Usai menempuh perjalanan lama dan telah sampai di tujuan tempat, kesepuluh remaja tersebut memasuki gang hutan Bogor ternama. Heran saja hutan yang membahayakan itu mengapa tidak sekalian di tutup. Anggara serta ketiga sahabatnya menarik nafasnya panjang-panjang lalu membuangnya dengan perlahan setelah menginjak dalam gang hutan Bogor.
Jalan tapak tanah hutan tersebut becek dan licin, mereka bersepuluh harus memperhatikan jalan langkahnya masing-masing agar tak terpleset. Menjaga diri dari kecerobohannya. Hujan semalam yang kemarin sangat lebat membuat pagi hari ini para daun-daun pohon masih basah kuyup oleh guyuran air hujan deras kemarin itu.
“Oi, siapa yang di sini cowok sang pemimpin jalan?!” teriak Andra dari depan sendiri.
“ANGGARA!” serempak ketiga sahabatnya serta teman-temannya terkecuali Rangga yang belum tahu apa-apa tentang Anggara.
Anggara menatap bingung kesemua yang serempak menyebut Anggara sampai-sampai dirinya menunjuk ia sendiri dengan jari tangan telunjuknya. “Gue?”
“Iyalah, pake nanya lagi. Sini ke depan, kan lo hebat soal pemimpin jalan,” komando Andra menyuruh teman pendiamnya untuk ke depan menjadi pemimpin jalan.
“Ogah.” Anggara menunjuk sedikit ke Andra. “Elo, kan yang ngerti bangunan villa-nya dimana, kalau gue yang jadi pemimpin, yang ada kita semua tersesat.”
Setelah Anggara mengutarakan tolakan pada Andra, Anggara kembali diam tak berbicara, mulutnya juga kembali ia balikkan semula yaitu bungkam. Andra yang melihat pada temannya yang kadang-kadang suka menyebalkan, hanya mendengus pasrah pada kelakuan sifatnya tersebut.
“Anggara bener Ndra, yang tau tempat villa nya kan kamu, jadi kamu aja yang mimpin kita jalan,” ucap Freya.
“Nyak (Ibu), tolong aye (Aku)! Punya sahabat gini amat sifatnye!” spontan Reyhan yang tiba-tiba berbahasa daerah Betawi.
“WAHAHAHAHAHA!!!”
Kesemua yang ada di barisan tertawa terbahak-bahak mendengar logat bahasa Betawi Reyhan yang konyol itu sementara Anggara tak tertawa hanya senyum tipis dengan gelengan kepalanya lambat.
“Heh, lo kan anak Jakarta, Nyuk kok tiba-tiba nyasar jadi bahasa Betawi, dah?”
“Positif thinking aja Ka, mungkin Reyhan cowok blesteran berdarah Betawi,” respon Rangga meledek.
“Bisa aja kamu Ga, kayaknya sih lagi ke samber setan ondel-ondel deh,” sindir Jova.
“I'm sorry friends but I'm no longer caught by the devil ondel-ondel.”
“Buju buneng wahai bujang! Ini malah nyasar ke bahasa Inggris?!” latah Raka tiba-tiba.
“Reyhan, kamu sehat, kan? Gak lagi demam?” tanya Freya sambil mencondongkan badannya ke samping yang di depannya adalah Reyhan.
“Aku ora popo (Tidak apa-apa tenang wae yo (Saja ya).”
“Fix the fix ! Reyhan lagi dimasuki arwahnya Ryan Abyaz Gandawasa!!” heboh Raka sok panik.
“Otak ayam! Temen kita masih hidup, anying!” Andra menoyor geram kepala Raka yang berjalan di belakangnya.
“Duh! udah deh kalian gak usah mikir-mikir yang enggak-enggak, Reyhan masih jiwa Reyhan kok. Ya, kan Reyhan?”
“Betul sekali Freya dan terimakasih kau telah membela diriku.”
“ANJAY, BAKU BRO!!!” teriak Raka dan Andra.
“Ck, Berisik!” kesal Anggara.
“Jalan tinggal jalan gak usah pake teriak berisik kayak kicauan burung beo!” sambung Anggara tak kalah seram dari suara mulutnya.
Rangga meringis bergidik ngeri pada suara nada tinggi Anggara yang sedari tadi tak bersuara, suaranya mampu mendirikan bulu kuduk para mereka dan juga ia sendiri saking seramnya. Kalau dasarnya Anggara marah terdengar seram dan terlihat mengerikan mau bagaimana lagi?
“Teriak sekali lagi kayak kucing garong, siap aja gue bakal kawinin lo berdua sama puma!!”
“Sadis banget sih, Anggara?!”
Anggara tak menggubris protes dari Andra dan Raka ia kembali diam menikmati perjalanan hutannya tak peduli juga Raka Andra menggerutu kesal pada sifatnya Anggara yang menyebalkan itu.
Tak terasa para sepuluh remaja melintasi sebuah lapang luas khusus pendirian tenda acara camping, keenam teman Anggara yaitu Andra, Raka, Lala, Zara, Rena, dan Rangga terpukau betapa luasnya lapang hutan tersebut. Luas akan pemandangan serta banyaknya pohon-pohon menjulang tinggi begitupun daun-daun hijau yang asri.
Anggara dan ketiga sahabatnya memandang lapang luas tersebut dengan tatapan biasa, karena mereka berempat sudah menempati lapang itu untuk mendirikan tendanya masing-masing pada 3 hari yang lalu. Kesembilan remaja SMA Galaxy Admara itu terus melanjutkan perjalanan menuju ke villa berlokasi tempat hutan puncak yang amat terpencil.
Telah banyak kilometer tempuh perjalanan yang mereka gunakan, semakin panjang jalan tapak tanah hutan mereka langkahi semakin pula hutan Bogor menjadi gelap dikarenakan langit cerah pagi tertutup banyak pepohonan tingkat tinggi besar yang berdaun lebat. Suasana berubah mencekam dan hal aneh mulai dirasakan oleh Anggara yang merupakan lelaki Indigo.
Dimana Anggara merasakan ada seseorang mengamati ia namun Anggara mencoba untuk acuh tak acuh, tidak mau memedulikan sosok yang mengawasi dirinya. Namun lama-lama Anggara mengacuhkannya, Anggara di ganggu sebuah bisikan menderu yang menunjang kedua telinga Anggara. Bisikan penuh sumpah serapah.
Darah Anggara terkesiap, jangan-jangan ia dan yang lainnya telah melewati batasan para arwah bergentayangan?! Kedua tangan Anggara, masing-masing meraih telinganya satu-satu lalu menutupnya dengan rapat-rapat, Anggara juga memejamkan matanya kuat-kuat. Tak tahan bersama bisikan-bisikan para setan yang mengusik kesemua telinganya.
“Kamu telah melanggar semua aturan yang telah ada.”
“Tidakkah kamu salah memijak tanah batasan wilayah kami semua yang telah mati, hah?”
“Hihihihi! kamu pasti bersedia menjadi korban jiwa selanjutnya. Hari pertama ini kamu akan kami buat menderita parah, hihihihi.”
Tiga bisikan dari ketiga arwah yang tak terlihat tersebut membuat keringat dingin Anggara mengucur kembali, Anggara berjalan penuh rasa tegang yang meliputi sekujur tubuhnya, jantung berdegup dari batas normalnya. Udara di jalan ini berubah menjadi dingin. Tak terasa olehnya Anggara, ketiga sahabatnya serta keenam temannya telah tiba di sebuah bangunan villa. Anehnya, bukankah waktu Reyhan mencari tentang villa itu bangunan tersebut kotor terbengkalai tak layak di pakai?
Kenapa saat di pandang, bangunan Villa itu menjadi megah, indah dan menawan? Reyhan yang melihatnya sampai melongo tak percaya kalau ini kenyataan. Di internet saja, bangunan villa itu sangat angker, tak ada siapapun yang berani memasuki villa itu. Jangankan memasukinya, memandang lama-lama tak berani alias tak betah.
“Uwa, kono vu ira wa totemo utsukushīdesu ! (Wah, villa ini indah sekali!)”
Reyhan lantang berbahasa Jepang, membuat yang ada di sekitarnya menoleh dengan tatapan terkejut. Pertama, Reyhan menggunakan bahasa Betawi. Kedua, Reyhan menggunakan bahasa Inggris. Ketiga, Reyhan menggunakan bahasa Jawa. Keempat, Reyhan menggunakan bahasa Baku. Terakhir, Reyhan menggunakan bahasa Jepang. Andra dan Raka menduganya Reyhan sedang dirasuki oleh 5 setan yang berbeda bahasa daerah serta 2 berbeda negara yaitu adalah Inggris dan Jepang.
“YANG BENER NAPA, WEH!”
“Wey-wey slow dong Raka and Andra, hehehe sini gue jermahin dah. Itu artinya Wah Villa ini indah sekali.”
“Hadeh, lu tuh lagi dirasuki lima setan berbeda bahasa yak?! Perasaan dari tadi lo aneh banget dah,” lontar Raka sekenanya.
“Heh! Enak aja lu bilang gue lagi dirasuki lima setan! Emangnya raga gue ini mampu menampung lima setan di dalem tubuh gue?!” bentak Reyhan tak terima.
“Ya, pasti raga gue pernah mampu menampung satu setan, lah.”
“Hah? Berarti lo pernah dirasuki setan?! Kapan?!” terkejut Andra dengan mata membelalak.
“Eh?! Eeee anu ituuuu ....”
Reyhan melirik Anggara dan Anggara hanya menggelengkan kepalanya untuk berkata 'tidak'.
“Engga-”
“Hayo lo ngapa geleng-geleng kepala Ngga?? Pasti lo sama Reyhan lagi pasang mata kode yak- oh atau jangan-jangan ada satu rahasia yang kalian berdua sembunyiin dari kami?!” Andra memotong ucapan jawaban Reyhan yang belum terselesaikan, Andra menuding Reyhan dan Anggara secara bergiliran.
“Anu Ndra gini eeeemm, Anggara sama Reyhan gak lagi pasang mata kode-kode yang kamu pikir kok. Tadi tuh Anggara geleng-geleng kepala bukan karna ngasih kode buat Reyhan, tapi maksudnya dari Anggara begini Ndra, Reyhan itu nggak pernah dirasuki setan sekalipun. Iya begitu hehehehe,” jelas panjang lebar Freya spontan omongan.
“Nah iya gitu Ndra, bener kata Freya, ehe! Gue gak pernah kok dirasuki setan, gak pernah banget dah pokoknya,” sambung Reyhan dengan cengengesan.
Andra, Raka, Lala, Zara, Rena, Rangga menyipitkan matanya masing-masing membuat sekelompok empat sahabat tersebut gugup tak karuan. Mereka tak bisa membongkar rahasia pada kejadian insiden mengerikan di kemarin hari itu.
Andra melempitkan kedua tangannya di dada dengan memejamkan mata serta menganggukkan kepalanya. “Yoi lah, kalo memang gak ada yang kalian sembunyiin dari kami berenam- tapi beneran kan? Kalian lagi gak bohongi temen-temen lo ini??”
“Eh iya kok, beneran dah! Suwer tak kewer-kewer hehehe,” tanggap Reyhan cepat dengan mengangkat membentuk jarinya simbol tanda peace.
Anggara yang diam, menutup matanya dikarenakan kepalanya berdenyut-denyut. Anggara menyentuh kepalanya bagian kiri dengan terus memejamkan matanya sedikit mengernyit karena lama ia tahan menjadi lebih sakit. Freya yang ada sampingnya menoleh pandangan ke Anggara, melihatnya Anggara seperti kemarin pagi di rumah sahabat kecilnya, sontak Freya kaget reflek memegang pundak Anggara di sisinya.
“Anggara? Kepala kamu sakit lagi, kah?!”
Mendengar suara lantang Freya menanyai Anggara yang kepalanya tengah sakit, Jova, Reyhan, Andra, Raka, Lala, Zara, Rena, beserta RAnggara juga langsung menoleh cepat ke arah Anggara. Reyhan sahabatnya Anggara yang selain ceriwis dan bobrok, ia juga suka sering panikan.
“What happened boy?! Are you okay??!!”
“F-fine ...” respon Anggara dengan kata penuh nada menekan.
“Yakin nih, fine-fine aja? Kamu kayak nahan gitu ngomongnya? Kalo sakit kepala bilang aja, gak usah pake nahan-nahan segala kayak gitu, Ngga.”
Anggara mengangkat lima jari tangan kanannya ke arah Jova untuk tidak perlu mencemaskannya.
“Aku gakpapa kok, Va. Ehm tadi malem aku kurang tidur aja”
Dalam pejaman mata Anggara yang ia pejamkan, tiba-tiba di pandangan Anggara muncul bayangan wanita hitam memasuki villa bertingkat itu dengan melesat begitu cepat, pintu berjenis dua daun itu terbuka lebar sendirinya tanpa bayangan wanita itu membukanya. Bayangan menyerupai sosok wanita itu menoleh cepat ke arah pandangan mata Anggara. Betapa terkejutnya Anggara, dengan waktu singkat bayangan wanita itu berubah menjadi sosok yang terlihat tak lagi bayangannya saja.
Terlihat ia mengenakan gaun hitam panjang sertakan lengan-lengan panjang di tangannya. Yang Anggara terperanjat kaget hingga seolah napas Anggara tercekat sebentar, dikarenakan Anggara menatap wajah wanita seumur Mamanya ialah sekitar umur 32 tahun, mukanya di bagian samping kiri robek menganga hingga menampakkan darah busuk, daging serta tulang-tulang di wajahnya yang robek. Kedua matanya melotot tajam seperti bola matanya ingin keluar dari tempatnya, sangat mengerikan sekali dan terakhir disertai seringai sunggingan bibir melebar hingga ke telinganya. Bagaimana Anggara tak terkejut setengah mati coba?
Bangunan villa yang bertingkat dua di penglihatan Anggara secara tiba-tiba, villa tersebut malahan terlihat kotor terbengkalai, cat-cat seluruh tembok yang ada pecah-pecah, banyak daun-daun kering dan akar-akar pohon mengotori lantai teras Villa. Atap villa banyak rapuh seperti habis tertimpa sesuatu yang besar.
Anggara tak bisa membuka matanya dalam penglihatannya yang terpaku tak bisa berkutik pada wanita sosok menyeramkan tersebut. Selain itu, wanita tersebut membuka lebar mulutnya usai menyeringai untuk diri Anggara. Seekor hewan terbang tak lain adalah kelelawar brutal keluar dari mulut wanita sosok itu yang telah menganga kan mulutnya lebar-lebar hingga membentuk lubang oval panjang.
Pintu dua daun itu tertutup kencang yang di dalamnya adalah wanita yang membuka mulutnya lebar-lebar, sementara setelah pintu villa utama tertutup dengan lancarnya, kelelawar berjumlah banyak itu menembus pintu utama dan terbang cepat dengan brutal mendatangi Anggara. Beruntung saja Anggara langsung dapat membuka matanya cepat.
Di kini, lantas membuka matanya terburu, kaki Anggara menjadi lemas. Dengan sigap tangan Anggara menopang pohon yang berada tepat di samping kanannya. Napas Anggara tersengal-sengal oleh imbas penglihatannya pemuda itu secara tiba-tiba. Keringat dingin Anggara mengucur hingga merembes ke pelipis matanya, Anggara menelan salivanya kuat susah payah.
Melihat Anggara yang berbeda kali ini, kesemua yang di sampingnya mendekatinya. “Eh Ngga! Kenapa?!”
Reyhan, Andra, Raka, Rangga, Freya, Jova, Lala, Zara, dan Rena kompak panik pada keadaan Anggara sekarang. Mereka bersembilan melihat Anggara yang tengah lagi mengaturkan napasnya agar normal. Yang ditanya juga secara kompak, tidak menjawabnya.
Detak jantung Anggara berpacu cepat melebihi batas normalnya pada detak jantung biasanya bahkan Anggara tak bisa mengeluarkan suaranya sedikitpun bahkan setengah pun. Ini yang dirasakan Indigo Anggara sesungguhnya, penuh dengan nasib, takdir, dan penglihatan kuat di luar nalar. Kejadian pada penglihatan Anggara yang muncul tadi sangat seperti mimpi tetapi bukan mimpi.
INDIGO To Be Continued ›››
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments