Untuk sesaat, Yuna sempat tertegun. Ucapan pria buta yang ada didepannya membuat ia tidak bisa berkata-kata. Sungguh Yuna bingung dengan situasinya saat ini. Di sisi lain, gadis itu sungguh merasa bersalah atas apa yang menimpa orang yang baru saja melamarnya. Di sisi lainnya … Yuna tak tahu harus bagaimana menjawab lamaran dadakan itu. Sebab, hingga detik ini, status Yuna masih tunangan Yeon dan tanpa Yuna tahu, Yeon adalah orang yang melamarnya.
Bengek banget cowok bernama Yeon Leon Pyordova. Ia tega Memainkan perasaan Yuna hingga sampai sedalam ini, sudah gitu pakai acara drama jadi buta segala pula. Kasihan sekali Yuna. Semoga ia sabar menghadapi tunangan bengeknya. Kalau nanti sudah tahu kebenarannya, tinggal cincang aja si Yeon ini di atas pohon.
“Kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau masih berdiri di dekatku?” tangan Yeon terulur kesembarang arah dan saat Yuna melihat uluran tangan itu, hatinya jadi semakin ragu apakah ia mau menyambut tangan itu atau tidak.
Apalagi tangan Yeon salah arah. Siapa yang jadi tidak merasa bersalah coba? Jika orang lain, pasti sudah menjerit tak terima karena hidupnya yang terang benderang dan penuh warna telah berubah jadi gelap gulita. Namun, sepertinya hal itu tidak terjadi pada Yeon. Alih-alih marah pada Yuna, ia malah mengajak wanita yang mencelakainya menikah. Gila nggak sih?
“A-apakah … aku … harus menikah denganmu?” tanya Yuna saat ia sudah bisa menguasai diri.
“Harus,” jawab Yeon cepat dan kembali menurunkan tangannya berpura menatap sumber suara milik Yuna.
“Kenapa?” tanya Yuna lagi.
“Haruskah kujelasakan?” Yeon malah balik bertanya.
Untuk kesekian kalinya, Yuna menundukkan wajahnya. Berulang kali ia menghembuskan napas sampai akhirnya dia menangis, benar-benar menangis. Bahkan Yuna sudah tidak menahan lagi tangisannya dan melepaskan semuanya. Gadis malang itu sengaja mengeluarkan semua beban dan perasaan yang ia pendam akhir-akhir ini tepat di samping Yeon. Tangisan Yuna terdengar kencang sehingga membuat Yeon yang pura-pura buta, mau tidak mau harus menutup telinganya.
“Berhentilah menangis, tangisanmu berisik sekali!” protes Yeon.
“Aku … tidak bisa … menghentikan tangisanku,” isak Yuna sambil sesenggukan. Berkali-kali ia mengusap sisa bulir air matanya dan mencoba bicara dengan Yeon. “Terakhir kali ada orang menembakku … aku harus berakhir di penjara yang membuat citra baikku sebagai bidan dan tunangan keluarga Pyordova rusak. Aku merasa … kalau aku … tidak pantas lagi menjadi calon istri tunanganku yang tak pernah kutemui selama belasan tahun lamanya.” Yuna kembali menangis, tapi ia menahannya agar bisa kembali bicara.
“Gara-gara kejadian itu … aku diasingkan di desa terpencil yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Apesnya lagi, aku hampir dirudapaksa orang jahat kalau saja kau tidak menolongku dengan merenggut ciuman pertamaku. Lebih parahnya lagi, aku mencelakai orang yang menolongku dan sekarang, aku harus menikah denganmu? Apa kau tahu? Aku tidak punya pilihan lain.
“Aku kehilangan keperawanaan bibirku yang harusnya hanya Yeonlah yang boleh merenggutnya. Tapi nyatanya … kau … kau merusak segalanya. Dan aku bahkan tak tahu siapa kau? Namamu saja aku tidak tahu! Tapi … aku tak bisa menyalahkanmu ataupun membencimu, aku justru merasa bersalah padamu, juga pada Yeon. Aku sudah mengkhianatinya. Aku mengkhianati tunanganku! Aku mengkhianati orang yang aku cintai. Huaaaa, nyesek nggak sih jadi aku!”
Yuna semakin menangis kencang dan Yeon mati-matian menyembunyikan tawanya. Ia bahkan sampai memalingkan wajah agar guratan senyumnya tidak terlihat oleh Yuna.
“Aku sudah kehilangan semuanya,” lanjut Yuna yang masih sesenggukan tanpa tahu orang yang ia tangisi malah tertawa tanpa suara. “Aku kehilangan tunanganku dan kemungkinan besar, aku … takkan pernah bisa bertemu lagi dengan bibi Shena selamanya, padahal aku sangat merindukannya. Katakan padaku? Apa aku tidak boleh menangis?” Yuna semakin sedih sampai ia terduduk di lantai sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Melihat hal itu … tawa Yeon mereda. Ia turun dan merengkuh tubuh Yuna dalam pelukannya. Hati gadis itu tersentak karena tiba-tiba dipeluk pria asing, tapi tak terasa asing bagi Yuna. Pelukan pria buta ini begitu hangat dan anehnya, Yuna langsung berhenti menangis seketika layaknya seorang anak yang ditenangkan ibunya saat bersedih.
“Tenanglah, jangan menangis lagi.” giliran Yeon yang bicara setelah menjadi pendengar setia curahan hati Yuna. “Mungkin, kau berjodoh denganku, lupakan semua masa lalumu dan hiduplah bersamaku. Aku ingin kau menikah denganku karena aku tak bisa lagi melihat dunia fana ini. Aku butuh bantuanmu untuk membuatku terbiasa dengan dunia baruku. Aku tak mungkin menjalani hidup ini sendiri. Aku membutuhkanmu. Jika … selama hidup bersamaku kau tidak bahagia, maka aku akan melepaskanmu, suatu hari nanti.” Yeon mengeratkan pelukannya dengan segenap hati dan jiwanya.
Mendengar ucapan pria yang memeluk Yuna, hati gadis itu semakin trenyuh saja. Bila sudah menikah, maka hati dan hidup Yuna hanya akan menjadi milik orang ini. Mana mungkin Yuna menelantarkan orang yang sudah menyelamatkannya dan berakhir mengenaskan gara-gara dirinya. Itu tidak akan mungkin bisa Yuna lakukan. Biar bagaimanapun juga, semua ini salah Yuna.
Mungkin yang dikatakan pria ini benar. Yuna berjodoh dengannya, bukan dengan Yeon. Satu-satunya penyesalan Yuna hanyalah, ia … tidak punya muka lagi untuk bertemu dengan Shena karena ia telah melanggar janji yang Yuna buat sendiri.
Maafkan aku, bibi Shena. Maafkan aku Yeon, inilah pilihanku. Aku … harus menikah dengan orang ini. Maafkan aku, hanya itu … yang bisa aku katakan sekarang. Batin Yuna sambil berurai air mata dipelukan pria yang akan menjadi calon suami baru Yuna. Lucunya, pria itu merupakan tunangan Yuna yang sedang bersandiwara menjadi pria lain.
“Kita akan segera menikah, tapi aku dan kau tidak saling kenal satu sama lain.” Yeon mencoba mencairkan Suasana.
“Kau bilang, jika kita bertemu lagi, kau akan memberitahuku siapa namamu. Kita sudah bertemu lagi meskipun, bukan cara seperti ini yang kuinginkan.”
“Memangnya, kau ingin kita bertemu lagi dengan cara seperti apa?” tanya Yeon lembut. Meskipun matanya tak bisa melihat Yuna karena tertutup perban, ia masih bisa merasakan kegalauan calon istrinya.
“Entahlah, pikiranku kosong saat ini. Dan aku tidak tahu … “ belum juga Yuna melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba saja … suster dan dokter datang tanpa permisi membuka pintu. Mereka berdua terkejut melihat Yeon dan Yuna duduk di lantai sambil saling berpelukan.
“Astaga! Ada pemandangan indah di sini!” sindir dokter itu dan si suster langsung balik badan membelakangi Yeon dan Yuna.
“Boodoh! Kenapa aku balik badan? Harusnya yang malu kan mereka? Kenapa malah aku?” gumam suster itu pada dirinya sendiri.
Refleks, Yuna menjauh dari Yeon dan berdiri sambil membenahi pakaian serta rambutnya yang berantakan. Sesekali ia mengusap sisa air matanya yang masih menempel di pipi. Sedangkan Yeon, sambil pegangan ranjang, ia mencoba duduk dikasurnya kembali. Karena matanya diperban, Yeon memang tidak bisa melihat apa-apa. Jadi aktingnya kali ini natural. Tidak di buat-buat.
“Silahkan dilanjutkan bikin anaknya, setelah selesai saya akan kembali lagi untuk pemeriksaan,” ujar dokter itu.
“Siapa yang bikin anak?” Pekik Yeon dan Yuna bersamaan, tapi dokter itu hanya tersenyum simpul.
BERSAMBUNG
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Abinaya Albab
janagn bilang klo ini dokter masih kerabat/salah satu temennya Yeon
2023-10-17
0
astaga itu dokter ny somplak 😂😂
2023-02-12
0
astaga 😂😂😂😂 ngakak oy kk
2023-02-12
0