Kegelapan gulita yang terbentang luas, menciptakan kesunyian. Tetapi di depan sana terdapat samar-samar sosok punggung kokoh yang berdiri tegak, hingga bayangan tersebut menjelas. Rasa tercekat dimulai, dimana waktu sosok remaja lelaki itu memutar tubuhnya dengan wajah aura hitamnya.
Senyuman iblis yang terukir di bibir, serta ia nang menggenggam pisau dengan bagian aluminum yang mengeluarkan cahaya merah, telah dibuktikan bahwa sosok itu adalah Reyhan. Mungkin jika orang yang memiliki aura positif, jantung akan berdebar tak karuan dan keringat dingin meluncur dari tubuh.
Anggara seketika langsung membuka matanya cepat dengan napas yang kembali terputus-putus, sementara keringatnya telah membasahi setengah keningnya yang terhalang rambut.
Lagi-lagi ia bermimpi yang tak wajar, kepalanya terasa begitu pening saat dirinya menatap langit atap tenda besarnya. Hingga Reyhan yang sedang bungkam memperhatikan kedua sahabat perempuannya, menolehkan kepalanya kencang ke arah Anggara.
“Ga? Lo kenapa?! Jir, itu muka napa tambah pucet aja, dah?!” panik Reyhan seraya menghadapkan badannya ke sang sahabat misterius.
Namun sayangnya, kepanikan dari Reyhan tak digubris sedikitpun oleh Anggara. Pandangan mata sipitnya terus nyalang menatap langit-langit atap tenda.
Karena tidak segera dijawab, Reyhan mencoba meraba telapak tangan lemas sahabatnya sampai ia terkejut bercampur cemas mengenai kondisi suhu tubuh Anggara yang makin menaik. “Ga?! Aduh!”
“S-sebentar! Gue ambil kain sesuatu dulu di tas buat nurunin suhu tubuh lo!”
Reyhan yang hendak pergi meninggalkan tenda Anggara untuk menuju ke tenda abunya, tangan kiri pemuda Friendly itu langsung dicekal lemah oleh sahabatnya. “Gak usah.”
“Tapi lo Demam, Ga! Gimana, sih?! Emangnya elo mau sakit kayak begini?!” Reyhan saat ini amat khawatir terhadap keadaan Anggara, tetapi sahabatnya tetap menolak tuk dibantu.
Dengan menahan rasa sakit yang menyerang kepala dan dalam dadanya, Anggara melepaskan pergelangan tangan milik Reyhan. “Maaf, tapi gue gak ingin ditolong.”
“Ha?” Percakapan nada lirih Anggara, sukses membuat Reyhan terperangah.
Reyhan membungkamkan mulutnya lekas, memang sedari dulu semenjak bersekolah SMP Anggara menunjukkan sikap anti sosialnya, namun tak seperti SMA ini yang malah mengemukakan watak misteriusnya kepada semua orang, termasuk orang tuanya sekalipun.
‘Dia memang cowok yang beda dari lain, tetapi apa maksudnya Anggara? Hanya karena ini, dia sama sekali menolak pertolongan yang datang padanya. Sebenernya apa yang terjadi, sih? Sebel banget, gue sering dikasih kuis teka-teki kayak gini. Mana otak gue, kan cetek !’
Reyhan kemudian memaksa tersenyum pada Anggara yang sedang menatapnya datar. “Oke, gue nggak akan paksa lo. Sekarang lo mau apa? Teh?! Ini masih anget. Di minum dulu, nih!”
Tanpa membuka suara, Anggara segera menopang balik kedua tangannya di atas alas tenda untuk membantunya bangkit. Tetapi di situ, Reyhan siap menolong ringan sahabatnya yang hendak duduk.
“Pelan-pelan,” ucap tulus Reyhan lalu melepaskan tubuh lemah Anggara dan segera mengangkat cangkir teh yang masih hangat.
“Syukur tehnya masih anget, soalnya tadi gue tutup, hehehe!”
“Hm,” jawab Anggara singkat lalu meneguk teh hangatnya yang usai disodorkan oleh sahabat ramahnya.
“Anjir, 'hem' mulu perasaan! Itu kalau rasa jengkel gue gak bisa lagi dikubur, tebas juga jakunnya,” geram Reyhan.
“Tebas saja.”
Reyhan terjengit kaget karena Anggara mengerti atas sindirannya barusan. “Enggak, Bro! Gue cuman gurau!”
Bola mata menawan punya lelaki tampan tersebut, memutar malas lalu kembali melanjutkan minumnya yang tertunda akibat ungkapan sindir dari Reyhan yang rupanya hanya sekedar seloroh.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Duduk di atas gelondongan kayu yang mempunyai ukuran besar-panjang, Freya terdiam sendiri dengan wajah murungnya. Kedua pipi tembamnya menggembung seraya pandangan kosongnya menatap permukaan tanah.
Hingga ia terpikirkan pada Anggara lalu membedakan sikapnya yang dulu hingga sekarang. Tentu sangat jauh berbeda, apalagi gadis cantik ini ingin sekali sahabat kecil lelaki tampannya kembali ke sifat sebelumnya. Tetapi, apakah yang Freya harapkan akan terkabulkan?
‘Anggara, aku pengen banget lihat sifat akrab kamu yang dulu. Aku beneran gak mau melihat watakmu yang sekarang. Aku ingin membantu, tapi apa yang bisa aku lakukan kalau kamu saja jarang curhat sama aku? Sahabat kecilmu sendiri?’
Freya menghembuskan napasnya lelah dengan hati yang lumayan tersayat, hingga ia mengalihkan pandangannya ke Jova yang sibuk berkutat dengan kegembiraannya bersama ponsel Android canggih yang ia mainkan.
“Good morning and hello, Guys! Di cuaca yang gak mendukung suasana hati gue ini, di sini kami berempat sedang menikmati indahnya bercamping di salah satu hutan ternama! Keren gak, tuh?! Keren, lah masa kagak? Hahahaha! Oh iya, kalian semua yang menonton video ini bisa lihat betapa memukaunya segala pemandangan alam asri tersebut.”
Dalam video yang Jova nyalakan di kamera ponselnya, gadis Tomboy itu mulai memutar balikkan handphone kesayangannya agar para penonton nanti di sosmed tahu betapa menawannya seluruh pemandangan hutan yang dicampuri semilir angin.
“Tuh, kalian lihat, kan? Jika mau ikutan mengunjungi hutan ini, boleh aja kok. Dijamin aman seratus persen! Dan letaknya berada di daerah kota Bogor,” celoteh Jova ceria dengan bermain video yang masih tersiar.
Kini salah satu tangan Jova membentang panjang dengan memejamkan matanya untuk menikmati setiap hembusan angin yang tiba. “Huuuu, udaranya di sini tuh sejuk banget, Guys! Sayang banget kalau kalian mengabaikan tempat ternyaman ini. Meskipun sekali injak tanah hutan yang gue dan semua sahabat gue huni sementara terasa dingin kek lagi berlibur di puncak gunung Bromo, tapi seru, kok!”
Freya yang menyaksikan sahabat Tomboy terbaiknya, menggelengkan kepala dengan senyum tipis. “Pasti lagi bikin konten.”
Sementara, Reyhan yang memperhatikan gerak-gerik lincah Jova pada kontennya yang akan ia unggah di segala sosmed nang sahabat perempuannya punya, terkekeh geli dengan bibir nyengir.
“Dasar anak video editor, konten mulu kerjaannya. Untung aja itu berfaedah buat hiburan netizen pengikutnya.”
Sampai akhirnya pemuda humoris itu mengedarkan pandangannya ke arah Anggara yang sibuk berkutat pada kegiatannya di pojok dalam tenda. Nampak lelaki tampan tersebut sedang menggambar suatu sketsa di buku kertas tebalnya.
“Gak istirahat, Ga? Lo gambar apaan, sih? Mau lihat, dong!” pekik Reyhan seraya merangkak cepat mendekati sahabat pendiamnya.
Anggara yang beraktivitas dengan muka dinginnya, melirikkan kedua bola matanya ke Reyhan nang telah berada di sebelahnya. “Minggir lo sana.”
Mata Reyhan agak mendelik dengan bibir menggeram karena kesal mendengar ucapan cuek dari Anggara. ‘Ngusir lagi?! Dia pikir dia satpam, apa asal main usir-usir orang?! Heran, deh jangan-jangan ini anak manusia tapi kagak punya hati.’
Anggara yang mampu mendengar celoteh suara hati dari Reyhan, tetap diam sembari menghela napasnya jengah. Ia kemudian memutuskan mengulas aktivitas ringan tangannya untuk menggambar sosok sketsa yang telah 2 menit lalu muncul dibenak otak cerdasnya.
Reyhan mencondongkan kepalanya rada ke depan dengan hati syoknya. Lalu ia memiringkan kepalanya ke kanan saat menengok sketsa lukisan gambaran Anggara yang masih berlangsung.
‘Apa yang salah sama mata gue? Anggara gambar sosok rupa dan tubuh gue kan, itu?! Mana di tangannya bawa pisau. Maksudnya apaan, sih?! Jir, bingung.’
Reyhan terus memperhatikan haluan gerak-gerik pada gambaran Anggara pada tangan luwesnya, hingga sahabat misteriusnya memberikan garisan asir luas setiap permukaan gambar, alias menampilkan sebuah latar belakang untuk sosok pemuda yang mirip seperti Reyhan sendiri.
“Ga, lo ngapain gambarin gue? Iya, sih hasil sketsa elo emang keren. Tapi nyeremin banget, Coy! Apalagi muka yang udah lo gambar sempurna, kayak memper-memper raut jahatnya iblis.”
Tatkala usai mendengar, Anggara menghentikan kerja tangannya dengan hati yang terkejut, tak juga wajahnya nang berubah ekspresi. Entah mengapa ia malah justru menggambarkan sosok yang pernah datang di alam mimpi buruknya, hingga Anggara memutuskan menutup buku gambarnya sesegera mungkin.
“Ga, kenapa lo tutup? Gue, kan-”
“Cukup! Lo gak perlu tahu apa yang gue lakukan, cukup mikirin urusan lo saja dan jangan pernah pedulikan gue. Paham?”
Bukan rasa sedih yang melanda kini, tetapi amarah nang memuncak di kalbu milik Reyhan. Matanya mencuat seolah tak suka apa yang Anggara perintahkan. “Gitu?! Lalu sebenernya lo anggep gue apa, Ga?! Sampah?! Bisa gak, sih sekali aja gue ngerti apa yang lo hadapi? Gue ini sahabat lo, dan lo adalah sahabat gue!”
Mata Anggara memanas, hatinya mengernyit kuat. Apalagi sekarang wajahnya ia palingkan dari Reyhan untuk meredam berang yang nyaris tersulut.
‘Elo gak akan mungkin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi pada gue. Memang sebaiknya lo tidak perlu mengerti masalah apa yang masih melekat di pikiran gue, Rey.’
Lagi-lagi Reyhan sukses dibuat kaget pada Anggara, walau bukan lisan tetapi relung hatinya. Masalah yang masih melekat di pikirannya? Inilah nang mampu membuat rasa jiwa penasaran Reyhan menjulang.
Sepertinya akan percuma bila Reyhan membuka suara untuk bertanya, semua bakal sia-sia saja lepau mengerok tentang informasi identitas sahabatnya yang misterius tersebut.
Kapan semuanya terbongkar? Karena ada sisi teka-teki mengenai Anggara yang amat janggal pada karakteristiknya.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
“See you next time, Guys dari video hari ini. Salam hangat dari Jovflencia, muah!”
Ya, Jovflencia adalah nama akun di sosial medianya. Usai melakukan gaya kiss bye, Jova mengakhiri kontennya dengan senyuman cantik penuh arti.
“Upload videonya nanti aja, ah! Biar mereka penasaran konten apa yang bakal gue unggah di Instagram, hihi!” Dengan bahagia dan tanpa sengaja, Jova menoleh ke arah sebuah dahan pohon.
Seketika, mata Jova langsung mengerjap kaget apa yang barusan dirinya lihat. Segera menengok layar HP-nya pada konten video yang telah ia simpan, lalu meninjau kembali sosok yang ada di atas kayu dahan pohon.
“Lah?! Kok ... gak ada, sih? Apa gue cuman berhalusinasi doang kali, ya? Ah! Bodo amatlah, males juga gue mikirin yang bukan-bukan.” Bersama acuh tak acuh, gadis Tomboy itu memilih menyibukkan diri dengan ponselnya.
Hingga Jova tersentak waktu pundaknya ditepuk oleh Freya dari belakang. “Hih! Kamu ini, ngagetin aja! Kenapa?”
Freya memundurkan kepalanya dengan mengerutkan dahi. “Enggak biasanya kalau ditepuk, kamu kaget. Gak sadar? Ini gerimis, ayo masuk ke tenda.”
“Bentar dulu, aku mau up- eh?!”
Belum menyelesaikan responnya kepada sahabat Nirmala-nya, kedua gadis itu justru terkena guyuran air hujan deras yang turun. Dengan segera, Jova langsung menarik kencang tangan mungil Freya ke arah mana bukan tendanya.
“Lho, ke tendanya Anggara?!” pekik Freya.
“Hehehe! Lebih deket kita, soalnya.”
Di sisi lain, Reyhan dan Anggara yang saling diam tak bersuara, menolehkan kepalanya cepat waktu kedua sahabat perempuannya saling masuk ke dalam tenda hitam besar milik pemuda tampan Indigo tersebut.
“Woy-woy, Maling. Sempit!” protes Reyhan sambil menggeret pantatnya mundur hingga menabrak sisi belakang tenda.
Plak !
“Mana ada sempit?! Luas begini kayak gua, bilang sempit, dasar Cowok Mulut Bebek!” kesal Jova setelah memukul paha Reyhan.
“Apaan, dah?! Udah masuk gak pake salam, sekarang malah mukul orang! Dasar Cewek gak punya Akhlak!” sembur balas Reyhan karena tak terima.
Freya mengangkat dua jarinya dengan menatap Anggara dan Reyhan secara bergiliran bersama senyum hambar. “Muat, kan untuk menampung empat orang?”
Anggara hanya sebatas menganggukkan kepala dengan tetap wajah datar, lalu gadis sahabat kecilnya mulai memutar badannya ke belakang untuk menutup resleting pintu tenda hitamnya. Anggara yang melihat Freya, cuma senyap.
“Gelap, loh! Lagian si Anggara ngapain beli tenda warna yang kayak hidupnya Reyhan, sih?! Kan gak berwarna!” omel Jova, membuat sahabat lelaki Friendly-nya mendengus.
“Aku, lagi! Aku punya salah apaan, sih sama kamu?! Setiap topik, aku mulu yang disalahkan! Gak ada orang lain, apa untuk jadi pelampiasan-mu?! Sengit, sumpah!”
“Ya, karena kamu cowok yang bagaikan dalam bangunan mall, alias serba salah! Udah ngerti, kan?” jawabnya.
“Au ah, dark !”
Sesudah mengucapkan kalimat itu, Reyhan melibatkan kedua tangannya di dada dengan menggembungkan kedua pipinya dikarenakan sedang, ngambek. Hal tersebut membuat Jova menggelengkan kepalanya.
“Cowok, kok gampang ngambekan. Situ dari lahir punya jiwa blasteran wanita, kah?” sindir Jova dengan tersenyum sinis.
Reyhan menolehkan kepalanya kencang dengan menatap tajam Jova. “OMG! (Oh My Gosh) itu lambe belum pernah ditabok sama sandal jepit, ya?! Sini!”
“Tapi selain kamu salahkan Reyhan, kamu juga salahkan Anggara lho, Va. Anggara kan dari dulu memang suka warna hitam, setiap orang pasti memiliki kegemaran warna yang berbeda-beda,” ujar lembut Freya.
Pandangan mata Anggara yang sebelumnya menunduk ke bawah, kini lelaki tampan itu melirikkan bola matanya ke arah Freya yang sekarang sibuk mengusap bagian tubuhnya dengan kedinginan karena telah terkena basahan air hujan.
“Eh?!”
Freya tersentak kaget saat Anggara membaluti setengah tubuh mungilnya pakai selimut tidur yang dipunyai sahabat kecil lelakinya. Sementara seperti Jova dan Reyhan, melongo tak percaya apa yang sedang dilakukan oleh Anggara.
“Pakai ini, agar hangat.”
Freya menutup mulutnya dengan bibir tipisnya dengan sekaligus tertegun pada sikap Anggara yang masih ada sisi kepeduliannya terhadap dirinya. Sedangkan, pemuda tampan misterius itu telah kembali ke tempatnya.
“Tapi, Ga? Ini, kan selimut kamu yang buat tidur. Jadi basah, lho karena kena tubuhku.” Freya komplain.
“Gak masalah,” singkat Anggara.
Freya kemudian mengukir senyuman cantiknya lalu menatap teduh Anggara. “Oh, oke. Makasih banget, ya?”
Lelaki yang wajahnya masih datar itu, hanya sebatas menganggukkan kepala untuk memberikan jawaban Freya. Jika Reyhan, memasang wajah jahilnya sementara Jova terkekeh geli dengan menggelengkan kepala pada adegan manis ini yang kemudian terisi kembali suasana canggung.
“Alalai, kalian so sweet banget. Cocok, deh kalau jadi sepasang kekasih yang serasi! Entar jangan lupa kalau beneran dapet. Pajak jadiaaaan,” ledek Reyhan.
BUG !
Anggara yang risih mendengar hal itu, langsung menyabit muka Reyhan dengan bantalnya bersama tenaga kerasnya. Jova yang melihat aksi tersebut, tertawa puas sedangkan Freya menaikkan kedua alisnya dengan menutup mulutnya pakai salah satu telapak tangannya.
“Anjir, Cog! Muka ganteng gue!!” geram Reyhan seraya mengusap seluruh wajahnya yang usai ditimpuk bantal.
Lalu pemuda humoris itu, menoleh ke arah Anggara yang ekspresi wajahnya tetap tak berubah. “Lagi sakit, masih bisa mukul orang. Mana rasanya kek dihantem sama besi, lagi!”
Dengan gaya cueknya, Anggara memungut bantal tidurnya dari bawah Reyhan lalu meletakkannya kembali dibalik tubuhnya. Freya yang memperhatikan itu, tak berkomentar melainkan mengubah bibirnya menjadi nyengir. Karena apa yang dikatakan Reyhan tadi, memang berjaya membuat Anggara kesal walau tertampil di dalam hatinya saja.
Terlebih, lelaki pemilik indera keenam itu tidak tertarik pada percintaan mana ingin memiliki seorang perempuan yang akan menjadi pendamping atmanya. Ia justru lebih nyaman sendiri tanpa ada orang lain menemaninya. Entahlah, mengapa hal tersebut bisa terjadi pada Anggara.
Beda jika Reyhan. Lelaki Friendly itu malah ingin dan berharap sekali menggenggam kalbu seorang perempuan yang pantas untuk hidupnya. Namun masalahnya, sampai kini pun ia sama sekali belum mendapatkannya. Padahal umur dirinya sudah terbilang mantap jika memiliki seseorang cahaya mata, apakah dirinya memang tidak laku di mata indah sang kaum hawa?
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Jova bersenandung kecil seraya mengotak-atik ponsel kesayangannya untuk segera mengunggah video konten yang telah ia buat di luar tendanya sang sahabat Introvert, tetapi kemudian tiba-tiba ada yang membuat gadis Tomboy itu mencondongkan kepalanya ke depan layar benda pipihnya.
“Wait-wait, what is that? Oh my gosh ! The black Crow?!” pekik Jova.
“You're seriouse?! Where?!”
Reyhan yang amat penasaran dibuat oleh Jova, segera mendekati sahabatnya lalu menengok dalam layar ponsel. Hal itu, langsung membikin pemuda ramah tersebut mencuatkan kedua matanya dikarenakan terkesiap bukan main.
“Anjrit! Kok, bisa?!”
Freya menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan raut wajah bingung usai melihat sosok burung Gagak hitam di dalam video ponsel Jova yang sedang di pause oleh sang empu. “Ada, ya Gagak yang datang di pagi hari? Setahuku, biasanya dia bakal keluar kalau di waktu malam hari.”
“Coba aku pinjem HP-mu!” tukas Reyhan sambil merebut ponsel Jova.
Sahabat perempuan Tomboy-nya Reyhan yang memiliki rambut warna cokelat orisinal, mendengus. “Jangan di upload dulu, lho!”
“Iya-iya, aman!”
Setelah memegang handphone itu, jari telunjuk tangan Reyhan mulai pencet tombol play untuk menyaksikan konten video tersebut usai di jeda, tetapi sebelum itu dirinya menggeser mundur untuk mengulang durasi.
Good morning and hello, Guys! Di cuaca yang gak mendukung suasana hati gue ini, di sini kami berempat sedang menikmati indahnya bercamping di salah satu hutan ternama! Keren gak, tuh?! Keren, lah masa kagak? Hahahaha! Oh iya, kalian semua yang menonton video ini bisa lihat betapa memukaunya segala pemandangan alam asri tersebut
Tuh, kalian lihat, kan? Jika mau ikutan mengunjungi hutan ini, boleh aja kok. Dijamin aman seratus persen! Dan letaknya berada di daerah kota Bogor
Jova menatap tajam Anggara yang hanya memojokkan diri di sana tanpa mau ikut nimbrung untuk mengecek konten videonya, hal itu membuat gadis Tomboy ini segera menarik kencang jaket Anggara dengan mengeluarkan nada geram.
“Sini, Ga!”
Anggara mendengus pasrah saat dirinya ditarik oleh Jova dengan tenaga kuatnya, hingga bola mata lelaki tampan nan pendiam tersebut tak sengaja meninjau layar ponsel yang di sana video tersebut masih berlangsung.
Huuuu, udaranya di sini tuh sejuk banget, Guys! Sayang banget kalau kalian mengabaikan tempat ternyaman ini. Meskipun sekali injak tanah hutan yang gue dan semua sahabat gue huni sementara terasa dingin kek lagi berlibur di puncak gunung Bromo, tapi seru kok
“Nah. Pas ini, nih!” celetuk ucap Reyhan dengan lekas menjeda video.
Freya begitu melihat dua mata burung Gagak itu, langsung menyembunyikan pandangannya sedikit di punggung Jova. “Matanya bisa seseram itu, ya?”
Reyhan hanya diam dan tak menggubris pertanyaan Freya yang dilanda takut akibat melihat sosok hewan nang hinggap di atas dahan pohon dalam konten video miliknya Jova. Apalagi sekarang lelaki itu mencoba memperbesar gambar untuk zoom 2,9 kali agar terlihat jelas.
Seketika, mata Anggara terpaku begitupun napasnya tercekik setelah Reyhan memperbesar gambar video itu yang masih di pause-nya. Pemuda sang anak Indigo langsung diperlihatkan beberapa bayangan yang timbul di kegelapan benaknya.
Terdapat sebuah gelas kecil berisi cairan merah pekat dengan kentalnya, bangunan kastil hitam yang mencapai tingginya gedung pencakar langit, terakhir adalah beberapa sekumpulan sosok gadis remaja yang saling bertautan tangan seraya berjalan memutar sekitar tempat ruangan.
“Argh!”
Ketiga remaja yang fokus menatap gambar burung Gagak bermata merah menyala itu, segera menolehkan kepalanya cepat saat mendengar Anggara berteriak kesakitan dengan mencengkram bagian kepalanya usai raga pemuda misterius itu seperti ditarik oleh waktu secara singkat.
“Anggara, kenapa?! Kamu sakit kepala, kah?!” pekik Freya dengan nada khawatirnya sesudah menggeser diri lepau menghampiri Anggara.
Sahabat kecilnya Freya yang masih merasakan sakit di kepalanya hanya diam karena enggan menjawab, kini bibirnya berubah mengering, keringat dingin dengan langsung merembes ke pelipisnya.
Bayangan apakah itu?! Anggara yakin, ini pasti ada kaitan hubungannya dengan burung Gagak yang menampakkan diri di dalam video konten ponselnya Jova. Dan kini, sulit baginya untuk mengeluarkan suara, suaranya entah mengapa bisa tercekat usai menerima banyaknya bayangan yang mendatang di mata gaibnya.
Reyhan segera menyerahkan ponsel sahabat perempuan Tomboy-nya lalu memarani Anggara bersama perasaan cemas yang mana ada di kalbunya serta termasuk raut wajahnya. Sementara Anggara telah melepaskan cengkraman telapak tangan kirinya dari kepala.
“Lo oke? Gak seharusnya lo ngelakuin aktivitas yang seperti tadi, ayo baring lagi. Gue bantu.”
Freya dan Jova dengan tatapan gundah, hanya melihat Reyhan yang perlahan membaringkan tubuh hangat Anggara di alas tempat tidur. Lelaki Friendly itu menghembuskan napasnya lirih saat menyentuh lengan Anggara yang dibaluti oleh jaket hitamnya. Terasa amat panas.
“Dibuat pejam, Ga. Nggak tega banget, aku lihat mukamu yang sekarang terlalu pucat. Terus ini selimutmu gimana? Atau mau aku ambilkan selimutku di tenda? Mumpung hujannya mulai lumayan reda.”
“Mulai lumayan reda darimana-nya sih, Frey? Orang masih deres gitu, kok. Anggara? Kamu bawa jaket cadangan, gak di dalam tasmu?” tanya Jova.
Jova mendengus dengan menatap wajah Anggara jengah, waktu lelaki tampan misterius itu menjawabnya hanya sebatas gelengkan kepala. ‘Yaelah, pake ngomong, kek! Suka banget gunain gerakan tubuh.’
Freya tersenyum dengan mengelus lengan tangan kanan Anggara. “Gak usah pakai jaket cadangan, itu maksudmu?” Jawaban gadis Nirmala ini langsung direspon oleh Anggara dengan kepala yang manggut-manggut lemah.
“Oke, sekarang mendingan kamu tidur lagi saja, ya? Kamu harus memperbanyak istirahat sampai bener-bener sembuh. Paham kan, Ga yang aku bilangin barusan?”
Lagi-lagi tanpa bersuara, Anggara menganggukkan kepala usai memejamkan matanya walau rasa lemas tubuhnya tak sebanding rasa sakit yang ia rasakan. Sementara Reyhan dan Jova, dibuat melongo oleh kepekaannya Freya terhadap pemuda tampan itu yang kadang susah sekali untuk ditebak dengan tepat. Bahkan kedekatannya Freya terhadap Anggara sudah sangat mirip seperti saudara kandung yang satu komplek ini.
Tentang beberapa bayangan mengerikan yang telah menyembul dibenak kegelapan dari mata batin Anggara...
Rupanya jika digabungkan oleh mimpi buruknya waktu itu, nyaris sama apa yang lelaki Indigo tersebut mimpikan.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Dalam hujan yang lebat melanda membasahi hutan, burung Gagak yang tak sengaja kena masuk video milik Jova, melayang terbang dengan sayap hitamnya menuju ke suatu portal berbentuk bintang iblis. Hewan yang berukuran kecil itu masuk ke dalamnya lalu usai ia telah memasuki portal bintang iblis itu, dalam sekejap mata, portal tersebut menghilang begitu melesat cepatnya.
WLASH !
Burung tersebut dalam waktu 5 detik telah sampai di sebuah bangunan Kastil berukuran besar yang berhantu tersebut.
Kwaaak !
Kwaaak !
Kwaaak !
Gordio memanggil tuan majikannya dengan suara khasnya, hingga yang dipanggilnya membuka pintu jendela kaca dengan lebar agar Gordio sanggup masuk ke dalam kamar sang majikan.
Cameron sangat senang Gordio telah kembali ke dalam bangunan kastilnya. Bahkan pemuda itu sudah tahu, hewan peliharaannya akan segera memberi kabar baik untuknya. Cameron melangkah ke kursi persinggahannya dan mendudukinya, sementara Gordio melayang ke pangkuan Cameron.
“Ada apa, Gordio-ku? Apakah kau telah berhasil menemukan manusia pemilik kekuatan yang bernama Indigo itu, hmm?”
Kwaaak !
Cameron dengan bangganya mengelus-elus bulu Gordio bersama senyum jahat. “Kerja yang sangat bagus, Gordio! Tak sia-sia aku memilikimu untuk menjadi hewan peliharaan spesial dalam hidupku, huahahaha!”
Suara tawa yang mengerikan ini, sungguh pastinya membuat orang yang mendengarkannya, langsung merinding akibat suara tawa pedarnya dari sang Cameron penguasa alam gaham tersebut.
Setelah mengutarakan kebahagiaannya terhadap burung Gagak miliknya, Cameron beranjak dari kursinya lalu melangkahkan kakinya ke suatu arah usai dirinya mengangkat Gordio untuk meletakkannya di atas pundak kiri.
Tiba di tujuan, Cameron membuka satu buah pintu dari lemari etalase mininya lalu mengeluarkan sebuah buku tebalnya yang memiliki gambar cover tradisi, yaitu bintang lingkaran iblis. Mungkin benda yang disimpan oleh Cameron mempunyai suatu kekuatan ampuh di dalamnya walau hanya buku saja.
Sesudah mengambilnya dari dalam lemari kaca, lelaki arogan itu mulai membuka lembaran buku hingga sampai ke bagian tengah. Di situ terdapat sebuah layar khusus meninjau makhluk yang menjadi incaran pribadinya.
Bisa dilihat jelas, di dalam layar tertera jernih seorang manusia pemuda berupa wajah tampan sedang berbaring lemah di suatu tenda. Ya, apa yang dilihat Cameron adalah Anggara nang menggenggam kelebihan istimewanya sejak dari lahir. Perlahan telapak tangan kanan Cameron mengepal kuat karena tidak sabar segera merampas kekuatan Indigo tersebut.
Tetapi dirinya tak bisa berbuat gegabah yang bisa merugikan ia sendiri. Cameron harus menyusun langkah-langkah strategi untuk memantapkan aksi tamaknya terhadap Anggara.
Dengan semua langkah-langkah yang dirancang, Cameron yakin akan berjaya mencabut seluruh energi spektakuler itu dari raga Anggara. Mengapa ia gunakan hal yang licik seperti itu? Karena, dari dasarnya Anggara memiliki indera yang sangat kuat, firasatnya pula besar dan tinggi. Jadi pemuda Indigo itu tidak mudah untuk dijebak oleh siapapun, bahkan ia tahu bila sedang di perangkap ke suatu masalah.
“Aku harus berhati-hati dengan proses yang akan ku lakukan. Anggara ini merupakan makhluk manusia yang hebat dan luar biasa, tentu saja aku tidak boleh sampai terkecoh sedikitpun. Namun, apapun yang terjadi, aku harus tetap bersikeras mendapati semua energi serta aura yang masih dimilikinya hingga saat ini.”
“Haha! Jangan kau pikir aku tak mampu menutup penglihatan-mu dan firasat-mu yang mendatang, aku pasti akan menutupnya sesegera mungkin!”
Dengan sikap bengisnya, Cameron meniup lembaran buku yang berupa layar itu nang wujudnya tak transparan melainkan sebuah asap hitam yang menyembul keluar dari mulut angkuhnya. Setelah meniupnya beberapa detik, sang penguasa menutup buku tebalnya supaya proses strategi rencananya berjalan dengan lancar.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Di luar lingkungan dalam tenda, hujan beserta angin saling berpadu seru untuk mendinginkan suasana hutan. Tetapi beruntungnya, keempat tenda pemilik remaja SMA tersebut tahan dari terpaan hembusan angin yang begitu kencang.
Di saat Anggara masih memejamkan matanya kendatipun tak mencobanya untuk masuk ke dalam alam mimpi baru, lelaki tampan ini merasakan wajahnya ditiup oleh angin kecil yang lewat. Anggara memang awalnya tidak memedulikan, tetapi beberapa menit kemudian ia merasakan jika seluruh dada bidangnya ditekan oleh sesuatu yang tidak kasat mata.
Apa yang telah terjadi dengannya? Hingga Anggara beralih langsung membuka matanya dengan berusaha menahan rasa sakit yang terus hadir untuk membuatnya menderita pada hari ini.
“Kenapa, Ga? Lo haus lagi? Mau gue ambilkan botol air minum di tas elo? Soalnya teh angetnya udah habis,” tawar Reyhan setelah menyadari bahwa sahabatnya membuka mata.
Anggara menggelengkan kepalanya waktu Reyhan mencoba menawarinya sesuatu dengan rasa kepeduliannya sebagai sahabat. Bukan rasa dahaga yang ada di Anggara, tetapi rasa sakit.
“Adem?” tanya Jova.
Seperti biasa, Anggara tetap menggelengkan kepalanya untuk berkata tidak atau bukan. Sampai akhirnya Freya sang gadis lugu itu yang sedari tadi membungkamkan mulut, menimbulkan suara nada lembutnya.
“Lalu apa? Kepalanya tambah sakit? Mau aku pijat biar agak mendingan?” cemas Freya dengan menatap pilu Anggara.
“Aku baik saja.”
“Nah, baru nongol suaranya!” pekik ucap antara Jova dan Reyhan secara bersamaan.
Freya menggelengkan kepalanya dengan senyum bibir masam menengok tingkah laku kedua sahabatnya yang memiliki julukannya masing-masing, hingga gadis secantik boneka luar negeri ini kembali menolehkan kepalanya ke arah Anggara.
“Anggara? Kalau kamu kurang oke, ngomong aja ke aku, ya? Biar aku tahu kalau kamu memang lagi gak baik-baik. Sekarang dibuat tidur lagi, yuk.”
Tanpa menjawabnya, Anggara perlahan menutup iris grey autentiknya dengan kelopak mata untuk menuruti atas perintah manis dari sahabat kecilnya yang selalu peduli dan menaruh perhatian terhadap dirinya.
Kedua tangan Freya yang diam, kini mulai menggenggam telapak tangan kanannya Anggara hingga ia mendesis karena merasakan suhu panas di tubuh pemuda tampan tersebut.
“Kamu kenapa, Frey?” Jova bertanya usai bermain celoteh pada Reyhan yang duduk di tepat sampingnya.
“Guys? Mulai besok pagi, kita pulang, bagaimana? Setuju, gak? Aku nggak mau Anggara terusan sakit di sini, karena mungkin saja lingkungan hutan yang luas ini kurang sehat buat dia sendiri.”
“Ha, gak sehat? Emangnya di hutan ini ada nyamuk Malaria yang datengin penyakit bahaya buat pemukiman penduduk semua warga?” kemam Jova.
Reyhan tersenyum lebar seraya mengangguk antusias. “Oke, aku setuju. Aku ngerti, kok sama keadaannya Anggara. Biar besok kalau dia masih kayak gini, aku aja yang nyetir mobil sampe ke kompleknya kamu dan Anggara setelah nganterin pulang Jova, terus habis itu aku pulangnya ke rumah naik taksi online.”
“Yakin gak kenapa-napa, Rey? Kasihan kamu karena pasti harus bolak-balik. Nanti yang ada kamu kecapean,” ujar Freya usai mendengar pernyataannya dari sahabat lelaki Friendly-nya.
“Sans! Gak masalah, kok buatku. Kalau semisalnya Anggara yang besok nyetir, malah bahaya, kan? Kita berempat juga yang bakal bisa saja ngalamin kecelakaan. Emangnya kamu mau kalau itu terjadi?”
Freya menggelengkan kepalanya kuat lalu Reyhan terkekeh pada tolakan keras dari sahabat perempuan polosnya. “Makanya, aku saja yang layani kalian besok sebagai supir pribadi, hehehehe!”
Jova walau senyap, dalam hatinya tertawa melihat keceriaannya si Reyhan. Meskipun sahabat lelakinya memiliki watak jahil yang amat super berhasil membuat naik darah, tetapi ia mempunyai sisi kalbu perasaan yang tulus. Itulah sifat positifnya dari seorang Reyhan Ivander Elvano. Freya pun juga bahagia sanggup mendapati sahabat yang terbaik serta humoris ini.
Persoalan yang dihadapi Anggara tadi, tanpa lelaki Indigo itu sadari bahwa kekuatan mata batinnya telah ditutup oleh sang penguasa alam sakral yang berada di dunia seberang.
...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...
Cameron yang sedang menikmati proses rencana liciknya di atas persinggahan nyamannya sambil meminum cairan darah yang ada di dalam gelas kecilnya, tetap senantiasa tersenyum kemenangan dikarenakan ia telah mempunyai feeling tajam kalau dirinya bakal berjaya menyerap kekuatan gaib miliknya Anggara untuk menggenggamnya seumur hidup.
Cameron kemudian meletakkan gelas kecilnya di meja sampingnya setelah mengusap sisa darah yang membekas di bagian mulut bibirnya. “Seorang anak Indigo pastinya memiliki suatu kelemahan yang membuat dirinya kalah oleh lawan.”
“Dan kau, Anggara. Akan ku cari satu titik kelemahanmu yang paling tepat. Tunggulah saja, apa yang akan aku perbuat denganmu seusai ini!”
INDIGO To Be Continued ›››
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
diksiblowing
oke lah nitip jejak dlu disini
2022-06-16
1