Yuna sungguh tidak mengerti dengan apa yang diucapkan nenek-nenek disebelahnya. Perasaan, ia masih belum menikah yang artinya belum punya suami juga. Selain itu, Yuna naik bis seorang diri dan tidak bersama dengan siapapun, tapi mengapa nenek ini berkata kalau suaminya itu baik? Apakah nenek ini benar bicara padanya atau pada orang lain. Sebab secara logika, Yuna tidak tahu seperti apa rupa wajah Yeon sekarang ini, bagaimana mungkin nenek ini bisa mengatakan kalau suaminya itu sangat baik ? sedangkan Yuna sendiri tidak tahu seperti apa calon suaminya.
“Maaf, Nek. Apa … Nenek bicara padaku?” tanya Yuna takut salah paham dan mengira kalau bukan dirinyalah yang tadi diajaknya bicara.
“Iya, kamu … sama siapa lagi, cuma kau saja yang ada didekatku,” jawab nenek itu.
“Maaf, Nek. Saya belum menikah,” ujar Yuna malu-malu. Tapi ia akan segera menikah begitu Yeon datang. Itulah yang ada di dalam hati Yuna.
“Kalau begitu, apa kalian akan segera menikah?” tanya nenek itu seolah tahu apa yang dipikirkan Yuna.
“Iya,” jawab Yuna jujur tanpa tahu bahwa ada miskomunikasi antara dirinya dan nenek ini tentang persepsi suami yang mereka maksud.
“Kalau begitu selamat, kalian berdua memang pasangan yang serasi.” Lagi-lagi, ucapan neenk ini membuat kening Yuna berkerut.
“Ehm, bagaimana nenek tahu kami adalah pasangan yang serasi? Nenek bahkan belum pernah bertemu dengan calon suamiku?” tanya Yuna semakin bingung, ia pun juga tidak tahu seperti apa wajah dan rupa Yeon sekarang. Tapi nenek ini langsung bilang kalau ia dan Yeon adalah pasangan serasi. Apa mungkin nenek ini punya indera keenam? Itulah yang ada dipikiran Yuna.
“Apa maksudmu? Bukankah pria yang berdiri disampingmu itu calon suamimu? Kalau tidak, mana mungkin dia melindungimu sampai seperti itu,” ujar nenek itu ikutan bingung.
“Hah?” Yuna terkejut dan langsung jadi salting menatap pemuda yang berdiri disampingnya. Pantas saja ia bingung, rupanya nenek ini salah mengerti situasi yang terjadi antara dirinya dan pemuda asing yang sudah menolongnya. “Eh, itu … ehm, Nenek salah paham, bukan dia yang jadi calon suamiku, tapi ….”
“Berhenti!” teriak nenek itu tiba-tiba pada sopir. “Aku mau turun di sini saja!” entah kenapa nenek ini tiba-tiba minta berhenti mendadak sebelum Yuna menyelesaikan kalimatnya.
Sang sopir pun menghentikan bisnya dan menurunkan nenek tersebut sesuai dengan keinginannya. Yuna jadi sungguh tidak mengerti dengan perubahan sikap wanita tua tadi, tapi ia juga tak bisa berkata apa-apa dan membiarkan sang nenek pergi begitu saja. Pemuda itu meminta Yuna untuk menggeser tempat duduknya supaya ia bisa duduk di sebelah Yuna karena kursi Yuna ada yang kosong begitu nenek tadi turun dari bis.
“Maaf, Nenek tadi jadi salah paham pada kita,” ujar Yuna menghilangkan rasa canggung.
“Tidak apa-apa, tak perlu ambil pusing,” jawab pria cuek itu dan masih belum mau melihat Yuna.
Untuk sesaat, suasana di dalam bis kembali hening, semua orang mulai fokus dan sibuk dengan ponsel mereka masing-masing sambil menikmati perjalanan. Beberapa ada yang memilih tidur dikursinya karena lelah, ada yang suka main game, serta ada juga yang sibuk bertelepon ria dengan keluarga, teman, bahkan pacar dan selingkuhan. Yang jelas semua orang yang ada di dalam bis ini punya kesibukan sendiri-sendiri.
Hanya Yuna dan pria yang duduk disampingnya saja, tampak lebih fokus ke jalanan dimana kondisi jalan masih saja macet. Sudah setengah jam bis ini tak banyak bergerak. Entah apa yang terjadi di depan sana, sehingga menyebabkan kemacetan parah, padahal biasanya tidak seperti ini. Hawa panas dan suasana bis yang pengap membuat orang semakin mengeluh dan sudah tidak sabar ingin lekas sampai ke tujuan. Padahal, AC bis juga sudah dinyalakan, tapi tetap merasa panas juga.
Tiba-tiba saja, tanpa dinyana-nyana, ibu hamil tadi ditolong Yina mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. Sontak saja semua orang kembali panik lagi mendengar suara teriakan ibu-ibu itu. Kali ini, mereka semua terkejut karena sepertinya, ibu hamil yang merintih kesakitan ini hendak melahirkan.
“Aaaaggghhh!” teriaknya. Wajahnya langsung pucat pasi karena menahan rasa sakit yang amat sangat. Beberapa orang jadi kepo dan langsung berkerumun untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Sebagai bidan, tentu saja Yuna bergerak cepat menyisihkan orang-orang yang bergerombol itu agar memberi ruang pada ibu-ibu malang ini.
“Tolong anda semua jangan berkerumum seperti ini, beri ibu ini ruang,” seru Yuna mendekat ke arah ibu-ibu yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. "Pak sopir! Tolong berhenti dulu di pinggir agar tidak terjadi banyak guncangan.” Yuna berteriak kencang pada sang sopir.
“Kita sekarang terjebak macet, Nona. Saya tidak bisa menepikan bisnya,” ujar sopir itu ikutan panik karena baru pertama kali ini ia melihat kejadian langka. Ada penumpang yang hendak melahirkan dalam bisnya, benar-benar hal tak terduga dan tidak disangka-sangka.
“Tidak apa-apa. Kalau bisa … nanti jalannya pelan-pelan saja,” seru Yuna lagi.
Syukurlah semua penumpang mengerti dan menjauh dari ibu hamil ini untuk memberikan ruang bagi Yuna memeriksa keadaannya. Yuna mengeluarkan stetoskop lalu menempelkannya di dada dan perut ibu hamil ini.
“Yang laki-laki, tolong menjauh dari sini dan yang perempuan tolong tutupi tubuh ibu-ibu ini agar tak terlihat,” pinta Yuna pada seluruh penumpang yang ada di dalam bus.
Himbauan Yuna langsung mereka laksanakan melihat situasi dan kondisi yang sudah bisa mereka tebak. Para laki-laki mulai bergerak menjauh dari tempat ibu hamil itu dengan hati cemas dan was-was tak terkecuali pemuda yang sejak tadi mengamati gerak gerik Yuna. Dilihat dari sudut dan dalam keadaan apapun, Yuna tampak cantik dan menawan, apalagi tindakannya yang sigap menolong pasien. Ia sunggguh sangat keren.
“Bibi … maaf, mungkin saya sedikit lancang, tapi … saya akan memeriksa apakah sudah terjadi pembukaan atau belum atau hanya kontraksi saja. Kita tidak mungkin ke rumah sakit di tengah kemacetan seperti ini. Rumah sakitnya juga sangat jauh, tapi saya sudah menelepon ambulans kemari, mudah-mudahan mereka bisa segera datang,” ujar Yuna dan ibu itu hanya bisa menganggukkan kepala karena tak kuat menahan rasa sakit yang begitu menyakitkan. Suara rintihannya juga terdengar memilukan.
Hampir semua orang yang ada di dalam bus ini jadi merasa iba sendiri, tapi mereka semua lega karena ada Yuna yang kebetulan berprofesi sebagai bidan. Mereka menyerahkan semuanya pada Yuna untuk membantu mengkondisikan ibu ini. Yuna membuka tas bidannya lalu mengeluarkan selontong tangan putih khusus. Ia memakai selontong tersebut pada kedua tangannya dan langsung memeriksa bagian jalan lahir apakah sudah ada pembukaan atau belum.
“Sudah lima, Bibi … sebentar lagi, anda akan melahirkan. Tolong bertahanlah Bi,” ujar Yuna mencoba bersikap tenang dan terus mengamati perkembangan ibu hamil yang hendak melahirkan ini.
BERSAMBUNG
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Teh Yen
aduh aku yg baca malah ikutan tegang
2025-01-23
0
Bambang Setyo
Tegang euy ada ibu mo melahirkan..
2022-12-18
0
📚Riͥrͬiͥyꙷaⷶaⷶ🌼🅠🅛⍣⃝కꫝ🎸
waw.. melahirkan di dalam bis. mana di tengah kemacetan pula
2022-10-09
1