Hari malam pun tiba, inilah dimana hari malam ini Reyhan beruji nyali untuk ke hutan gelap hanya buat mencari kayu dalam sendirian. Jantung berdegup kencang karena inilah pertama kalinya Reyhan mencari kayu api unggun tanpa satu orang pun yang menemaninya.
Hembusan angin mendatang kembali, suara burung hantu juga terdengar, membuat nyali Reyhan semakin menciut untuk melangkah ke dalam hutan yang nampak gelap gulita. Semilir angin dingin tersebut meniup rambutnya. Reyhan yang mengenakan baju hoodie lengan panjang, mendekap tubuhnya dengan sepasang tangan saking dinginnya. Coba saja jika Reyhan mengenakan lengan pendek, kemungkinan besar Reyhan demam saat itu juga.
“Namanya juga hutan, pasti kalau malem suasananya bakal berasa kayak di film horor yang sering gue tonton. Mana ini angin gak berhenti ngoceh sama gue, lagi. Udah tahu hamba makhluk ciptaan kesayangannya Allah ini gak bisa tahan dingin, masih aja diajak ngobrol!”
Reyhan menghembuskan napasnya. “Semoga aja gue lewat sini, gak ada yang ngusik ketenangan ini. Cuman numpang lewat, gak ganggu. Ya, Mit? Demit?”
Reyhan berbicara tanpa ada lawan sembari tetap melangkah untuk mencari tumpukan kayu yang sempat Anggara lihat sebelum tiba di lapang tempat mendirikan tenda. Namun, sepertinya Reyhan kesulitan buat menemukannya dalam waktu sebentar.
“Kayaknya gue udah tolol banget, dah. Kenapa gue gak nyari kayunya pas tadi sore?! Kalau malem gini, kan mata gue susah nangkep. Mana lupa bawa HP, lagi buat penerang jalan!” gerutunya.
“Huhu, udahlah terima nasib aja ...”
Dengan wajah yang penuh lesu, Reyhan konstan bersikukuh melangkah menyusuri gelapnya hutan untuk mencari tumpukan kayu demi ketiga sahabatnya yang menanti kedatangannya. Hingga 15 menit masih menggunakan masa pencarian, lelaki humoris itu menyipitkan matanya bersama menghentikan kakinya.
“Itu ... nah! Itu kayu-kayunya! Akhirnya setelah sekian lamanya berpetualang buat nyari, ketemu juga!” pekik Reyhan senang lalu membelok arah ke kiri untuk memungut beberapa kayu untuk menjadikan sebuah api unggun setelah ini.
Tetapi baru saja akan membungkukkan badan untuk mengangkat semua kayu itu dengan sekuat tenaga, Reyhan dibuat terperangah pada suara burung pertanda kematian yakni adalah burung Gagak. Pemuda itu lekas menelan ludahnya bersama mata melotot.
“S-suara burung pertanda kematian, kenapa habitatnya bisa tinggal di hutan kayak gini, sih?!” racau Reyhan.
Reyhan sekarang memberanikan diri untuk mengangkat wajah tampannya ke atas pohon lepau melihat posisi keberadaan burung tersebut. Seakan, detak jantungnya Reyhan ingin berhenti saat berhasil mendongakkan kepalanya.
Di atas dahan pohon, pemuda jangkung itu yang seharunya menengok burung Gagak tersebut yang telah bersuara, tetapi sialnya ia malah tak sengaja menatap sesosok perempuan berambut panjang dengan tergerai dalam kondisi kusut nan tak terawat. Rupa wajahnya terlihat jelas hancur, apalagi di matanya ia tak memiliki sklera.
BRUGH !!
Dengan tanpa tubuh yang terpaku di wilayah mencekam ini, Reyhan memundurkan langkah untuk memberi jarak dari wanita asing tersebut usai sosok itu menjatuhkan diri ke tanah. Seketika, napas lelaki itu menjadi tak beraturan, keringat dingin langsung meluncur deras dari kening hingga mengenai pelipis.
Wanita berpakaian gaun lengan hitam panjang itu, kini mulai bangkit berdiri dan menampilkan senyuman yang menyeringai, membuat kedua mata Reyhan tatkala sayu. Muka yang hancur tersebut, berhasil melemahkan tenaga di raganya.
“Ikut bersamaku, yuk ...” lengai ajak wanita algojo dengan menggerakkan kedua kaki pucat pasinya untuk mendekati Reyhan yang tubuhnya telah lemas.
“Jangan. Gue mohon jangan mendekat, gue gak bermaksud untuk berani mengusik kedamaian lo di sini ...”
‘Please, tolong jangan renggut nyawa gue.’
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Di dalam tenda hitam, Anggara memang diam. Tetapi pikiran negatifnya telah menjalar kemana-kemana tentang Reyhan yang belum kunjung kembali, rasa perasaan cemas telah bergelut di hatinya sang lelaki Indigo tersebut.
Anggara berkali-kali mengusap-usap kedua telapak tangannya untuk mengurangi rasa kekhawatiran, namun apa yang ia lakukan ini begitu nihil. Sampai akhirnya, Anggara memutuskan keluar dari tendanya. Dirinya sudah tak mempunyai pilihan lain selain diam menunggu sahabatnya yang di sana pasti sedang menghadapi marabahaya.
Freya yang melihat taburan bintang indah yang dihiasi satu buah bulan purnama bersama Jova di luar tenda, melihat sahabat kecil lelakinya yang hendak pergi dari wilayah camping. Hal tersebut, membuat gadis Nirmala cantik ini mengerutkan keningnya dengan kalbu yang bertanya-tanya.
“Anggara? Kamu mau pergi kemana? Udah malem.”
Pemuda tampan pemilik rambut hitam nan iris mata grey autentik itu, memutar setengah tubuhnya ke belakang waktu dipanggil oleh Freya yang duduk dengan sahabat gadis Tomboy-nya di tengah-tengah lapang luas. “Nyusul Reyhan.”
“Kamu mau nyusul Reyhan, toh? Oalah, yasudah. Hati-hati, yaaa! Langsung balik ke sini kalau kalian berdua udah selesai!” teriak Jova dari kejauhan.
“Kamu hati-hati ya, Ga? Kalau perlu bawa senter saja buat penerang jalan yang gelap. Siapa ngerti, kalau di sana ada jurang. Malah bahaya, kan kalau gak bawa?” ungkap Freya dengan penuh perhatian.
Anggara menganggukkan kepala tanpa senyum, lalu melanjutkan langkahnya untuk pergi menyusul Reyhan yang mestinya telah sangat jauh berada. Aura di hutan ini begitu cukup mengerikan, bahkan penuh menggentarkan. Amat tak selamat untuk sahabat Friendly-nya jika menyusurinya secara sendirian.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Anggara berlari sangat kencang tanpa memedulikan seluruh ranting-ranting dan kerikil batu yang ia injak, ia lebih memedulikan keselamatannya Reyhan. Firasat ini semakin buruk, ia tak ingin sahabatnya terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Rambut hitamnya lelaki tampan Indigo itu tertiup kuat oleh angin seiring ia menggunakan lari maraton.
Kini sekarang Anggara menghentikan aksi lari cepatnya usai beberapa kilometer ia tempuhi dengan kekuatan tenaga yang maksimum. Ia mengatur napasnya sejenak dengan membungkukkan badannya lalu menegakkannya kembali, bertepatan itu mata dirinya menangkap seseorang yang tergeletak tak berdaya di tanah sebelah arah kiri.
Hal tersebut, membuat Anggara berinisiatif menghampirinya dengan langkah kaki biasa. Setelah berhasil mendekatinya, matanya terbelalak lebar saat mendapati sahabatnya lah yang tergeletak lemah dalam keadaan tubuh terlentang.
“Rey!” Anggara berjongkok lalu menyentuh sepasang bahu lemas milik Reyhan yang mana kedua mata pemuda humoris itu terpejam.
Di sini rasa paniknya Anggara muncul, dimana saat ia menatap wajah sang sahabat yang begitu pucat. Dirinya segera menepuk-nepuk pipinya Reyhan yang kini terasa hangat, untuk berusaha menyadarkannya dari pingsan.
Anggara menekan semua gigi putihnya dengan rahang mengeras, ia tahu ini ulahnya sosok penghuni yang ada di sekitar dalam hutan angker tersebut. Hingga tibalah suara tawa perempuan yang sangat nyaring dan itu sanggup memekakkan pendengaran telinga Anggara.
Pemuda pemilik jiwa pemberani itu, mulai mendongakkan kepalanya singkat dengan raut ekspresi yang menunjukkan kemurkaan. “Pergilah! Jangan pernah lagi lo sentuh raga sahabat gue. Elo sama sekali gak ada hak untuk menyakitinya dengan sesuka hati lo!”
Wanita bermuka hancur yang mana terdapat darah daging amis, terdapat tulang pipi nang menyembul keluar, dan matanya tidak menunjukkan adanya sklera, berjalan mundur karena ia tak bisa menyambangi manusia lelaki ini yang memiliki aura-energi yang kuat serta tidak gampang untuk ditaklukkan oleh siapapun.
“Argh, dasar Manusia Pengacau! Awas saja, kau nanti!”
Anggara menghembuskan napasnya waktu wanita yang merupakan hantu itu, telah pergi dengan menyisakan debu hitam yang bertebaran. Sampai akhirnya ia menundukkan kepalanya saat dirinya dipanggil dengan nada yang lemah.
“Lo sudah sadar?” Hati Anggara sangat lega melihat Reyhan telah kembali siuman, dan sekarang ia mulai membangkitkan tubuh lemah sahabatnya untuk membantunya bangun ke posisi duduk.
Bukannya menanggapi kelegaannya Anggara, Reyhan justru mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan wanita lelembut itu yang sudah menghilang entah kemana, tatapannya juga menggambarkan rasa ketakutan hebat dengan detak jantung yang balik berdebar-debar.
“Tenang, dia sudah pergi. Dan lo sekarang aman darinya yang ingin mengajak lo ke alam gaibnya. Bagaimana? Elo sudah baik-baik saja, apa yang lo rasakan?”
Reyhan menyentuh kepalanya dengan menutup matanya. “Kepala gue begitu pusing ... dia siapa, ya? Auranya juga kuat. Dan, negatif.”
“Sudah, gak usah lo pikirkan tentang kejadian yang telah berlalu.” Anggara sebenarnya tahu, siapa dirinya Reyhan. Ya, seorang pemuda yang memiliki kelebihan yaitu mahir membaca pikiran serta mengerkau suatu kelemahan, yakni menerabas makhluk astral bersifat hitam/negatif.
Reyhan yang masih merasa lemas di sekujur tubuhnya, memutuskan memaksa untuk berdiri. Tapi baru saja akan membangunkan diri, raganya seketika langsung limbung ke tanah.
Grep !
Anggara dengan cepat, menahan badannya Reyhan lalu tangan sahabat humorisnya segera ia tengger di tengkuknya. “Kondisi tubuh lo masih lemah, lo gak bisa pergi dari sini tanpa ada orang yang membantu.”
“Makasih, Bro ...”
Anggara menganggukkan kepala lalu segera memapah Reyhan untuk segera meninggalkan tempat tersebut, namun suara sahabatnya membuat Anggara kembali menghentikan langkah. “Kenapa?”
“Kayu-kayunya gimana, Njir? Masa gak dibawa?!”
Anggara mendengus. “Pentingkan kesehatan lo yang sekarang, soal kayu bisa diambil besok pagi. Lebih baik kita pergi dari tempat ini terlebih dahulu.”
Reyhan menghela napasnya dengan pasrah, telah bersusah payah untuk mencarinya, tapi sekarang ia tinggalkan begitu saja daripada membangkang saran terbaiknya Anggara. Mereka kini mulai bersama meninggalkan wilayah tempat itu, sementara burung Gagak yang sukses menghentikan kegiatan Reyhan telah pergi terbang entah kemana.
Di perjalanan menuju lapang tempat liburan camping, Reyhan kembali membuka suara, “Ga? Soal cewek tadi, apa lo yang usir? Gue cari tapi dia udah gak ada.”
“Gak. Gue manusia biasa, mana mungkin bisa mengusir arwah yang menghuni tempat hutan ini. Sebaiknya sebelum berbicara, pikir dulu. Jangan asal ceplos.”
Reyhan terkekeh. “Barangkali lo seorang cenayang yang bisa memusnahkan hantu, kan? Gue gak nyangka, bisa ketemu sama tuh setan sialan. Mana mukanya burik, lagi kayak HP kebanting dari atas gedung!”
“Hm.”
Kembali mendengar jawaban andalan dari Anggara ini, berjaya membuat Reyhan meneguk salivanya. Percuma saja ia berucap panjang-lebar seperti tadi, dikarenakan pada akhirnya sang sahabat meresponnya dengan sebuah tanggapan yang seolah tak peduli apa yang dirinya katakan.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Freya yang melipatkan kedua tangannya di dada, kepalanya celingak-celinguk untuk memastikan dan berharap kedua sahabat lelakinya segera kembali karena malam semakin larut, pukul 21.00
“Jova? Mereka, kok belum balik-balik, ya? Aku takut kalau Anggara sama Reyhan terjadi sesuatu di sana. Hutan, kan pasti banyak hewan buas,” risau Freya.
“Santai. Pasti mereka baik-baik aja, kok. Jangan terlalu overthinking, oke? Aku yakin, pasti mereka berdua lagi di perjalanan untuk menuju ke sini,” lembut nada Jova seraya mengelus bahu kanan kecilnya sang sahabat lugu.
Freya berusaha tersenyum kepada Jova lalu mengangguk pelan, hingga bersamaan itu gadis Tomboy tersebut mengeluarkan suara pekikan. “Nah, itu dua cowoknya udah balik! Lama banget sih, kalian?! Khawatir, tahu kami!”
“Ye, maaf! Baru juga mau sampe, udah ngomel aja itu mulutmu!” damprat Reyhan dari kejauhan bersama Anggara yang masih senantiasa memapah tubuhnya.
Freya tatkala sedikit terkejut melihat raga Reyhan yang sedang dipapah oleh sahabat kecilnya, dengan lekas gadis cantik berambut hitam legam itu berlari untuk menghampiri kedua pemuda tersebut, begitupun pula si Jova yang ada di belakang Freya.
“Reyhan? Kamu kenapa?! Kok, jalanmu sampe dibantu sama Anggara? Kakimu terluka?!” khawatir Freya.
Anggara memalingkan wajahnya, tak mungkin ia menjawab dengan sejujurnya bahwa Reyhan tadi bertemu sosok hantu wanita tersebut. Ya, ia ingin bermaksud untuk tak membuat kedua gadis itu takut dan berpikir negatif tentang desas-desus hutan ini.
“Reyhan gak enak badan karena banyak kena udara malam,” respon dusta Anggara buat Freya.
“Ye. Dasar cowok lemah, hahaha!” seloroh Jova.
“Sahabat cewek Kampret! Kasih perhatiannya, kek. Situ malah mencaci maki harga diriku yang sebagai cowok,” protes Reyhan dengan menatap sebal Jova.
“Em maaf, ya? Gara-gara aku nantang angin malem, kayunya yang buat bakar-bakar makanan hari ini, gak aku bawa jadinya. Hehehehe,” lanjut Reyhan.
Freya tersenyum manis. “Gak apa-apa kok, Rey. Yang penting kamu sama Anggara sampai ke sini dengan selamat. Tumpukan kayunya bisa dicari besok pagi, kan? Mendingan kamu istirahat saja di dalem tenda, biar besok paginya badanmu agak enakan.”
“Aduhai, perhatian banget! Iya, Sahabat Cantikku yang unyuk-unyuk. Kamu sama Jova juga langsung melipir ke tenda, ya? Udah larut malem, gak bagus cewek-cewek kayak kalian masih di luar.”
“Dih, tumben itu hati pake perhatian segala?” cibir Jova.
“Tumben, matamu! Aku, kan dari dulu suka perhatian sama semua orang yang memperlakukan aku seperti anak emas. Gak kek kamu, The Psychopath Girl !”
Mata Jova auto mencuat tajam dengan kedua telapak saling mengepal kuat. “What the facks?! Coba sekarang kamu ngomong sekali lagi! Aku udah lama, ya gak nabok mukamu pake sepatu termahal-ku!”
“Emang eak?”
“Cukup!” tegas Anggara melerai percekcokan antara sahabat lelaki Friendly dan sahabat gadis Tomboy-nya.
Kini sekarang mereka berempat mulai balik badan untuk kembali ke tendanya masing-masing. Tetapi sebelum itu, Anggara perlu mengantarkan Reyhan terlebih dahulu ke tenda abu-abu disebabkan raga sahabatnya masih lemah dan belum kunjung bugar.
“Ga? Lo, tadi ...” Reyhan menolehkan kepalanya untuk memastikan kedua sahabat perempuannya telah masuk ke dalam tenda. Lalu lelaki itu kembali menatap Anggara yang tengah bisu menunggu ujarannya yang terpotong.
“Lo tadi kenapa pake acara bohong sama mereka? Padahal, kan gue begini karena gak sengaja bertemu sama hantu wanita itu,” tanya Reyhan yang telah berada di dalam tendanya.
“St, mereka berdua gak perlu tahu apa yang sudah terjadi dengan lo. Hanya cara ini agar Freya dan Jova tidak diserang kegelisahan yang hebat, jangan pernah lo beritahu, paham?” ucap Anggara dengan menempelkan jari telunjuknya di bibir bersama tetap muka datar.
Reyhan menghela napasnya. “Iya-iya, dah! Yasudah sono, cepetan balik ke tenda! Kerasukan setan, kapok lo.” Dirinya kemudian menarik resleting tenda untuk menutupnya.
Anggara menghempaskan napasnya, lalu beranjak berdiri dan segera pergi dari tenda abu-abunya sang sahabat. Bukannya lekas melangkah untuk menuju ke tenda warna hitamnya, pemuda Indigo itu malah justru mengangkat wajah tampannya ke atas langit malam.
CTAAAAARRR !!!
Suara petir yang menggelegar disertakan cahaya kilat dominan ungunya di atas langit, tak sedikitpun membuat Anggara terkejut. Dirinya sekarang harus menajamkan indera mata gaibnya, disebabkan peristiwa invalid telah dimulai.
INDIGO To Be Continued ›››
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
diksiblowing
mulai ada bau2 horor
2022-06-16
2