Mau tidak mau, Yuna ikut pulang kembali bersama Larasati dan kedua kakak angkatnya dengan ekspresi sedih sesedih sedihnya, tapi tak ada satupun orang yang menghiraukan Yuna. Ingin rasanya gadis itu menangis dan menjerit sekencang-kencangnya. Namun apa daya, ia tak bisa mengekspresikan perasaannya.
Rasa kecewa yang begitu besar, menyelimuti hati dan pikiran Yuna. Ia sudah tak punya semangat hidup lagi sekarang, Yuna benar-benar telah jatuh, dan tidak ada seorangpun yang mau mengulurkan tangan untuknya. Yuna sendirian, ia sungguh sendirian. Yeon tidak datang, begitu pula dengan Shena.
Perasaan ini sama seperti saat Rizal meninggal 3 bulan yang lalu, baik Yeon atau keluarganya, tidak ada yang datang untuk hadir di upacara pemakaman terakhir mendiang ayah angkatnya. Tanpa terasa, air mata Yuna mengalir membasahi pipinya. Yuna sudah tak punya tujuan hidup lagi sekarang. Entah apakah ia masih bisa melanjutkan hidup atau tidak, Yuna sunggguh tidak tahu.
Sesampainya di rumah. Yuna yang hendak masuk ke dalam kamarnya di cegah oleh Larasati, “Kita harus bicara,” ujarnya sambil menatap lurus mata Yuna.
“Ibu … aku sangat lelah, kali ini … bisa biarkan aku sendiri? Aku sungguh ingin sendiri,” pinta Yuna lemas. Ia tak punya tenaga untuk berkata-kata.
“Tidak, aku harus bicara padamu sekarang juga. Dengarkan aku Yuna, aku akui hubungan kita selama ini tidak baik. Aku sangat membencimu dank kau juga tidak menyukaiku. Tapi … kau sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarang. Kau hanya punya kami, tidakkah kita bisa memperbaiki hubungan layaknya keluarga normal lainnya?” ujar Larasati di depan Yuna.
Mata Yuna semakin berkaca-kaca. Entah ada angin apa, ibu angkat yang selama ini menganggapnya musuh tiba-tiba berubah ingin memperbaiki hubungan dengannya. Tentu saja Yuna tidak ingin percaya begitu saja, dan mencoba mencari tahu apa yang wanita ini inginkan sebenarnya.
“Ibu, aku sungguh sangat lelah. Jangan mengajakku bercanda. Katakan saja apa yang ibu inginkan dariku? Apa ibu ingin aku berterima kasih atas usaha ibu membebaskanku? Baik, terima kasih banyak.”
“Yuna, ibu tidak ingin ucapan terimaksih darimu. Ibu … hanya ingin kau melupakan semuanya. Lupakan Yeon dan keluarganya. Jika kau terus mengharapkan mereka, kau akan semakin terluka.” Larasati meyakinkan Yuna dengan memasang ekspresi sedih seolah merasakan apa yang sekarang Yuna rasakan. Namun yang terjadi adalah hati Yuna semakin tersayat mendegar ucapan ibunya meskipun hal itulah yang ada dipikiran Yuna sekarang.
“Melupakannya? Ibu … kau ingin aku melupakan Yeon?” mata Yuna berkaca-kaca lagi. Kali ini Yuna sudah tidak bisa menahannya.
“Iya Yuna, aku bicara seperti ini bukan karena aku membencimu, tapi karena aku kasihan padamu. Kau terus menanti kedatangan mereka setiap hari, tapi apa kau pernah berpikir kalau mereka itu melupakanmu atau tidak? Jika mereka ingat padamu, harusnya mereka datang dipemakaman ayahmu. Dan sekarang, disaat kau kesulitan, mereka semua juga tidak datang. Apakah itu yang disebut tunangan? Mengabaikan calon istrinya sendiri?”
“Cukup, Ibu! Aku tidak mau dengar apapun!” teriak Yuna semakin sedih karena semua yang dikatakan Larasati itu benar.
“Baik, aku tidak akan bicara lagi. aku rasa, kau sudah cukup dewasa untuk megetahui mana yang baik dan yang tidak. Kau masih bisa melanjutkan hidupmu tanpa harus menunggu orang yang tak pasti. Tapi satu hal yang harus kau tahu, kau … masih punya kesempatan kedua untuk bahagia meskipun tanpa Yeon dan keluarganya. Ini … bacalah ini dan kau harus putuskan apa yang harus kau lakukan setelah ini.” Larasati memberikan Yuna sebuah amplop putih panjang.
“Apa ini?” tanya Yuna membuka amplop pemberian ibu angkatnya. Dari sambpulnya saja terlihat kalau itu adalah pemberitahuan dari rumah sakit tempat ia bekerja. Yuna tahu apa isi amplopnya meskipun ia belum membacanya. “Ini surat pemecatanku,” ujar Yuna lirih.
“Bukan, itu surat pemberitahuan kepindahanmu ke sebuah desa terpencil. Kepala rumah sakitlah yang memberikan ini pada ibu secara langsung. Mereka tidak memecatmu karena kau adalah bidan terbaik di rumah sakit itu, tapi mereka hanya memindahkanmu ke tempat yang membutuhkan tenaga dan bantuanmu. Pikirkan ini Yuna, jika kau mengambil kesempatan ini, kau bisa hidup lebih baik. Dengan … atau tanpa Yeon.” Larasati memerhatikam Yuna yang sedang serius membaca isi dari surat tugas itu.
Lama juga keduanya saling berdiri dengan perasaan masing-masing sampai akhirnya Yuna memilih masuk ke dalam kamarnya tanpa bicara sepatah katapun pada ibunya. Viona yang sejak tadi diam dan hanya mengamati, ikutan geram dan hendak menyusul Yuna, tapi langkahnya di cegah Larasati.
“Biarkan saja dia, jangan ganggu dia dulu,” sergah Larasati.
“Tapi ibu … anak itu menyebalkan sekali,” pekik Ona dan mulutnya langsung dibungkam kuat oleh ibunya.
“Sssssttttt! Pelankan suaramu, jika sampai Yuna dengar, bisa rusak semua rencana kita. Ayo kita pergi dari sini dan biarkan Yuna sendiri. Biarkan dia menangis semalaman sesuka hati.” Larasati menyeret kedua putrinya masuk kedalam kamarnya.
“Apa ibu yakin kalau rencana kita berhasil?” tanya Viola pada ibunya begitu mereka bertiga ada di dalam kamar.
“Tentu saja, sebab … dewi fortuna telah berpihak pada kita.”
“Tapi … bagaimana kalau Yuna menolak untuk pergi dari sini?”
“Tidak ada alasan bagi Yuna untuk tetap tinggal dengan kita setelah apa yang terjadi. Yuna pasti akan mengambil surat tugas itu dan segera meninggalkan desa ini secepatnya. Dengan begitu … kau bisa menggantikan posisi Yuna sebagai tunangan Yeon begitu ia dan seluruh keluarganya kembali, sebulan lagi dari sekarang.” Senyum licik Larasti menghiasi sudut bibirnya diikuti tawa kedua putrinya yang merasa sangat bahagia.
“Tapi ibu … bagaimana kalau kita ketahuan menipu keluarga itu? Aku takut sekali,” ujar Viola.
“Kau punya banyak waktu untuk latihan menjadi seorang Yuna. Aku sudah mengintai pria berjas hitam yang dulu selalu mengawasi kita. Mereka sudah tak pernah menampakkan diri lagi sejak 3 bulan yang lalu. Artinya, tidak akan ada yang tahu kalau kau bukan Yuna. Keluarga Pyordova, sama sekali tidak tahu seperti apa wajah calon menantunya. Jadi, begitu Yuna pergi dari sini, maka kaulah yang akan menjadi Yuna. Bukan Viola. Haaah … beruntungnya kita, tanpa perlu bersusah payah. Akhirnya gadis pembawa sial itu pergi juga dari sini.”
“Huh, kasihan dia. Baru juga bahagia, eh sekarang menderita lagi.” Viona ikutan berkomentar.
“Salah sendiri, siapa suruh jadi sombong, sekarang tahu rasa akibatnya. Yuna yang sok itu akan kehilangan segalanya dan akulah yang bakal menjadi menantu keluarga Pyordova. Seperti apa si Yeon itu, ya? Pasti tampan sekali.” Viola mulai berkhayal yang bukan-bukan sehingga membuat kakaknya iri.
“Eh … ibu … carikan aku jodoh juga. Yang tajir seperti Yeon. Harusnya aku yang menikah duluan, kenapa Ola?” rengek Viona.
“Karena adikmu wajahnya jauh lebih cantik darimu. Kau hitam seperti ayahmu. Keluarga Pyordova itu bakal langsung tahu kalau kau bukan Yuna. Jangan khawatir, setelah adikmu menikah dengan keluarga konglomerat itu, kau akan kucarikan jodoh yang setara dengan mereka.”
Larasati menepuk pelan bahu putrinya. Ia mengira kalau rencananya yang serba kebetulan ini telah berhasil. Yaitu menyingkirkan Yuna, tanpa ia tahu bahwa semua peristiwa yang menguntungkan pihak Larasati dan keluarganya, sudah ada sutradara yang menyettingnya di balik layar termasuk perpindahan Yuna ke sebuah desa terpencil. Siapakah sutradara itu? Tentu saja Yeon, siapa lagi.
BERSAMBUNG
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Jjlynn Tudin
geram juga pula sama Yeon klu gini kasian Yuna🤭
2023-07-17
0
gaush ngrep Lu jalang gaush mimpi ketinggian tar jatoh malah mati
2023-02-11
0
gaush mimpi Fiona jalang 😏😏 Lum tentu si yeon mau sm lu
2023-02-11
0