Chapter 8 | Blocked

Angin hutan yang terletak di kota Bogor, masih saja menerjang seluruh pepohonan yang diperbanyak oleh daun hijau. Air hujan lebat juga senantiasa mengguyur tanpa ada hentinya, hal tersebut mampu membuat ketiga remaja yang di dalam salah satu tenda lumayan merasakan dingin walau telah berada di tempat yang terhalang oleh angin serta hujan melanda.

Manik bola mata cantik Freya bergerak untuk menengok ke arah Anggara yang tengah berbaring lemah di alas tidurnya. Nampak jelas, pemuda tampan itu masih memejamkan matanya usai menerima rasa sakit yang menusuk raganya.

‘Kasihan, Anggara ...’

Reyhan yang sibuk bermain game online di ponselnya, berdecak karena terusik gara-gara mendengar umpatan gerutu dari Jova. “Kamu ngapain, sih dari tadi? Berisik banget, tau!”

“Diem, ah kamu! Gak usah banyak ngoceh dulu sebelum aku rela menghapus konten videoku yang diriku buat tadi!” semprot Jova dengan nada kesal.

Freya terkesiap mendengar respon Jova untuk Reyhan, bahkan gadis itu sampai menghadapkan kepalanya ke arah sahabat Tomboy Barbarnya. “Lho, yakin? Masa mau kamu hapus? Padahal itu hasil konten karyamu. Aku yang memperhatikan gaya kamu tadi, kagum banget karena saking sahabatku kelewat pintarnya.”

“Duh, kerasa bener kalau aku lagi ditabrak sama bunga Kadupul raksasa. Makasih ama pujian termanisnya, Unyuk-ku!”

Reyhan menempelkan sisi telapak tangannya di belakang telinga sambil mencondongkan kepalanya, seolah kurang jelas mendengar pernyataan bahagia dari gadis berambut cokelat panjang nan terurai itu.

“Hah? Bunga Dupa?!”

Jova mendengus sebal lalu menabok tempurung kepala Reyhan yang dilapisi rambut tebal tersebut. “Gunanya punya kuping sejak lahir, apa?! Dasar Kunyuk Sutres Budeg!”

Freya membelalakkan kedua matanya terkejut pada aksi Jova terhadap Reyhan yang barusan. “Ya ampun, jangan dipukul!” Gadis pelerai debat itu lalu menghembuskan napasnya pelan. “Menurut yang aku tahu dari artikel kesehatan di dalam laptop, kepala lebih mudah rentan dan sensitif bila terkena pukulan keras atau benturan sekalipun. Jangan diulangi lagi, lah. Oke? Bahaya.”

“Iya-iya, semoga gak aku ulangi. Lagian aku tadi cuman reflek doang, kok!” jawab Jova sembari mengusap-usap kepala Reyhan di bagian mana yang telah ia pukul pakai telapak tangannya.

Reyhan menghela napasnya dengan ikut mengusap kepalanya yang kini terasa panas karena pukulan maut dari lawan jenis memang dahsyat. Sementara Freya yang memperhatikan sikap Jova, menggelengkan kepalanya.

Perlahan Anggara membuka dua netra miliknya walau sebenarnya terasa berat untuk dibuka. Lelaki tampan Indigo itu mencoba mengedipkan matanya beberapa kali saat dirinya merasa bukan di tempat asalnya waktu tidur, tetapi tempat asing.

Tidak, bukan asing lagi! Karena berselang detik kemudian Anggara mengingat tempat yang sekarang ia berada secara mendadak. Ruangan luas dipenuhi tembok halus berwarna cat hitam, lantai semen yang permukaannya dingin. Tempat ini langsung membuat otak Anggara berputar cepat ke masa lampau.

‘Kenapa gue bisa ada di ruangan ini lagi?’

Tibalah, suara pintu terdengar di kedua telinganya Anggara. Pemuda tampan itu mencoba untuk mengangkat kepalanya walau di rasanya sangat lemas, ia ingin melihat siapa yang datang ke ruangan ini.

Tetapi, sayangnya. Pandangan Anggara sukar menangkap sesosok orang yang sedang berjalan santai di depannya, bisa ia deskripsikan secara penglihatan bahwa sosok itu adalah lelaki yang memiliki beberapa ciri tertentu. Berbadan tinggi sekitar 180 sentimeter, berpakaian hitam dengan jubah panjang, terakhir mengenakan sepatu pantofel berwarna hitam.

Alasan mengapa Anggara sulit melihat dengan jelas, dikarenakan pandangan matanya begitu buram, kepalanya juga terasa pusing yang berputar-putar. Dan itu membuat kepala Anggara jatuh terkulai lemas di lantai tempat ia terbaring secara telentang.

“Haha, Anggara? Sepertinya kau terlalu susah mengenali sosokku yang bagimu asing di pikiranmu, bukankah begitu?”

Lelaki pemilik indera keenam nang masih butuh pengetahuan tentang orang yang barusan mengajak berkomunikasi dengannya, menolehkan kepalanya untuk meninjau pemuda itu yang telah berdiri di samping kirinya.

“Aku membawa ragamu ke sini, karena ada alasan tertentu untuk menguatkan tenagaku dalam menguasai dunia alam ini. Aku ingin kekuatan Indigo-mu itu ada padaku,” jelasnya.

Mata Anggara mencuat tatkala waktu mendengar lanjutan ucapan dari sosok yang tak dirinya kenal sama sekali itu. Meskipun suara lawan bicaranya terdengar sayup-sayup, namun Anggara tetap mampu menangkap dari suara sosok lelaki tersebut.

Bersama suara yang tercekat, Anggara menggelengkan kepalanya kuat untuk menolak mentah-mentah dari keinginan si sosok berpakaian kostum hitam itu. Bola matanya juga tak berpaling dan tetap menatap sebelahnya walau pandangannya masih setia blur.

“Kau berani menolak?” Lelaki itu dengan cepat, mencengkram kedua rahang pipi Anggara dengan tenaga besarnya.

“Dengarkan aku, kau tak pantas selalu menggenggam kekuatan itu hingga mati. Dan kau tenang saja, setelah aku berhasil merebutnya dari tubuhmu, nyawa kau sendiri tidak akan ikut menghilang seperti kepergiannya kuasa mata batinmu.”

‘Bagaimana mungkin gue bisa hidup kembali jika dia saja ingin merampas kekuatan Indigo ini dengan cara energi negatif? Bukan hanya mata gaib yang gue pertuankan, tetapi nyawa gue akan juga menghilang dari raga,’ ucap relung hati Anggara dengan tetap mempertajam pandangannya di arah tatapan lelaki angkuh tersebut.

“Coba ku tanya, apa yang ingin kau lakukan sekarang? Apakah dirimu ada inisiatif untuk menyerangku yang merupakan penguasa seluruh alam di dunia ini? Jawablah!”

Sombong, itu yang ada di pikirannya Anggara saat ini. Tetapi hal ini tak sedikitpun membuat pemuda pemberani tersebut mengalihkan pandangannya, dan hatinya bukan diselimuti rasa kegetiran, namun amarah yang menuju ke emosional.

“Aku sudah tahu identitas yang kau miliki, seorang lelaki yang tangguh, pemberani serta tidak gampang menjadi penakut walaupun nyawamu yang akan menjadi korban. Tapi, sesuai yang aku bilang tadi .. tenanglah, jiwamu tetap menyala kendati semua energi supranatural dirimu kuambil.”

Akibat cengkeraman jari jemari tangan yang sosok arogan itu berikan ke targetnya, sedikit demi sedikit darah Anggara keluar dari lubang hidung. Tidak bisakah, ia berkomunikasi dengannya tanpa menyakiti fisik? Darah itu tak akan mungkin timbul, jika lelaki itu tidak menggunakan tenaga dalam untuk memunculkan serangan ilmu hitam.

“Tuan.”

Tanpa melepaskan siksaannya, sosok jangkung macam tiang itu menolehkan kepalanya ke samping waktu ada yang memanggilnya dari jarak nang lumayan jauh.

“Dari mana saja, kau?”

Pemuda yang berusia 17 tahun itu dengan cepat segera menjawab atasannya, “Seperti yang Tuan perintahkan, saya mengurusi beberapa norma penting yang telah Tuan suruh untuk saya. Dan- oh! Rupanya kau ada, di sini?”

‘Suara ini, familiar di pendengaran gue.’

“Kerja bagus, Reyhan. Kau memang asistenku yang sempurna dan bijaksana!” bangganya lalu tertawa.

“R-reyhan? Elo ...” Mata Anggara menyipit karena sulit untuknya melihat sosok sahabatnya yang sedang berdiri di tepat sampingnya lelaki angkuh itu.

“Cih,” abai Reyhan sambil melibatkan kedua tangannya di dada tanpa mau memedulikan raga lemahnya si Anggara.

“Tuan, kapan ritual ini dimulai? Karena akan sangat istimewa bila energi itu menjadi miliknya Tuan tepat dibawah langit gelap malam indah seperti sekarang.”

“Ritual apa-”

“Persembahan. Malam ini juga, lo akan menjadi tumbal untuk kami. Bagaimana menurut lo, Sobat?” respons Reyhan tangkas.

Mata Anggara melotot saking tak menduganya. “Persembahan ritual tumbal? Tetapi kenapa harus gue yang merelakan ini semua?!”

“Ya, kan lo sudah tahu dan dengar penjelasan dari pelopor gue. Jadi, tanpa gue jawab pertanyaan random elo, lo mestinya sudah mengerti apa alasannya. Kenapa, lo takut? Ini bukan perkara negosiasi perintah atau bagaimana, tapi ini suatu momen menggemparkan dimana malam ini lo harus menjadi persembahan tumbal untuk menguatkan daya alam di dunia yang telah lo jumpai.”

Bola mata Anggara memperhatikan setiap langkah Reyhan yang berjalan mengelilinginya dengan gaya angkuh. Kedua tangannya yang melipat juga masih menempel di depan dada bidangnya.

“So, kalau misalnya lo berakhir mati di tangan atasan gue ... itu gak akan mungkin jika gue terkena efek samping atas apa sensasi yang lo rasakan. Gue malah justru bahagia, karena rencana yang di matangkan berhasil dengan tanpa hambatan sedikitpun, hahahaha!”

Anggara membungkamkan bibir pucat keringnya dengan rahang mulai mengeras kembali, sementara sosok yang menjadi ketuanya Reyhan telah melepaskan cengkeramannya dan menjauh untuk memberikan luang kesempatan asistennya berkomunikasi dengan cara aura negatif terhadap Anggara.

“Gue gak akan bertanya lo sudah bersekutu dengan siapa, tapi lepaskan gue dari sini!” cerca Anggara.

Reyhan berhenti melangkah, lalu menghadapkan tubuhnya bersama senyuman diagonalnya. “Permintaan yang telah gue tunggu-tunggu, akhirnya datang juga dari mulut lo. Baiklah, gue akan dengan senang hati melepaskan belenggu itu dari para anggota tubuh lo.”

Anggara menaikkan kedua alis tebal hitamnya dengan mulut terbuka tipis, ia tak menyangka bahwa sahabatnya akan menuruti keinginannya dengan santai tanpa mengeluarkan umpatan emosi yang seperti di mimpi sebelumnya.

Setelah melepaskannya dengan kunci yang digenggam oleh Reyhan, lelaki pemilik paras aura gelap itu mengangkat raga Anggara secara menarik ujung atas baju oblongnya lalu menatapnya dengan tatapan tajam bak belati.

“Jangan pernah berharap lo bisa pergi dari kastil Afsemoerdo ini, Brengsek. Karena, gue gak akan segan-segan untuk menghabisi tenaga lo supaya raga elo melemah dalam dekat tempo!”

DUAKH !!!

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Tubuh Anggara yang posisinya masih berbaring lemah di alas tidur, tersentak dengan mulut membuka sembari mengeluarkan rintihan sakit yang sedang rohnya alami di alam bawah sadar.

“Bro?!” Reyhan yang ikut tersentak karena kaget, menyeret kedua kakinya untuk mendekati Anggara.

Bukan hanya dua antara gerakan tubuh serta suara yang keluar dari mulut sahabat pendiamnya Reyhan, kini malah ditambah kedua mata yang mengernyit kuat dalam pejamannya. “Ga, lo kenapa ...?”

Freya langsung menggenggam telapak tangan kanan Anggara yang mengepal kencang hingga ia menyentuh suatu nang basah di bagian telapak sahabat kecilnya. “Tangan dia sampai ngeluarin keringat gini, udah gak bisa di herankan lagi kalau Anggara kembali mimpi buruk.”

“What?! Oh, no. Orang kalau mimpi buruk, harus cepetan di bangunin, kalau enggak Itu bisa bahayakan raganya, Anjir! Aku ngerti dari pamanku Solo!” pekik Jova.

“Woy-woy, Ga! Ayo bangun, dong cepetan! Betah banget sama mimpinya! Anggara Patung Liberty?!” gusar Jova sambil menepuk-nepuk kencang kedua pipi panas sahabat lelakinya agar roh itu lekas kembali ke dunia nyata.

Netra iris abu supernatural Anggara seketika terlihat waktu kelopak matanya membuka dengan gesit, saat ini deru napasnya sungguh tidak beraturan, detak jantungnya juga berdegup kencang secara batas dari normalisasi.

“Ga, lo oke? Apa yang sudah terjadi?”

Pemuda Indigo itu mengarahkan bola matanya untuk melintang ke Reyhan yang begitu mencemaskan keadaannya nang spontan. Hingga Anggara mengangkat salah satu kakinya gesit untuk menendang kuat perut Reyhan.

BUGH !!

Akibat tendangan hebat itu yang ditorehkan, tubuh Reyhan tersungkur ke belakang dengan mulai memegang perutnya seraya mengaduh. “Ya Allah Gusti! Kenapa perut gue yang malah ditendang, sih?! Mana sasarannya di tepat kena ulu hati, lagi!”

Anggara yang tersadar apa nang ia lakukan terhadap Reyhan, auto bangkit dari baringnya dengan tampang terkejut setengah mati, beda dari Reyhan jika menunjukkan tampang setengah kesalnya.

“Maksud lo apaan sih, Ga?! Masih untung lambung gue kagak bocor, ya!” Pemuda yang menjadi korbannya Anggara itu, langsung menutup mulutnya dengan sisi telapak tangannya yang mengepal karena hendak ingin muntah.

“Anggara! Wah, udah ngawur nih bocah cowok satu. Kalau mau nyerang liat kondisi, napa?! Noh, tuh si Reyhan ampe mau muntah!” omel Jova.

Sedangkan Freya hanya bungkam dengan mata terbelalak dimana setelah Anggara melakukan adegan kekerasan fisik yang nyaris membuat Reyhan mengeluarkan muntahan darah dari mulut.

“T-tolong maafkan gue! Gue gak ada maksud untuk menyakiti lo!” ujarnya.

Reyhan memicingkan kedua matanya dengan meringis kesakitan. “Kalau gak ada maksud, lalu ini apa?!”

Anggara dengan tubuh lemas, segera menghampiri Reyhan untuk membantu membangunkannya duduk. “Gue tidak sengaja, sorry ...”

Mata Freya yang mendelik, kini menjadi seperti semula dengan menatap Anggara lara. “Kamu pasti terbawa mimpi buruk itu, ya? Hingga rasa emosimu untuk melawan terbius ke Reyhan. Padahal sahabat kamu gak salah apa-apa.”

Anggara yang diselimuti rasa Stres terlebih telah memperlakukan kasar kepada Reyhan dengan fisik, merangkumkan kepalanya bersama kedua tangan. ‘Hal bodoh apa yang telah gue perbuat? Karena mimpi, gue justru melampiaskan semua itu ke Reyhan. I was careless !’

Reyhan yang dapat mendengar relung hati yang telah terucap dan menatap Anggara nang menundukkan kepalanya dengan tanpa melepaskan sepasang tangannya, mengusap-usap punggung lemas sang sahabat.

“Gak apa, gue sudah baik-baik saja. Kalau memang itu dampak dari mimpi negatif lo, gue bisa memakluminya. Jangan dipikirin lagi mendingan, oke?”

“Sekali lagi, gue minta maaf ...”

Bibir Reyhan yang tadi posisinya melengkung ke bawah, sekarang ke atas untuk menampilkan senyuman pancaran ramahnya. “It's okay, Sobatku. Lo mau minum, gak? Biar pikiran lo bisa kembali tenang. Gue ambilin buat elo, ya?”

“Biar aku aja yang ambil botol minumnya si Anggara, bentar!” celetuk Jova.

Gadis itu memutar tubuhnya ke belakang agak menyamping lalu memarani tas besar Anggara untuk mengeluarkan botol merk tupperware dari dalam tas hitam tersebut. Usai memungutnya, Jova kembali ke arah sahabat lelakinya dan menyodorkannya.

“Terimakasih.”

“Masama.”

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Meskipun Anggara telah terbangun dari mimpi buruknya, namun ia harus menetralkan pernapasannya yang laju tak beraturan, matanya sengaja di pejamkan untuk agar meringankan rasa pening di kepalanya.

Sementara Reyhan sedang memenuhi tugasnya lepau memijat kaki-kaki panjang sahabat Introvert-nya, di tengah itu ia melirik ke arah Anggara yang bersandar di sisi tenda kokoh sang empu.

‘Gue gak akan lagi mau mengetahui identitas secara bertanya kepada lo. Mungkin menurut elo sendiri, gue telah berusaha menginterogasi untuk mengetahui semua apa masalah yang sedang lo pendam hingga sekarang. Tapi meskipun demikian, gue bakal menunggu sampai kebenaran itu terbongkar tanpa ada kata pemaksaan.’

“Anggara, mulai besok pagi kita berempat pulang ke kota Jakarta, ya? Kayaknya apa yang dibilangin sama Freya bener kalau hutan ini kurang sehat buat elo.”

Anggara hanya menjawabnya dengan kepala yang manggut-manggut, ucapan dan gerakan tulus yang Reyhan berikan tentu beda daripada sosok sahabatnya yang muncul di mimpi buruknya. Anggara masih tidak paham apa maksud dari semua ini, bahkan dirinya tak bisa memprediksi hal tersebut sebuah pertanda atau akan menjadi sebuah kenyataan.

Dalam mata yang Anggara pejamkan, anehnya ia tak mendapatkan bayangan astral yang muncul dibenak otaknya. Entah akibat raga dirinya sedang lemah atau mengapa.

“Anjing, emang!”

Freya tersentak sampai menolehkan kepalanya ke arah Jova yang barusan saja mengumpat kesal hingga mengeluarkan kata mutiaranya. “Apa sih, Va?! Tiba-tiba kamu kesal begitu. Kenapa?”

Jova mendengus dengan mengernyitkan mata sipitnya ke sahabat polosnya. “Tahu, gak? Masa video yang jadi konten-ku kagak bisa dihapus?! Kan, ngeselin!”

“Masa videonya gak bisa dihapus? Gagak itemnya lagi naksir sama kamu, kali!” buras Reyhan usai menaikkan satu alisnya.

“Matamu! Nalarnya dimana, coba kalau binatang bisa naksir sama manusia?! Itu otak problem-nya gara-gara apa, sih? Oh, kurang cairan oli mungkin!”

Mata Reyhan kembali melotot tajam. “Cairan oli?! Kamu pikir aku pager!?”

Anggara yang masih membutuhkan istirahat total, membuka kedua matanya lemah dan menatap Jova yang tak henti-hentinya mengetuk-ketuk layar ponsel dengan hati yang berkecamuk sebal. Ia menarik napasnya panjang lalu mengembuskannya perlahan.

“Serahkan saja HP-mu ke aku, biar aku yang mencoba menghapus videonya,” imbau Anggara dengan satu tangan menengadah.

Mulut Jova menganga pada sahabat lelakinya yang mengeluarkan suara Baritonnya. “Wih, udah bisa ngomong, Ga?! Yasudah, nih coba kamu yang hapus.” Gadis Tomboy tersebut kemudian segera memberikan ponsel itu ke tangan Anggara.

Pemuda tampan bak seorang aktor dari negara Korea selatan itu, mulai menengok dan fokus ke arah layar ponsel miliknya Jova. Baru saja melihat, kepala Anggara malah sudah cenat-cenut karena memperhatikan suasana hutan dalam video, terlebih lagi telah diisi oleh aura seekor hewan terbang yang menampakkan diri di atas sebuah dahan pohon besar.

Sekarang tugasnya Anggara adalah menghapus video kontennya sang sahabat perempuannya, tetapi sayangnya apa yang telah dilakukan dirinya tak membuahkan hasil. Bukan menghilang namun handphone Jova hanya menimbulkan getaran saja.

Anggara menutup matanya sejenak lalu mengeluarkan napasnya dari hidung usai gagal melenyapkan video karya bijaknya Jova. Bagaimana mungkin? Padahal cuma sebatas video, bukan audio lagu yang berada di dalam aplikasi album musik. Ada apa gerangan?

“Gimana, Ga? Bisa dihapus?” tanya Freya.

Anggara menggelengkan kepalanya pelan dengan menatap wajah cantiknya Freya secara sekilas, lalu menengok balik layar ponsel. Sedangkan Reyhan menempelkan antara jari telunjuk dan jempolnya di masing-masing rahang pipi serta mengelusnya untuk sembari berpikir keras.

“Absurd, bener. Jangan-jangan karena memori HP kamu terlalu penuh? Udah dicek, belum?”

Anggara melirik Reyhan lalu beralih menatap iris mata hazel punyanya Jova. “Begitu? Yasudah gini, ada foto, file, atau video yang jarang kamu gunakan? Jika memang ada, lebih baik kamu hapus terlebih dahulu. Bisa jadi itu kemungkinannya.”

“Hmmmm ... pas aku cek sebelum kita ngadain camping, gak ada sih, Ga. Yang lainnya masih aku gunakan untuk kepentingan sama terakhir buat kenangan, hehehehe!”

“Oke.”

“Terus gimana dong, Ga? Masa video itu tetep aku biarin di persinggahan galeri-ku?! Ada cara lain, nggaaaak?” rengek Jova dengan campur keluhan.

“Sebenarnya ada, dengan cara restart ulang.”

Spontan, mata Jova melotot. “Jangan! Kalau kamu restart ulang HP-ku, entar file-file fundamental yang pernah dikirim via grup sekolah, hilang! Terus foto-foto sama video-video kenangan kita berempat dari SMP juga ikut ilang! Jangan deh, please, yayayaya?”

“Gak perlu berlebihan, aku gak akan melakukannya jika kamu tidak setuju. Aku akan berusaha lagi untuk ke percobaan terakhir,” ungkap Anggara.

“Ha, percobaan terakhir?” Dahi Freya berkerut setelah mendengar ungkapan tutur Anggara yang santai.

“Ya, mematikan daya perangkat. Aku gak tahu ini akan berhasil atau enggak, tapi gak ada salahnya kalau mencobanya dulu.”

Mata Reyhan berbinar. ”Wah, ide yang top markotop! Buruan, gih cepetan dicoba!”

Anggara menganggukkan kepala sekaligus berdeham kecil lalu segera menekan tombol garis vertikal bagian kanan untuk mematikan ponselnya Jova.

10 menit kemudian....

“Yah, tetep gak bisa dihapus ya, Ga? Kayak apa yang kamu lakuin itu sama sekali nggak berefek,” kecewa Jova.

“Sebenernya gak ada pengaruhnya tentang video itu yang sulit banget dihapus, mau karena kebanyakan memori data atau sebagainya,” timpal Freya.

“Sistemnya gak mengizinkan, kali. Makanya video yang sudah jadi itu susah buat dihilangkan dari galeri album-mu. Udahlah, kamu yang sabar aja.” Reyhan menyambung perkataan Freya-Jova.

“Dih, tumben kalem? Yasudah deh, Ga kalau emang gak bisa dihapus. Kamu nggak perlu lagi nyari cara untuk melenyapkan video sialan itu, gak usah dipaksa kalau bandel.” Jova merebut halus ponselnya dari tangan Anggara.

“Maaf, ya?”

“Iya, gak masalah. Biarin aja ini video satu nempel terus di beranda galeri atau paling enggak aku kucilkan dari karyaku!”

Freya menghela napasnya dengan menatap Jova yang wajahnya tergambar kecewa. “Kenapa gak kamu jadikan konten saja? Bukannya akan menjadi sayang kalau kamu diemin?”

“Duh jangan, dong! Niatku, kan pengen menghibur netizen followers dari IG-ku. Masa ada penampakan burung Gagak yang matanya merah kayak mainan robotan adekku di rumah? Entar aku disangka editor cewek Paranormal!”

“Pft, hahaha!”

Bola mata gadis Tomboy itu beringsut ke arah Reyhan yang senang melihat penderitaan ringannya. “Sekali lagi aku denger kamu ketawa, ku lempar juga kamu pake botol minumnya Anggara. Biar benjol itu kepala!”

“Astaghfirullah, ampun!”

Anggara mengubah kembali posisinya ke sandaran nyamannya untuk beristirahat dengan lalu memejamkan mata sejenak buat meredakan rasa sakit kepalanya yang masih bekerja. Sebenarnya... Rasa sakit ini telah seringkali Anggara alami sejak dini. Jadi, ia sudah terbiasa pada penderitaan yang diidapnya.

Sementara sakit dada yang bak dihimpit oleh benda permukaan keras, itu karena rohnya mengalami penyiksaan di dalam mimpi yang mana Reyhan melakukan aksi serta adegan kekerasan fisik untuknya, berbagai macam lepau melemahkan seluruh tenaganya yang tersisa.

Namun rasa sakit yang ada di alam bawah sadarnya masih belum seberapa, karena dari berkatnya Jova si Anggara sanggup menarik diri untuk kembali ke dunia nyata.

Tentang embusan angin kecil yang lewat untuk menerpa wajah tampannya Anggara, setelah itu terjadi lelaki Indigo tersebut tak mampu melihat bayangan apapun saja yang mengandung gaib. Akan namun Anggara yakin, mesti ada yang telah sengaja menutup aura batinnya, entah siapa lakonnya.

...››-----𝕴𝖓𝖉𝖎𝖌𝖔-----››...

Cameron yang masih senantiasa di dalam kamar ranumnya walaupun diterangi oleh cahaya api dari fire pit area atau tungku perapian, memantau Anggara yang berada dibalik layar bukunya nang berjulukan 'Bintang Iblis'. Siku yang dirinya sangga di bagian pegangan kursi, perlahan telapak tangannya terkepal kuat dengan perasaan kalbu yang kesal karena ada hasrat cepat ingin membunuh Anggara setelah memperhatikan kondisi manusia yang sedang Cameron incar sebagai entitas.

“Kurang ajar! Meskipun sudah aku tutup penglihatan dan firasatnya, kenapa masih ada pikiran mempan jika ada yang sengaja menutup aura batinnya!?”

“Pemuda ini ternyata memang terbilang sangat hebat, lihat dari auranya saja kuat sekali apalagi dia orang yang tak takut pada apapun. Bagaimanapun caranya itu, aku akan terus mencari titik kelemahanmu dalam waktu yang singkat!”

Cameron mengerutkan sepasang mata lalu menatap tajam pada seseorang yang duduk di sampingnya Anggara. Sang lelaki berambut hitam dengan model style keren yang tengah tersenyum ramah bersama sesekali tertawa ceria.

“Siapa manusia satu itu? Apakah teman akrabnya dari Anggara?”

Jiwa Cameron yang diliputi penasaran, lekas mengetuk pemuda humoris itu pakai jari telunjuknya dengan satu kali ketukan di layar buku tradisinya. Kini telah tercantum sebuah nama di sisi layar yakni adalah 'Reyhan Ivander Elvano', beserta dibawah tulisan tersebut tertera jelas yaitu 'Nickname: Reyhan' membuat Cameron mengukir senyuman integritas.

“Jadi nama lelaki itu sering kerap disebut dengan Reyhan? Hm, menarik.”

“Jika Reyhan aku pantau dari sini, dia merupakan manusia yang amat penakut dan lemah akan menghadapi sosok makhluk tak kasat mata yang wujudnya negatif serta mengerikan. Bagus, ini bakal sangat mudah jika aku laksanakan, hahahaha!”

“Aku akan menggunakan tubuh Reyhan sebagai umpan untuk diriku mendapatkan sekujur energi dan aura spektakuler yang masih dimiliki oleh Anggara.” Cameron berucap dengan nada arogannya.

Cameron berdiri dari persinggahan elitnya dengan masih menampilkan senyuman iblis yang tergambar detail di bibir. “Aku tak akan mempermainkan kasar kepada dua gadis itu yang sedang bersanding bersama antara Reyhan dan Anggara. Yang hanya aku pergunakan virulen secara mantra sihir adalah, para lelaki itu yang mempunyai aura terbuka beserta supranatural.”

Alasannya mengapa Cameron tak akan mempergunakan ataupun melakukan kekerasan pada Freya dan Jova? Karena tak ada istimewanya dari aura mereka. Hanya Anggara dan Reyhan sajalah yang memiliki aura istimewa. Meskipun Reyhan lemah tenaga jikalau menghadapi lelembut yang auranya mencekam nan negatif, namun Reyhan juga mempunyai salah satu kekuatan aura gaib yang sama dihimpun seperti diri Anggara.

Mengetahui identitas pribadinya Reyhan memang terbilang gampang menurut sang penguasa alam gaib ini, dikarenakan ia sendiri mengerkau ilmu hitam yang bisa mampu mengetahui segala hal.

“Sesudah sekian lamanya aku berpikir keras dan dingin untuk mencari titik kelemahan dari kau, Anggara. Kini sekarang aku telah menemukannya tanpa ada rasa ragu.”

“Titik kelemahanmu adalah Reyhan Ivander Elvano. Sang teman sejati yang telah kau pererat dalam persahabatan bersama kedua perempuan yang selalu ada di sampingmu, hahahaha!”

“Bersiaplah saja. Tragedi berdarah akan sedia mendatangimu, wahai Anggara Indigo.”

Lagi-lagi angin luar kastil berembus kencang bersama petir langit yang kembali menggelegar, layaknya sedang menyambut senyuman kemenangan dari Cameron yang seperti berjaya menuntaskan sebuah pertandingan sengit.

INDIGO To Be Continued ›››

Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1 | Vacation Plans
3 Chapter 2 | Leave
4 Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5 Chapter 4 | Strange Things Start
6 Chapter 5 | Under the Influence
7 Chapter 6 | The Ruler
8 Chapter 7 | Inside Videos
9 Chapter 8 | Blocked
10 Chapter 9 | Calamity Attack
11 Chapter 10 | Demon Star Portal
12 Chapter 11 | Maliciously Evil
13 Chapter 12 | Amulet
14 Chapter 13 | True Self
15 Chapter 14 | Obliterate
16 Chapter 15 | The Dark Past
17 Chapter 16 | Go Home
18 Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19 Chapter 18 | Go to That Place Again
20 Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21 Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22 Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23 Chapter 22 | Misunderstanding
24 Chapter 23 | Cruel Human
25 Character Visuals
26 Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27 Chapter 25 | Two Natural Worlds
28 Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29 Chapter 27 | A Teaching of Spells
30 Chapter 28 | Erland Lucifer
31 Chapter 29 | Enmity With Gilles
32 Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33 Character Visuals II
34 Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35 Chapter 32 | Possessed
36 Chapter 33 | Don't Know it
37 Chapter 34 | Suicide
38 Chapter 35 | Lost Forever
39 Chapter 36 | More Careful
40 Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41 Chapter 38 | Between Water And Fire
42 Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43 Chapter 40 | Initial Terror
44 Chapter 41 | Giving it Over And Over
45 Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46 Chapter 43 | Investigate
47 Chapter 44 | Every Sign
48 Character Visuals III
49 Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50 Chapter 46 | Got Big Trouble
51 Chapter 47 | Ruined Day
52 Chapter 48 | New Spirit Arrival
53 Chapter 49 | Remember Who He Is?
54 Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55 Chapter 51 | Totally Real
56 Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57 Chapter 53 | A Missing Word
58 Chapter 54 | Anyone Can See It
59 Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60 Chapter 56 | I Managed to Save You!
61 Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62 Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63 Chapter 59 | Fragile Heart
64 Chapter 60 | The Impact of Depression
65 Character Visuals IV
66 Chapter 61 | Giving a Motivation
67 Chapter 62 | Embarrassing
68 Chapter 63 | Not Yet Over
69 Chapter 64 | Become the Second Target?!
70 Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71 Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72 Chapter 67 | Alternating Terror?
73 Chapter 68 | Additional Ability
74 Chapter 69 | A Different Aura
75 Chapter 70 | Departure
76 Chapter 71 | Conveyed Hope
77 Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78 Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79 Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80 Chapter 75 | Changing Destiny
81 Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82 Chapter 77 | Grasp Accuracy
83 Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84 Chapter 79 | Their Anxiety
85 Chapter 80 | Disturbed Psychic
86 Chapter 81 | That Mystery Death!
87 Chapter 82 | Almost Revealed
88 Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89 Chapter 84 | Morning Caution
90 Chapter 85 | Uncovered Already
91 Chapter 86 | Steady Plan
92 Chapter 87 | Problem Solving
93 Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94 Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95 Chapter 90 | About Outdated Paper
96 Chapter 91 | Failed to See
97 Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98 Chapter 93 | Appearing Vision
99 Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100 Chapter 95 | Occult Hint
101 Chapter 96 | The Real Doer
102 Chapter 97 | Give Last Chance
103 Chapter 98 | Apology
104 Chapter 99 | Deadly Accident
105 Chapter 100 | Special Person
106 Chapter 101 | People Who Were in the Past
107 Chapter 102 | Disaster
108 Chapter 103 | Gloomy Life
109 Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110 Chapter 105 | Responsible
111 Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112 Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113 Chapter 108 | Drop Sick
114 Chapter 109 | Physical Revenge
115 Chapter 110 | Two Diagnostics
116 Chapter 111 | Deep Emotions
117 Chapter 112 | Prohibited to Meet
118 Chapter 113 | Feel Loose
119 Chapter 114 | Mental Disorder
120 Chapter 115 | Impossible
121 Chapter 116 | Rampant
122 Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123 Chapter 118 | Ignored Threats
124 Chapter 119 | Personal Matters
125 Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126 Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127 Chapter 122 | Way Out?
128 Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129 Chapter 124 | Nice Idea
130 Chapter 125 | Regret
131 Character Visual V
132 Chapter 126 | Guarded And Protected
133 Chapter 127 | Removing Hostility
134 Chapter 128 | Low Power Memory
135 Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136 Chapter 130 | Other Feelings
137 Chapter 131 | Expressing Love?
138 Chapter 132 | Asking for Help
139 Chapter 133 | Decision Point
140 Chapter 134 | Pseudonym
141 Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142 Chapter 136 | New Student
143 Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144 Chapter 138 | Prone
145 Chapter 139 | Bunch of Sects
146 Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147 Chapter 141 | A Bad Sign
148 Chapter 142 | Black Shadow
149 Chapter 143 | A Message
150 Chapter 144 | Strange Eve
151 Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152 Chapter 146 | Event Dimension
153 Chapter 147 | Short Rescue
154 Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155 Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156 Chapter 150 | Ghost Vanishing
157 Chapter 151 | Underground Stairs
158 Chapter 152 | Dragged Into Another World
159 Chapter 153 | Inseparable
160 Chapter 154 | Cannibal
161 Chapter 155 | Wrong Victim
162 Chapter 156 | Awkward Attack
163 Chapter 157 | Demon Beast
164 Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165 Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166 Chapter 160 | Complete
167 Chapter 161 | Never Give Up
168 Chapter 162 | Two More Days?
169 Chapter 163 | On the Abyss
170 Chapter 164 | Fact?
171 Chapter 165 | The Mystic
172 Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173 Chapter 167 | Stop This!
174 Chapter 168 | Ultimate
175 Chapter 169 | Deep Wounds
176 Chapter 170 | Whisper of Doom
177 Chapter 171 | I'm Back
178 Chapter 172 | Resentment
179 Chapter 173 | Please Don't Go!
180 Chapter 174 | Anxiety
181 Chapter 175 | Deepest Regret
182 Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183 Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184 Chapter 178 | Viral News
185 Chapter 179 | Feel Guilty
186 Chapter 180 | Giant Creatures
187 Chapter 181 | Mutual Convince
188 Chapter 182 | Not Found
189 Chapter 183 | Must Endure!
190 Chapter 184 | Do it Again
191 Chapter 185 | You..?!
192 Chapter 186 | Ex-lover?
193 Chapter 187 | Unable to Let Go
194 Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195 Chapter 189 | Unlock Secrets
196 Chapter 190 | Last Love
197 Announcement!
198 Chapter 191 | Visitor
199 Chapter 192 | Afternoon Trap?
200 Chapter 193 | Battered
201 Chapter 194 | Ever Met
202 Chapter 195 | Backfire
203 Chapter 196 | Failed
204 Chapter 197 | I Will Kill You!
205 Chapter 198 | Defining a Lifeline
206 Chapter 199 | Converted
207 Chapter 200 | Positive Thinking
208 END
209 EPILOG
210 Special Announcement!
Episodes

Updated 210 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1 | Vacation Plans
3
Chapter 2 | Leave
4
Chapter 3 | First Day Visiting the Forest
5
Chapter 4 | Strange Things Start
6
Chapter 5 | Under the Influence
7
Chapter 6 | The Ruler
8
Chapter 7 | Inside Videos
9
Chapter 8 | Blocked
10
Chapter 9 | Calamity Attack
11
Chapter 10 | Demon Star Portal
12
Chapter 11 | Maliciously Evil
13
Chapter 12 | Amulet
14
Chapter 13 | True Self
15
Chapter 14 | Obliterate
16
Chapter 15 | The Dark Past
17
Chapter 16 | Go Home
18
Chapter 17 | Abandoned Villa Building?
19
Chapter 18 | Go to That Place Again
20
Chapter 19 | Bypassing Prohibition
21
Chapter 20 | A Bad Omen Happened
22
Chapter 21 | Figure Sketch Painting
23
Chapter 22 | Misunderstanding
24
Chapter 23 | Cruel Human
25
Character Visuals
26
Chapter 24 | Between Spirit and Soul
27
Chapter 25 | Two Natural Worlds
28
Chapter 26 | Monster Fish in the Lake
29
Chapter 27 | A Teaching of Spells
30
Chapter 28 | Erland Lucifer
31
Chapter 29 | Enmity With Gilles
32
Chapter 30 | Enigrafent Afterlife
33
Character Visuals II
34
Chapter 31 | Reality or Just a Dream?
35
Chapter 32 | Possessed
36
Chapter 33 | Don't Know it
37
Chapter 34 | Suicide
38
Chapter 35 | Lost Forever
39
Chapter 36 | More Careful
40
Chapter 37 | Dreams Ended in Depression
41
Chapter 38 | Between Water And Fire
42
Chapter 39 | Tragedy At 21.00
43
Chapter 40 | Initial Terror
44
Chapter 41 | Giving it Over And Over
45
Chapter 42 | Definitely Severe Weakness
46
Chapter 43 | Investigate
47
Chapter 44 | Every Sign
48
Character Visuals III
49
Chapter 45 | Great Danger Will Happen
50
Chapter 46 | Got Big Trouble
51
Chapter 47 | Ruined Day
52
Chapter 48 | New Spirit Arrival
53
Chapter 49 | Remember Who He Is?
54
Chapter 50 | Meet Unexpectedly
55
Chapter 51 | Totally Real
56
Chapter 52 | Ornaliea Asgremega
57
Chapter 53 | A Missing Word
58
Chapter 54 | Anyone Can See It
59
Chapter 55 | He Came In One's Subconscious
60
Chapter 56 | I Managed to Save You!
61
Chapter 57 | There's Still A Purpose To Live
62
Chapter 58 | Can't Just Accept Fate
63
Chapter 59 | Fragile Heart
64
Chapter 60 | The Impact of Depression
65
Character Visuals IV
66
Chapter 61 | Giving a Motivation
67
Chapter 62 | Embarrassing
68
Chapter 63 | Not Yet Over
69
Chapter 64 | Become the Second Target?!
70
Chapter 65 | The Weakness of the Sixth Sense Man
71
Chapter 66 | Conditions Associated With Living Mysticism
72
Chapter 67 | Alternating Terror?
73
Chapter 68 | Additional Ability
74
Chapter 69 | A Different Aura
75
Chapter 70 | Departure
76
Chapter 71 | Conveyed Hope
77
Chapter 72 | It's Not Easy to Forget
78
Chapter 73 | My Terror Will Always Make You Suffer!
79
Chapter 74 | The Unpredictable Killer
80
Chapter 75 | Changing Destiny
81
Chapter 76 | Trying to Be a Shield to Protect Life
82
Chapter 77 | Grasp Accuracy
83
Chapter 78 | The Same Events Repeatedly
84
Chapter 79 | Their Anxiety
85
Chapter 80 | Disturbed Psychic
86
Chapter 81 | That Mystery Death!
87
Chapter 82 | Almost Revealed
88
Chapter 83 | Terror In Dreams Is Far More Dangerous
89
Chapter 84 | Morning Caution
90
Chapter 85 | Uncovered Already
91
Chapter 86 | Steady Plan
92
Chapter 87 | Problem Solving
93
Chapter 88 | Explanation Before Saying Goodbye
94
Chapter 89 | The Presence of a Stranger Ghost Figure
95
Chapter 90 | About Outdated Paper
96
Chapter 91 | Failed to See
97
Chapter 92 | Stop Looking Away For a While
98
Chapter 93 | Appearing Vision
99
Chapter 94 | Trapped In A Dark Room
100
Chapter 95 | Occult Hint
101
Chapter 96 | The Real Doer
102
Chapter 97 | Give Last Chance
103
Chapter 98 | Apology
104
Chapter 99 | Deadly Accident
105
Chapter 100 | Special Person
106
Chapter 101 | People Who Were in the Past
107
Chapter 102 | Disaster
108
Chapter 103 | Gloomy Life
109
Chapter 104 | Quarrel Because It Has Lulled
110
Chapter 105 | Responsible
111
Chapter 106 | Past Background [Anggara]
112
Chapter 107 | There's Still Care [Freya]
113
Chapter 108 | Drop Sick
114
Chapter 109 | Physical Revenge
115
Chapter 110 | Two Diagnostics
116
Chapter 111 | Deep Emotions
117
Chapter 112 | Prohibited to Meet
118
Chapter 113 | Feel Loose
119
Chapter 114 | Mental Disorder
120
Chapter 115 | Impossible
121
Chapter 116 | Rampant
122
Chapter 117 | Terrible Panic [Jovata]
123
Chapter 118 | Ignored Threats
124
Chapter 119 | Personal Matters
125
Chapter 120 | The Feeling of Having a Sixth Sense Friend
126
Chapter 121 | An Urge to Let Go of the Dark Past
127
Chapter 122 | Way Out?
128
Chapter 123 | Entitled to Prevent From Harm
129
Chapter 124 | Nice Idea
130
Chapter 125 | Regret
131
Character Visual V
132
Chapter 126 | Guarded And Protected
133
Chapter 127 | Removing Hostility
134
Chapter 128 | Low Power Memory
135
Chapter 129 | Don't Regard As Enemies
136
Chapter 130 | Other Feelings
137
Chapter 131 | Expressing Love?
138
Chapter 132 | Asking for Help
139
Chapter 133 | Decision Point
140
Chapter 134 | Pseudonym
141
Chapter 135 | It's Time to be Exposed
142
Chapter 136 | New Student
143
Chapter 137 | Clues or Just Hallucinations
144
Chapter 138 | Prone
145
Chapter 139 | Bunch of Sects
146
Chapter 140 | Star Circle Blood Logo
147
Chapter 141 | A Bad Sign
148
Chapter 142 | Black Shadow
149
Chapter 143 | A Message
150
Chapter 144 | Strange Eve
151
Chapter 145 | Overseas Women Photo Frames
152
Chapter 146 | Event Dimension
153
Chapter 147 | Short Rescue
154
Chapter 148 | Piano Sound in the Attic
155
Chapter 149 | Trapped In Villa Ghosmara
156
Chapter 150 | Ghost Vanishing
157
Chapter 151 | Underground Stairs
158
Chapter 152 | Dragged Into Another World
159
Chapter 153 | Inseparable
160
Chapter 154 | Cannibal
161
Chapter 155 | Wrong Victim
162
Chapter 156 | Awkward Attack
163
Chapter 157 | Demon Beast
164
Chapter 158 | Delivering Into the Immortal Realms
165
Chapter 159 | Wilderness And Haunted
166
Chapter 160 | Complete
167
Chapter 161 | Never Give Up
168
Chapter 162 | Two More Days?
169
Chapter 163 | On the Abyss
170
Chapter 164 | Fact?
171
Chapter 165 | The Mystic
172
Chapter 166 | Golden Snake With One Eye
173
Chapter 167 | Stop This!
174
Chapter 168 | Ultimate
175
Chapter 169 | Deep Wounds
176
Chapter 170 | Whisper of Doom
177
Chapter 171 | I'm Back
178
Chapter 172 | Resentment
179
Chapter 173 | Please Don't Go!
180
Chapter 174 | Anxiety
181
Chapter 175 | Deepest Regret
182
Chapter 176 | Stay Best Four Forever
183
Chapter 177 | Worth the Bad Feeling?
184
Chapter 178 | Viral News
185
Chapter 179 | Feel Guilty
186
Chapter 180 | Giant Creatures
187
Chapter 181 | Mutual Convince
188
Chapter 182 | Not Found
189
Chapter 183 | Must Endure!
190
Chapter 184 | Do it Again
191
Chapter 185 | You..?!
192
Chapter 186 | Ex-lover?
193
Chapter 187 | Unable to Let Go
194
Chapter 188 | Between Human Friend And Ghost Friend
195
Chapter 189 | Unlock Secrets
196
Chapter 190 | Last Love
197
Announcement!
198
Chapter 191 | Visitor
199
Chapter 192 | Afternoon Trap?
200
Chapter 193 | Battered
201
Chapter 194 | Ever Met
202
Chapter 195 | Backfire
203
Chapter 196 | Failed
204
Chapter 197 | I Will Kill You!
205
Chapter 198 | Defining a Lifeline
206
Chapter 199 | Converted
207
Chapter 200 | Positive Thinking
208
END
209
EPILOG
210
Special Announcement!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!