Chapter 17 | Abandoned Villa Building?

Setelah Anggara mengantarkan Jova dan Reyhan pulang, kini Anggara masih melanjutkan perjalanannya hingga tiba di Komplek Permata. Di jam dasboard mobil menunjukkan sudah pukul 20.00 malam.

Di dalam Komplek telah terlihat sunyi sepi hanya ada lampu-lampu sebagai penerang jalan. Anggara mengerem dan menghentikan mobilnya karena telah sampai di gerbang rumahnya dan pagar rumah Freya.

“Udah sampai, ayo turun.”

“Ini juga mau turun kok Ngga, hehe.” Freya membuka pintu mobil beserta menenteng tasnya di pundak lalu berpamitan pada Anggara masuk ke dalam rumahnya.

Anggara turun dari mobil dan melangkah ke gerbang rumah untuk membukanya lebar-lebar agar mobilnya bisa masuk ke dalam gerbang rumahnya. Anggara menatap rumahnya begitu sangat gelap, Anggara kembali masuk ke dalam mobil lalu memasukinya hingga sampai garasi mobil.

Anggara menarik tas punggungnya yang berada di samping kursinya lantas keluar dari mobil, menutupnya tak lupa Anggara mengunci mobilnya pada kunci.

Pip !

Pip !

Anggara berjalan membuka pintu rumah yang sudah ia buka pakai kunci rumahnya kemudian memasukinya, Anggara masuk ke dalam rumahnya sudah berasa masuk ke dalam rumah hantu yang sangat gelap gulita karena tak ada penerangan sedikitpun. Anggara menutup pintu rumahnya dari dalam terus menguncinya. Anggara meraba dinding tembok untuk menyalakan lampu ruang TV.

Ctak !

Akhirnya lampu ruang TV telah mendapatkan penerangan setelah Anggara berhasil menghidupkan lampunya. Setelah itu Anggara menghidupkan seluruh ruang yang masih gelap.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Reyhan melemparkan tasnya ke sembarang arah lalu ia membanting tubuhnya ke kasur King Size nya. Merasakan rindu pada kasur empuknya yang telah tiga hari tak ditempati. Reyhan merebahkan tubuhnya sejenak sambil menatap langit dinding cat putih. Rumahnya Reyhan nampak sepi karena Jihan dan Farhan (Mama dan papa Reyhan) Reyhan belum pulang dari Rumah omanya si Reyhan.

MEONG !!!

“EBUSET MEONG EH MEONG!” Reyhan reflek berkata latah saking kagetnya mendengar suara kucing yang ibaratnya sedang ngamuk.

Reyhan mengelus dadanya amankan jantungnya yang nyaris lepas dari organ tempatnya. Reyhan segera bangkit dari kasurnya lalu melangkah mencari suara amukan dari kucing yang sepertinya berasal dari dekat balkon kamar si Reyhan. Reyhan membuka pintu balkonnya dan ternyata benar, itu adalah suara kucing.

“Lah?! Ini kan kucingnya Jevran, kok bisa ada di balkon kamar gue, sih?”

Reyhan mengangkat kucing Jevran. “Pus-pus-pus, jangan cakar gue, ya kucing ganteng yang kayak majikannya.”

Reyhan mengelus lembut kepala kucingnya Jevran yang berbulu sutra berwarna putih bercorak abu-abu menawan, seketika kucing tersebut mendengkur bertanda menyukai Reyhan yang dengan lembutnya membelai kepalanya bahkan kucing Jevran sampai memejamkan kedua matanya karena nyaman di gendong oleh manusia yang bernama Reyhan Ivander Elvano.

“Kok lu bisa ada di kamar balkon gue, sih? Di usir sama majikan lo ya, yang sifatnya anjing?”

”Sekarang gue anterin lo pulang dah, kasian noh pasti tuan majikan lo nyariin elo.”

Reyhan mengajak ngobrol pada kucing Jevran dengan secara nada dramatis. Reyhan mendekap kucing Jevran di dada dan akan berbalik badan untuk pulangkan kucing kesayangannya Jevran. Namun, baru saja menutup pintu balkon kamar tiba-tiba telinga Reyhan pengang karena mendengar suara teriakan tetangganya yang bernama Jevran Adifian Leandro. Ia berteriak memanggil Makabe yaitu lah kucingnya yang mau di pulangkan Reyhan.

“MAKABEEEEEEE!!!”

Reyhan mendengus sebal. “Anjir suara lo kek terompet sangkakala anying! Lu napa sih, manggil kucing lo pake teriak-teriak kayak kesurupan tokek!” bentak Reyhan.

“Eh Sorry Rey, anu gue nyari Makabe, nih. Dia gak pulang-pulang kayak bang Toyib. Lu liat kucing gue kagak?”

“Mata lo ketutup sama cangkang keong, ya? Noh, kucing elo ada di sini.”

“Buset! Kenapa kucing gue ada di pada lo?!” tanya Jevran curiga dengan mata penuh selidikan.”

“Apa? Lu mau nuduh gue?! Ini kucing ada di balkon kamar gue. Gue juga gak tau kenapa kucing lo bisa ada di balkon kamar, apalagi gue kan abis pulang dari kota Bogor.”

“Hah, kota Bogor?! Gilak pake banget, ngapain lo disana? Sama siapa di sana??”

“Kepo banget sih lo, Vran.”

“Biarin, dong! Ayolah cepet kasih tau, lo ngapain di kota Bogor, hehehe!”

Reyhan membelai-belai bulu Makabe sang kucing Anggora-nya Jevran dengan nyengir. “Hehe, gue pergi ke kota Bogor karena liburan camping di hutan sana bersama sahabat-sahabat gue.”

“Parah! Gak ngajak-ngajak gue, lo! Tapi gue gak kagum deng, lo gak mungkin pergi camping di hutan sendirian. Elo kan cowok penakut dan parnoan sama yang namanya setan.”

“Anjir lo! Masih aja apal sama aibnya gue! Tunggu gue di sono! Ini Makabe bakal gue pulangin ke elo!”

“Gak usah ngegas kali, Nyuk!”

Reyhan berbalik badan untuk pergi keluar rumah menyerahkan kucingnya pada Jevran. Reyhan turun menelusuri anak tangga lalu melangkah membuka pintu rumah dan membuka gerbang rumahnya.

Terlihat Jevran menunggu Reyhan dari depan gerbang rumah tetangganya yang membuka gerbang. Tangan Reyhan membentang untuk menyerahkan Makabe ke Jevran. “Noh, ini kucingnya! Dijaga baik-baik, daripada hilang lagi! Keluyuran di komplek sih nggak masalah! Tapi kalau udah sampai keluar dari gang komplek, mampus lu!”

“Iye-iye, maap! By the way, makasih ya, Bro!”

“Yoi. Sama-sama Bray, kalau gitu, gue mau masuk rumah dulu, ye.”

“Siap, Laksmana! Eh tunggu dulu, Bro! Besok pagi kita olahraga sepeda, yok! Buat refreshing tubuh, biar tetep bugar, hahaha!”

Reyhan mengacungkan jari jempolnya. “Mantap! Besok lo bel aja rumah gue!”

“Markotop! Monggo (Silahkan) segera istirahat tidur, kawan! Jangan lupa mimpi buruk!”

“Oke, siap- eh?! Tetangga kampret, lu!”

Jevran langsung berlari ngacir bersama gendongan Makabe yang sudah ia dekap dalam dadanya. Reyhan mendengus kesal pada tetangganya yang tidak ada akhlaknya sama sekali. Reyhan memutuskan untuk masuk ke dalam rumah tak lupa menutup gerbang serta mengunci pintu rumah agar maling tak masuk seenaknya.

Di dalam rumah, Reyhan menaiki undakan tangga kembali berjalan ke kamar buat ambil handuk dan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Anggara yang sudah usai mandi segera kembali ke kamarnya, namun tiba-tiba tubuh Anggara sempoyongan dan ambruk ke kasur empuknya untung saja ambruknya di situ bukan di lantai yang membuat tubuh Angga sakit karena terbentur lantai kamarnya.

Anggara bingung ada apa dengannya, kepalanya juga secara munculan menerjang berdenyut-denyut sangat sakit. Anggara meraih kepalanya dan memegangnya seraya mengernyitkan matanya kuat-kuat, Anggara sedikit mengerang kesakitan akibat kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit sekali.

“Akh! Kenapa kepala gue ini! S-sakit, argh!”

Anggara merintih kesakitan dengan memegang kepalanya bersama kedua tangannya serta membungkukkan badannya ke bawah karena sakit kepala ini malah justru menjadi-jadi. Padahal sebelumnya Anggara tidak ada apa-apa, namun sekarang malah seperti ini. Tak kunjung reda pun sakitnya, kalaupun Anggara mengalami cedera kepala itu sepertinya tidak mungkin.

Tring !

Tiba-tiba disaat Anggara sedang dilanda rasa sakitnya kepala, sebuah notifikasi pesan di WhatsApp bergetar dan berbunyi berasal dari ponsel milik Anggara. Tangkas Anggara ambil handphonenya dari meja nakas samping kasur lalu Anggara mengecek siapa yang mengirim chat jam 21.00 malam ini.

“Mama,” lirih Anggara tak ayal membuka isi chat dari Andrana.

...----------------...

...MAMA...

[Mama]

Nak, Anggara?

[Mama]

Gimana kabarmu di Jakarta, Sayang? Semua baik" aja kan?

^^^Iya, Ma. Baik" saja^^^

[Mama]

Alhamdulillah kalau Anggara baik" aja

[Mama]

Maafin Mama sama Ayah ya, Nak

^^^Lho, kenapa minta maaf, Ma^^^

[Mama]

Minta maaf, karena mama dan Ayah sudah terlalu lama meninggalkan Anggara sendirian di kota Jakarta. Tapi bulan depan besok, orangtuanya kamu ini bakal balik lagi, kok

^^^Mama nggak perlu minta maaf sama Anggara. Anggara sudah terbiasa ditinggal kalian berdua, tugas dinas kalian lebih utama. Tapi Anggara senang, karena 1 bulan lagi kalian kembali lagi ke sini^^^

[Mama]

Iya, Sayang... Oh iya, bagaimana sama tesnya kemarin? Semuanya lancar" saja kan, Nak?

^^^Alhamdulillah, semuanya lancar kok, Ma^^^

[Mama]

Alhamdulillah. Kamu memang anak yang hebat, ya! Soal pelajaran bahkan tes PAS kemarin bisa kamu kerjakan dengan mudah

^^^Anggara seperti ini karena keturunan dari ayah dan juga opa, kan Ma?^^^

[Mama]

Hehehe. Iya, Anggara. Yasudah, lebih baik sekarang kamu segera tidur ya, Nak? Ini juga sudah malam

^^^Iya, Ma. Mama juga, ya?^^^

[Mama]

Itu pasti, Nak...

...----------------...

Anggara meletakkan kembali HP-nya ke atas meja nakas, sedari tadi saat sibuk mengetik-ngetik keyboard untuk membalas chat dari Andrana, Anggara hanya menggunakan satu tangan jari ibu jari sementara satu tangannya lagi terus saja menyentuh kepalanya berusaha untuk menahan sakitnya yang kini ia derita. Anggara sempat terpaksa berbohong pada Andrana kalau ia baik-baik saja, sebetulnya ia sedang tidak baik-baik saja. Anggara tak ingin Andrana dan Agra menghawatirkan dirinya yang hanya anak semata wayang dari mereka berdua.

Anggara memilih membaringkan tubuhnya di kasur, kepala ia letakkan di atas bantal dan tak lupa untuk menarik selimutnya. Anggara pejamkan kedua mata barangkali sakit kepala Anggara mereda setelah ia buat untuk tidur semalaman.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Ting tong !

Ting tong !

Ting tong !

Tidur Anggara terusik karena suara bel rumah yang di bunyikan oleh seseorang di luar rumahnya. Anggara menyingkap selimutnya lalu mengumpulkan nyawanya sekitar sampai 5 menit lalu setelah itu Anggara melangkah membuka pintu kamar dan turun dari undakan anak tangga diiringi rasa sakit kepala yang masih menyerang.

Di luar jendela balkon sebelum Anggara meninggalkan kamar, langitnya masih terlalu pagi dan jam dinding masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Siapakah yang membunyikan bel rumahnya di pagi buta seperti ini. Anggara melangkah lagi untuk membuka pintu rumahnya.

Cklek !

Anggara terkejut yang membunyikan bel adalah Freya, sahabat kecilnya Anggara sekaligus tetangga yang berada di sebrang rumah Anggara. Anggara melihat Freya menyangga sepeda ontel pics cantiknya serta lonceng sepeda ciamiknya.

Baru saja Freya mengatakan sesuatu pada Anggara, mulut Freya menganga melihat wajah Anggara yang pucat beserta rambutnya yang berantakan.

“A-anggara?! Mukamu ko-”

“Pucet?” tanya Anggara di tanggap Freya anggukan kepala cepat.

“Gitu ya?” tanya Anggara lagi memastikan anggukan dari Freya.

“Iya, muka kamu hari ini pucet! Kamu sakit, ya?!”

Anggara bingung menjawabnya, berbohong kali ini sulit karena posisi ia tengah berhadapan dengan Freya. Bahkan Freya perempuan yang terkadang tidak bisa dibohongi. Anggara mengusap tengkuknya seraya memalingkan wajahnya dari Freya yang bertanya pada ia penuh khawatir.

Anggara menolehkan wajahnya ke Freya. “A-aku cuma- emph!”

Ucapan Anggara terpotong karena kepalanya yang seolah ditusuk paku menganggu jawaban Anggara untuk Freya yang menanya-nya. Freya spontan standar-kan sepeda ontelnya lalu menghampiri Anggara panik yang memegang kepalanya dengan mata terpejam kuat serta bibirnya yang ia katupkan rapat-rapat.

“Anggara, kepalamu sakit?! Ayo kita masuk dulu aja!”

Freya langsung menggiring Anggara pelan masuk ke dalam rumahnya lalu melangkah pergi ke kursi sofa untuk mendudukkan Anggara di sofa abu-abu pasir tersebut. Freya duduk di samping Anggara plus menyongsong menghadap Anggara.

Freya menatap Anggara yang tengah kesakitan memegang kepalanya, erangan sakit Anggara membuat Freya menjadi kalut hatinya serta getir. “Kamu tunggu bentar ya, biar aku buatin teh dulu untuk kamu.”

Freya berlari ke dapur dan mulai membuatkan Anggara teh untuknya. Anggara mengubah posisi duduknya menjadi setengah rebah. Tak lama kemudian Freya datang membawakan gelas berisi teh pada Anggara yang kini sahabat cowok kecilnya mendadak lemas.

“Ngga, bangun dulu, yuk. Nih, tehnya udah aku buatin. Di minum ya,” tutur lembut perintah Freya pada Anggara.

Anggara mengangguk lalu bangkit dari setengah rebahnya yang kepalanya sebelumnya ada di atas sofa empuknya. Dengan tangan lemasnya Anggara menerima sodoran teh dari Freya.

Freya nyengir bersama hati getir. “Hati-hati, Ngga. Tehnya masih panas.”

Anggara lagi-lagi meresponnya dengan anggukan. Anggara segera meneguk perlahan teh buatan Freya. Freya terus memperhatikan Anggara meminum teh yang ia buat tadi di dapur. Anggara kemudian meletakkan gelas teh ke meja di depannya lalu Anggara sandarkan punggungnya serta kepala yang ia dongak ke atas, mata juga ia tutup untuk meredakan sakit kepalanya.

“Anggara-”

“Jangan kasih tau mama ayahku ya, please jangan kasih tau mereka kalau aku lagi kayak gini.”

‘Baru aja aku mau nanya itu sama Anggara, eh malah udah duluan Anggara.’

“Loh, kenapa Ngga? Kan, biar mama ayah kamu tau kalau kamu lagi sakit.”

“Aku bilang jangan Frey, aku hanya gak mau mama ayah khawatir sama aku.”

Freya menghela napasnya. “Yaudah deh gak aku kasih tau, tapi apa kita pergi ke rumah sakit aja? Biar kalau ada apa-apa langsung di tangani.”

“Gak usah,” sangkal Anggara.

“Masa gak usah? Nanti kalau sakit kepala kamu tambah parah, gimana?!”

“Udah Frey, kamu gak usah khawatir banget sama keadaan aku. Aku cuma kecapekan aja kok, nantinya juga pasti bakal sembuh.”

“Huh, yasudah deh kalau memang hanya kecapekan. Oh iya, sebenarnya aku mau ngajak kamu main sepeda mumpung masih pagi. Tapi ngeliat kamu lagi sakit gini, kita tunda, deh. Lain waktu saja refreshing-nya.”

Anggara yang sebelumnya mendongakkan kepalanya di atas kini menolehkan kepalanya ke Freya serta membuka matanya. “Gara-gara aku, ya?”

“Bukan, kok. Nggak apa-apa kalau hari ini ditunda dulu, lebih baik kamu sehat saja dulu.”

Anggara tersenyum. “Oke. Kalau aku memang udah kembali sehat, kita refreshing pagi.”

“Hehehehe! Siap, Tuan Anggara,” ucap Freya dengan memberikan dua jari jempol kanan kirinya.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Reyhan masih setia dengan tidurnya bersama memeluk gulingnya. Tetapi rasa kenyamanan tidur Reyhan terganggu pada suara bel rumah yang di bunyikan beberapa kali. Reyhan auto berdecak kesal dengan segera bangun duduk. Masih setengah sadar dan belum mengumpulkan nyawanya.

Ting tong !

Ting tong !

“Aaaahhh!! Siapa, sih gangguin orang lagi tidur?! Gak ada akhlak bener!” kesal Reyhan bernada seperti orang habis bangun tidur.

Ting tong ting tong ting tong !!!

“Woi!! Anjir! Siapa, sih sebenernya?! Fix ini pasti Jevran si tetangga somplak!”

Reyhan yang geram langsung keluar dengan langkah hentakan kaki seperti hulk sedang mengamuk dunia kota. Usai turun dari tangga, pemuda humoris tersebut segera menuju ke pintu rumahnya yang berjenis dia daun pintu.

Cklek !

Reyhan membuka pintu rumahnya dengan posisi wajah masih berminyak dan rambut yang acak-acakan berantakan. Hal itu membuat Jevran yang membawa sepeda melongo melihat kondisi tetangganya tersebut.

“Heh! Lo bisa gak sih, kalau bel rumah orang punya akhlak dikit?! Ganggu kuping gue aja!“ sebal Reyhan kemudian menguap sembari menutup mulutnya.

“Hehehe! Maap-maap! Yaudah sono, siap-siap dulu. Parah bener lu, masa jam segini lo masih enakan bobok? Gue aja jam lima tadi udah bangun.”

“Itu lo-nya aja yang semangat! Cepetan masuk!” sarkas Reyhan yang matanya masih kantuk.

Jevran pun langsung menerobos Reyhan masuk ke dalam rumah sekolahnya sekaligus tetangga dekatnya. Jevran langsung membanting tubuhnya di kursi sofa yang berasa itu miliknya.

“Berasa rumah sendiri ya, Bro?”

“Ehehehe iye nih, kan lo tetangga gue ... ya jadi tau lah sifat gue kek gimana sama kebiasaan gue kayak gimana.”

Reyhan mengembuskan napasnya. “Yaudah, gue tinggal mandi dulu, ye. Lo tunggu sini. Gue gak bakal lama, kok.”

“Iye, siap!”

“Oke.”

Reyhan pergi naik tangga untuk melaksanakan mandi terlebih dahulu sebelum pergi mengayuh sepeda bersama Jevran. 5 menit kemudian Reyhan telah selesai mandi dan segera menaruh handuk ke tempat asalnya lalu turun tangga untuk menghampiri Jevran yang matanya tengah asyik menonton sebuah film horor di Youtube. Melihat kedatangan Reyhan kembali, Jevran langsung noleh dan menghentikan durasi filmnya.

“Ayo, keburu nanti panas.”

Jevran mengangguk lalu memasukan ponselnya ke dalam kantung saku celana training panjangnya, kemudian beranjak dari kursi sofa berlalu berjalan keluar dari rumah Reyhan. Di ikuti oleh Reyhan di belakang serta membawa ponselnya dan memasukan handphonenya ke dalam saku celana training abu-abunya.

Reyhan menutup pintu rumahnya lantas pergi ke garasi untuk mengambil sepedanya di sana, usai itu Reyhan menaiki sepedanya dan mengayuhnya keluar dari gerbang rumah begitupun juga dengan Jevran.

Dua pemuda itu kini berkeliling komplek dengan mengayuh sepedanya masing-masing, udara pagi jam 07.00 memang masih terasa sejuk dan segar sangat pantas untuk kesehatan tubuh dalam olahraga bersepeda pagi yang langitnya cerah tak mendung.

Usai banyak berkeliling komplek dan menyapa ramah banyak warga komplek, Reyhan dan Jevran memutuskan untuk beristirahat di warung dan membeli air botol mineral dingin. Mereka berdua memarkirkan sepedanya di tempat parkiran yang telah di sediakan oleh pak Dodi si pedagang warung hati ramah di komplek Kristal.

Reyhan dan Jevran duduk di kursi kayu panjang yang telah tersedia-kan serta meja untuk makan minum dan sebagainya. Reyhan beranjak dari kursi panjang akan pergi membeli botol air mineral dingin.

“Rey! Gue juga beliin, ye!”

“Dasar anak sulung! Bisa kagak, sih pake uang lo aja?! Nanti duit gue bisa abis!”

“Alah! Gitu amat, sih Rey? Terakhir, dah terakhir! Besok kalau kita jajan lagi di sini, gue bakal bayar sendiri, hehehe!”

“Yoi, dah. Bentar!”

Reyhan memutar bola matanya malas dan berbalik badan membeli dua botol air mineral dingin. Reyhan celingak-celinguk mencari keberadaan pak Dodi berada. Ternyata pak Dodi sedang tengah duduk di kursi sofa single kecil sambil sibuk membaca koran.

“Pak Dodi,” panggil Reyhan ramah.

Seketika itu pak Dodi melepas kacamata khusus membaca koran dan meletakkan kacamatanya di kotak kacamata lalu menutup korannya dan menaruhnya di meja samping sofa kecilnya. Pak Dodi menghampiri Reyhan yang memanggilnya tentunya akan membeli sesuatu.

“Eh kamu toh Rey. Wah, udah lama gak liat kamu.”

“Yaelah Pak, baru juga tiga hari, hehehe.”

“Memangnya selama tiga hari itu, kamu ada dimana?” tanya pak Dodi ingin tahu.

“Abis PAS libur satu bulan, masa diem di rumah bae. Ya mesti liburan dong Pak, liburan di luar Kota Bogor tentunya.”

“Eh tunggu bentar, berarti kamu kemarin liburan di hutan kota Bogor?”

“Lah? Kok Pak Dodi bisa tau kalau Reyhan liburan di sana?? Dikasih tau sama siapa, Pak?”

“Ya, gak dikasih tau siapa-siapa Rey, Bapak cuma nebak aja. Tapi, apa bener kamu liburan di sana? camping, kah?”

“Betul Pak, Reyhan sama ketiga sahabat Reyhan pergi ke sana karena liburan Camping di hutan Bogor.”

“Aduh, kamu ini ya! Tapi kamu sama sahabat-sahabat kamu gak camping sampe puncak hutannya, kan?!”

“Tenang saja. Kami nggak sampai di puncak, kok. Hanya di pertengahan hutan doang.”

Pak Dodi mengelus dadanya bernapas lega. ”Huh, Alhamdulillah kalo begitu. Begini nih Rey, mau kamu, keluarga kamu, ataupun temen-temen kamu jangan pernah pergi ke puncak hutan Bogor itu. Bahaya banget, taruhannya nyawa bener!”

Reyhan berkata hati-hati, “Bapak tau semuanya tentang puncak hutan di kota Bogor?”

Pak Dodi mengangguk antusias. “Iya Rey, semuanya Bapak tau. Sampe-sampe ada berita satu tahun yang lalu peristiwa tewasnya anak remaja SMA seusia kamu jadi korban jiwa karena bertempat di sana.”

“B-bertempat di sana? Apa itu rumahnya?” tanya Reyhan dengan lirih nada.

“Bukan Reyhan, tetapi bangunan villa.”

“Bangunan villa?”

“Iya, di atas puncak hutan Bogor ada bangunan villa yang dulu bagus sekarang jadi terbengkalai.”

Reyhan terdiam pada ceritanya pak Dodi, mengenai puncak hutan Bogor tersebut. Tak ingin memikirkan terlalu dalam, Reyhan segera membeli dia botol air mineral ke pak Dodi.

Tetapi detik kemudian Reyhan malah termenung dalam pikiran perkataan ucapan panjang lebar dari Pak Dodi. Bangunan villa? Terbengkalai? Bahkan Reyhan yang aktif pada media sosial sampai tidak tahu mengenai bangunan Villa tersebut di hutan puncak Bogor.

Setelah membeli dua botol air mineral dingin, Reyhan tersenyum Friendly kepada pak Dodi lalu berbalik badan mendatangi Jevran yang memutar-mutar ponselnya dengan tangan ia topang di dagu. Reyhan duduk di hadapannya seraya memberikan satu air botol mineral dingin padanya.

“Sorry, gue lama.”

“No problem, meski ini tenggorokan gue udah kering.”

Jevran menoleh ke belakang pada pembeli yang tengah membeli obat. Jevran menyipitkan matanya, seorang pemuda dengan gaya rambut seperti Anggara, tingginya serta postur tubuhnya yang sempurna hanya saja warna kulitnya sedikit hitam.

“Woi-woi, Rey!”

“Apaan?”

“Coba lo liat orang yang beli obat itu, bukannya itu si Anggara, ya?”

“Hah? Anggara? Ngaco kali mata lo, mana mungkin Anggara beli obat di warung sampe di komplek kita.”

“Eh tapi seriusan njir, kayak si Anggara dah, itu.”

Reyhan menajamkan matanya melihat betul-betul apakah benar itu adalah Anggara. Saat pemuda tersebut sudah membeli obat, pemuda tersebut menoleh ke arah Reyhan. Reyhan yang tengah meminum air mineral, seketika menyemburkan airnya saking kagetnya. Pemuda tersebut langsung menghampiri Reyhan yang tersedak dan terbatuk-batuk.

“Eh?! Lo nggak kenapa-napa?!”

Reyhan mengelap sisa airnya yang basah di luar mulutnya. “Eh, iya gue gak kenapa-napa, kok!”

‘Bjir, ini orang kayak rada Anggara bener mukanya !’

“Ehm .. boleh pastiin nama lo, nggak? Nama lo Anggara Veincent Kaivandra, bukan?”

“Oh, bukan. Mungkin lo salah orang, nama gue Rangga Vindo Gavindra, panggil aja Rangga. So, salken (Salam kenal), ya.”

Dengan ramah Rangga mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Jevran. Jevran pun tak ragu untuk mengulurkan tangan dan menerima jabatannya. Jevran mengukirkan senyumannya begitu juga Rangga.

“Hai, salken juga Ga! Nama gue Jevran Adifian Leandro dan lo bisa panggil gue Jevran. Oh iya sama ini nih, kenalin ini temen sekolah gue plus tetangga gue. Namanya Reyhan Ivander Elvano, biasa di panggil Reyhan.”

“Oh, oke. Salken ya Reyhan, gue Rangga orang baru di komplek ini.”

“Ahahaha! Iya salken juga Ga. By the way barusan gue denger lo anak baru, ya di komplek Kristal ini? Pindahan dari mana??”

Rangga tersenyum tipis. “Gue pindahan dari kota Bogor.”

“Wah! Mantap-mantap!” kagum Reyhan.

“Oh iya, Ga. Sekarang rumah lo yang ada di komplek ini di sebelah mana??” tanya Jevran penasaran.

“Rumah gue di sebelah rumah pemilik kucing yang kucingnya punya ciri-ciri jenis Anggora, bulunya putih bercampur loreng-loreng abu-abu.”

BRAK !

“Mantap jiwa, Bro! Berarti elo adalah tetangga gue dan Reyhan.”

“Ya Allah gusti! Bisa gak sih lo Vran, tanpa gebrak meja?! Bikin jantung orang mau copot aja, dah!”

“Hahahaha!” Rangga tertawa dengan menggelengkan kepalanya pada tingkah konyol dua teman barunya yang rupanya tetangga dirinya

CTAAAAARRR !

Sebuah suara petir menggelegar kencang membuat Reyhan, Jevran dan Rangga terlompat kaget bukan main. Langit yang tadinya cerah kini berubah menjadi mendung sebentar lagi rintik-rintik hujan akan turun dan mengguyur seluruh bumi. Sungguh tak sepadan pada senda gurau para tiga pemuda SMA tersebut.

“Buset! Bentar lagi hujan, nih! Pulang aja, yok!” ajak Jevran cepat.

“Yok. Oh iya, Ga. Lu bareng kami berdua aja, kan rumah lo sama rumah kami deketan, hehehe!” ujar Reyhan seraya berdiri.

Rangga mengangguk dan akan meninggalkan warung pak Dodi begitupun Reyhan dan Jevran itu meninggalkannya. Mereka bertiga menelusuri melewati rumah-rumah warga komplek dan cepat-cepat untuk pulang masuk ke dalam rumahnya masing-masing.

Tentang bangunan villa dari letak puncak hutan Bogor, jujur dalam hati Reyhan masih bertanya-tanya. Rasa penasaran Reyhan meningkat tinggi, sepertinya setelah sampai rumah nanti Reyhan akan mencari tahu tentang bangunan villa itu melalui Internet laptopnya.

INDIGO To Be Continued ›››

Terpopuler

Comments

theo

theo

bagus banget kak alur ceritanya

2022-04-17

4

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!