kita bakal lewat jalan Jiaulingga Mawar.”

“Mantul Ngga, gas kuy!”

Anggara membelokkan arah mobilnya pada jalur jalan ke kiri. Disitu beberapa kilometer perjalanan selanjutnya, kini mobil Anggara menelusuri sepinya jalan Jiaulingga Mawar yang bisa di bilang itu adalah jalan pintas yang terkenal amat sepi nan sunyi jarang di lewati banyak pejalan kaki maupun kendaraan.

Karena hari sudah malam, Anggara menyalakan lampu mobil bagian depannya. Ketiga sahabat Anggara terlihat menikmati perjalanan malam dengan bersandar di kursi masing-masing, sementara itu Anggara menajamkan matanya tetap fokus pada satu pandangan.

“Eh Anggara, karena lu sahabat kami yang Indigo .. jadi gue punya julukan spesial buat elo.”

“Julukan spesial apa?”

“Julukan spesialnya adalah ....”

“Six Sense.”

Freya dan Jova setuju dengan julukan Anggara yang diberi Reyhan. Julukan tersebut mendominasi kelebihan Anggara yang Anggara miliki. Freya dan Jova kagum pada nama julukan untuk Anggara yaitu Six Sense (Indera keenam).

“Wow julukan dari bahasa inggris dong, aku setuju banget Rey julukannya Anggara!” Mata Freya berbinar.

“Mantap Nyuk. Aku kali ini setuju banget. Pas banget buat Anggara yang seorang cowok Indigo, loh!”

Anggara yang menyetir, dalam hatinya setuju dengan julukan itu, julukan itu jarang sekali di gunakan orang-orang. Anggara mengangguk pelan beserta senyuman ekspresi setujunya.

“Boleh juga julukannya, keren.”

“Wah pada setuju dong! Oke mulai dari sekarang gue akan inget-inget julukan lo ya Ngga, karena entah napa juga kata julukan itu muncul di benak otak gue.”

“Oke.”

Hari malam yang penuh bintang-bintang cahaya di langit, jika jendela kaca mobil di buka pastinya udara malam terasa sejuk sangat. Anggara kembali memfokuskan matanya ke pandangan depan di imbuh senda gurau tawa bersama dengan sahabat-sahabatnya.

Hati Anggara seakan-akan sembuh sedikit demi sedikit, karena berkat kesemua sahabatnya yang memotivasi hidup Anggara dari kekang masa lalu kelamnya. Kehidupan Anggara sudah baru, hidup yang di dampingi orang yang ia sayangi. Tak ada ragu di lubuk hati Anggara untuk mempercayai segala ucapan yang ketiga sahabat ia lontarkan tentang motivasi yang mereka berikan untuk Anggara bangkit dan berusaha move on.

INDIGO To Be Continued ›››

Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!