Chapter 9 | Calamity Attack

...(Comment tiap paragraf, ya...)...

...Harap hati" karena typo bertebaran...

...-HAPPY READING-...

Langit sore telah berubah menjadi langit malam. Tak ada bintang indah bertaburan, bulan juga sudah tertutup oleh awan hitam. Empat remaja yang usai dibuat tanya-tanya oleh salah satu video konten yang mana di situ terdapat sekelebat penampakan burung Gagak berjaya membuat mereka lelah dan memutuskan untuk tidur karena sudah larut malam.

Angga mengubah posisi baringnya jadi menyamping lepau memasuki mimpinya tanpa ada rasa gelabah karena telah dua kali mengalami kejadian seteru itu di alam bawah sadar. Tapi, Tiba-tiba ia mendengar semacam suara gaduhan yakni dentuman keras yang letaknya di daerah ujung hutan dari tempat tendanya begitu juga tenda para sahabatnya. Hal ini, membuat Angga kembali terjaga lalu mencoba mempertajam pendengarannya untuk mendengarkan suara gema tersebut yang sekarang justru berubah sunyi.

Baru hendak menegakkan posisi duduknya di atas alas, kedua iris abu Angga terpaku waktu lelaki tampan itu mendengar suara yang berbeda yaitu teriakan histeris dari seorang wanita asing. Dampak karena jiwanya dibuat penasaran oleh suara tersebut, Angga memilih mengeluarkan diri dari tenda hitamnya dan tak lupa membawa senter untuk penerang sekitar.

Rupanya diluar tak hanya Angga saja yang keluar karena mendengar teriakan, tetapi kesemua sahabatnya pula dapat gangguan tidur dikarenakan kebisingan yang mencapai daerah lapang tempat mereka mendirikan tenda untuk camping.

“Kamu juga denger, Ga?” tanya Freya yang baru sadar Angga keluar dari tenda.

Angga menolehkan kepalanya ke arah sahabat kecil perempuannya lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sementara seperti Jova dan Reyhan, mengedarkan pandangannya bersama suasana mata yang kantuk berat.

“Anjrit, gangguin orang aja yang lagi enak-enakan mimpi ketemu bidadari!” gerutu Reyhan sambil mengucek-kucek mata.

Jova yang menguap, menutup mulutnya dengan mata setengah terbuka. “Bidadari apa yang kamu maksud?”

“Bidadari yang lagi renang kipit-kipit di dalem sumur, Pinter. Bidadari Surga, lah! Aku tau kamu aslinya ngerti apa yang aku maksud tadi, tapi kamu pura-pura koplak!”

Suara teriakan wanita yang nyaring itu kembali terdengar setelah beberapa detik lalu menghilang, rasa takut di hati Freya melanda saat itu juga, begitupun Reyhan yang meneguk ludahnya dengan kasar. Sementara seperti Jova dan Angga menolehkan kepalanya ke arah sendang onomatope secara bersamaan dengan tatapan tajamnya. Mengapa suara histeris itu berbunyi pada malam pukul jam 00.00? Mungkinkah ada suatu musibah mengerikan yang dialami wanita asing tersebut?

“Angga Kutub? Itu siapa, sih yang teriak-teriak gak jelas di mau hari dini gini? Bikin creepy orang aja!”

Dengan enggan menjawab pertanyaan Jova yang telah keluar dari mulut, Angga memutar tubuhnya dan melangkah pergi dari lapang tempat dirinya serta para sahabatnya berlibur tenang. Tetapi baru sampai lima langkah, lengan panas Angga yang terbalut jaket dicekal oleh Freya dari belakang.

“Ih, kamu mau ke mana? Ini udah terlalu malam, nanti kamu kena banyak angin apalagi di kondisimu yang lagi Demam! Nggak usah bepergian dulu!” tegas Freya.

“Bisa lepaskan tanganku? Kamu di sini saja, karena aku mau mengecek suara itu yang letak sumbernya ada di sana,” ungkap dingin Angga.

Freya yang kesal pada suara dingin sahabat kecil lelakinya, menggembungkan pipinya sekilas lalu menatap tajam Angga dan memukul ringan telapak tangan putih dari pemuda tampan itu.

“Bukan masalah aku mau ikut atau bagaimana. Kamu, tuh lagi sakit! Ada baiknya mending kamu memperbanyak istirahat, bukan malah memperbanyak aktivitas! Jangan keras kepala, dong kalau diperintah sama sahabatnya!”

“Gak peduli.” Angga melepaskan pegangan Freya dari lengan tangannya kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda karena gadis jelita itu.

“Angga!” teriak Freya berharap lelaki tampan itu menghentikan perjalanannya untuk mengecek suara asing tersebut.

Reyhan menatap kepergiannya Angga dengan tampang sinis. “Bah, mau nyari mati apa gimana tuh, anak?!” Pemuda humoris itu lantas langsung menolehkan kepalanya ke arah kedua gadis yang masih terdiam meninjau Angga nang semakin menjauh. “Ikutin dia saja, yuk? Bawa senter atau HP buat menerangi jalan gelap, kita gak mungkin juga biarin Angga es serut itu melangkah sendiri.”

Freya tersenyum dengan menganggukkan kepala lalu segera menuju ke dalam tenda peace favoritnya untuk mengambil ponsel dan senter sekaligus. Sementara si Jova bukannya mengambil salah satu benda itu, malah menggaruk kepalanya seraya memanyunkan bibir.

“HP-ku lowbat, lupa cas!” pekik Jova dengan merengek ke Reyhan.

Reyhan lekas mendorong kepala Jova di bagian samping dengan senter abunya. “Oalah! Kirain udah diambil, pake senter aja kalau gitu, Nona Sableng!”

Jova mendesis bersama mengusap kepalanya yang sudah dikenakan oleh lampu senter miliknya Reyhan, berani sekali sahabat lelakinya melakukan hal tersebut, hingga membuat gadis Tomboy itu memunculkan suara Khodam singanya.

“SAKIT, GOBLOK!!!”

...‹‹-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Ctek !

Angga menyalakan cahaya senter hitam yang menjadi kepunyaannya lalu pandangannya mulai menyapu tempat yang sangat gelap yaitu jurang nang ada dihadapannya. Pemuda itu mencoba mencari seorang wanita misterius tersebut yang sebelumnya berteriak dengan histeris.

‘Asal suara teriakan itu ada di ujung jurang ini, gue yakin. Tapi mengapa suaranya kembali menghilang? Bahkan tidak ada wujud sedikitpun, semuanya gak kasat mata. Atau dia berteriaknya dibawah dasar jurang?’

Angga menundukkan kepalanya untuk melihat kondisi arah bawah jurang yang pasti kedalamannya luar biasa. Tanpa menghitung atau mengira-ngira, ia tahu sekali kedalaman dari jurang ini mencapai 200 meter, dengan kekuatan mata gaibnya.

“Abang Anggaraaaaaa!”

Detak jantung dari lelaki Indigo itu hampir saja ingin stop karena ada seseorang yang merangkulnya dengan kencang hingga membuatnya nyaris terperosok dan terjun ke bawah jurang.

Angga dengan kesal pada seorang lelaki yang tak bukan Reyhan, menepis kasar tangan sahabatnya yang sudah terlanjur melingkar seperti ular di lehernya. Ia menggeser langkahnya untuk memberikan jangkauan jarak dari Reyhan yang kini cengengesan tidak jelas. Bahkan wajah dingin nan datar Angga yang menatap tajam, berhasil membuat Reyhan saling menempelkan kedua telapak tangannya di depan muka tampannya karena takut.

“Mampus kalau Angga endingnya sampe mati, digentayangi kamu seumur hidup!” celetuk Jova yang berdiri di belakang kedua pemuda pemilik punggung kokoh tersebut.

“Hus! Ngapain, coba kamu bilang Angga mati?! Gak bener, tahu!” sebal Freya.

Angga yang ada ditepi-tepi jurang, menatap ketiga sahabatnya secara bergantian tanpa mengubah ekspresi wajahnya. “Kenapa kalian ikuti gue?”

Reyhan menurunkan kedua tangannya lalu mendengus dengan sedikit mengerucutkan bibirnya. “Heh, Njing! Kami bertiga gak mungkin biarin lo melangkah sendirian. Emangnya salah kalau kami nemenin elo?”

“Terserah lo.”

AAAAAAAAAARGH !!!

Suara teriakan histeris wanita yang tadi sekarang tergantikan suara teriakan kencang dari seorang pria. Sumber suara tersebut berasal dari bawah jurang, Angga mencondongkan badannya sedikit ke bawah untuk memastikan suara itu. Suara itu kembali muncul lagi bahkan lebih keras daripada sebelumnya.

‘Apa yang telah sebenarnya terjadi? Bahkan gue berkali-kali gagal merasakan aura janggal dan negatif di sekitar sini. Gue tahu ada seseorang yang bermain licik untuk membatasi mata batin gue, tapi apa jangan-jangan hutan ini akan membawa suatu malapetaka ke diri gue sendiri?’

Freya yang diserang rasa kebimbangan, memundurkan langkahnya cepat lalu bersembunyi dibalik tubuh Jova. “Va, aku takut! Dia berteriak tapi gak ada orangnya!”

Jova yang mengerti membalikkan badannya ke arah Freya lalu menatap mata nanar milik sahabat Nirmala-nya. “Gak apa-apa, kamu bersama kami. Nggak ada yang bakal ngapa-ngapain kamu, kok- eh?”

“Ga, keknya suara itu berasal dari bawah jurang, deh. Lo gak ada niatan buat lompat ke bawah dasar jurang, kan? Kalau iya, berarti lo cowok non waras!” oceh Reyhan.

Angga menghela napasnya untuk menaikkan rasa sabarnya di hati. Jika sifat sabarnya tak bisa ditabung ke dalam kalbu, bisa kemungkinan Angga anarkis Reyhan detik ini juga. Tetapi di sisi lain, pemuda Indigo itu merasakan ada embusan angin berlalu di daerah belakangnya, membuat ia memutar tubuhnya seketika.

Angga mengernyitkan keningnya lalu mengeluarkan suara gumam, “Ke mana mereka?”

“Siapa yang ke mana, Cuy?” tanya Reyhan yang mendengar lantas itu ikut memutar tubuhnya ke belakang.

Tatkala setelah menghadap ke arah belakang seperti Angga, kedua netra Reyhan membelalak lebar saat ia tak dapat melihat sosok kedua sahabat perempuannya, alias hilang. Kalaupun pergi dari tempat ini, suara langkah kaki sepatu mereka pasti terdengar di pendengaran telinga punya lelaki Friendly tersebut termasuk lelaki Introvert yang diam walau bola matanya meneliti setiap sekitar untuk mencari keberadaan Freya dan Jova yang tiba-tiba menghilang entah ke mana.

“B-bukannya kalau gak salah, dua cewek itu masih ada di belakang kita? Terus sekarang mereka ilang ke mana, Cog?!” tuding Reyhan dengan nada gemetar.

Angga mengepalkan satu telapak tangannya dengan kuat. Kedua gadis cantik itu bukan menghilang karena kembali ke lapang tenda, tetapi akibat diseret oleh sesuatu yang astral. Meskipun kekuatan batinnya ditutup namun Angga tetap mampu menerka yang pasti.

“Kita cari mereka,” imbuhnya lalu melangkah dan meninggalkan Reyhan yang masih diam seperti patung.

“Hah, cari mereka berdua? Lo Gila, ya?! Ini, tuh udah terlalu malem, Geblek! Mending gue tinggal bobok aja di tenda!” semprot Reyhan.

Angga mendengus jengah lalu menolehkan badannya sedikit untuk menatap wajah terperangahnya Reyhan. “Lo tega, membiarkan mereka berdua menghilang secara tiba-tiba? Freya dan Jova itu perempuan, bagaimana kalau mereka dalam bahaya? Lo tidak memikirkan sejauh itu?”

“Yeu, siapa juga bilang Freya sama Jova itu cowok?! Capek, Anjir gerakin kaki! Lo gak tau, apa kalau kaki gue udah somplak gara-gara ngikutin elo ke sini?!”

Angga memutar bola matanya malas lalu menghadap ke arah depan dan melangkah untuk mengacuhkan keluhan protes dari Reyhan yang nampak tak ingin melangkahkan kakinya sedikitpun.

Waktu pandangannya berkutat lepau mencari sosok kedua sahabat perempuannya yang menghilang dengan misterius, bola mata Angga tak sengaja membentur pada sebuah secarik kertas lapuk yang terselip dibawah batu ukuran setengah besar.

Bersama jiwa yang mulai kembali penasaran, lelaki tampan berambut hitam rapi itu berjongkok perlahan lalu mengangkat batu itu sedikit untuk memungut kertas lusuh tersebut yang mungkin telah lama tertindih oleh benda berat.

Angga mengibaskan kertas kotor itu ke bawah untuk menepikan debu yang menempel pada kertas nang sudah usang. Mulut dirinya menganga tipis betapa menengok pada isi kertas lapuk yang ia temukan. Bangunan kastil berwarna hitam? Itulah yang keluar dari relung hati Angga.

Reyhan yang mengerutkan jidatnya, terpaksa melangkahkan kakinya nang telah amat pegal karena menyusuri hutan hanya demi mengikuti jejak Angga bersama Freya dan Jova.

“Kertas apaan, tuh yang lo temuin?”

Reyhan membungkukkan badannya dengan kedua telapak tangan saling menopang para lututnya untuk melihat kertas yang tengah dipegang Angga. Mata Reyhan yang sebelumnya menyipit, menjadi lebar setelah fokus menatap gambaran bangunan misteri itu.

“Wah, ini pasti kastil! Demen banget lo lihat gambaran kayak gitu, Ga? Mau elo simpen, kah?” bising Reyhan.

“Berisik!”

Reyhan yang mendengar sentakan sahabatnya, meneguk ludahnya lalu menghembuskan napasnya pasrah. Pemuda itu kemudian memilih melangkah meninggalkan Angga sendirian yang masih duduk pose jongkok.

Hingga tiba-tiba...

SRAK !

“Argh!”

Angga yang darahnya dibuat berdesir cepat pada suara keras beserta pekikan itu, langsung menoleh kencang. “Rey!” Angga dengan reflek memasukkan kertas yang telah menguning tersebut ke dalam saku jaketnya lalu berlari untuk menolong sang sahabat yang terjerembap dan menggantung di udara bawah tanah nang berlubang.

“Ga, tolongin gue! Bisa mati kalau gue jatuh ke dasar!” pinta Reyhan panik bersama tetap menggenggam erat dahan kayu yang tertancap di salah satu sisi dinding bawah tanah yang ada di atas kepalanya.

“Pegang tangan gue!” ujar Angga tegas dengan membentangkan tangan kanannya agar Reyhan mampu menggapai.

Saat telapak tangan Reyhan telah mengunci di telapak tangannya Angga, tanpa sengaja pemuda Friendly itu menangkap sosok bayangan hitam yang menyerupai bentuk postur tubuh Angga. Hingga waktu tak dapat menyempatkan untuk menyelamatkan mereka, raga lelaki Introvert itu didorong kencang dari belakang sampai membuat kedua makhluk ciptaan Tuhan tersebut terjun ke bawah dasar permukaan akibat terperosok.

...‹‹-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Di sisi lain, Freya dan Jova telah berada di sebuah hutan yang berbeda daripada sebelumnya. Suasana gelapnya lebih mencekam dibandingkan hutan yang tadi. Keadaan mereka berdua tertatih-tatih karena merasakan tubuhnya jatuh dengan sangat keras dari ketinggian atas langit.

“Bangsat, emang! Udah asal narik, sekarang malah dibanting ke sini! Akh, mana sakit banget, lagi ini badan gue!” rutuk Jova dengan tertatih.

Jova mengubah posisinya menjadi duduk dengan memegang kepalanya yang terasa pusing. Freya pun juga ikut bangkit yang bersuara mendesis sakit pada sekujur tubuhnya yang serasa remuk.

Gadis Tomboy itu yang mengusap bahunya nang terbentur di atas tanah keras, mulai mengalihkan pandangannya ke sekeliling untuk melihat latar suasana tempat asing tersebut, hingga Jova menyembulkan nada geramnya.

“Sialan! Brengsek, Anjir! Siapa, coba yang sudah berani ngirim gue sama sahabat gue ke hutan momok kayak ini?! Beneran kagak punya nurani, asal bawa ke sini tanpa sebab, ah!” Di saat sibuk mengomel pada diri sendiri, Jova menolehkan kepalanya waktu mendengarkan rentetan raung tatih dari Freya.

“Lah, Frey?! Kamu kenapa, kok nangis? Mana yang sakit?!” cemasnya sambil bangkit berdiri untuk menghampiri gadis lugu itu.

“Hiks, kakiku patah!” rengek Freya dengan memegang tulang keringnya.

Jova menaikkan kedua alisnya cepat dengan mata terbelalak, tetapi akan akan tahunya bahwa itu tidak mungkin. Sampai membuat gadis tersebut terkekeh pelan. “Kamu ngomong apa, sih? Bukan patah, tapi terkilir doang. Sini, mending kakimu diluruskan dulu aja.

Waktu Jova hendak membenarkan posisi kedua kaki sahabatnya yang menekuk, Freya memukul-mukul tangan Jova dengan memekik lumayan kencang. ”Aaa, kaki aku jangan digerakin! Sakit, huhu!”

“Ini aku pelan-pelan, jangan rewel!” ucap Jova dengan mengubah kaki Freya menjadi selonjor.

Freya mengelap air beningnya yang meleleh dari mata dengan agak menggembungkan para pipi mulusnya seraya menatap Jova tajam, bisa-bisanya sahabat Tomboy-nya mengatakan ia rewel.

“Kamu pikir aku masih anak kecil?!”

“Hehehehe, maaf! Aku lepasin dulu sepatu kamu, ya? Biar bisa aku pijet bagian telapak kakimu. Biasanya manjur buat yang keseleo,” sabda Jova.

Kepala Freya manggut-manggut dengan merapatkan bibir tipisnya untuk mau menuruti keinginan Jova yang ingin membantu meringankan rasa sakitnya.

“Ternyata sia-sia doang teriak buat minta tolong sama Angga dan Reyhan, suara kita berdua aja kayak dikunci di bagian kerongkongan! Coba lihat sekarang, kamu sama aku dibanting ke tempat keramat ini. Eh, tapi belum tentu keramat, sih ...” celoteh Jova tanpa menghentikan kedua tangannya yang beraktivitas.

Freya yang diam memperhatikan sepasang tangan Jova nang memijat kedua telapak kakinya, mendongak kepala ke arah sahabatnya. “Kita salah apa, ya? Perasaan aku dan kamu gak melanggar aturan kayak buang sampah sembarangan dan sebagainya. Atau ... kita melangkahi tanah hutan pada tengah malam hari itu merupakan pamali?”

Jova menghela napasnya lalu menjawab pertanyaan laun dari Freya, “Gak tahu. Tapi yang pasti si Reyhan sama Angga nggak bakalan menduga kalau kita berdua udah hilang seperti dihempas angin Tornado! Lagian mereka gak peka, sih kalau kita diseret ke sini!”

“Kenapa kamu nyalahin Angga dan Reyhan yang masih di hutan sebelah? Wajar jika mereka gak tahu kalau kita dijebak. Ingat, manusia itu tidak ada yang sempurna.” Freya menasihati Jova dengan menyusutkan keningnya yang tertutupi belahan poni hitam rambutnya.

Jova melirik bola matanya bersama muka jengah. “Pinter banget, ini sahabat gue.”

Kedua gadis yang meratapi nasibnya nang sudah terjadi di dalam hutan luas asing ini, mengangkat wajah langsai cantiknya untuk memandangi langit gelap yang disertakan embusan angin.

Telah jelasnya mereka terpisah dari Angga begitu juga dengan Reyhan. Ini memang adalah hari yang penuh kesialan bagi kedua perempuan tersebut.

...‹‹-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

BRUGH !!!

Kuat dan kerasnya bunyi yang terjadi di tanah dari atas langit, membuat Angga maupun Reyhan saling mengaduh setengah memekik karena merasakan raganya terbentur hebat di sana.

“Duh, Anjir! Sakit banget badan gue, Sialan! Emang gak ada otak itu bolongan malapetaka yang bikin gue anjlok! Sekarang gue sama sahabat gue di mana, nih?!” umpat Reyhan sambil mengedarkan pandangan untuk menatap sekeliling tempat ia berada bersama Angga.

Dengan menahan sakit yang terjadi di antara kepala dan dada, Angga berusaha bangkit dari posisi tubuhnya yang terlungkup. Tetapi baru saja hendak mengubah posisi lainnya, pemuda tampan itu konstan memegang bagian dadanya waktu ia merasakan napasnya seperti terimpit oleh benda sesuatu yang mestinya tidak kasat mata.

Reyhan yang sedang mengelus pinggangnya dengan mendesis, lantas menolehkan kepalanya ke arah Angga yang nampak tak baik-baik saja. Apalagi yang membuat Reyhan terkejut di mana saat ia melihat rembesan darah nang mulai keluar dari dua lubang hidung sahabatnya.

“Ga?! Buset, ini pasti gara-gara muka lo kebentur tanah atos! Cedera, deh itu hidung elo!” pekik Reyhan seraya menghampiri Angga yang jaraknya enam langkah darinya.

Angga yang telah melepaskan tangan kanannya dari dada, melirik Reyhan selintas. “Gue bisa sendiri.” Pemuda itu lekas mengelap darahnya dengan pakai punggung tangannya. “Lo gak perlu bantu gue.”

Reyhan membungkam mulutnya lalu mendengus dengan tampang lumayan sebal. “Ya, kan lu sakit! Masa gak gue tolong? Apalagi wajah lo bertambah pucat, gue nggak mau sahabat gue ini kenapa-napa. Ngerti gak sih, lo?!”

Angga menghela napasnya panjang pada ocehan lebar Reyhan yang sedang menyumbangkan protes gratis, ia kini membangkitkan tubuh lemasnya lalu mengedarkan pandangan sekitar. Pemuda Indigo ini, mendengus karena sangat jelas dirinya dan sahabatnya dikirim ke tempat alam yang tak seharusnya mereka berpijak.

“Lo beneran gak kenapa-napa, Ga? Itu muka tambah pucet aja!” ungkap ulasnya Reyhan dengan mengusap-usap celana belakangnya.

Seperti biasa, tanpa ingin menjawab pertanyaan khawatir darinya, Angga berlalu meninggalkan Reyhan sendirian yang posisinya tengah berdiri sambil menepikan kotoran debu yang menempel di pakaiannya.

“Ga! Angga?! Wah, bener-bener lo! Jangan tinggalin gue, napa?! Ikut, takut!” teriak Reyhan dari belakang lalu berlari menyusul sahabatnya yang telah mendahului langkah besarnya.

Angga tersentak dengan mata melotot, dikarenakan ujung bawah jaket hitam bagian belakang ditarik oleh seseorang, hingga membuat ia menoleh ke yang tak lain selain Reyhan. “Lo apaan?! Lepas!”

“Suruh siapa ninggalin gue? Udah tau gue pemilik jiwa penakut, masih aja suka ditinggalkan di kawasan setan kagak gini!” omel Reyhan lalu menyenderkan kepalanya manja di punggung kokoh Angga.

Lelaki misterius itu yang merasa risih pada perilaku Reyhan, langsung memajukan badannya agar kepala sahabatnya terlepas dari punggung kokohnya. Hal tersebut berhasil membuat pemuda Friendly mengeluarkan suara cengengesan. Bukan apa-apa, lah setidaknya mencairkan suasana yang tercipta sunyi.

“Untung gue dan lo masih bernyawa ya, Ga? Bolongan sialan, emang! Dulu pas masih kecil gak pernah dididik yang bener sama orang tua, apa?! Tapi biarpun begitu, gak mengundang malapetaka buat kita.”

“Sekali lagi banyak ngomong, gue sogok mulut lo pake senter!” ancam Angga jengkel mendengar celotehan panjang-lebar itu.

“Jir, budak mantan Psikopat ...”

Beberapa saat kemudian, Reyhan mencondongkan kepalanya ke samping untuk bertanya kepada Angga yang senantiasa bisu. “Sekalian nyari Jova sama Freya, Ga?”

“Hm.”

‘Anjiiiiiiir ... ini gue masih sabar lho, Ga. Awas saja kalau sabar gue udah ketelen fakta, gue gebukin brutal kepala lo pake senter.’

Angga yang posisinya sedang melangkah, terhenti seketika saat fokusnya teralih pada sesuatu yang janggal di pendengaran tajamnya. Wajah tampannya juga langsung memasang raut waspada dengan jiwa nyali ia naikkan sampai penuh.

“Elo kenapa berhenti jalan, Ga?” tanya bingung Reyhan, karena ia otomatis pula ikut menyetop langkahnya.

Tanpa menggubrisnya terlebih dahulu untuk sang sahabat, Angga memutar sekujur tubuh postur idealnya ke belakang hingga bertepatan itu, angin serta kabut tebal menembus raga kedua lelaki yang ingin mengecek arah.

Reyhan maupun Angga yang tadi melindungi muka dengan lengan tangan kanan masing-masing, menurunkannya perlahan bersama perasaan campur aduk. Lelaki Friendly itu nampak meneguk air liurnya bimbang, tak juga yang bersifat Introvert nang bertampang berani.

“I-ini apaan, sih?!”

Yang benar saja, mereka sekarang dikelilingi oleh kabut tebal yang menghalangi tujuan arah jalan sesudah terpaan angin meniup rambut style-nya tersendiri. Reyhan yang menatap kabut dengan menyeluruh, tubuhnya auto dibuat merinding tatkala.

Sementara Angga sendiri, mengepalkan kedua telapak tangannya erat dengan tatapan semakin nyalang pada sekitar tempat ia berada bersama Reyhan.

Mereka kemudian memutuskan kembali melanjutkan jalannya sambil mengecek senternya masing-masing apakah masih berfungsi atau sebaliknya. Senter itu masih menyala dengan cahaya terang. Di sepanjang perjalanan mencari titik secercah kebaikan, di sisi mereka terdapat pepohonan yang nampak tandus. Tak ada sedikitpun daun nang berkembang di atas pohon tersebut.

Hutan nuansa itu sungguh memacu adrenalin manusia termasuk Reyhan yang lelaki penakut. Angga terlihat biasa-biasa saja tetapi di wajahnya terpampang jelas menggambarkan wajah waspada. Ada beberapa seekor burung gagak yang di atas pohon mengawasi mereka berdua. Tak terpikirkan oleh Angga dan Reyhan, ada banyak sekali burung Gagak.

Reyhan perlahan melirikkan bola mata ke arah banyaknya burung Gagak hitam yang hinggap di atas pohon tandus itu. Dalam sekejap, ia menelan salivanya lagi karena merasakan aneh pada tatapan misterius dari binatang terbang di sana.

“Angga, lo gak ngerasa takut sama burung-burung Gagak yang di atas pohon sana? Bagaimana kalau itu pertanda jika kita bakal mat-”

“Berbicaralah yang sewajarnya, buat apa lo mengumpulkan energi pikiran negatif? Lebih baik, fokus saja ke depan. Jangan lihat ke arah lain!” tegas Angga.

Sahabatnya hanya pasrah menuruti atas ketegasan nada dari Angga, dan menutup mulutnya untuk tidak banyak berujar kata. Namun, dalam hati si Reyhan tetap tak mampu menghilangkan rasa gelabah nan curiganya.

Bingung sudah menancap di pikirannya, bagaimana bisa Angga senantiasa tenang dalam situasi menegangkan seperti ini? Sedangkan saja, Reyhan berbeda jauh. Langkahnya nyaris gentar, keringat dingin telah mengucur deras hingga mengenai rahang pipi, jantungnya berdetak cepat melebihi batas normalisasi.

Di sisi lain, Angga mengucapkan itu bukan hanya sekadar menegur sahabatnya, tapi mengurai rasa ketakutan yang berlebih. Dirinya sungguh tahu dan mengerti, bahwa Reyhan tak tahan dengan rasa bimbang selain dingin. Maka dari semua itu, Angga harus bisa merangkum perasaan kawan sejatinya.

“Ga, stop bentar!”

Perintah yang keluar dari mulut Reyhan, membuat Angga terpengaruh untuk menghentikan langkah kakinya yang sepanjang perjalanan ini terus ia gerakkan.

Sepertinya pemuda Indigo itu tahu maksud sahabatnya, ada kejanggalan lagi yang terdapat suara kepakan sayap di atas langit. Dengan tanpa aba-aba, mereka langsung mengangkat wajah tampannya.

Betapa terkejutnya, mata kedua lelaki itu mencuat lebar di mana saat tatapannya bertemu burung Gagak yang berbondong-bondong. Layaknya tengah menguntit para manusia yang masih di bawah jebakan.

“Lari!”

Mereka berdua langsung berlari sekuat tenaga dengan menembus kencang kabut itu setelah suara komando Reyhan menyembul keras. Yang benar saja, sekelompok burung itu mempercepat laju gerakan kepakan sayap untuk mengejarnya.

Saat sedang fokus berlari, kaki kiri Reyhan menyenggol salah satu batu yang tertanam setengah di tanah hingga membuat ia tersandung dan terjatuh sangat keras. Namun baru saja akan hendak berdiri walau punggung kakinya terasa sakit, Angga telah duluan menarik tangannya untuk mengajaknya lari kembali.

Jujur, ingin rasanya Reyhan mengambil protes kepada sahabatnya yang sudah asal menarik anggota tangannya agar bisa melangkah besar secara bersama. Tapi sepertinya ini bukan waktu tepat buat memunculkan suara nada kesalnya, ditambah sekarang bagian kakinya makin terasa begitu sakit saat pemuda Introvert itu memaksanya berlari kencang.

‘Untung masih bisa dibuat lari, tapi bagian atas telapak kaki gue sakit banget, Anjir! Mana burung-burung bangsat itu masih ngejar jejak gue dan Angga, lagi! Nasib banget, hidup ini.’

Tamatlah riwayat mereka sekarang! Rupanya masih ada banyak burung Gagak yang mengincar kedua lelaki tampan itu, bukan hanya dari belakang tetapi juga dari depan. Angga menyetop langkahnya segera dan meneguk ludahnya sesaat lalu lekas melepaskan jaket hitam yang ia kenakan untuk menjadikannya senjata sebagai sistem penyerang para binatang terbang tersebut.

“Mampus, gue!” umpat Reyhan saat tak tahu harus berbuat seperti apa, bahkan ia tak memiliki ide untuk menjadikan benda sebagai perlawanan.

Mau tak mau, Reyhan melesat menghindar dari gerombolan burung Gagak yang ada di belakang, sampai-sampai ia terpeleset oleh krikil hingga otomatis membikin dirinya terjerembab ke tanah.

Lelaki berwatak humoris itu mendesis kesakitan waktu kepalanya terjun keras ke sebuah batang kayu yang berbobot. “Duh, kepala gue bisa benjol nih, lama-lama kalau kebanyakan kebentur mulu. Lagian yang gue tindih apaan, sih?!”

Reyhan yang dibuat sebal dengan kondisi, langsung menarik batang kayu panjang itu ke hadapannya. Apa yang dirinya lihat, membuat ia takjub dan mengukir senyum iblis khasnya. Hahahaha, bisa buat pentungan, nih biar Gagaknya remuk. Seperti itulah yang dikatakannya.

“Maju sini, kalian! Gue habisin sampe keluar sirup merah Marjan!” seru Reyhan, menantang.

BUAGH !!!

BUAGH !!!

BUAGH !!!

BUAGH !!!

Suara pukulan itu terus terdengar sengit, di mana Angga menyerang sekumpulan burung Gagak hitam yang seolah ingin menerkam dagingnya. Namun di situ, badannya justru bertambah lemas akibat tenaganya telah dikuras full untuk menumbuk. Tapi untunglah, berkat senjata kainnya ini mampu menerjang singkat hingga belasan hewan abnormal berhasil terpelanting kuat sampai menghantam pepohonan yang ada di tiap sisi.

“Pergilah, Pengacau!” sarkas Angga.

Lihatlah apa yang dilakukan Reyhan. Satu batang kayu tidak cukup? Maka ia menggenggam batang kayu itu menjadi sepasangnya agar sanggup menimpuk dan melenyapkan para burung pengganggu perjalanannya bersama sang sahabat.

“Lu kapan tamatnya, sih?! Nambahin beban gue aja, ah!” omel Reyhan yang tak habis-habisnya melayangkan kedua batang kayu senjatanya buat menyerang sekelompok jumlah burung Gagak itu.

Rasanya ingin sekali memiliki jiwa Angga bila ada dijual di pasar lokal, itulah relung hati Reyhan berucap saat sanggup melihat sahabatnya yang telah hebat memusnahkan segerombolan makhluk bersayap. Namun, wajahnya ternampak menunjukkan keletihan dan tak berdaya kendatipun pada akhirnya lelaki tampan spektakuler itu menang dari serangan malapetaka.

“So cool, anjay- eh! Woi, Sialan lo!” Kontak mata Reyhan langsung terpecah dari keadaan situasi sahabatnya, saat anak helai rambut atasnya ditarik-tarik oleh mulut runcing dengan dua burung Gagak saking tak sadarnya.

Whust !

Pemuda Friendly berperawakan badan tinggi yang mencapai 180 sentimeter itu, auto melongo di mana Angga sigap menyelamatkan dirinya dari sekelompok burung Gagak secara menggunakan jaket. Alhasil, dua makhluk yang senantiasa berusaha menunjang Reyhan tertampar hingga terlempar jauh entah ke mana. Kuat sekali lelaki Indigo itu bak, Superman?

Sisanya yang masih ingin menyergap Reyhan, Angga tangkup cepat bersama jaket hitamnya agar burung-burung itu tak dapat lagi meraup udara malam alias terkurung dalam grempelan jaket manusia lelaki cerdas ini.

“Bagus, Ga! Sini jaket lo, biar gue remuk-remuk abis Gagak sialan itu yang udah terperangkap di dalem!” ujarnya seraya merebut gesit jaket sang sahabat terhebatnya.

Kemudian setelah mendapatkan jaket Angga, Reyhan lekas menjatuhkan pakaian luar sobatnya lalu langsung segera memukul-mukul agresif para sekelompok burung itu yang sedang meronta-ronta liar untuk berusaha keluar dari jaket hitamnya Angga.

“Rasain, lo! Rasain! Suruh siapa berani ngelawan cowok kayak gue?! Remuk lebur, lo di dalem jaket sahabatnya gue!”

Tiap serangan pukul yang diberikan Reyhan, Angga dapat menatap deburan berupa asap berwarna hitam yang bertebaran ke atas, seakan menguap dari atas jaket hitam miliknya.

Napas lelaki pemilik indera keenam ini, amat tak beraturan dan belum sempat ia kontrol. Bukan masalah tegang pada kecemasan yang membahayakan nyawanya, namun rasa firasat gaib nang menjalar ke seluruh tubuh lemahnya dan pikirannya. Semacam ada suatu pertanda yang belum bisa Angga telusuri.

“Keknya udah mati, dah.” Reyhan yang tak merasakan ada ganjalan dibalik jaket Angga, segera berjongkok dan menaruh dua batang kayunya di tanah lalu menyingkap pakaian hangat itu.

Bukan darah-daging kotor berceceran yang Reyhan terima, tapi hilangnya para burung Gagak itu. Ini sungguh tak masuk akal lagi dan diluar nalar! Bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?

Misterius? Jelas misterius. Bahkan lelaki yang berjaya menggebuk sadis itu, tercengang serta tak percaya apa yang terjadi di depan netra. Sudah tentunya makhluk bersayap hitam tersebut bukanlah hewan sembarangan, tapi...

Siluman.

Bertepatan melihat peristiwa yang membuat bulu kuduk awak meremang, raga Angga tumbang seketika di tanah. Kedua bola matanya sayu, wajah tampan letih punyanya kucam. Sementara bagian tubuhnya terutama leher telah dibanjiri oleh keringat hasil dari tenaganya.

“Bro, lo gak apa- akh!” Baru akan lekas mendatangi sahabatnya yang terduduk, tubuh Reyhan terjatuh duluan karena kondisi kakinya yang masih sakit.

“Bajingan, emang ini kaki satu! Gak bisa diajak kompromi, apa?! Woy, Anggara!”

Dengan paksa keadaan, Reyhan berdiri dan maju selangkah untuk mengecek kondisi sahabatnya yang terlihat kurang baik-baik saja. “Ga, gimana?! Badan lo jadi tambah panas gini?!” Ia yang tak ingin Angga terkena masuk angin, segera memungut jaket hitam dari belakang lalu mengenakannya di tubuh pemuda Introvert itu. “Nih-nih, pakai langsung aja jaketnya! Biar lo gak cepet kedinginan.”

“Tenang, gue kebal dari semuanya.”

Reyhan hanya diam, tak lagi berkata apa-apa untuk merespons jawaban dari Angga yang sekarang memakai jaketnya kembali dengan gerakan lemas. Tapi nang jelasnya saat Reyhan menyentuh lengan tangan sang sahabat, begitu terasa panas. Mampu diartikan bahwa suhu tubuh Angga menjulang naik ke atas.

“Ayo gue bantu berdiri. Maaf, harusnya gue memberikan waktu untuk lo istirahat karena insiden kecil tadi. Tapi gak ada kesempatan luas, karena nyawa kita lebih penting.” Angga yang telah berdiri tegak, mengulurkan bantuan hingga diterima Reyhan bersama senyuman pilu.

“Ga, tapi kondisi lo lagi lemah ...” lirih Reyhan, mengkhawatirkan sahabatnya.

Angga yang sudah merangkul tangan kanan sahabat Friendly-nya di tengkuk, menoleh dengan tatapan datar. “Bisakah jangan mencemaskan gue? Masih mending ada orang yang mau memapah diri lo.”

Lagi-lagi Reyhan dibuat bungkam seribu kata oleh sobatnya itu yang sama sekali tak mempedulikan kesehatannya. Jika diperhatikan dari sekarang, rupanya Angga masih memiliki sisi hati tulus untuk menolong keadaannya yang sedang tidak memungkinkan.

‘Thanks, Ga. Lo sudah sudi menolong gue, walau lo sendiri gak pernah sekalipun mau untuk ditolong yang padahal kondisi lo lebih jauh lemah daripada gue.’

...‹‹-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Cameron yang melihat situasi persahabatan dari kedua manusia lelaki itu dari lembaran buku tradisinya, melotot tajam dengan ekspresi tak suka. Sepasang telapak tangannya mengepal kuat bersama rahang yang mengeras. Apalagi mereka telah berjaya membasmi para binatang siluman itu nang rupanya ia sendiri yang melakoni.

“Cih, bagaimana bisa apa yang aku lakukan ini tidak mempan untuk mereka?! Terlebih, dua manusia itu terlihat sangat akrab dan peduli satu sama lain. Argh, tak bisa dibiarkan!”

Cameron yang jiwa emosinya sedang naik, bola matanya melirik ke arah Gordio yang mengeluarkan suara burung Gagak khasnya. “Benar, aku harus membuat kelekatan dalam persahabatan antara Angga dan Reyhan renggang hingga hancur! Aku sangat tidak menyukai situasi kondusif yang seperti kulihat dari depan layar ini!”

Tapi beberapa saat kemudian, Cameron yang mengenakan jubah hitam di belakang lehernya, menjentikkan jari sampai keluarlah sihir gaibnya dan menembus ke dalam layar buku untuk memasuki wilayah tempat kedua makhluk incaran itu berada.

Wajahnya ia angkat dengan sikap angkuh hingga terciptalah kembali sunggingan bibir diagonalnya. Selalu muncul ide licik nan jahatnya untuk para manusia seperti korban yang telah Cameron jadikan target.

“Santai, ini belum seberapa. Apakah kalian pikir, semua itu telah selesai? Hahahaha, dasar bodoh! Dan karena Kau dan Reyhan telah masuk ke dalam dunia-ku, aku tidak segan menarik kalian berdua ke portal lingkaran hitam yang sebentar lagi akan tiba.”

...‹‹-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Reyhan yang posisinya masih dipapah oleh sahabatnya, mengecek senter abunya. Sampai keluar desahan napas kecewa dari dirinya sendiri waktu cahaya senternya tidak mau menyala. “Pake mati! Punya lo masih berfungsi gak, Ga?”

“Hm- argh!”

Sebelah tangannya yang kosong ia gunakan untuk mencengkram dadanya yang terasa seperti ditikam oleh pisau. Amat sakit, hingga Angga merintih kesakitan dengan menundukkan kepalanya, sementara kedua bola mata terpejam rapat.

Netra Reyhan spontan membelalak lebar dengan detak jantung kembali berdegup kencang, menatap sahabatnya yang tengah kesakitan apalagi sampai menyentuh dada bagian arah letak organ vital. Bahkan lelaki berambut cokelat ini sampai takut jika Angga mempunyai riwayat penyakit tertentu yang menjadi ancaman jiwa, bukankah begitu?

Petir menyambar ke tanah keras tepat di depan mereka walau berjarak jauh. Hingga dengan waktu yang bersamaan, lelaki-lelaki tersebut kedatangan sebuah lingkaran kecil yang muncul di udara.

“Benda apaan lagi, itu?!”

Angga mengangkat wajahnya dengan mata mengernyit, semakin lebarnya lingkaran aneh itu, makin pula rasa sakit di dadanya menyerang hebat. Pemuda Indigo tampan ini sangat tahu, jika yang di depan itu adalah portal. Suatu kekuatan nang bisa membawa ke arah alam lain.

Reyhan meringis takut saat melihat di pertengahan lingkaran itu ada benda lingkaran lagi yang berputar-putar layak seperti fenomena alam nang ada diluar angkasa, yaitu black hole. Sampai dalam sekejapnya waktu, raga mereka berdua ditarik paksa oleh sinar berupa angin yang berasal dari portal lingkaran hitam itu.

Kedua kaki mereka saling menahan walau sampai terseret-seret ke depan akibat tenaga mereka tak sebanding dengan angin astral yang ingin menarik tubuhnya.

Meskipun sudah berusaha semaksimal untuk tak tertarik oleh dari angin pembawa malapetaka itu, namun pada akhirnya raga mereka melayang kencang hingga menembus ke dalam portal yang setia menunggu dimasuki sosoknya mereka.

Apakah setelah terdorong ke dalam portal, Anggara dan Reyhan akan baik-baik saja tanpa ada lagi musakat mengundang, atau malah justru sebaliknya?

INDIGO To Be Continued »

Terpopuler

Comments

Adityarizky

Adityarizky

wahh,,semangat ya author maap aku baru bsa nge like hehe

2022-03-19

4

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!