Chapter 10 | Demon Star Portal

...(Comment tiap paragraf, ya...)...

...Harap hati" karena typo bertebaran...

...-HAPPY READING-...

Kedua lelaki yang sebelumnya diseret oleh portal nang menghampiri, kini terjatuh di permukaan bawah dengan sangat keras. Bibirnya saling mereka rapatkan waktu merasakan sekujur tubuhnya memar.

“Gak ada otak! Sakit badan gue, tanggung jawab siapapun yang udah bawa ke sini!” murka Reyhan sambil membangunkan diri dari baringnya.

Angga memejamkan matanya dengan berupaya bangkit dari posisi telentang usai ia dijatuhkan dari langit. Bukan hanya sakit badan yang pemuda itu rasakan, namun pula kepalanya akibat terbentur.

“Ga!” Sahabatnya yang melihat Angga kesulitan bangun, lekas memarani cepat untuk membantunya bersikap posisi duduk.

“Lo oke?” tanya Reyhan dengan raut penuh kerisauan.

Angga membuka matanya lalu menatap wajah sang sahabat di mana jidatnya berkerut bersama ekspresi cemas, ia menganggukkan kepalanya lemah lalu memalingkan muka pucat ini dari Reyhan dan menunduk.

“Yakin? Gimana baik-baik aja kalau lo kayak lagi nahan kesakitan gitu?!”

Mata iris grey Angga terpaku sebentar waktu ia mendapatkan rasa aura negatif yang berada di sekitarnya, hingga ia perlahan-lahan mengangkat wajah tampannya ke atas. Netranya langsung membelalak lebar dengan detak jantung nyaris henti waktu pandangannya menangkap sosok yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Sebuah satu tangan yang berukuran tak terkira alias raksasa. Karakteristik ciri-ciri dengan banyak tumpasan darah segar, dipenuhi lendir bercium anyir, serta berkuku runcing nan tajam di setiap semua jarinya.

Angga yang tak ingin sahabatnya terluka, segera mendorongnya kencang ke samping saat sosok tangan gaib itu melancarkan aksinya untuk menyergap mereka. Bertepatan itu juga, lelaki pemilik jiwa pemberani tersebut tangkas menahan lengan sosok tangan astral sebelum ia diberikan kekerasan fisik olehnya.

“Anjir, kenapa jadi gue yang dido-”

Umpatan Reyhan terpotong waktu ia menatap tubuh Angga yang ada di bawah sosok tangan raksasa nang membuat dirinya bergidik ngeri. Di pertengahan itu, sahabatnya berusaha menahan lengan tangan sosok yang hendak melukai tubuhnya dengan sebuah cakaran tajam.

“Tangannya siapa, itu?! Gila! Serem amat!” Sementara Angga yang masih berupaya maksimal menahan, dengan perlahan telapak tangan raksasa tersebut turun ke leher manusia lelaki itu dan membelenggunya erat untuk mencekik alat pernapasan yang masih tersimpan di dalam tubuh Angga.

Pemuda Indigo itu berusaha melepaskan cekikan dari sosok tangan gaib yang menyerangnya, tetapi ia tahu bahwa tenaganya tidak seberapa. Kekuatannya telah melemah seiring berjalannya waktu di hutan asing satu ini, seolah-olah vitalitas energinya diserap secara laun.

“Anggara!! Goblok, ngapain dari tadi gue diem aja?! Duh, cari apaan, nih buat ngalahin tangan gede itu satu?!”

Reyhan dengan hati panik, lekas bangkit dan menolehkan kepalanya ke kanan-kiri berharap ia menemukan sesuatu yang bisa membebaskan sahabatnya dari ancaman nyawa itu.

Sekejap waktu menghampiri, bola mata Reyhan terbelalak senang saat mendapati sesuatu yang mengkilap di bawah pohon sisi kanannya. Mungkinkah itu senjata tajam? Dengan langkah besarnya, ia berlari untuk mengambil benda tersebut.

“B-buset, uler?!” Getaran suara keluar dari mulut lelaki Friendly itu usai tersungkur ke belakang karena tercengang melihat ular hitam dengan tubuh panjang sehalus ulat sutra.

Reyhan tak akan meneguk ludahnya jika ular tersebut tak sebesar anaconda yang berhabitat di hutan negara Brazil. Matanya sipit dengan netra lensa penuh kebuasan, lidahnya menjulur sembari mengeluarkan suara desis.

“Sial! Mau ambil benda keselamatan aja, malah dikelonin uler item segede gaban!” rutuk dirinya.

Uhuk-uhuk

Terdengar suara semu batuk seseorang yang berasal dari belakang manusia humoris ini. Masa iya ia harus membentangkan tangan buat ambil senjata mengkilat itu di lingkaran badan ular? Sedangkan Angga masih saja tetap berjuang untuk melepaskan diri.

‘Gue gak boleh egois! Sahabat gue lebih penting daripada jiwa takut ini. Please, berpikirlah cermat sama jernih buat singkirin uler gembrot itu,’ kalut ujar Reyhan secara relung dengan menatap wajah teman sejatinya yang sudah memerah karena sulit meraup oksigen.

“Hati-hati!” peringat Angga dari jauh dengan suara mulai mengernyit, akibat lehernya terusan digencet.

Kepanikan semakin mengepung di kalbu milik Reyhan, suara 'hati-hati' itu terdengar sumbang di pendengarannya. Ini masih suara, bagaimana jika sudah ke nyawa? Apa tidak makin kacau?! Posisi raga Reyhan memang lagi diam dan tak berkutik, tapi jangan ditanyakan soal pikiran dalam otaknya yang riwa-riwi ke sana ke mari.

Mencari cara untuk menuntaskan masalah ini memang hal yang tidak gampang, namun Reyhan kudu mampu menggenapi sebelum semuanya menjadi pupus.

“Saatnya berprofesi jadi pemeran utama!” Ia mendadak semangat membara waktu bola matanya terbentur pada sebuah balok kayu yang agak tertutupi rumput liar, lalu memungut dan berlari kencang untuk siap menangkis ular besar itu.

“Ayo, mangap! Gak takut, gue! Lo, kan titisannya anaconda, mendingan lo nyemplung aja sekalian ke danau!”

Dalam hitungan ke-3 sesuai aba darinya, Reyhan memukul kencang ular hitam itu bak seperti sedang menangkis bola kasti pakai tongkat. Ia pikir apa yang dilakukannya ini tak berpengaruh, rupanya berbuah di mana binatang ganas itu terlempar sangat jauh hingga menyentuh permukaan air danau.

“Really perfect !” bangga Reyhan walau terselip tanda tanya di kepala, ular sebesar itu bisa dilempar ke danau?

Tak sungkan untuk melawan, senjata tajam nan mengkilat dengan gagangnya yang dinamakan pedang, lekas gesit Reyhan rampas dari bawah pohon lalu kembali berlari kencang.

“Lepaskan tangan jelek lo dari Angga, Bangsat!!”

CRAS !!!

Tubuh Angga yang sempat diangkat oleh sosok tangan gaib raksasa itu, terjatuh seketika waktu sahabatnya memenggal bagian lengan lawan serangannya sampai mengeluarkan serangga-serangga menjijikkan dari lubang potongan hasil dari yang Reyhan pangkas.

“Huek! Belatung, Cok!” pekik lelaki cerewet itu dengan mengasih jarak akibat enek dibuatnya.

Tak berselang lama berikutnya, sepotong tangan raksasa itu yang tak ada pergerakan untuk menggeliat karena kesakitan, memudar lalu menghilang dengan menyisakan kotoran debu.

“Sudah gue duga kalau itu tangan setan. Hahahaha, yang penting menang!”

Senyuman lebar Reyhan lenyap saat ia menatap sahabatnya yang terbaring dengan tanpa adanya pergerakan tubuh, bibirnya kering, ada bekas cekikan serta goresan luka di sisi leher punya Angga. Dan yang membuat ia bisu, kedua netra sahabat Introvert-nya terpejam.

Padahal telah ia tunggu sampai 10 detik, tapi Angga tetap bergeming. “Woy, Ga!” Dirinya berlutut di samping sobatnya usai membuang pedang ke sembarang arah.

Dengan detak jantung balik lagi berdebar hebat, Reyhan mencoba menyenggol lengan tangan Angga pakai telapaknya secara beberapa kali. Namun tetap saja sahabatnya itu tidak bereaksi, sampai ia melebarkan matanya.

“Jangan bilang roh dia, udah dijemput malaikat Izrail ke Surga?!”

...‹‹---𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔---››...

Freya dan Jova yang habis terbangun dari pingsan, mengerjapkan matanya masing-masing dan melihat sekitar tempat. Di hadapannya mereka berdua ada jeruji besi yang menghalang jalan mereka untuk keluar. Baru tersadar bila ternyata Freya dan Jova kena perangkap di semacam penjara untuknya.

Jova si gadis pemilik iris mata hazel, mendengus dongkol sambil menolehkan kepalanya ke belakang untuk melongok kondisi kedua tangannya yang terasa mengganjal di belakang punggung.

Gadis Tomboy itu menekan semua gigi putihnya dengan menghela napas kasar waktu melihat sepasang pergelangan tangannya diikat oleh tali yang sangat kuat. Tak hanya ia saja, namun juga sahabat Nirmala-nya yang masih perlu menyesuaikan pandangannya nang blur.

“Engh, kepalaku pusing ...” ucap Freya dalam nada lengang sembari memiringkan kepala untuk mengurangi rasa pening yang ia rasakan.

Jova memalingkan wajah cantiknya yang nampak sedikit berkeringat dengan tatapan nyalang. Otaknya terputar ke suatu kejadian sebelum ia dan gadis jelita lemah-lembut yang dijadikannya sahabat berada di dalam ruangan sergap ini.

‘Dua manusia biadab itu, pasti ulahnya mereka yang gak punya etika !’

Flashback On

Di perjalanan misi untuk mencari sosok para lelaki tampan yang tak lain adalah Angga dan Reyhan tanpa mendapatkan peristiwa yang aneh serta-merta algojo, kedua gadis ini berhenti melangkah saat mereka merasa ada seseorang yang sedang ikut berjalan walau di belakang.

Kedua gadis yang seiras memiliki rambut panjang sepunggung, memutar tubuhnya ke belakang secara bersamaan. Bola manik penglihatan mereka dibuat membelalak dengan tubuh tersentak kaget, bertatapan muka pada dua lelaki bertopeng sekaligus berpakaian hitam yang digunakan.

“Kalian siapa?” tanya Freya.

“Ini pasti Reyhan sama Angga, kan?! Gak usah nyamar-nyamar jadi orang asing gini lah, Bro! Hahahaha.”

Jova bertepuk tangan ria dengan menyuarakan tawanya kembali bersama muka bahagianya. Sosok lelaki-lelaki berbadan jangkung itu memang berperawakan persis seperti postur tubuhnya para sahabat pemudanya, tak heran juga Jova menduga bahwa itu Angga-Reyhan.

Kedua pemuda yang ditertawakan oleh gadis Tomboy itu, malah saling melemparkan pandangannya ke satu sama lain lalu menganggukkan kepala dengan mengeluarkan sebilah benda yang dari bentukannya mirip pistol, walau terdapat perbedaan di mana di dalamnya itu ada sebuah suatu cairan hijau.

Melihat mereka yang menggenggam pistol asing itu masing-masing, membuat Freya melangkah mundur bersama gerakan cepatnya. “K-kalian mau ngapain?! Jangan sakiti kami !”

Tawa Jova pudar dan tergantikan menjadi tersentak apa yang ingin kedua sosok lelaki itu lakukan padanya dan sahabatnya. “Mau macem-macem? Jangan kurang ajar, lo !”

Bukannya menjawab terlebih dahulu untuk menggubris dari omongan bentak Jova, sosok-sosok yang ada dihadapannya kedua gadis cantik berwajah raut tegang ini, justru melambaikan tangannya ke atas dengan rada menyerong badannya ke samping, layaknya ada seseorang lagi di belakang Freya-Jova.

Hal itu mereka berdua mengerutkan dahi kemudian menolehkan kepalanya ke belakang untuk menatap sesosok selain para lelaki tersebut yang mengintimidasi secara pakai senjata absurd. Tapi...

Kedua perempuan itu telah termakan tipuan yang mana tak ada siapapun di belakang, apalagi sekarang para lelaki tersebut sudah melancarkan aksinya untuk membius mereka dengan cairan hijau yang ada di dalam senjata pistol.

Sampai akhirnya pandangan mereka berkunang-kunang hingga menggelap tatkala seusai terkena pembiusan yang diberikan sosok-sosok bertopeng itu.

Flashback Off

“Lho! Kita kenapa dipenjara?!”

Mata Jova mengerjap cepat dengan tubuh sedikit tersentak nyaris melompat ke atas waktu mendengar suara pekikan nada lengking dari Freya yang pandangannya baru saja terbuang dari buram.

“Aku tahu siapa yang masukin kita ke dalem tempat buruk ini. Kamu masih ingat dua cowok yang menguntit kita dari belakang? Nah, itu yang bawa kita berdua. Sialan gak, tuh?! Benci banget, aku!” respons Jova berbagai kata.

Mulut Freya yang bungkam kini menganga dengan mata melotot. “Hah? Kamu yakin? Tapi, kenapa? Kita salah apa emangnya?!

Jova mendengus dengan kepanikan sahabat polosnya lalu kembali menatap wajah Freya yang ada di sampingnya. “Aku juga kurang ngerti kalau soal itu, Frey! Sesek, sumpah di sini. Mana tanganku diiket gini, lagi!”

Freya seorang gadis yang mudah terbuai dengan rasa ketakutan, mengeluarkan air kristalnya dari netra. “Kita gak akan dibunuh sama mereka kayak di film-film Hollywood yang sering ditonton Reyhan, kan?!”

Jova hanya diam karena tidak tahu harus menjawab apa lagi, meninjau kebimbangan nan kepanikan sahabatnya ia bingung harus berbuat seperti apa. Melakukan sesuatu untuk membebaskan diri? Mustahil! Mereka saja sudah terjebak di ruangan pengap-lingkup begini.

“Ingin berjuta-juta kali mencarikan cara untuk bebas dari ruangan ini, semua akan terasa sia saja.”

Suara Tenor yang tentunya dari nada pria, membuat kedua gadis itu memajukan tubuhnya lalu menggenggam bagian jeruji besi yang ada di tepat depannya. Gemanya suara tanpa wujud tersebut, berhasil membikin Freya mengernyitkan kening ditampung rasa takut, tak juga Jova yang malah menajamkan indera penglihatannya untuk mencari sosok yang telah bersuara.

“TUNJUKKAN DIRI LO SEKARANG JUGA, BANGSAT!!”

Freya membungkamkan bibirnya bertepatan linangan air mata meluncur hingga mencapai dinding bibir tipisnya, mendapatkan bayangan sosok jangkung yang terlihat dari luar ambang pintu. Meskipun tempatnya berada di atas setinggi 5 meter, namun gadis jelita ini bisa memprediksi bentukan tubuh itu yang nantinya muncul di bawah.

“Haha, selamat datang.”

Jova mengernyitkan kening dengan mulut sedikit membuka lebar, sosok lelaki belia berusia 17 tahun mengenakan pakaian hitam kostum drakula, sepertinya. Lihatlah, senyuman angkuh itu berhasil membuat gadis Tomboy ini merengut.

“Hiks, kamu siapa? Lepaskan kami dari tempat ini, karena aku dan sahabatku gak bersalah sama sekali! Kumohon ...” pinta Freya dengan mengeratkan pegangannya di jeruji besi.

Jova mengembus napasnya sambil memejamkan mata. ‘Nangis juga percuma, Frey! Dia bahkan gak mungkin mau ngelepasin kita dari ruangan adem ini.’ Ia menghadapkan pandangan netranya ke pemuda itu. “Ini pasti kerjaan buruknya elo, kan yang sengaja mengurung gue sama sahabat gue di sini?! Jawab!”

Lelaki itu yang posisinya melipat kedua tangan di dada bidang, menganggukkan kepala pelan bersama senyuman arogan. “Ya, terus? Kenapa? Kalian ingin aku lepaskan dari perangkap itu? Oh, jangan berharap!”

“Shits!” umpat Jova.

“Aku Cameron, penguasa dunia alam semesta yang luas ini! Dan jika mau bertanya kalian ada di mana sekarang, kalian berdua berada di bawah tanah bangunan kastil milikku. Bagaimana? Cukup lengkap, bukan?”

Merasa muak, Jova berpaling wajah dari Cameron yang sengaja memperkenalkan dirinya. Sementara si Freya, meneguk air liurnya dengan susah payah. Tidak masuk logika? Itu sudah jelas, bagaimana bisa pemuda yang ada dihadapannya ini adalah seorang owner?

Mungkinkah semua wilayah dunia semesta yang ada di sekitar hutan telah ia jelajahi serta kuasai? Hm, sepertinya iya.

“Penguasa alam dan kastil?” cicit Freya.

“Respons yang benar! Dan kau pasti sahabat masa kecilnya Angga, kan?”

Baru itulah Jova kembali menoleh kepala ke depan tepat di depan mata Cameron, hatinya terkejut usai mendengar pencetusan lelaki arogan tersebut.

“Tunggu, maksud lo Anggara Veincent Kaivandra?! Dari mana lo tau kalau Freya sahabat kecilnya Angga?!” sentaknya.

Cameron yang akan menjawab, langsung di sela oleh Freya. “Apa tujuanmu pada kami hingga kamu mengurung aku dan sahabatku di bawah tanah kastil?!”

“Tujuanku? Ya, karena ada suatu hal yang ingin aku selesaikan dalam singkat waktu. Tentang kau dan sahabatmu yang ditangkap dua lelaki sekaligus, itu adalah anak buahku yang sengaja aku suruh.”

“Suatu hal yang ingin aku selesaikan dalam singkat waktu, maksudnya tumbal spesial. Tapi kalian tenang saja .. kalian bukan target-ku, kok.”

Kedua gadis itu memasang raut bingung, walaupun sudah diberikan arti dari Cameron, namun mereka tetap belum bisa menangkap apa yang dirinya maksud. Hingga pada akhirnya lelaki tersebut melongok ke arah luar pintu entah apa yang ia lakukan setelah ini.

“Gordio.” Meskipun tak menggunakan nada tinggi, namun suaranya Cameron tetap saja terdengar angkuh untuk mengundang binatang peliharaannya.

Bola mata indahnya dari kedua gadis itu terpaku saat menangkap seekor binatang hitam yang mempunyai ciri khusus, berbulu nan bersayap. Ia terbang ke arah Cameron dan hinggap di atas pundak kokoh majikannya.

Tatlaka, Jova menyusutkan mata sipitnya. “Kok, gue kayak gak asing sama dari ciri-ciri burung Gagak punyanya cowok hati iblis itu? Pernah lihat, deh ...”

“Va, aku takut! Bukannya burung Gagak adalah salah satu binatang pembawa atau pertanda kematian?! Gimana kalau- eh?” Ucapannya Freya langsung terpangkas waktu tersadar ia bisa menggenggam pergelangan tangan sahabatnya.

Jova yang juga baru sadar akan hal ini, langsung melotot kaget. “Jir, perasaan tadi tangan kita berdua diiket, deh!”

Freya si gadis lugu terdiam sejenak saat ingatannya memutar balik ke durasi di mana Cameron hadir menampakkan diri. Ikatan tali yang menjerat anggota tubuhnya itu sebelumnya terbelenggu kuat, namun usai pemilik kastil muncul dihadapannya mereka justru itulah tali pengikat hilang tak kasat mata. Apakah Cameron sengaja membebaskan tangan dua manusia cantik itu pakai sihirnya?

“Aku tahu pasti kalian tadi sedang berpetualang untuk mencari dua sosok lelaki yang menjadi jiwa pendekat? Jadi, mari kita semua pantau keadaan mereka.”

“Kau paham dari kode-ku kan, Gordio?” tanya Cameron untuk menambah kalimat sambil melirik hewan kesayangannya.

Burung bermata merah menyala ini bersuara lagi seraya agak mengepakkan kedua sayap hitamnya untuk menjawab pertanyaan sekaligus komandonya Cameron.

Ludah Freya tak sengaja tertelan ke tenggorokan waktu menyaksikan cahaya laser merah yang dari kedua mata Gordio untuk merambat ke arah tertentu. Kini bahkan mereka berdua yang dikurung dalam penjara lingkup, disuguhkan oleh layar lebar.

“Ga ...” lirihnya Freya berucap saat mendapati keadaan sahabat masa kecil lelakinya yang tak berdaya di suatu tempat.

Sedangkan seperti Jova, memperhatikan Reyhan yang akan meraih tubuh lemah Angga dari tanah. Adegan di dalam layar sana lumayan menyakitkan bagi hati mereka berdua yang masih mempunyai nurani.

Freya menolehkan kepalanya kencang ke arah Cameron yang nampak santai menonton momen menegangkan itu. “Apa yang terjadi sama Angga?! Kamu gak melakukan sesuatu yang membuat nyawa dia kurang baik-baik aja, kan?!”

“Kurasa,” tanggap Cameron, singkat.

Hanya sekali jentikan jarinya Cameron, layar itu memudar lalu menghilang dari mata kedua gadis yang masih fokus mengamati kondisi Reyhan dan Angga nang non kondusif.

“Sudah puas, kan? Dari antara mereka berdua akan ada salah satu yang menjadi tumbal spesial-ku di bawah malam purnama.”

Jova yang sedari tadi dibuat jengkel pada sikapnya Cameron, meluapkan emosinya. “jawab pertanyaan gue, siapa yang bakal jadi tumbal malem elo?!”

“Yakin harus aku jawab? Ck, kau ini terlalu ingin tahu! Nanti saja, ya? Kalian pastinya akan paham siapa yang akan menjadi pilihanku. Dan, sebentar lagi mereka juga akan datang ke sini. Menemui kalian yang terlihat malang di tatapanku.”

“Keparat lo, Bangke!”

“Hahahaha, aku tidak peduli apa yang kau katakan, Jovata Zea Felincia. Tapi yang lebih jelasnya, kalian akan dipertemukan kembali dengan perasaan pedih dan kelabu.”

Freya serta Jova yang telah kehilangan pengamatan dari keadaannya sahabat lelakinya mereka, menegakkan badan dengan raut tegang yang terpasang di wajah mulusnya masing-masing. Sementara Cameron sendiri menancapkan senyuman licik di bibir.

...‹‹---𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔---››...

“Gue udah telat nyelametin lo ya, Ga? Bangun, napa?!” rengek Reyhan.

“Sekali lagi gue dengar lo berisik, mulut lo gue obras!”

Napas lelaki Friendly itu tercekat sebentar lalu membuka mulut dengan bahagia, mata juga ia lebarkan. “Weh, nyawa lo masih ada di tubuh?! Nakutin aja lo, ah! Kirain udah berpulang ke Rahmatullah.”

“Gue tidak selemah itu,” ujar Angga seraya membuka kedua matanya.

Nyaris gendang telinga pemuda Indigo itu pecah akibat suara teriakan kencang dari sang sahabat untuk membangunkannya. Diduga meninggal? Sebetulnya wajar saja, dikarenakan tubuh ia tak bergerak usai sosok gaib raksasa itu kalah di tangan Reyhan. Padahal, Angga hanya ingin melemaskan raga sejenak buat mengumpulkan tenaga energinya yang tipis.

“Syukur aja lo gak kenapa-napa, entar kalau lo beneran mati .. gue mau modus sama siapa? Jova? Ih, ogah!” tutur konyol Reyhan lalu membantu Angga bangkit.

“Sakit gak, tuh kena cakar? Ini hutannya berangin, Cok! Entar bisa jadi infeksi kalau nggak segera diobati.”

“It's fine.”

Grep !

Angga yang mulanya telah berdiri langsung tumbang ke tanah, tapi dengan sikap sahabatnya langsung menangkap tangan dan badan lemahnya.

“Sok kuat aja, lo! Padahal lagi lemah gini. Mendingan gantian gue yang tuntun lo jalan, kaki gue soalnya udah sembuh gara-gara banyak lari buat demi kesejahteraan jiwanya elo,” timpalnya.

“Lepasin gue.” Angga nampak menolak keras saat Reyhan merangkul tangannya di tengkuk untuk memapah.

“Enak aja suruh lepas! Gue Ikhlas, ya nolong lo yang lagi gak baik-baik aja kayak gini. Harusnya lo ngucapin syukur dan Alhamdulillah karena punya sahabat keren ini, bukan malah ngomel!”

Angga berakhir memutar bola matanya malas dengan mengeluarkan helaan napas dari mulut secara pasrah. Ia memang tak terbiasa ditolong oleh orang lain semenjak peristiwa yang telah terjadi di tahun silam.

“Ga, gue boleh nanya?” Reyhan memecahkan keheningan.

“Hm, ya.”

Mereka berdua membuka suara sembari melangkah untuk menyusuri hutan yang entah mau ingin menuju ke arah mana. Bahkan tak terdapat jalan pintasan kecuali haluan yang mengarah lurus ke depan.

“Tadi sebelum kita dibanting ke sini, lo kesakitan sambil pegang dada, ya? Apa karena itu dari faktor elo punya riwayat penyakit?”

“Jangan ngaco, gue gak mengidap penyakit apapun. Bahkan sejak lahir!”

“Ngegas lagi, coba ... padahal nanyanya santai, eh situ malah menggarong kayak musang ditinggal istri lahiran sama selingkuhannya!” protes lelaki humoris itu.

“Sudah cukup, lo jangan terlalu kepo atau menginterogasi gue tentang semua pertanyaan anehnya lo itu.”

‘Stres ini cowok, siapa juga mau interogasi? Orang cuman ngasih satu pertanyaan doang! Nyebelin, serius,’ batin Reyhan yang terus terang makin dongkol.

Di dalam perjalanan yang masih mereka tempuhi bersama, Angga perlahan menurunkan kedua kelopak matanya tuk memejamkan netranya. Kali ini ia mencoba tak menggerakkan tangannya buat menyentuh dada kirinya yang balik terasa sakitnya.

Tujuan ia menahan seperti itu agar Reyhan yang berjalan seiring dengannya tak merasa khawatir terhadap dirinya. Ini adalah suatu simbol di mana akan ada bencana besar yang bakal terjadi, maka dari itulah pertanda dimulai usai rasa sakit menerjang di bagian dada sampingnya.

“Eh, bentar! Ada yang jatuh dari saku celana lo.” Suara celetuk itu keluar lagi, membuat Angga ikut menyetop langkah.

Reyhan membungkukkan badannya tanpa melepaskan tangannya yang masih merangkul sang sobatnya, tangan kanannya ia gunakan untuk mengambil secarik kertas lusuh nan usang. Dan setelah mengangkatnya ke depan wajah sesudah menegakkan badan, pemuda itu melongo dengan sesekali mata mengerjap.

“Wait, ini bukannya kertas gambar yang tadi lo temuin di deket jurang? Haha, gila! Ternyata omongan gue bukan sembarang omongan, lo emang demen sama sketsa kastilnya!” girang Reyhan meledek Angga, membuat sahabatnya menghela napas kecil.

Sampai tiba-tiba, Reyhan membelalakkan sepasang matanya sembari masih memegang selembar kertas itu. “Pasti ada hubungannya soal bangunan ini!”

“Ya gak, Ga?!” lanjut Reyhan seraya menatap wajah dinginnya Angga.

“Gak tahu.” Lelaki berambut hitam itu berpaling dari kertas usai menjawab Reyhan dengan nada cuek.

“Hu, dasar! Orang nanya serius, juga. Gue jitak juga pala lo!”

Yang benar saja, Reyhan menjitak kepala sahabatnya yang ditumbuhi para helaian rambut hitam nan lebar itu. Angga tak melawan untuk membalas perbuatannya, melainkan diam saja.

Pemuda Friendly itu melirik mata Angga secara sekilas lalu mengarahkan bola netranya ke arah seberang danau yang ada di samping kanannya yang sejauh 3 meter.

‘Males banget gue punya sahabat yang tertutup gini. Dia gitu emang dari lahir apa gimana, dah? Nyesek bener hati gue !’

Tersadar Reyhan, ia melihat sayup-sayup bangunan tinggi macam gedung pencakar langit yang ada di kota tempat tinggalnya. Lelaki tampan itu terlalu susah memprediksi karena bangunan tersebut nampak lumayan terhalangi kabut.

“Ga-angga! Lihat bentar, Coy!”

“Hmmm!” Dengan rasa kesal, Angga menyesuaikan irama gerakan arah saat salah satu tangan Reyhan memutar dagunya untuk melihat apa yang sahabatnya tunjuk.

“Sekarang coba lo sipit mata lo dari sini, di sebrang danau sana ada bangunan gede! Jangan tebak pasti itu kastil kayak sketsa yang ada di kertas ini.”

Iris mata abu Angga seketika berubah sayu saat telah menatap bangunan menjulang tinggi yang patokannya diseberang danau tempat arah telunjuk Reyhan menuding. Kastil?

Mengapa setelah memandangi bangunan yang samar itu membuat otak Angga ketarik ke peristiwa lampau? Mendapatkan beberapa bayangan astral termasuk kastil hitam yang seginya sangat besar nan luas. Jujur saja, mengingat itu berjaya menyerang kepalanya.

“Ga, ayo kita jelajahi bangunan kastil itu! Gue tadi sempet ngeliat ada perahu kayu yang mengambang dipojok tepi danau.”

Reyhan yang melepaskan tangan lemas itu dari tengkuk, beralih menarik tangan sahabatnya tanpa mengetahui ada raut gelisah di wajah tampannya Angga.

Sesampai di tujuan, kedua lelaki itu menghentikan langkah kakinya saat telah memijak pertepian danau. Dengan gelagat semangat, Reyhan mencondongkan tubuhnya ke air danau sambil menunjuk sesuatu yang bisa menampung mereka berdua nantinya.

“Kita pakai perahu ini! Kelihatan udah bau tanah, sih. Tapi gak masalah, kan kalau kita naikin buat jalan ke seberang sana?”

Bau tanah? Ada-ada saja tingkah omongannya lelaki satu ini, bahkan tanpa memunculkan suara, kedua kaki Angga bergerak untuk mulai menaiki perahu. Tapi baru akan menumpanginya, pemuda pemilik gestur tubuh sempurna itu ditarik ke belakang oleh Reyhan sendiri.

“Sebagai ketua keamanan, gue harus mengecek apakah ada kerusakan di bagian perahu ini. Makanya, gue dulu yang menunggangi perahu! Baru setelah itu elo, oke?” ucap Reyhan dengan hati penuh kepercayaan diri.

Angga yang sudah terlanjur ditarik mundur, hanya membuang napas jengah dan memilih menuruti sahabatnya yang sekarang sukses menaiki perahu. “Sini, Bro. Giliran elo!”

Lelaki pendiam itu mengangguk kecil lalu melangkahkan kedua kakinya dan mulai menurunkannya di alas benda terapung, namun dikarenakan keseimbangan raganya tak terjangkau dengan baik, perahu yang telah disinggahi Reyhan bergoyang-goyang.

“Awas, Bray!” Dengan tangkas, lelaki Friendly itu menggenggam tangan kanan sahabatnya untuk menjaga keseimbangan tubuh Angga yang oleng.

Reyhan perlahan menurunkan tangan sobatnya untuk menyesuaikan tubuh Angga yang hendak duduk di tempat persinggahan seperti dirinya. “Tangan lo makin anget aja. Lo kuat dayungnya, gak? Kalau enggak, biar gue yang kerja.”

“Jangan, mana paddle-nya?”

“Lu yakin, Bang? Wajah pucet lo gak meyakinkan gue, Anjir.” Ia memicing kedua matanya seraya menyerahkan dua alat pendayung yang terbuat dari kayu.

“Gak usah pikirkan kondisi kesehatan gue untuk saat ini, tujuan kita ke mari apa? Lo ingin mengecek bangunan tinggi itu, kan?”

Reyhan membungkamkan mulut dengan cengengesan tidak jelas, jangan lupakan netranya yang menyipit. Nada dingin sahabatnya itu memang tak pernah lenyap dari pita suara, apalagi ia sampai bergidik ngeri melihat wajah datarnya Angga.

“Okelah, ayo kita mendayung!”

Akhirnya mereka berdua saling beraktivitas untuk mendayung perahu itu ke arah yang seharusnya dengan irama kompak. Bukan hanya sekadar mendayung saja, tetapi Reyhan mengisinya bersama senda gurau kendatipun tak digubris oleh sahabat. Kasihan sekali nasibnya.

Dipertengahan mendayung dengan merasakan tiupan angin halus yang menerpa kulit tubuh, bola mata Angga bergerak untuk tunduk ke bawah permukaan air danau. Entah mengapa raganya ia sedikit menegang saat mendapati sekelebat bayangan hitam yang berenang di dalam permukaan air atas perahu.

‘Barusan bayangan apa? Ikan?’ Angga seketika langsung cepat menggeleng, tak ada seekor ikan yang membuatnya tegang.

Reyhan yang dari tadi menengok belakang dengan senyuman ramahnya, menoleh ke arah sahabatnya yang ada di hadapannya. Keningnya berkerut waktu melihat wajah resah Angga, kawan sejati misteriusnya itu.

“Ga? Lo gak kenapa-napa, nih? Itu muka kenapa kusut amat, dah kayak sepatu lama yang jarang dicuci?”

“Gak.” Begitu cueknya Angga, menanggapi Reyhan dengan hanya sepenggal kata.

“Yakin? Dada lo kembali sakit kayak tadi? Mau istirahat aja? Biar gue yang arahin perahunya sendiri. Gimana?”

Angga mendengus lalu menaikkan bola matanya ke atas untuk melirik Reyhan dipadukan tatapan tajamnya. “Mau gue banting lo ke danau? Ricuh terus!”

“Eh, eh! Enak aja lo nawarin gue buat dibanting ke danau. Lo duluan sini! Orang gue begini, kan cuman khawatir kalau lo emang kenapa-napa. Apalagi suhu tubuh lo masih meningkat, noh!” sembur Reyhan dengan memiringkan bibir.

Angga memutar bola matanya malas ke satu arah untuk berpaling dari muka setianya Reyhan. “Jadi manusia gak usah sok perhatian, perhatikan diri dulu kayak gimana wataknya.”

“Lah, emangnya watak gue kayak mana? Jahat?” tanya Reyhan.

“Mungkin ...” respons lirih Angga.

“Biadab lo, Bang! Gue baik gini sama lo dikatain jahat. Gue kalau emang punya hati item, dari dulu gue maunya musuhan sama lo tanpa jadiin lo sebagai sobat!”

“Maaf.”

Reyhan sudah tak mengerti lagi terhadap pikiran dan ungkapannya Angga yang seolah terombang-ambing seperti ombak di laut, seandainya ia tahu semua tentang masa lalu sahabatnya. Bahkan hal ini justru bukan terlihat dampak dari lahir, namun akan sesuatu yang pasti. Dan Reyhan belum menemukan kuncinya untuk mengetahui indentitas Angga yang masih terbilang misteri.

“Putri Duyung Ariel yang suka pake kotang ungu lavender, andaikan engkau tinggal di dalam permukaan danau ini. Pasti sudah gue panggil buat sorong, nih perahu sampe ke ujung sana. Pegel tangan gue, Bah!”

Angga yang fokus mendayung perahu bersama sahabatnya, mengernyitkan dahi usai mendengar gerutu nan celoteh konyol itu. Bahkan hal tersebut sukses membuat ia menghempaskan napasnya dan lebih mengedepankan tujuan utamanya daripada harus mendengarkan mulut cerewetnya Reyhan.

Perjalanan yang masih lumayan jauh ini, berjaya membuat Reyhan mengeluh tak karuan, beda dari pemuda Indigo itu yang hanya diam memperhatikan gerakan haluan arah. Memang butuh sekitar 20 kilometer lagi untuk mereka bisa menuju ke bangunan super tinggi tersebut.

Tapi, ada yang membikin para lelaki itu berhenti mendayung perahu saat mereka merasakan guncangan hebat dari benda penampung tersebut. Saling membisu dengan kedua netra melotot, air keringat merembes sampai ke surai.

“Monster buaya, kah?” Reyhan bertanya dengan nada getar sambil menatap mata grey autentiknya Angga.

Di sela-sela ketegangan yang ada di hati mereka, lelaki Indigo itu menutup bibirnya dengan menerima suatu feeling buruk yang kemungkinan besar akan terjadi sebentar lagi. Bahkan arah letaknya pada sahabat humorisnya nang tengah ditekan oleh peristiwa yang belum pasti.

“Rey, ke sini!” Secara gesit, Angga menarik ujung atas hoodie sobatnya hingga berhasil menabrak tubuh lemasnya.

Bertepatan saat itu juga, tempat persinggahan yang Reyhan duduki ditusuk oleh semacam pucuk batu karang. Bukan hanya sampai situ saja, ternyata benda super tajam tersebut yang muncul dari bawah permukaan air danau juga sanggup menerbangkan perahu kayu di udara dengan batu karang yang menikam bagian benda penampung.

“G-gimana kronologinya lo bisa tahu kalau benda itu pengen nyerang gue?! Diluar nurul, sumpah!” kejut Reyhan dengan suara terbata-bata.

Angga cukup diam tak menjawab apa yang sahabatnya pertanyakan, bisa tamat riwayatnya bila ia jelaskan nang menjerumus ke sebuah kelebihan terpendamnya. Apalagi dirinya pula tak mempunyai pilihan lain untuk merespons dengan perkataan bohong.

Untung, Angga lekas cepat menyelamatkannya. Kalau tidak? Kemungkinan besar nyawa Reyhan di malam ini tak tertolong akibat terkena tusukan tajam dari batu karang tersebut.

KRAKTAK !!!

Apakah ini yang dinamakan beruntung? Tentu saja tidak! Terselamatkan dari batu karang yang lancip itu belum cukup bagi kedua pemuda itu. Karena lihatlah, benda yang memiliki kesamaan jenis seperti bentuk benda besar nan panjang itu bertambah menjadi satu untuk menikam bagian badan perahu lainnya agar cepat terbelah.

Angga yang posisinya ada di belakang, tubuhnya menjadi terhuyung dan jatuh ke air danau. Namun syukurnya, salah satu tangan lelaki itu ditangkap oleh Reyhan.

“Anjrit, jangan!” pekiknya saat ikut anjlok dari perahu yang telah lapuk, hingga mau tak mau harus rela bergelantungan di bawah benda itu nang masih mengambang di udara akibat tancapan sadis antara dua batu karang.

Rahang Reyhan mengeras waktu harus mampu memikul dua beban yaitu antara sahabatnya dan tenaga untuk berpegangan terhadap perahu.

Ia bukan takut karena tak bisa berenang, tapi atas kedalaman air danau itu yang terdapat makhluk predator pemangsa daging. Jika tercebur, mungkinkah mereka akan diterkam binatang danau?

...‹‹---𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔---››...

Cameron tak ada pudar-pudarnya untuk melenyapkan senyuman licik itu, ia terus memperhatikan layar buku tradisinya usai kembali dari bawah tanah kastil hanya buat meladeni dua manusia gadis yang masih terkurung dalam sangkar perangkap.

“Lelaki mata batin yang tidak mudah ditaklukan? Tapi jika auranya dibatasi, kau tak bisa berbuat apa-apa, kan?” Suara itu diselingi tawa yang langsung mengemukakan energi kejahatannya.

Cameron meletakkan gelasnya ke atas meja sebelahnya sesudah cairan darah sebagai minuman yang menyegarkan tenggorokannya, tandas. “Mungkin kau bisa menghindari siasat terbaikku, tapi ... kali ini kau akan merasakan apa yang akan terjadi.”

“Kegelapan di bawah bulan purnama.”

...‹‹---𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔---››...

Petir saling menyambar dan bersahutan di atas langit hitam, kilatan cahaya itu pun sampai mengundang air hujan yang tatkala mengguyur seluruh hutan termasuk para lelaki tampan ini nang masih terperangkap dalam kondisi urgen.

“Sial, mana hujan!”

“Anggara, kunci pegangan lo di lengan tangan gue, oke?! Jangan sampe perkara air dari awan ini membuat tangan lo terlepas dari gue!”

Angga menganggukkan kepala dengan berusaha mengeratkan telapaknya di lengan tangan sahabatnya yang terbalut oleh pakaian lengan panjang. Namun, fokus ia teralihkan pada suara misterius yang sumbang dan itu hanya bisa ia dengar secara sendiri.

Faseo, Portal Bintang Iblis ... terbukalah! Aku ingin mereka semua menjadi habitat spesial di malam hariku. Terbukalah dengan lebar !

Terdengar sederhana memang, tapi suara itu yang seolah mengucapkan mantra berjaya membuat kadar oksigen nang ada di dalam tubuh Angga merendah serta menipis. Tenggorokannya juga terasa kering seakan-akan sedang terkena dehidrasi akibat pendengarannya menangkap suara asing tersebut yang seperti mengancam nyalinya.

“Gak-gak, jangan potek! Ancur, entar!” Reyhan terlihat panik waktu menatap badan perahu itu akan terbelah.

Namun permintaan Reyhan yang sungguh ia dambakan agar perahu itu tak hancur, sia-sia saja. Akibat dari semuanya, karena sedikit demi sedikit badan benda penampung tergerak perlahan untuk membelah jadi dua bagian.

Di sisi lain, Angga yang sudah tak bisa menabung tenaganya lagi setelah suara misterius yang cukup membuatnya menderita dalam waktu sekejap, tangan kanannya nang menggenggam lengan Reyhan merosot ke bawah dengan kondisi mata yang nampak sayu.

“Ga-Ga! Pegangan yang kuat, Bro!” tegasnya saat merasakan genggaman lemas dari tangan sahabatnya ingin terlepas.

TRAK !

“Mati kita ... waaaaaaaaa!!!”

Telah tak ada lagi kesempatan emas untuk menyelamatkan diri dari situasi ini, mereka pada akhirnya terjun ke dalam air danau dengan kencangnya. Sementara belahan perahu yang sudah dipegang Reyhan kuat-kuat, ikut terperosok bertepatan kedua manusia itu terjerembap.

Di dalam permukaan air yang gelap, Reyhan berusaha mencekal tangan lemah milik sahabatnya agar sosoknya tak terpisah darinya. Namun, ada satu titik fokus yang membuat ia menoleh ke arah wajah pucat Angga.

Bola mata itu memang cukup sayu, bibirnya lumayan terbuka. Tapi apa yang pemuda Friendly pandang, tatapan netra Angga terlihat jelas kosong.

‘Gerbang portal sudah terbuka untuk menyaksikan kenikmatan di bawah langit malam ini, apakah hidup dan nyawa gue akan segera berakhir?’

Reyhan yang mendengar isi batin hati Angga, begitu tercengang. Matanya melotot seakan-akan tak percaya apa yang telah ia dengarkan barusan. Hidup serta nyawa sahabatnya akan segera berakhir?

Entah akibat karena oksigen yang tipis atau paru-paru yang kemasukan banyak air, netra Angga perlahan terpejam. Hal ini membuat sahabatnya ia menggelengkan kepala dengan mata mendelik, sementara salah satu anggota tangan Reyhan mulai menepuk pipi kucam milik lelaki Indigo tersebut.

Namun silau akan cahaya sesuatu yang menerangi iris mata hazel pemuda itu, berjaya melepaskan tangannya dari pipi Angga lalu melindungi wajah akibat terpaan cahaya keemasan.

‘Portal bentuk bintang? Kenapa ada benda gaib itu, di sini?!’ Tepat di depannya, sebuah portal lingkaran yang memiliki kepanjangan dan kelebaran ada di hadapan mata Reyhan.

Sementara itu, Angga nampak enggan membuka mata bahkan raganya tetap bergeming. Hingga pada hitungan detik kemudian, mereka berdua yang posisi tubuhnya mengambang di dalam permukaan air danau, diseret kuat oleh kilatan cahaya emas dari portal.

Tapi di situ, Reyhan lekas berpegangan tangan sahabatnya agar jarak raganya tak terpisah karena portal sakral itu. Apalagi keadaannya yang ditarik paksa, sang lelaki humoris kali ini hanya bisa pasrah.

‘Mau dibawa ke mana lagi, Ya Allah! Moga jangan diperlakukan yang aneh-aneh lagi, please.’

...‹‹---𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔---››...

BRUGH !!

Tidak ada 5 detik, mereka telah sampai di suatu ruangan walau harus merasakan betapa sakitnya dibanting dari ketinggian 5 meter.

“Lama-lama bisa remuk badan gue! Suka banget kalau banting gak mikir jarak, dasar portal bulet enggak punya otak!”

Reyhan bangkit dari baringnya sambil mengusap kepalanya yang terbentur ubin lantai, sampai ia teralihkan oleh pusat seseorang yaitu Angga. Pemuda tampan satu ini masih terlihat pingsan setelah dari peristiwa sebelumnya.

“Mampus, sahabat gue!” Dengan hati buncah, Reyhan mengubah posisinya cepat menjadi jongkok di samping Angga.

Di sisi tempat lain, kedua gadis cantik yang wajahnya termenung karena perkataan Cameron yang terdengar sedikit mengancam hatinya, memperhatikan Reyhan nang berusaha membangunkan Angga dari ketidaksadaran diri.

“Itu, kan Reyhan sama Angga sahabat kecilmu, Frey! Iya gak, sih?” ucap Jova, ragu.

Freya yang fokus mengamati, mengangguk dengan mata terpaku pada sahabat kecil lelaki tampannya yang sedang hilang kesadaran. Detak jantung milik gadis mungil ini, berdebar tak menentu. Apa yang telah terjadi dengannya? Itulah ungkapan tanya dari relung kalbu Freya.

“Ga? Ga? Duh, bangun lah, Bro ... lo tadi kenapa, sih pake acara pingsan lagi? Bikin panik aja lo, ah!”

Dengan berbagai cara, Reyhan berupaya menyadarkan sahabatnya yang masih belum ada pergerakannya sama sekali. Masing-masing dari kelopak mata itu, juga tak ingin membuka.

Reyhan Ivander Elvano !

Alis lelaki Friendly itu menegang bersama bola mata melebar. “Suara cewek siapa, itu yang manggil nama gue barusan?”

Ya, akulah! Masa Nyi Roro Kidul? Dasar, Cowok Aneh gak ketulungan

“Suara singanya khas banget di telinga gue. Jovata, ya?! Kamu di mana, Bleng?! Ada suaranya tapi bangkai orangnya gak ada.”

Kepala Reyhan mulai celingak-celinguk untuk mencari keberadaan sahabat perempuan Tomboy-nya, sementara Jova yang ada di sekitar ruangan, mendengus sebal pada ujaran kata lelaki paling resenya itu.

Ku congkel dua biji matamu, mampus entar! Mendingan sekarang kamu coba dongak ke atas, deh! Aku di situ !

“Hah, atas? Yakali itu bocah terbang kayak peri Tinkerbell- buset! Kalian berdua napa bisa sampe di atas sono?!” kagetnya hingga tubuhnya tersentak kaget.

Dijebak sama dua makhluk non etika, terus dimasukin ke dalem perangkap kayak ruang tahanan ini, deh! Tapi akhirnya aku sama Freya jumpa kalian lagi, huaaaa

Rey! Aku mau tanya, Angga kenapa?! Dia baik-baik aja, kan? Iya, kan?!

Pemuda berambut cokelat itu, bergantian untuk menolehkan pandangan ke arah gadis lugu yang bertanya secara agak berteriak.

“Uhuk!”

Reyhan menutup mulutnya saat ingin menjawab pertanyaan cemas dari Freya, lalu menoleh ke arah sumber suara yang terdengar keras di pendengarannya.

“Ga, lo udah sadar?!” pekik senangnya dan langsung duduk bersimpuh di sebelah sang sahabat.

“Uhuk!” Angga meraih bibirnya yang banyak ada tumpahan air dari dalam paru-paru sampai ke luar mulut. Ia mengelapnya hingga tak tertinggal sedikitpun bekas.

“Ayo gue bantu lo bangun,” cakap Reyhan lalu membangkitkan tubuh lemah Angga untuk ke posisi duduk.

Lelaki pemilik indera keenam yang belum sanggup meraup energi itu, mengambil napas dalam lalu membuangnya lamban. Sedangkan si Reyhan mengelus-elus punggung lemas sahabatnya.

“Sudah lumayan lega, belom? Pasti perut lo kembung gara-gara kecemplung di danau tadi,” tanya Reyhan dengan menunjukkan sifat perhatiannya.

Angga menundukkan kepalanya. “Tidak seburuk yang seperti tadi, mungkin ...”

“Mungkin?”

Di atas sana, para gadis berambut indah sepunggung itu cuma mengulas senyuman lega hanya karena melihat pemandangan kondusif yang tanpa ada tanda-tanda keburukan.

Lelaki berhati dingin itu, kemudian beranjak berdiri dari lantai lalu mulai mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Bola matanya sedikit demi sedikit melebar saat menatap ruangan luas yang membuatnya dejavu ini.

‘Tempat ini kenapa persis seperti di mimpi gue beberapa waktu yang lalu?’

‘Apa, gue harus menyerahkan semua kekuatan yang gue kuasai sejak kecil? Karena kehadiran portal emas berbentuk bintang itu sudah menjadi pertanda kalau jiwa gue akan bahaya,’ lanjut Angga dalam hati dengan kondisi mata yang berubah redup karena situasi ini.

Bersamaan itu juga, ia merasakan ada kejanggalan yang tiba. Dengan segera, Angga menoleh kencang ke belakang. “Woy, lepasin gueeeee!!”

Teriakan antara murka dan takut dari Reyhan yang tubuhnya ditarik-tarik oleh puluhan bayangan tangan hitam, berjaya membuat Angga bertindak. Dengan tenaganya, ia tarik sekuat-kuatnya untuk menolong sahabatnya dari para sosok tangan bayang.

“Lepaskan dia sekarang juga, Maksiat!” geram Angga.

Urat leher Reyhan nampak menonjol karena terlalu menahan tubuhnya agar tak berhasil digeret oleh para sosok bayangan itu yang entah ingin membawanya pergi ke mana. Sampai pemuda itu dibuat mati kutu saat mendapatkan siluet tubuh seseorang yang ada di tepat belakang raga Angga.

Bug, sudah hilang kesempatan meminta mengelak waktu bagian belakang kepala sahabatnya Reyhan dipukul keras pakai semacam tongkat panjang, hingga Angga tersungkur ke depan sampai pegangannya terlepas dari lelaki Friendly.

“WAAAA, TOLOOOOOONG!!!”

BLAM !

Pintu kayu tertutup sendirinya dengan kencang seakan terkena badai angin. Bahkan kedua gadis itu yang menjadi saksi mata menonton Reyhan nang digeret oleh para makhluk-makhluk bayangan hitam.

Di dalam sangkar ruang tahanan kecil, Freya dan Jova tak bisa memunculkan sepatah kata apapun karena mulutnya seolah tengah digembok. Melihat Reyhan dibawa pergi paksa oleh mereka yang sebatas bayangan untuk keluar dari ruangan serta Angga yang kembali pingsan usai dihantam tongkat pada seseorang nang masih setia di belakang ia yang kondisinya terlungkup.

Bukan teriakan, tapi linangan air mata yang timbul. Mereka berdua tak menduga bahwa pertemuan ini justru membawa malapetaka. Sungguh tidak adil!

INDIGO To Be Continued »

Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!