Anggara di tarik mundur dan dimasukkan ke suatu ruang perpustakaan besar di dalamnya. Anggara masih memejamkan matanya disaat orang tersebut membekap mulutnya secara tiba-tiba. Orang itu menutup pintu dengan secara membanting lalu melepaskan bekapan mulut dari Anggara. Anggara membuka matanya dengan waspada sama orang yang telah menarik ia ke dalam perpustakaan tersebut. Seorang gadis berambut pendek hitam legam nan halus masih menghadap dibelakang serta menormalkan napasnya.
Anggara menyusutkan keningnya, siapa gadis yang menarik dirinya di dalam perpustakaan besar dan luas itu? Seketika gadis tersebut membalikkan tubuhnya ke hadapan Anggara. Seorang gadis bertubuh semampai, kulit putih bersih, mengenakan gaun lengan pendek hitam sekaligus potongan gaun bawahnya pendek hingga memperlihatkan atas kedua lututnya. Gadis itu tersenyum ramah, lipstick merah dan pita hitam satin ciamik melingkar di kerah gadis itu membuat ia nampak anggun.
Tatapan Anggara datar tak ada ekspresi dari wajahnya. Gadis itu tetap tersenyum padanya, dari umurnya terlihat seperti kakak kelasnya Anggara.
“Kamu siapa? Maksudmu apa, narik aku ke sini?”
Gadis tersebut melangkahkan kakinya ke Anggara yang beralas sepatu hitam Flatshoes. Anggara berjalan mundur sambil memeluk toples kaca berisi cairan putih dan buku kalung Jimat berlian hijau. Anggara terus mundur dan mundur hingga terpojok di rak buku-buku.
“Jangan mendekat!”
“Eh pelan-kan suaramu!”
Gadis itu kembali menutup mulut Anggara dengan telapak tangannya. “Jangan takut, aku perempuan yang baik kok,” tutur lirih gadis itu dengan melepas tangannya dari mulut Anggara.
“Aku gak semudah itu percaya denganmu.”
Gadis itu mengerucutkan bibirnya dengan berkacak satu pinggang lalu membuang mukanya ke samping. Ada wajarnya kalau pemuda itu tak mudah percaya dengannya apalagi ini adalah di sebuah Kastil, Kastil yang berpenghuni hati jahat sekaligus keji.
Anggara yang ingin melenggang pergi dari hadapan gadis yang tak ia kenal itu, gadis tersebut mencekal lengan Anggara.
“Eh jangan pergi dulu! Kau jangan pergi dari sini, atau tidak kau bisa celaka!”
Anggara menatap wajah gadis tersebut dengan intens, gadis yang bukan seumurnya dua perempuan sahabatnya. Anggara membuka mulutnya lalu kembali bertanya.
“Kakak ini siapa? Maksud Kakak apa, tarik aku disini?”
“Baiklah-baiklah akan aku jawab, siapa diriku. Aku adalah Monora Hemaneara, kakaknya dari Cameron Hoelderon.”
Anggara tersentak kaget begitu tahu ternyata gadis seumur kakak kelasnya di sekolah SMA-nya itu adalah kakaknya Cameron. “Kakaknya Cameron Hoelderon?!” tanya kejut Anggara memastikan.
Gadis yang menjawab pertanyaan Anggara mengangguk pelan. “Iya aku Kakaknya Cameron.”
‘Gawat! Apa gue udah terjebak sama situasi ini?! Dia kakaknya Cameron. Gawat dah gawat bisa-bisa gue langsung dibawa kehadapan Cameron. Duuuhh !’
“Loh kenapa wajahmu tegang seperti itu?”
“Kau pasti sudah tahu!”
‘Kan bisa, ini dari faktor keturunan, kalau adiknya jahat berarti kakaknya juga seperti itu.’
“Hehehehe kau tak perlu takut denganku, aku sudah tahu sangat kok .. kau sedang diincar nyawamu. Walaupun aku ini kakaknya Cameron, bukan berarti diriku jahat seperti adikku.”
“Bohong! Jangan mencoba menipuku!”
“Sudah aku duga, kau akan berbicara seperti itu. Yaaa wajar saja sih, kau tak percaya denganku. Segala omonganku ke dirimu. Tapi kumohon, percayalah.”
Anggara semakin mempererat dekapannya pada buku dan toples tersebut. Monora membuka sedikit mulutnya serta membentuk mulutnya huruf O, tangan jari telunjuknya menunjuk toples serta buku panduan yang Anggara peluk erat-erat.
“Wah, kau telah mendapatkannya! Sangat bagus Anggara!”
“Apa yang ingin Kakak lakukan?!”
Monora menyengir geli pada ucapan Anggara. “Haduh kau ini pemuda yang sensitif banget ya .. aku cuma senang saja kok dengan usahamu.”
“Usaha? Usaha mendapatkan cairan ini?”
“Tepat sekali. Boleh kau berikan buku dan toples kacanya ke aku?”
“Tidak! Tak akan aku berikan ini padamu!”
Monora menghela napasnya kembali dan menggeleng-gelengkan kepalanya, Monora tidak tahu lagi bagaimana Anggara bisa mempercayai dirinya apalagi Anggara seorang pemuda yang tidak gampang percaya perkataan orang lain. Monora mencoba meyakinkan kalau ia bukanlah perempuan berwatak jahat seluruh hatinya, kedua bahu Anggara di sentuh Monora bersama kedua tangannya. Menatap mata Anggara sendu sebaliknya dengan Anggara menatap Monora was-was.
“Anggara, dengarkan aku .. aku bukan perempuan jahat yang sama seperti adikku, aku perempuan yang sebaliknya dengan sifat Cameron.”
“Lalu?”
“Ada yang harus kau tahu semua Anggara.”
“Tahu semua apa?”
“Entah kau percaya atau tidak, tapi Cameron sebenarnya tidak memiliki sifat yang sangat kejam. Malahan dia sifat yang baik, kalau bukan takdir ... ini semua nggak akan terjadi.”
“Memangnya, ada apa dengan Cameron? Dan apa sebabnya dia bisa seperti itu? Bahkan dia mencapai derajat sosok Iblis.”
“Nah makanya itu, apakah kau sudah berhasil merebut kalung Jimat berlian hijau yang adikku pakai?”
Anggara dengan ragu mengeluarkan kalung tersebut dari saku jaketnya lalu memperlihatkan kalung tersebut ke Monora.
“Kalung ini yang Kakak maksud?”
Mata Monora terbelalak, pemuda yang sedang ada di hadapan matanya telah berhasil mendapatkan kalung Jimat berlian hijau tersebut. Selama ini Cameron tak pernah sekalipun melepaskan kalung Jimat itu, menjaganya agar siapapun tak ada yang bisa mengambilnya ataupun merebutnya. Wajahnya Monora terpampang jelas ekspresi haru.
“Sungguh tak ku sangka, kau sangat hebat! B-bagaimana caranya kau merebut kalung ini dari adikku?! Padahal tak ada yang bisa merebut kalung ini darinya.”
“Aku hanya merebutnya langsung tanpa melakukan sesuatu dengan adikmu dan selepas itu aku kabur darinya begitu juga dengan sahabatku yang ... dirasuki setan anak buah Cameron.” Anggara mengucapkan kalimat terakhirnya dengan nada lirih, mukanya berubah menjadi sedih bercampur aduk hatinya yang benci pada Cameron.
“K-kenapa bisa?! Payah! Aku tidak tahu tentang itu!”
“A-aku ... nggak tahu ceritanya kenapa sahabatku bisa dirasuki setan anak buah Cameron, tapi yang jelas itu ulah Cameron sendiri, anak buahnya di suruh untuk memasuki tubuh sahabatku!”
“Waktu itu kau ada dimana?!”
“Seingat ku, aku dan satu sahabatku di kirim ke sini tepatnya berada di ruangan ritual tumbal. Dan kejadian yang nggak kami duga dimulai, dimana sahabatku di seret-seret dan aku yang ingin menolongnya malah kena pukulan keras dari belakang. Setelah itu aku nggak inget apa-apa lagi.”
Monora melepaskan kedua tangannya dari bahu Anggara. “Kau pasti dipukul keras hingga membuat dirimu tidak sadarkan diri.”
“Ehm, sepertinya begitu. Kak, lebih baik Kakak jelaskan padaku. Apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Cameron, hingga sifat hati dia begitu kejam pada orang-orang?”
Monora menghembuskan napasnya dan berjalan ke kursi dan meja perpustakaan yang untuk membaca buku, kakaknya Cameron menarik kursi dan mendudukinya. Anggara hanya diam berdiri tanpa menghampiri Monora. Di tangan Anggara tak terlepas dari dua benda itu, seolah-olah ia betul-betul menjaganya.
“Cameron adalah adikku yang sangat berbakti, hatinya lembut dan ramah pada semua orang, siapapun itu.” Monora mendongak kepalanya ke atas langit dinding-dinding, “Tapi sesuatu benda kutukan mengubah sikap diri Cameron menjadi jahat dan kejam pada semua orang, banyak yang takut hingga beberapa orang meninggalkan kawasan tempat yang terbilang aman tentram damai ini. Setelah Cameron menjadi orang penguasa alam, dia mengubah kawasan nyaman ini menjadi mencekam, hutan yang gelap di luar dan pepohonan tanpa daun-daun.”
Monora bercerita panjang lebar yang masih menggantung, Anggara mulai terbawa rasa penasaran pada cerita yang di lontarkan Monora. Tentang Cameron. Anggara yang hanya diam mendengarkan cerita Monora dari kejauhan, kini melangkahkan kakinya ke hadapan Monora. Buku kalung Jimat berlian hijau serta toples kaca berisi cairan putih ia letakkan di atas meja lalu duduk di hadapan Monora yang menghentikan ceritanya, tatapannya membuat hati Anggara terenyuh.
Linangan air mata dari Monora keluar dan mengalir perlahan ke pipi putihnya, ia menyeka air matanya dan berusaha tegar pada timpakan yang terjadi pada adik lelakinya yang ia sayangi. Anggara merasa iba pada Monora, bisa merasakan apa yang sekarang Monora rasakan.
“Karena kalung Jimat itu yang telah Cameron kenakan di leher, Cameron dengan tega hati membunuh ayah dan ibu kami berdua, hiks.”
“D-dibunuh?!”
“Iya Anggara, dibunuh.”
“Ibu dan ayah berusaha melakukan sesuatu agar Cameron terlepas dari kalung Jimat, tetapi usaha ibu ayah mendatangkan sebuah duka. Ibu bersama ayah meninggal karena dibunuh sadis dengan adikku sendiri. Aku benar-benar merasa terpukul atas kepergian ibu ayah yang tidak akan mungkin kembali.”
Anggara yang mendengarkan, membayangkan kalau ia menjadi di posisi Monora. Pasti hatinya penuh luka. Kesedihan Monora yang ia tahan bisa Anggara lihat hatinya kalau di dalam hatinya sedang menangis. Anggara tak tega mendengarkan cerita tersebut dari Monora Hemaneara.
Tangan monora yang ia letakkan di atas meja, ia mainkan jari-jari lentiknya. Anggara mengulurkan kedua tangan untuk mengusap telapak tangan sang kakak Cameron bersama wajah prihatinnya. Anggara tersenyum simpel sambil terus mengusap-usap telapak Monora, memberikan ketegaran dan ketabahan atas perginya orangtuanya begitupun atas sikap lain drastis dari adiknya.
“Jika aku berada di posisi Kakak, pasti aku juga akan seperti dirimu.” Anggara tersenyum. “Yang kuat dan tabah ya, Kak.”
Monora mengangguk. “Terimakasih, Anggara.”
Anggara tersenyum tipis dan melepaskan usapannya dari telapak tangan Monora. Anggara menumpuk kedua tangan di atas meja seraya menatap Monora biasa tanpa ada tatapan waspada lagi, karena entah mengapa Anggara kembali bisa melihat sisi aura begitupun aura dari Monora.
“Kak, apakah Cameron mendapatkan kalung Jimat itu secara kebetulan?”
“Iya benar Anggara. Cameron mendapatkan kalung Jimat itu secara kebetulan.”
“Dimana?”
“Hutan. Hutan yang amat terpencil dari sini, dan itu sangat jauh. Dahulu kala, Cameron pergi menunggang kuda untuk mencari suasana baru di hutan. Di hutan, kami semua jarang mendatanginya karena hutan itu bekas pertempuran antara Iblis-Iblis. Cameron pergi sangat lama hingga pada pukul Sebelas malam dia baru pulang, padahal awal dia pergi pada pukul sembilan pagi.”
“Itu karena Cameron telah mendapatkan kalung Jimat, dan pulangnya dia jadi sosok laki-laki yang jahat?”
“Iya, Anggara. Wah kau hebat dalam menebak. Iya seperti itulah. Di hutan terdapat patung raja iblis penguasa alam gaib, Iblis itu kalah dalam pertarungan melawan ayahku, karena kalah .. dengan sendirinya sekujur tubuh raja Iblis itu menjadi mengeras berubah jadi batu, melainkan kalung Jimat berlian hijau yang selalu ia pakai kemanapun dia pergi.”
“Sayangnya, dan bodohnya kami .. kami tidak memberi tahu Cameron tentang kalung Jimat berlian hijau yang sebuah timbulan kutukan jahat didalamnya. Karena keterlambatan kami, Cameron yang tidak tahu apa-apa, langsung memakai kalung itu dan membuatnya dia seketika menjadi sosok jahat berjiwa Iblis.”
“Apa ada cara untuk mengembalikan Cameron seperti semula?”
“Ada! Tentu ada! Jika kalung Jimat berlian hijau ini dimusnahkan atau dihancurkan, maka semua sikap jahat Cameron berbalik menjadi sedia kala.”
“Asli dari Cameron adalah, Cameron orang yang paling terbaik dan luar biasa disini, di dalam maupun luar. Banyak disegani banyak orang pada sikap baik Cameron. Dia tak pernah bersikap angkuh jika sudah dapat pujian orang-orang, malahan ia semakin memperkuat dan mempertahankan sikap baiknya dan ramahnya pada semua orang terutama aku dan orangtuaku. Itulah jati diri sesungguhnya Cameron.”
Anggara beranjak dari kursi hingga kursi yang ia duduki agak terseret ke belakang. Anggara memandang Monora. Monora yang menatap Anggara bertanya-tanya pada lubuk hatinya.
“Kalau begitu, aku akan mencoba pada usahaku untuk mengembalikan jati diri asli Cameron, apapun caranya.”
“T-tetapi, apa kau tahu cara memusnahkan kalung itu?”
“Aku sedikit yakin dan tahu, kalau kalung Jimat ini di masukan ke dalam cairan ini, dalam sekejap akan musnah. Karena dalam pikiran nalar ku, Iblis tidak suka warna cerah seperti warna putih. Dan karena aku mencampurkan cairan warna merah, kuning, biru kemudian menjadi warna putih. Itu artinya aku bisa tahu bagaimana memusnahkan kalung Jimat berlian hijau ini. Apalagi ini dari milik kalung Jimat Iblis aslinya.”
Monora tertegun. “K-kau begitu sangat cerdas! Iya itu salah satu cara untuk menghancurkan kalungnya, Anggara.”
“Jika Cameron kembali ke sifat sesungguhnya, berarti ketiga sahabatku akan selamat darinya. Sebenarnya aku melakukan ini buat demi menyelamatkan ketiga sahabatku. Dua sahabatku yang di kurung dalam suatu perangkap dan satu sahabatku terakhir yang masih diperalat oleh setan anak buah Cameron.”
“Aku akan menyadarkan Cameron sekaligus menyelamatkan sahabat-sahabatku di sana.”
Monora menjadi panik pada tekadnya Anggara yang bersikeras menyelamatkan ketiga sahabatnya begitupula menyadarkan kembali Cameron. Ide yang bagus memang, tetapi nyawa Anggara bisa menjadi taruhannya kalau melakukannya sendiri, menghadapinya sendiri. Anggara memasukan kalung Jimat berlian hijau milik Cameron ke dalam saku jaketnya, serta membawa toples kaca berisi cairan putih dan buku panduan kalung Jimat berlian hijau.
Anggara yang sudah berjalan sejauh beberapa kilometer dan akan mendekati pintu keluar, ujung jaket Anggara ditarik spontan dengan Monora. Anggara menoleh kepalanya ke belakang, mendapati Monora berwajah risau panik bercampur aduk dan menggeleng kepalanya beberapa kali.
“Jangan pergi sendirian Anggara, situasi-mu sedang sangat tidak aman. Mari kita pergi bersama-sama, kau pasti juga memerlukan bantuan dari orang.”
Anggara tak menjawabnya, ia membuka pintu dengan menjinjing dua benda yang ia bawa. Anggara sesekali celingak-celinguk melihat sikon (Situasi kondisi) apakah sudah sepi atau belum. Merasa sudah sepi, Anggara berjalan menelusuri lorong-lorong Kastil sedangkan Monora mengekor Anggara dari belakang. Di saat Anggara mau belok kanan usai menempuh jalan sepanjang lorong, Monora mencegat Anggara di depan.
“Ada apa?”
“Aku lupa memberi tahu kau, ada suatu langkah-langkah untuk memusnahkan kalung Jimat Cameron. Langkah-langkahnya tak hanya itu-itu saja yang telah kau kerjakan.”
“Apa langkah-langkahnya? Beritahu aku cepat.”
“Ada sebuah gerakan mantra khusus. Mantra ini hanya bisa dikuasai olehku, jadi biar aku saja yang memusnahkan kalung Jimat itu.”
Anggara memejamkan matanya dengan menghela napasnya. “Oke Kak kalau begitu. Kita bagi tugas, Kakak yang memusnahkan kalung Jimat Iblis ini dan aku yang akan mengalihkan perhatian Cameron dan juga satu sahabatku.”
Mata Monora mencuat terkesiap kaget pada ujar-ujar Anggara barusan. Menurut bagi Monora ide Anggara sangat mustahil. Jika Anggara mengalihkan perhatian Reyhan termasuk Cameron, nyawa Anggara bisa terancam mati.
“A-apa katamu?!”
“A-anggara kau jangan gila! Kau harus menggunakan akal sehatmu, kau tak bisa semudah itu alihkan perhatian Cameron, sangat bahaya Anggara untuk orang sepertimu. Kekuatan Iblis Cameron tak ada yang bisa mengalahkan bahkan menyaingi. Aku mohon Anggara, jangan kau lakukan itu.”
“Aku akan terima konsekuensinya. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi padaku nanti, yang penting ketiga sahabatku selamat begitu juga dengan adikmu segera kembali pada jati diri sesungguhnya.”
“Anggara, risikonya sangat bahaya, bahkan nyawamu bisa jadi taruhannya!”
“Sahabat-sahabatku adalah prioritas ku dan Cameron adalah prioritas-mu. Aku akan terima risikonya dan konsekuensinya. Juga sudah kubilang tadi, aku tidak peduli apa yang akan terjadi padaku nanti, jika nyawaku taruhannya tidak apa-apa, yang penting mereka semua selamat begitupun kesemua sahabatku.”
“Meskipun aku tak kenal banget adikmu, tapi aku akan mencoba menyadarkan .. sekaligus usaha Kakak dalam memusnahkan kalung ini.”
“Kakak tidak bisa melarang aku, karena tekad diriku sudah mutlak.”
Kalimat terakhir Anggara sebelum ia melangkah pergi, membuat Monora terperanjat kaget. Anggara pemudanya sangat keras kepala, ia hanya ingin kesemua sahabatnya selamat dari Cameron, Anggara juga ingin setan yang di dalam raga Reyhan pergi dari tubuhnya Reyhan.
Lagian, untuk memusnahkan kalung Jimat berlian hijau Iblis itu harus dengan pergi ke ruangan ritual tumbal, di sana ada suatu tempat khusus untuk penghancur benda-benda yang sangat membahayakan. Monora bisa menghilang dan berteleportasi cepat langsung ke lokasinya, ada kemungkinan sangat Monora tanpa sukar langsung menghancurkan kalung Jimat itu di alat khusus tepatnya di dalam ruangan ritual tumbal mengerikan.
INDIGO To Be Continued ›››
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
kalo anak indigo memang keras kepala ya kak. mereka hanya ingin menyelwsaikan masalah mereka sendiri.
2023-07-08
1
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
What are you going Anggara. tekat banget. oh ya kak, kak monora seusia kak Angga ya. jadi lupa yang kebwlakangnya😅
2023-07-08
1
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
Anggara sungguh bijak
2023-07-08
1