Chapter 15 | The Dark Past

Di sebuah rumah pak Amir tepatnya di dalam kamar, terlihat Anggara sudah dibaringkan ke kasur yang empuk tersebut. Kondisi saat ini Anggara masih belum sadarkan diri. Wajahnya begitu sangat pucat dan mata tertutup tenang.

Ketiga sahabat Anggara tengah duduk di pinggir kasur menunggu kesadaran dari Anggara yang telah pingsan kembali. Tibalah pak Amir datang masuk ke dalam kamar menghampiri ketiga remaja itu yang wajahnya gundah akan Anggara.

“Anggara belum sadar juga ya, Nak?”

“Belum Pak, sama sekali belum ada tanda-tandanya,” jawab Reyhan tanpa menatap pak Amir.

Pak Amir berdiri di samping Anggara lalu menyentuh kening Anggara yang ternyata suhu tubuh Anggara naik atau demam. Pak Amir juga memegang tangan Anggara yang sangat lemas. Pak Amir bisa mengetahui Anggara kini keadaannya sangat lemah.

Reyhan melihat gerak-gerik pak Amir yang layaknya seorang dokter, tetapi Reyhan tak tahu pasti pak Amir adalah dokter atau bukan apalagi pak Amir penjaga hutan bogor yang bersama pak Burhan si temannya pak Amir.

“Kalian bertiga tunggu dulu disini ya, Bapak mau ambil kain kompres sama air baskom dulu .. soalnya temen kalian ini sekarang malah demam.”

“Baik Pak, maaf merepotkan,” tutur ucap Freya canggung.

“Gakpapa Freya, tunggu sebentar ya.”

Pak Amir melenggang pergi dari kamar lalu mengambil alat benda untuk menurunkan suhu badan Anggara yang panas. Setelah mengambilnya, pak Amir kembali dengan membawa kain kompres dan baskom berisi air hangat. Beliau meletakkan baskom tersebut di nakas sebelah tempat tidur, usai itu mencelupkan kain kompres ke dalam baskom dan memerasnya. Lantas, kain kompres yang telah hangat pak Amir menyingkap rambut hitam Anggara yang menutupi seluruh jidatnya lalu kain kompres itu beliau tempelkan di kening Anggara.

“Pak, padahal tadinya tubuh sahabat kami, agak dingin tapi kenapa sekarang malah jadi panas?” tanya Jova.

“Tadi memang tubuhnya agak dingin ya, dan sekarang malah tubuh sahabat kalian menjadi panas. Bisa jadi karena suatu penyakit yang dimiliki Anggara.”

“Ah nggak Pak, Anggara nggak memiliki penyakit, dia sehat-sehat saja kok dan di keluarganya juga tidak ada yang mempunyai penyakit apapun,” jelas Freya.

“Hmmm, begitu ya .. tetapi hal ini kenapa bisa terjadi? Bahkan di pasien dulu Bapak tidak ada yang seperti sakitnya Anggara.”

“Tunggu-tunggu, pasien? Pak Amir ini dulunya dokter??”

“Waduh Bapak keceplosan deh, hehehe iya Bapak dulunya dokter di rumah sakit Kusuma kota Bogor sini, tapi sekarang bapak udah undur diri, Va.”

“Ooh gitu ya Pak. Pantesan aja ya Pak, Bapak langsung tangkas mengompres untuk menurunkan demam sahabat kami.”

“Iya Reyhan. Oh iya sebentar lagi kan jam makan siang nih, nah Bapak mau masakin makanan siang dulu ya untuk kalian bertiga.”

“Eh aduh gak usah Pak! Kami makan cemilan saja sudah cukup kok!” kompak Reyhan, Freya, Jova.

“Ya ampun tapi kan perutnya harus diisi sama nasi, percuma kan kalau cuman diisi sama cemilan doang. Udah jangan di tolak lagi, Bapak keluar dulu ya.. nanti kalau masakannya udah jadi, Bapak panggilkan kalian.”

“Aduh rasanya ngerepotin banget Pak ...” Freya mengusap tengkuknya begitupun Jova dan Reyhan.

“Udah gak apa-apa, kasian perut kalian belum diberi asupan makan apalagi kalian makan-nya gak boleh telat, nanti bisa jadi sakit Mag.”

“Y-yaudah kalau begitu deh Pak, terimakasih banyak ya, Pak Amir.” Reyhan tersenyum mesem sambil rada membungkukkan badan.

“Iya, sama-sama Rey.”

Pak Amir kemudian keluar pergi ke dapur dan melaksanakan masaknya di dapur mewahnya serta rapi bersih. Di sisi lain, ketiga sahabat Anggara menatap Anggara sangat cemas, sudah lewat dua jam Anggara masih saja belum kunjung sadarkan diri. Reyhan menghembuskan napasnya kasar dan mengacak-acak rambut. Wajah Anggara terlalu pucat hela napas yang naik turun juga lambat.

“Freya, Jova? Selama aku gak sadar karena tubuhku dimasuki setan, apa aja yang terjadi sama Anggara? Tadi aja kayaknya si Anggara sampe luka dalem di dadanya.”

Jova menolehkan pandangan Anggara ke Reyhan. “Tadi disaat ragamu dirasuki anak buah Iblis, kamu ngasih pelajaran sadis buat Anggara. Nih, aku jelasin kenapa kamu ngasih pelajaran sadis buat Anggara. Waktu sebelum kamu dateng ke ruangan serem itu yang buat ngelakuin semacam ritual tumbal, aku sama Freya udah liat kondisi Anggara udah kek di pasung gitu.”

“Di pasung??!!”

“Hm'em. Intinya Anggara di pasung untuk ritual tumbal Iblis itu. Huh, hampir aja Anggara mau dijadiin tumbal yang diiringi lagu merinding itu. Ya, itu berkatnya si Freya yang suruh hentikan lagu yang diiringi anak-anak buah Raja Iblis itu.”

Reyhan menoleh wajahnya ke Freya dengan penuh takjub. “Wow, kamu pemberani juga ya.”

Freya tersenyum lalu mulai menceritakan apa yang Reyhan lakukan pada Anggara sewaktu masih ada di Kastil, meskipun bukan dirinyalah yang melakukan tetapi anak buah raja Iblis itu yang merasuki raga Reyhan. Reyhan yang mendengarkan penuturan Freya sampai meringis.

“Secara nyata aku terlalu sadis, bahkan sampai menghajar Anggara.”

“Jadi ini yang buat Anggara sampai lemah kayak gini? Bodoh! Harusnya aku gak takut sama mereka, dan punya pikiran buat lepasin diri!”

“Aku juga baru pertama kali ini ngeliat Anggara mengorbankan diri demi kita-kita. Untung cuman pingsan, belum mati ...” Reyhan menghela napasnya kemudian.

“Reyhan, Freya, Jova ayo sini makan dulu, masakannya udah mateng.” Tiba-tiba pak Amir celetuk dari ambang pintu yang membuat ketiga remaja tersebut sedikit terperanjat.

“E-eh iya Pak,” ucap ketiga remaja bersamaan dengan senyuman nyengir.

“Anggara-nya di tinggal dulu, kalian bertiga lebih baik makan terlebih dahulu biar perutnya terisi,” titah pak Amir dengan senyuman lembut nan ramah.

Ketiga remaja SMA itu hanya tersenyum lalu beranjak dari pinggir kasur lalu keluar dari kamar membuntuti pak Amir di belakang beliau menuju meja makan. Ruangan dalam rumah pak Amir sangatlah luas banyak juga terdapat pigura-pigura foto yang menurut ketiga remaja itu adalah keluarganya pak Amir.

Mereka akhirnya sampai di meja makan yang di atas meja banyak sekali lauk-lauk yang masih hangat dan begitu menggugah selera. Aroma khas masakan Koki andalan, menyeruak ke penciuman hidung para ketiga remaja SMA tersebut. Mereka bertiga di persilahkan duduk di kursi meja makan oleh sang pak Amir.

“Ayo, silahkan di makan. Makan yang banyak, ya sampai kenyang.”

“Terimakasih banyak Pak Amir.”

“Iya, sama-sama, Nak.”

Usai menuntaskan kegiatan makan siang dan meneguk segelas air putih yang sudah di sediakan pak Amir, Freya, Jova dan Reyhan memutuskan untuk beranjak dari kursi lalu menuju ke kamar, dimana Anggara dibaringkan oleh pak Amir dan pak Burhan sebelumnya.

Tiga sahabat Anggara masuk ke dalam kamar tersebut lalu duduk di pinggir kasur kembali. Freya yang berada di depan Anggara, menyentuh telapak kaki Anggara yang masih terasa panas. Awal Anggara pingsan jam pukul 08.00 dan sampai sekarang jam pukul 12.35 Anggara tetap senantiasa menutup mata. Matahari memancar menyinari wajah tampan Anggara, cahaya matahari tersebut yang masuk ke dalam jendela dan menerpa wajah Anggara, tak sedikitpun Anggara bergerak dan bangun dari pingsan.

“Hmmm, gue tau deh cara bangunin Anggara dari semaputnya.” Reyhan mengulurkan tangannya lalu jari telunjuknya menggelitik satu telapak kaki Anggara, namun meskipun sudah di gelitiki oleh Reyhan Anggara tetap tidak merespon sama sekali dan tak ada pergerakan sedikitpun hanya hela napasnya saja yang naik turun lambat.

“Yaelah, bangun dong, Ngga ...”

Handphone Jova bergetar menandakan ada sebuah notifikasi WhatsApp. Jova membuka layar handphonenya yang menggunakan pola lalu memencet aplikasi tersebut siapa yang mengirim chat di ponsel Jova.

...----------------...

...MAMA TERCINTA...

[Mama Tercinta]

Jova, Nak kamu kapan pulang?

^^^Belum tau sih Ma pulang kapan hehehe..^^^

[Mama Tercinta]

Hmmm yaudah di sana gak boleh lama" loh ya Nak

^^^Siap Mamaku Sayang^^^

[Mama Tercinta]

Yaudah nikmati hari kesenanganmu sama sahabat" mu ya Nak

^^^Iya Ma. Mama pokoknya tenang aja, Jova pasti bakal pulang kok^^^

[Mama Tercinta]

Iya Sayang

^^^Yaudah Ma, Jova mau off dulu ya hehe^^^

[Mama Tercinta]

Oke Nak

^^^I love you Mom^^^

[Mama Tercinta]

I love you too dear

...----------------...

Jova yang tersenyum sumringah merekah di wajahnya, mematikan ponselnya kembali dan memasukan ponselnya ke dalam saku celana jeans navy panjangnya. Senyuman lebar Jova menjadi pusat perhatian pada Reyhan dan Freya.

“Hayo abis chattingan sama siapa? Pacar yak, eaaaa!”

“Kamu napa heboh amat sih Rey! Aku tuh abis di chat mamaku tau!”

“Oh mamamu, mamamu chat apa sama kamu, Va?” tanya Freya menghadap ke arah Jova.

“Cuma nanya kapan pulangnya, aku ya jawabnya belum tau. Aku gak mungkin langsung jawab yang sebetulnya, mamaku pasti berpikir kalau aku cuma mimpi, karena mamaku apalagi papaku gak percaya mistis-mistis gitu.”

Freya dan Reyhan saling mengangguk mengerti maksud dari Jova yang menjelaskan. Di kamar, mereka setia menunggu Anggara sampai sadar dari ketidaksadarannya yang sangat begitu lama.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Langit biru siang kini berubah menjadi langit jingga di sore hari. Sungguh menghawatirkan kali ini, belum ada pergerakan dari Anggara sama sekali.

Pak Amir yang sedari tadi sesudah tuntas makan siang bersama ketiga remaja tersebut, kini datang ke kamar menghampiri tiga sahabat Anggara yang mengayunkan kedua kakinya gelisah pada kondisi Anggara yang belum sadarkan diri sejauh ini apalagi yang membuat para sahabat Anggara bimbang di wajah Anggara terlihat masih pucat.

Pak Amir menatap Anggara gundah. “Anggara juga belum sadar-sadar, ya?”

“Iya Pak .. dan ini sudah sangat sore sebentar lagi maghrib datang,” jawab Freya lirih nada lara.

Pak Amir mengangguk lalu beralih berjalan ke samping Anggara yang lemah tak sadarkan diri. Pak Amir menyentuh pipi kanan Anggara mengecek apakah masih panas atau sudah mendingan.

Pak Amir sedikit lega, rupanya suhu tubuh Anggara telah mendingan tak seperti tadi yang sangat panas. Tetapi walaupun demam Anggara telah turun, wajah pucat-nya belum menghilang. Pak Amir melepas kain kompres yang tadi siang beliau tempelkan kain kompres tersebut di kening Anggara. Pak Amir meletakkan kain itu ke dalam baskom lalu segera membawanya keluar.

“Bapak keluar dulu, ya.”

“Iya Pak,” respon Reyhan sopan.

Sahabat-sahabat Anggara langsung mengerti bahwa demam Anggara telah turun. Mereka bertiga sedikit senang meski begitu sama-sama di lubuk hati mereka, masih ada kesedihan karena Anggara sahabat mereka yang mengorbankan dirinya tak kunjung segera bangun.

Seiring berjalannya jam, Anggara juga masih belum ada pergerakan membuka matanya. Ini adalah malam hari pukul 19.00

Freya beranjak dari kasur dan menopang kedua kaki lututnya di lantai, tangan lembut mungil Freya mengangkat tangan Anggara dan menggenggamnya bersama kedua tangannya. Lantas, Freya menatap wajah damai pucat Anggara. Demi sedikit air mata mengalir pelan dan menetes ke kasur di saat telah di ujung dagunya Freya.

“Ngga, bangun dong .. masa kamu mau lebih lama pingsannya sih. Kita bertiga sedari tadi pagi nungguin kamu bangun loh sampe sekarang ini. Ayo dong buka matamu,” pinta Freya.

Siapa sih yang tak bakal sedih melihat sahabat masa kecilnya lemah tak sadarkan diri sejak tadi pagi? Pastinya sangat sedih contohnya adalah Freya Septiara Anesha.

Jova dan Reyhan menatap Freya yang nampak saat ini kacau hatinya, Reyhan serta Jova menunduk dengan menghela napasnya serta memejamkan matanya.

Jendela kamar yang masih terbuka lebar, membuat angin berjaya menembus masuk menusuk para kulit keempat remaja tersebut, namun Anggara tak merasakan kedinginan yang merasakan kedinginan hanya ialah ketiga sahabatnya. Hembusan angin kencang itu hingga rambut hitam Anggara tertiup sepoi-sepoi oleh angin malam tersebut.

Jova Reyhan yang duduk di pinggir kasur cekatan memeluk tubuhnya masing-masing saking dinginnya. Tak hanya angin saja yang terdengar berhembus-hembus tetapi juga disertakan petir kilat menggelegar hingga langit malam tersebut bercahaya karena petir kilat itu. Reyhan melihat ke jendela dan terkejutnya ia melihat Petir Intracloud (Petir di dalam awan).

“Wuanjir, jantung gue mau copot! Itu petir gede amat dah?! Kalau gue di luar fix kena samberan maut petir nih!”

“Petir apaan yang gede banget?” tanya Jova yang tak ikut melihat petir yang ada di langit.

“Petir Intracloud.”

“Hah, petir Intracloud? Kok baru denger dah? Petir apaan tuh?”

“Petir yang ada di dalem awan Va, makanya sering baca artikel-artikel di Internet .. biar tau segala jenis petir ada apa aja.”

“Males buka.”

“Huh, yaudah dah serah kamu aja.”

Setelah petir Intracloud muncul, sekarang cuaca ini di campur oleh rintik-rintik air yang jatuh ke permukaan bumi. Rintik air hujan tersebut menjadi makin banyak yang artinya hujan deras mengguyur seluruh kota Bogor termasuk rumah pak Amir dan atap rumahnya yang anti bocor. Reyhan beranjak dari kasur lalu segera menutup jendela rapat-rapat agar angin dan hujan tak masuk ke dalam kamar.

Freya yang tak ingin sahabat kecilnya kedinginan, segera mengambil selimut tebal yang terlipat lalu menyibaknya untuk menyelimuti Anggara hingga menutupi badannya agar Anggara tak kedinginan meskipun pemuda yang tak sadarkan diri itu tak terlepas dari jaketnya.

“Nah, kalau gini kan kamu gak bakal kedinginan.”

“Oh my god so sweet !!”

“Apaan sih, udah malem tutup mulutmu .. suara kamu kenceng banget tau. Kasian Anggara yang pingsan.”

Reyhan tertegun amat tertegun mendengar baru pertama kali, Freya mengomelinya hanya ia saja. Biasanya Freya selalu mengomel pada Anggara yang sifatnya terkadang menyebalkan di watak cueknya.

“Oke-oke.” Reyhan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan sambil mengangguk antusias.

Pak Amir datang kembali dan berdiri di ambang pintu. “Nak, karena ini hujan deres terus juga sahabat kalian belum sadar, lebih baik kalian menginap dulu di sini untuk sementara.”

“Oh iya Pak kalau begitu .. maaf udah banyak merepotkan Bapak,” ucapnya Jova kikuk.

“Enggak kok, Nak. Mulai nanti kalau mau tidur, Freya sama Jova tidur di kamar atas saja, ya.”

“Eh aduh nggak usah Pak, kami berdua tidur di lantai sini saja,” tolak Freya.

“Duh, kok tidur di lantai sih? Lantai kan dingin banget nanti kalian berdua bisa masuk angin loh, udah gakpapa kalian berdua tidur di kamar atas saja ya. Atau mau tidur langsung saja? Biar Bapak antarkan ke kamar atas.”

Freya dan Jova saling melempar pandangannya lalu mengangguk secara bersama. “Iya saja, Pak.”

“Hujan deras seperti ini buat kami berdua ngantuk hehehe,” cengir Freya.

“Sip, ayo sini Bapak anter- eh kalau Reyhan mau tidur dimana?”

“Saya tidur di sini saja, Pak. Saya juga harus jaga Anggara kalau semisalnya dia bangun dan butuh apa-apa.”

“Oh, yaudah kalau begitu Nak. Ayo Frey, Va.”

“Iya Pak,” serempak dua gadis itu.

Freya dan Jova menenteng tas punggungnya lalu berpamitan pada Reyhan di balas anggukan senyum oleh Reyhan. Mereka bertiga keluar dari kamar, pak Amir menutup pintu kamar tersebut. Reyhan meregangkan ototnya karena badannya telah pegal-pegal dan harus di istirahatkan untuk tidur.

Reyhan melepas tali sepatunya yang terikat lalu kemudian setelah melepaskan kedua sepatunya dan kaus kaki grey yang ia kenakan. Reyhan naik ke kasur spring bed yang menimbulkan bunyi saat Reyhan merangkak ke bantal samping Anggara yang tak sadarkan diri. Reyhan merebahkan tubuhnya dengan benar, tak berapa lama kemudian karena suasana dingin mata Reyhan memberat dan menutup lalu tidur bersiap menjumpai mimpi barunya.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Suara ayam berkokok mengusik telinga Reyhan lalu membuat ia bangun dari tidurnya, ia sandarkan punggungnya ke kepala ranjang mengumpulkan nyawanya. Ia mengucek-kucek kedua matanya lalu menguap karena masih mengantuk.

Reyhan melihat ke arah jendela di luar sudah pagi, segera itu Reyhan turun dari kasur untuk membuka jendela yang semalam ia tutup. Udara di pagi hari ini sangat nikmat untuk di hirup dalam-dalam. Reyhan berbalik badan mendekati pintu membuka gagang pintu.

Cklek !

Di luar masih sepi sunyi, sepertinya pak Amir masih tidur di kamarnya. Reyhan menolehkan badannya ke belakang mendapati Anggara masih sama seperti kemarin, Reyhan menghela napasnya panjang lalu melangkah duduk di pinggir kasur Spring Bed. Namun wajah Anggara yang sebelumnya terlihat pucat kini sekarang lumayan tidak. Baru saja membuka ponselnya untuk melihat artikel-artikel di Internet, tiba-tiba Reyhan mendengar suara Anggara yang terbatuk-batuk tanpa mulut terbuka.

Reyhan meletakkan ponselnya di sampingnya begitu saja, lalu menggeser posisi tempatnya lalu menepuk-nepuk bahu Anggara. “Ngga? Lo udah bangun, kah?”

Usai batuk beberapa kali, hari yang sangat di tunggu Reyhan telah tiba. Anggara membuka matanya lemah, Reyhan terharu senang sekali melihat sahabatnya telah membuka matanya yang kemarin menutup. Pandangan Anggara masih blur tak jelas dan samar-samar Anggara mendengar suara seorang pemuda yang menyebut namanya.

Lima menit kemudian, Anggara bisa melihat pandangannya dengan jelas. Dinding berwarna biru. Anggara melihat dinding atas tersebut hingga ada seorang yang ia kenal menatap wajahnya sambil menyentuh pipi Anggara.

“Anggara, Alhamdulillah lo udah sadar.”

Mulut Anggara yang terbungkam perlahan terbuka dan menyebut nama Reyhan dengan sangat lemah. “Reyhan ....”

“Akh, sssshh!”

Tangan Anggara terangkat menyentuh kepalanya yang sakitnya kembali menerjang. Anggara yang perlahan hendak duduk, di bantu oleh Reyhan dan menyandarkan punggung Anggara di kepala ranjang. Reyhan memegang kedua bahu Anggara dengan menatapnya sungguh-sungguh.

“Duh, masih sakit ya kepalanya!? Mana lagi yang sakit selain kepala?!”

Reyhan terus menghujani banyak pertanyaan nada khawatir pada Anggara yang di respon Anggara nada lemah.

“Kepala gue dah Lumayan kok ....”

Reyhan mengembuskan napasnya di keadaan kepala ia tundukkan. “Huft, Alhamdulillah deh kalau udah lumayan.”

“Kalau lo tanya ini ada dimana, lo ada di rumahnya pak Amir .. kemarin pas lo pingsan di hutan Bogor, lo langsung di bawa ke sini.”

Mulut bibir setengah pucat Anggara yang kembali bungkam, ia buka perlahan akan menjawab Reyhan. Tapi baru saja satu kata keluar dari mulutnya menjadi terpotong karena kehadiran Freya dan Jova yang telah bangun dari tidurnya. Freya melongo dengan mata terkejut, hatinya sangat gembira melihat Anggara telah sadar dari pingsan satu harinya. Anggara menolehkan kepalanya menatap Freya lalu tersenyum tipis kedatangan Freya serta Jova yang ekspresinya sama persis Freya.

Freya berlari lalu reflek memeluk Anggara dengan erat. Anggara yang di peluk tersontak kaget karena baru pertama kali ini ia di peluk sahabat kecilnya sendiri.

“Hihi! Aku seneng banget kamu udah sadar, Nggaaa!”

Anggara tersenyum lalu mengusap punggung mungil Freya yang memakai kardigan ungu lavender. Anggara mengusap lembut punggung sahabat kecil polosnya bersama satu tangannya.

Freya melepaskan pelukannya dari tubuh Anggara lalu mengerucutkan bibirnya. “Ngga, kamu kenapa sih hobi banget bikin kita bertiga khawatir? Aku aja sampe takut, loh kamu gak baik-baik aja.”

Dari raut wajah cantik Freya serta suara cicitnya menampakkan dan terdengar begitu risau pada Anggara. Anggara meraih pucuk kepala Freya lalu mengusapnya hangat.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Ketiga sahabat Anggara yang diam memainkan ponselnya sedangkan Anggara menutup matanya santai. Di keheningan cipta kamar tidur kini di pecahkan oleh Reyhan yang memulai pembicaraan pada Anggara.

“Anggara. Gue mau nanya sesuatu?”

Anggara membuka matanya. “Tanya apa?”

“Kenapa lo sembunyiin tentang Indigo yang lo punya dari kita bertiga?”

DEG !

Ucapan Reyhan yang to the point membuat darah Anggara berdesir dan detak jantung Anggara berdegup sangat kencang. Lidah terasa kelu untuk menjawab pertanyaan Reyhan yang membuat Anggara terkesiap. Anggara menelan ludahnya dengan mulut terbungkam. Bibir Anggara bergetar begitupun kedua tangannya mengepal kuat di kasur.

Belum saatnya kesemua sahabatnya mengetahui tentang Indigo Anggara dan masa lalu suram Anggara. Keringat dingin mengucur dari kening pandangan nampak kosong.

“Eh anjir! Jangan ngelamun, Bro!”

“Harusnya kalian gak boleh tau kalau gue ini Indigo! Tapi kenapa waktu memberitahu kalian?!” Anggara menundukkan dengan wajah raut berantakan.

“Gak ada yang boleh tau tentang gue ...”

Reyhan melongo. “Maksudnya? Jadi selama ini lo pendem kelebihan lo dari kita bertiga? Kenapa, Ngga? Apa lo trauma? Trauma sesuatu yang buat lo jadi main rahasia-rahasia begini?!”

“Masa lalu ...”

“Eh? Masa lalu? Ehm, boleh ceritain nggak? Siapa tau bisa bantu kamu keluar dari masalah,” pinta Jova.

‘Anying, salah gak sih gue minta Anggara ceritain soal masa lalunya?!’

Anggara mengalihkan mukanya dari Jova, ia memikirkan bercerita atau tidak. Namun ucapan Jova tadi nampak mendorong Anggara untuk menceritakan kelam-kelamnya pada masa lampau. Anggara mengembuskan napasnya lambat lalu memejamkan mata sejenak.

“Kalau kamu merasa berat untuk ceritakan semua dan itu malah menjadi beban-mu, gak apa-apa kok Ngga, kita gak akan memaksamu buat bercerita,” tutur Freya lemah lembut.

Anggara membuka matanya lalu menatap Freya. “Kalau kalian memang ingin gue cerita dan itu membikin kalian jadi penasaran, oke gue bakal ceritakan semua. Mungkin ini saatnya kalian harus mengetahui lebih dalam tentang gue sebetulnya.”

Mata Freya berbinar. “Kamu beneran mau ceritain semuanya Ngga?!” tanya Freya memastikan ucapan dari Anggara.

“Iya.”

Anggara kembali menyenderkan punggungnya lalu menghela napasnya siap untuk menceritakan semua masa lalu tersuram yang paling ia miliki.

“Gue Indigo bukan akibat dari Koma, tapi karena berasal dari keturunan. Bokap nyokap. Sebenernya gue baru nyadar kalau gue mempunyai kelebihan itu disaat gue memasuki TK.”

Anggara sedikit menegakkan badannya untuk meneruskan dirinya bercerita, meskipun sebetulnya enggan namun untuk ketiga sahabatnya, ia akan menceritakannya.

“Kejadian dimulai mana saat gue bersekolah di salah satu SD yang bernama Bakti Siswa, bangunan sekolah yang banyak dipercayai kalau di sana sangat angker. Banyak arwah bergentayangan dimana-mana. Dan gue merasakan itu, di jenjang kenaikan kelas dua. Kalian pasti tau rasanya diganggu makhluk nggak kasat mata itu seperti apa, gue ngerti kalian gak bisa lihat tapi gue tau kalian bisa merasakannya.”

Reyhan, Freya, dan Jova saling melemparkan pandangan terperangah karena Anggara tahu semuanya. Sudah tidak ada heran lagi bahwa sahabat mereka adalah indera keenam, ketiga remaja tersebut kembali menoleh menatap wajah Anggara yang datar dengan pandangan menunduk ke bawah.

Anggara menghela napasnya panjang, merasa berat pada pengungkapannya yang akan dirinya ceritakan. Kedua matanya sama-sama menutup dan mulutnya mulai bergerak lagi yang tadi sempat bungkam berhenti.

“Di sana gue di anggap orang yang berjiwa gak waras. Sudah pastinya, karena mereka nggak bisa melihat kesemua makhluk halus itu. Dan dimata mereka gue anak pembawa sial di sekolah itu. Di hujat, dibully dan segalanya.”

“Semua masalah itu gue hadapi sendiri, gue nggak ada niatan untuk menceritakan permasalahan itu ke nyokap bokap, gue gak mau semakin menjadi runyam. Biar mereka yang dapat balasannya sendiri, gue selama diperlakukan gak senonoh itu cuman diem dan gak melawan.”

“Bagi gue masa lalu itu membuat gue terlatih sampai sekarang. Kalau misalnya ada kejadian seperti itu lagi pada diri gue, gue sudah kebal dan biasa.”

Ketiga sahabatnya yang mendengar begitu miris namun ada wajah terkejut nang tertampil. Diperlakukan seburuk itu tetapi Anggara masih bisa bertahan bersekolah di sana sampai akhir kelulusan menuju SMP.

Anggara menundukkan kepalanya dengan wajah murung dan hati terpuruk. Mengingat jahatnya para penghuni sekolah SD Bakti Siswa ia dahulu. Masa lalu tentang dirinya yang selama ini ia pendam bertahun-tahun pada ketiga sahabatnya begitupun tragedi mengerikan di sekolahnya yang ia pendam sembunyikan hal itu dari Andrana dan Agra.

'Apa ini sebabnya Anggara orangnya jadi tertutup dan gak mau terbuka sama orang lain gara-gara masa lalu yang dia alami ?'

Usai selesai membatin, Reyhan membenarkan merapikan hoodie abu-abunya. Namun ada benda sesuatu yang aneh, ujungnya lancip seperti pisau. Reyhan yang penasaran langsung mengambil benda tersebut dari saku hoodie-nya. Betapa terkejutnya, yang Reyhan keluarkan adalah pisau berbeda dari pisau lainnya.

“P-pisau apaan ini? Dan kenapa pisau ini ada di saku baju gue?!”

Anggara yang mendongak ke Reyhan, tersontak matanya mencuat dan terkejut hingga sampai kepalanya menghantam kepala ranjang. Tak hanya Anggara saja yang terkejut tetapi juga Freya dan Jova, bahkan karena ketakutan dari kedua gadis tersebut, mereka mendekati Anggara.

Reyhan menggenggam pisau itu dan menatap pisau tersebut yang bercahaya merah. Suatu getaran dari pisau keramat tersebut. Dengan sendirinya pisau keramat itu terlempar ke atas lalu menghilang misterius menyisakan butiran debu.

Reyhan mengutarakan kata gelagapan saat melihat pisau keramat itu menghilang secara misterius.

“P-pisau itu?! Kok hilang??!!”

INDIGO To Be Continued ›››

Terpopuler

Comments

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

sweet bangeeeet

2023-07-08

1

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞

wah lamanya. aku sampe khwatir juga nih😁

2023-07-08

1

☺︎︎⑅⃝✎ᶠᵘˡˡ 𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 ♫︎

☺︎︎⑅⃝✎ᶠᵘˡˡ 𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 ♫︎

Saling dukung yuk, ,saya bakal Tinggal kan jejak dengan Like semua Novel mu ini :)
Jangan lupa like balik ya_

2022-06-30

5

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!