Dendam Sang Permaisuri
Dua orang pria dan wanita memandang gadis cantik yang berdiri tak jauh dari mereka, gaun putih yang dipakai oleh gadis itu mulai tertutupi oleh darah.
Perlahan-lahan warna yang tadinya putih bersih itu mulai berubah menjadi merah karena banyaknya darah yang mengalir keluar dari luka besar di dadanya tapi, di wajah cantik itu tak ada sedikitpun keluhan hanya sebuah senyuman.
Wajah cantik itu mulai memucat seiring tubuhnya yang kian lemah dan akhirnya jatuh ke tanah. "Terima kasih sudah datang Yang Mulia. Akhirnya aku bisa pergi dengan tenang," ujarnya tanpa jejak rasa menyalahkan sedikitpun di wajah cantik yang mulai kehilangan rona itu.
"Apa yang ingin kau katakan padaku? Katakan secepatnya!" Pria itu dengan marah menatap wanita yang mulai terbaring dalam genangan darahnya sendiri.
"Aku tak meminta banyak Yang Mulia," ujarnya dengan suara lemah, "Aku hanya ingin meminta padamu, tolong kirimkan tubuhku ke Lembah Cahaya." Suaranya mulai terdengar lemah.
"Setidaknya Aku bisa tidur dengan damai di sana. Aku tidak menyangka kehidupan istana sangat menyakitkan seperti ini," keluhnya dengan senyuman kepedihan. Di matanya juga terpancar kerinduan yang telah lama tak ia perlihatkan pada siapapun di sekitarnya.
Dia berusaha menoleh ke arah dua orang itu, menatap sendu dengan senyuman kecil yang tetap tertoreh di bibirnya. "Aku akan memberimu bukti bahwa Aku tak bersalah Yang Mulia." Tatapan sendu dan kesedihan di matanya terlihat jelas.
"Sebentar lagi Jenderal Argus akan kembali membawa semua bukti-bukti itu. Aku tidak pernah mencelakai anakmu, Aku juga tidak pernah menginginkan kehadiran anak yang ada dikandunganku sekarang." Wanita itu membelai perutnya yang membuncit dengan penuh penyesalan.
"Katakan lagi!" perintah pria itu dengan marah. Tangannya terkepal dengan kebencian yang terlintas kuat di mata indahnya.
"Aku juga tak ingin kehadiran anak ini, setidaknya dia tak perlu menjalani kehidupan yang menyedihkan seperti diriku." Wanita bergaun putih itu tersenyum dengan penuh ketulusan.
"Panggil Tabib Zian kemari!" teriaknya dengan keras.
Dengan cepat para pelayan berlari berhamburan mencari keberadaan tabib kepercayaan pria agung itu.
Dalam sekejap si Tabib datang dengan tergesa-gesa, nafasnya ikut tersengal karena berlari secepat yang ia bisa.
"Jangan menyentuhku Tabib Zian! Menjauhlah!" perintahnya dengan suara lembut yang nyaris tak terdengar.
"Tapi." Tabib Zian nampak ragu-ragu ia bahkan melirik pada pasangan yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Kau ingin dihukum Zian? Selamatkan dia dan bayinya sekarang!" lagi pria itu memerintah dengan seenaknya.
"Tak perlu Tabib Zian bayinya juga tak lagi bergerak. Aku titip Kaisar padamu, jaga kesehatannya dengan baik," ujarnya dengan senyuman, "ingat janjimu padaku Zian, jaga dan lindungi Lembah Cahaya dengan baik. Aku pergi!" Wanita bergaun putih itu tersenyum cerah sebelum melepas nafas terakhirnya.
Tabib Zian buru-buru memeriksa nadinya sebelum berbalik melihat pria agung yang berdiri di depannya. Dengan berat hati Tabib Zian menggelengkan kepalanya, wanita cantik itu sudah pergi bersama bayi yang dikandungnya.
"Yang Mulia! Jenderal Argus telah datang membawa beberapa kotak barang-barang bersamanya." Kasim Han berteriak dari luar ruangan. Dia tak berani untuk masuk dan melihat adegan berdarah yang seharusnya tak terjadi.
"Biarkan dia masuk!" perintahnya lagi, dengan pelan dia mengangkat wanita bergaun putih ke sofa yang ada di dekat mereka.
" Yang Mulia, semoga hamba tak datang ...." kata-kata Jenderal Argus terhenti tak kala matanya memandang kearah wanita yang sudah tak bernyawa di dekat pria agung itu.
"Katakan Argus, apa yang dia sembunyikan dariku?" Pria itu menatap wajah damai wanita itu, meski jantungnya ditusuk pisau dia masih tersenyum ketika menutup mata.
"Nona Liu tak bersalah dari awal Yang Mulia," Jendral Argus melihat pada pria di depannya, "Tapi karena Anda sudah tak lagi mempercayainya dia memilih untuk mengaku bersalah dan menerima semua hukuman yang Anda berikan, Dia juga menangis selama berhari-hari ketika seluruh keluarganya Anda eksekusi Yang Mulia."
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanyanya dengan raut wajah bersalah yang begitu jelas, duka mendalam tersirat jelas di dalam kedua bola matanya yang bersinar redup.
"Nona"
"Aku belum melepas gelarnya kenapa kau memanggilnya nona, Argus?" pria itu menatap tajam pada jenderal muda terbaiknya itu. Wajahnya memerah marah karena sering kali mendengar ucapan nona yang keluar dari bibir Argus.
"Maaf yang mulia, semenjak Anda mengeksekusi seluruh keluarganya dan juga tak lagi datang menemuinya, dia sudah lama melepas gelar itu, Nona bilang dia bahagia hidup seperti di kediamannya dulu." Argus menyampaikan semua yang ada dipikirannya.
"Lancang," teriakannya bergema didalam ruangan itu. Hal itu sukses membuat para dayang, Kasim dan juga Tabib Zian menunduk ketakutan.
"Hamba datang kemari menyerahkan semua bukti-bukti untuk membebaskan diri dan membersihkan nama Permaisuri kembali Yang Mulia, bukti bahwa keluarganya tak bersalah juga telah dikumpulkan semuanya, Anda bisa mencari bukti lain bahwa apa yang hamba kumpulkan ini benar dan tidak palsu." Argus menyerahkan semua bukti yang telah dikumpulkan Liu Zixia dan juga bukti tambahan yang di dapatnya di perjalanan.
Pria tampan itu sangat marah tangannya terkepal, urat nadinya melotot keluar.
"Hamba undur diri Yang Mulia." Argus meninggalkan ruangan itu meski tanpa izin, langkahnya terasa berat dia mencintai Liu Zixia, dia melakukan segala cara untuk membantunya lepas dari nama buruk yang selama ini disandang oleh Liu Zixia.
"Siapkan pemakaman untuk Permaisuri! sebarkan selebaran bukti bahwa Permaisuri tak bersalah, bersihkan namanya jika masih ada yang menjelek-jelekkannya dan menyebarkan rumor, tangkap dan hukum mereka."
*
Hari itu istana dihiasi dengan kain putih tanda duka, Liu Zixia wanita yang di kenal ramah itu akhirnya dibersihkan kembali namanya, dia diakui sebagai permaisuri paling bijaksana dan juga cantik.
Tubuhnya dibersihkan dengan baik, tak lupa peti mati terbaik juga diberikan untuk tempat peristirahatan terakhirnya. Semua barang-barang kesukaannya juga dibawa pergi bersamanya.
Hanya saja gelang giok putih salju milik Liu Zixia tak lagi ditemukan meski seluruh tempat tinggalnya di geledah. Bahkan para dayang yang merawatnya juga tak menemukan keberadaan gelang giok itu.
Sesuai keinginannya yang terakhir tubuhnya di kirim kembali menuju Lembah Cahaya, tempat ia belajar dan pertama kali bertemu Kaisar semasa kecil.
bunga bermekaran ditaman kresia
merah putih hijau bercampur menjadi satu
ada harapan yang tak terpenuhi
ada keinginan yang tak bisa dikabulkan
dia pergi
dengan senyum yang mengiris hatiku
dengan kata maaf yang tak bisa ku ucapkan
aku yang salah
aku yang memaksanya untuk pergi
dan dia pergi dengan caranya sendiri
dia tak berbicara
tak membalas
tak mencaci
mungkin karena benci
mungkin karena cinta
tapi hatiku membenci
hatiku membara
dia mengalah dan terlalu lelah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
RINDI INEKE XIE 23
baca untuk yang ke 2 kali nya,...🤣🤣🤪
2024-01-24
0
Nurmala
thour... knp u TDK menerus kan cerita ini... sehingga saya harus baca 3 kali... 😁😁🤣😭😢
2023-03-19
0
human
kok matanya ikut mendung yah padahal cuacanya yang lagi mendung
2023-02-21
0